Preeklamsia
Preeklamsia
PREEKLAMPSIA
Oleh
Pembimbing
PENDAHULUAN
proteinuria yang timbul karena kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau
preeklampsia yang disusul dengan koma. Kejang terjadi bukan karena kelainan
infeksi masih merupakan penyebab utama kematian ibu dan sebab kematian
perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang
dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Perlu ditekankan
sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh wanita yang bersangkutan
sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul preeklampsia berat dan
teratur dan rutin sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan
eklampsia.1
ii
Frekuensi preeclampsia untuk tiap Negara berbeda-beda karena banyak
edem dan proteinuria sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh wanita
yang bersangkutan sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul
pemeriksaan antenatal yang teratur dan rutin sangat penting dalam usaha
sering terjadi pada kehamilan pertama, kehamilan kembar dan kehamilan anggur.
iii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
minimal 90 mmHg atau tekanan sistolik minimal 140 mmHg, atau kenaikan
mmHg, tekanan darah harus diukur minimal 2 kali dengan jarak waktu minimal 6
jam. 4 Jika terjadi kurang dari 20 minggu atau terjadi setelah 48 jam postpartum
edema atau keduanya yang terjadi akibat kehamilan pada minggu ke-20 atau
kadang terjadi lebih awal bila terdapat perubahan hidatidiformis yang luas pada
4
villi korialis (pada kasus molahidatidosa). Dominan terjadi pada primigravida
dan meningkat 7-10 kali pada kehamilan berikutnya. Preeklampsia berat (PEB)
karena itu wanita yang saat dilahirkan ibunya eklampsia akan lebih mungkin
keadaan umum terlebih dahulu selama 4-6 jam baru terminasi, namun menurut
iv
Superimposed preeklampsia atau eklampsia adalah keadaan preeklamsia
atau eklampsia yang terjadi pada wanita yang menderita hipertensi vaskular kronis
atau penyakit ginjal4. Dimana hipertensi kronis adalah penyakit hipertensi yang
menetap dengan penyebab apapun dan sudah diderita sebelum kehamilan atau
pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu 28 tanpa adanya mola hidatidosa atau
paruh kedua masa kehamilan atau dalam waktu 24 jam post partum, tanpa disertai
jiwa dan biasanya ditunjukkan dengan adanya kejang grand mal. Istilah
tersebut diambil dari kata yunani untuk kilat (halilintar). Bentuk yang lebih
Kondisi ini terjadi pada 1 dari 1000 kehamilan. Beberapa faktor predisposisi
obstetrik yang buruk. Para ahli nefrologi seringkali dimintai pendapat untuk
v
dan penyakit renal. Meskipun demikian, hasil eksperimen atau klinis terbaru
pada kondisi ini merupakan informasi yang penting untuk para nefrologist.2,3,5
Tiap tahun sekitar 10 wanita dan sebanyak 1000 bayi meninggal
selama tahun 2004 adalah 66 kasus dari 472 kasus Sectio Cesaria atau sekitar
13,98%.
terpapar villi khorialis dalam jumpa yang berlimpah, misalnya pada gemelli atau
darah yang dibutuhkan pada kehamilan meningkat, maka diameter arteri spiralis
utama untuk keberhasilan suatu kehamilan. Hasil akhir dari perubahan fisiologis
tadi adalah arteri spiralis yang sebelumnya tebal berubah menjadi kantung elastis
vi
Gambar 2.1. Perbedaan endothel pada vaskular normal dan preeklampsia
hanya sebagian arteri spiralis segmen desidua yang berubah, sedang arteri apiralis
segmen miometrium masih diselubungi oleh sel-sel otot polos. Selain itu juga
arteri spiralis 40% lebih kecil dibandingkan kehamilan normal sehingga timbul
penyumbatan yang dapat bersifat parsial ataupun total. Hal inilah yang
vii
Gambar 2.2. Spatium intervilli normal dan preeklampsia
sirkulasi ibu dan menyebabkan kerusakan endotel. Perubahan fungsi endotel yang
endotel itu adalah hasil metabolisme lipid terutama yaitu peroksidase lipid.
Peroksidase lipid ini diproduksi pada saat radikal bebas menyerang asam lemak
tidak jenuh dan kolesterol pada membran sel dan lipoprotein. Peroksidase lipid
merupakan zat toksik yang bisa menyebabkan kerusakan sel baik secara langsung
mendegradasi purin, xantin dan hipoxantin menjadi asam urat. Dalam proses
bebas yang poten.7 Terjadinya reaksi radikal bebas ini ditandai dengan
viii
meningkatnya lipid peroksida pada pasien preeklamsia dibandingkan dengan
yaitu terjadi endoteolisis dan perubahan ultrastrukturnya pada alas plasenta dan
pembuluh darah uterus,1 karena radikal bebas ini bereaksi dengan membran sel
sehingga terbentuk lipid peroksidase dan aldehida yang toksik sehingga dapat
mematikan sel.8
vasokonstriksi dan kontraksi vena mesenterika serta vena portal hati, yang
ix
terakumulasinya zat toksik seperti lipid peroksidase, yang makin memperberat
genetik timbulnya preeklamsia, hanya ada pada orang Eropa bukan orang
progesteron dalam kehamilan.4 Namun perlu diingat bahwa 20% eklamsia timbul
pada kondisi tekanan darah yang tidak terlalu tinggi, karena ternyata ada etiologi
Hal inilah yang terjadi pada ibu dengan preeklamsia dimana terjadi
x
intravaskuler meningkat sehingga terjadi ekstravasasi cairan ke ekstravaskuler ke
interstisial, timbullah edema tungkai, dan edema pulmonum. Tidak semua endotel
endotel mengalami disfungsi. Endotel sendiri berperan untuk mengatur tonus otot
dan fibrinolisis.1
oleh vasospasme dan iskemia. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat
pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang.7,8
xi
2.4 Preeklampsia dan Risiko Penyakit Kardiovaskular Setelahnya
anak yang terlahir dari ibu dengan preeklampsia umumnya memiliki berat badan
lahir rendah, dan risiko penyakit kardiovaskular yang dapat terjadi berikutnya
telah menjadi objek banyak penelitian. Keadaan pada ibu hanya menarik sedikit
setelah kehamilan berakhir, ibu tidak memiliki risiko yang lebih besar untuk
dari populasi umum. Hal ini mungkin menjadi satu-satunya bukti kekeliruan opini
risiko penyakit jantung iskemik atau kematian hingga 1,9 kali. Persalinan preterm
dikaitkan dengan risiko sebesar 1,8 kali dibandingkan dengan wanita dengan
preeklampsia yang melahirkan bayi kecil dan lebih dini, secara umum memiliki
risiko menderita penyakit jantung iskemik atau kematian 7 kali lebih tinggi
preeklampsia memiliki risiko jangka panjang 1,2 kali lebih tinggi untuk semua
xii
penyebab kematian dibandingkan wanita tanpa preeklampsia. Pada wanita dengan
preeklampsia dan persalinan preterm, risikonya menjadi 2,7 kali lebih tinggi.
Risiko kematian karena faktor kardiovaskular meningkat 8 kali lipat pada wanita
preeklampsia justru melindungi wanita dari kematian akibat kanker sebesar 3,6
preeklampsia hanya memiliki risiko kematian 1,2 kali lebih tinggi yang
disebabkan oleh sebab lain. Mungkin diharapkan sang ayah tidak terlibat dalam
persamaan ini. Penelitian cohort ini memberikan bukti yang kuat bahwa risiko
memiliki berat badan lahir rendah, yang mana keduanya umum terjadi pada
dengan risiko stroke dan hipertensi pada kehidupan berikutnya. Mereka memilih
wanita dari penelitian cohort yang melahirkan pada tahun 1951 sampai 1970.
Lebih lanjut, akan terbentuk fibrin dalam sel-sel endotel dan sel-sel mesangial.
xiii
reversible. Bar et al mengamati sekelompok wanita yang mengalami preeklampsia
Ekskresi protein pada saat ini kira-kira 4 kali lebih tinggi dibandingkan wanita
Berdasarkan penelitian lanjutan, kerusakan tersebut akan tetap ada saat setelah
homosistein. Bukti yang ada menunjukkan bahwa kondisi tersebut akan berlanjut
setelah persalinan dan dalam jangka panjang menjadi salah satu faktor risiko.8
risiko penyakit kardiovaskular pada ibu yang ditekankan pada skrining serta
xiv
diabetes pada kehidupannya setelah persalinan. Wanita yang memiliki bayi
dengan berat badan lahir rendah (BBLR) harus diskrining untuk kemungkinan
penyakit kardiovakular pada saat usianya 30 an. Faktor-faktor risiko vaskular ibu,
seperti tekanan darah yang tinggi, resistensi insulin, obesitas, penambahan berat
peningkatan faktor terjadinya persalinan preterm dan berat bayi lahir rendah.
seorang wanita. 9
Preeklampsia hanya terjadi bila ada plasenta atau mola hidatidosa dan
arteriola spiral ibu dan melengkapi perubahan bentuk arteriola spiral ibu menjadi
endovaskular ini melibatkan perpindahan tidak hanya endotel tapi juga muskulus
trofoblast yang invasive akan mengikat adhesi ekspresi molekul dari sel-sel epitel
xv
(integrin 6/3, /5 dan E-cadherin) terhadap sel-sel endotel (integrin 1/1,
/3, molekul adhesi sel platelet endotel dan endotel vascular-cadherin), suatu
(PIGF), dan VEGF-C serta reseptornya. Selanjutnya, akan memblok jalur signal
mediator-mediator kimia seperti TNF-, IL-6, IL-1, IL-1, ikatan fas, hasil
xvi
dilepaskan oleh plasenta dan atau dari organ ibu lainnya pada preeklampsia.
rendah dari normal yang disebabkan ekspressi berlebihan arginase II yang dapat
fase luteal dari siklus menstruasi serta meningkat pada awal kehamilan. Human
stimulus terbesar untuk sekresi relaxin selama kehamilan pada seorang wanita.
Pemberian relaxin yang lama pada tikus betina yang sadar akan meningkatkan
GFR dan aliran plasma renal efektif, dengan demikian menyebabkan perubahan
sirkulasi renal selama kehamilan. Efek vasodilatasi renal ini tidak memerlukan
keberadaan ovarium dan juga dapat diamati selama pemberian relaxin pada tikus
jantan. Pemberian relaxin pada tikus betina yang tidak hamil juga mengurangi
pada tikus yang hamil. Lebih lanjut, pengurangan reaktivitas miogenik dari arteri-
arteri kecil renal dapat diamati setelah pemberian relaxin, dapat disamakan
dengan pembuluh darah terisolasi dari tikus yang hamil midterm. Akhirnya,
xvii
Jeyabalan et al (gambar 1.) baru-baru ini mengajukan bahwa relaxin
kecil renal melalui aktifasi jalur reseptor NO endotelin B (ET B) endotel. Pendapat
Pertama, relaxin, reseptor ETB endotel, dan NO memiliki peranan yang penting
vaskular, seperti MMP-2, dapat digunakan memproses ET besar dalam ikatan gly-
converting enzim yang memproses ET besar menjadi ET 1-21 tidak telibat dalam
pemberian relaxin pada tikus yang tidak hamil atau hamil midterm, aktifitas
MMP-2 vaskular diatur hingga 50% nya. Meskipun demikian, aktifitas gelatinase
tidak hanya bagian dari jalur vasodilatasi ETB-NO endotel tetapi juga tempat
utama regulasi oleh relaxin. Akhirnya, relaxin diberikan pada tikus dengan
defisiensi reseptor ETB. Meskipun arteri-arteri kecil renal yang diperoleh dari
xviii
tikus-tikus ini menunjukkan pengaturan aktifitas MMP-2 vaskular yang
Observasi yang dilakukan dalam konteks hasil yang lain (supra vide)
berasal dari jalur signal ETB-NO endotel dalam vasodilatasi renal sebagai respon
preeklamsia dengan yang kehamilan normal pada usia perbandingan yang sama.
yang terlarut dapat mengurangi signal relaxin ke vaskular, dengan demikian akan
gelatinase vaskular oleh relaxin merupakan tahap akhir jalur vasodilatasi dalam
dalam penurunan fungsi renal pada preeklampsia. Ekspressi yang berlebihan dari
reseptor ET atau ETA atau ETB pada otot lunak vaskular dari artriola-arteriola
renal dapat mendominasi jalur vasodilatasi yang diinisiasi oleh relaxin. Mutasi
atau polimorfik dari reseptor ETB atau dari sintase NO endotel yang mengurangi
xix
mengganggu invasi trofoblast dan dengan mempengaruhi karakter endotel ibu.
sekresi soluble fms-like tirosin kinase 1 (sFlt 1), yang secara alami terjadi
sirkulasi antagonis VEGF pada pasien-pasien dengan preeklampsia. Hal ini sangat
penting ketika pemberian secara eksogen pada tikus, sFlt1 sendiri cukup untuk
VEGF pada tikus kecil yang telah mati memberikan bukti genetik definitif bahwa
dimediasi oleh interaksinya dengan dua reseptor tirosin kinase berafinitas tinggi –
kinase memasuki daerah domain (KDR) dan Flt1 – yang secara selektif
mengekspressi pada permukaan sel endotel vascular. Jalur alternatif Flt1 yang
sitoplasma dan domain transmembran tetapi menahan domain ikatan (gambar 2.).
Meskipun demikian, sFlt1 dapat melawan sirkulasi VEGF dengan terikat padanya
mengikat dan melawan PIGF, anggota lain famili VEGF yang secara dominan
dibuat di plasenta.18
xx
Pada penelitian in vitro ditunjukkan bahwa kelebihan produksi sFlt1
preeklamsia yang bisa disembuhkan dengan pemberian VEGF dan PIGF eksogen.
Kelebihan sFlt1 itu sendiri, ketika diberikan pada tikus yang hamil dapat
glomerular renal dengan efek berlawanan dari sirkulasi VEGF dan PIGF dan
VEGF bebas menurun dalam hubungannya dengan elevasi sFlt1 aliran darah pada
saat munculnya penyakit. Perkembangan terakhir adalah ketika PIGF dan VEGF
normotensif. Dari total 120 pasangan wanita tersebut kemudian dipilih secara
acak. Konsentrasi serum faktor angiogenik (total sFlt1, PIGF bebas, dan VEGF
bebas) diukur selama kehamilan. Kadar sFlt1 meningkat pada awal hingga 5
tersebut, rata-rata kadar serum pada wanita dengan preeklampsia sekitar 4382
pg/ml, sedangkan pada subjek kontrol sekitar 1643 pg/ml dengan usia kehamilan
xxi
yang sama. Kadar PIGF lebih rendah pada wanita yang kemudian mengalami
dengan peningkatan kadar sFlt1. Perubahan kadar sFlt1 dan PIGF bebas lebih
besar terjadi pada wanita yang lebih dini mengalami preeklampsia dan pada
bahwa peningkatan kadar sFlt1 dan penurunan kadar PIGF dapat memprediksikan
dari sindrom maternal. VEGF dikenal sebagai stimulus angiogenesis dan juga
VEGF dari glomerulus dalam tikus modifikasi genetik dihasilkan endoteliosis dan
proteinuria. Hal ini menarik karena defek endothelial dapat diamati meskipun
kadar sirkulasi VEGF tidak dipengaruhi, yang menekankan bahwa signal regulasi
PIGF dan VEGF (gambar 3). Meskipun demikian, terdapat batasan dan beberapa
xxii
pertanyaan yang tidak terjawab mengenai sFlt1. Mekanisme yang tepat dari
produksi sFlt1 yang berlebihan oleh plasenta masih belum diketahui, dan yang
koagulasi atau abnormalitas fungsi hati atau abnormalitas otak (eklampsia) pada
defisiensi VEGF masih belum jelas. Faktor sinergi tambahan yang dihasilkan
Akan tetapi, penelitian pada manusia hamil dan binatang percobaan tidak
menginduksi peningkatan GFR dan aliran plasma renal efektif atau dalam
sebuah messenger kedua yang penting dari NO. Konsentrasi plasma, ekskresi
urin, dan produksi metabolic cGMP meningkat pada tikus yang hamil dan hamil
palsu, seperti pada kehamilan manusia. Ekskresi urin nitrat dan nitrit, metabolit
stabil NO, meningkat pada tikus yang hamil dan hamil palsu yang mengkonsumsi
diet rendah nitrit dan nitrat berhubungan dengan peningkatan ekskresi cGMP.
xxiii
hemoglobin NO dalam sel darah merah dapat dideteksi pada tikus yang hamil
tetapi tidak pada yang tidak hamil. Data ini menunjukkan bahwa produksi NO
endogen meningkat pada tikus yang hamil, meskipun asal jaringan peningkatan
Bukti defek spesifik dalam resistensi arteri endotel dari wanita dengan
menurunkan tekanan darah sebesar 19 mmHg pada tikus hamil dengan penurunan
tekanan perfusi arteri uterus (yang dirawat dan yang tidak dirawat) dibandingkan
dengan 12 mmHg tikus hamil (yang dirawat dan yang tidak dirawat). Hasilnya
suatu marker dari disfungsi endotel. Mereka juga mengawasi aliran darah uterus
xxiv
perfusi uterus, prevalensi anak-anaknya akan mengalami retardasi pertumbuhan
preeklampsia, terdapat hubungan yang kuat antara kadar ADMA dan vasodilatasi
dan ADMA dapat menjadi faktor potensial yang menyebabkan disfungsi endotel
permukaan dan membuat lapisan sel endotel lebih permeable. Proses berikutnya
bersamaan dengan munculnya gejala, yaitu setelah usia kehamilan 20 minggu, dan
akan menurun dalam 6 minggu setelah persalinan. AT-1AA diperoleh dan dikenal
sebagai bagian dari fraksi antibody IgG. Wallukat et al menunjukkan bahwa ATI-
xxv
Western blot setidaknya sama baiknya dengan antibodi-antibodi komersial yang
tidak dapat menemukan bukti untuk signal kalsium atau kontraksi sel otot polos
terakumulasi dalam aktifasi faktor transkripsi (NF-B dan activator protein-1) dan
aktivator plasminogen dan sekresi setelah perawatan dengan IgG pada wanita
difokuskan pada AT1-AA. Dengan cara fluoresensi DCF, baik Ang II maupun
AT1-AA sama-sama memberikan respon yang kuat. Produksi ROS dihambat oleh
xxvi
tiron antioksidan atau oleh sel-sel otot polos vaskular yang kekurangan p47 phox.
Pada sel-sel ini, NADPH oksidase tidak bekerja. Pada penelitian lain,
dan menunjukkan bahwa unit NF-B p50 dan p65 diaktifkan oleh Ang II maupun
lahannya masih dihambat karena deteksi masih berdasarkan uji biologi (bioassay).
konfirmasi pada populasi yang besar dari wanita preeklampsia, seperti dengan
dengan peningkatan signal Ang II. Sebuah model tikus transgenik yang
terdapat pengertian yang dapat dijadikan pegangan bahwa aktifasi antibody dapat
xxvii
2.10 Manifestasi Klinis pada Penderita Preeklampsia
a. Kardiovaskuler : vasospasme menyeluruh, resistensi pembuluh darah
hemokonsentrasi, koagulopati.
c. Ginjal : glomerular filtration rate menurun, renal plasma flow menurun,
hematome.
e. SSP : edema serebri dan perdarahan cerebri.
f. Otak : Tekanan darah meningkat, cerebral perfusion pressure meningkat
dari 60-120 mmHg pada kondisis normal menjadi 130-150 mmHg, akan
darah otak, eksudasi plasma, edema otak, kompresi pembuluh darah otak
sehingga aliran darah otak menurun. Pada CT scan otak didapatkan: edema
2.11 Diagnosis
terjadi biasanya keadaan ini terdapat pada kasus mola hidatidosa atau degenerasi
berdasarkan peningkatan tekanan darah mencapai lebih besar atau sama dengan
xxviii
140/90 mmHg; atau adanya peningkatan darah sistolik > 30 mmHg atau diastolik
> 15 mmHg.28 Bila tekanan darah mencapai atau lebih dari 160/110 mmHg, maka
tekanan darah belum mencapai 160/110 mmHg, jika ditemukan gejalalain seperti
berikut ini : proteinuria 3 (+) pada test celup, oliguria ( < 400 cc/24 jam), sakit
kepala hebat dan gangguan penglihatan, nyeri epigastrium atau nyeri kuadran
kanan atas abdomen atau ada ikterus, edema paru atau sianosis, trobositopenia,
PJT.28
yang sama Chesley juga mengemukakan bahwa 10 % dari kejang eklamsia timbul
didefinisikan sebagai terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam urin 24 jam
atau 100 mg atau lebih per dL pada sekurang-kurangnya dua sampel urin yang
Pertambahan berat badan dan edema.27 Banyak ahli yang sepakat bahwa
edema pada tangan dan muka, sangat sering ditemukan pada wanita hamil,
xxix
sehingga diagnosis preeklamsia tidak dapat dipastikan dengan adanya edema dan
Nyeri epigastrium atau nyeri abdomen pada kwadran kanan atas dianggap
terjadi akibat nekrosis dan edema sel-sel hati yang meregangkan kapsula
Glissoni.4 Nyeri yang khas sering disertai dengan naiknya kadar enzim-enzim hati
di dalam serum dan biasanya memerlukan segera terapi definitif. Kadang rasa
vasospasme hebat.4
tersebut, maka untuk deteksi dini diperlukan pengamatan yang cermat dengan
masa interval pemeriksaan yang tepat selama ANC, terutama bagi wanita yang
Edema paru merupakan kondisi yang dapat mengancam jiwa pasien, yaitu
suatu keadaan di mana terjadi peningkatan jumlah cairan interstisial paru dan
alveoli paru yang melebihi kemampuan drainase sistem limfatik, yang disebabkan
karena:
xxx
(3) Meningkatnya permiabilitas vaskuler karena rusaknya endotel pembuluh
sehingga timbul hipoksemia berat yang ditandai dengan turunnya PO2, sehingga
masif akibat dari meningkatnya tekanan osmotik dan kerapuhan dinding sel, yang
apus darah tepi didapatkan adanya morfologi sel darah merah berupa schistocytes
dan burr cells, ditemukannya helmet cells karena eritrosit yang rusak. Sedangkan
pembuluh darah juga dapat menerangkan timbulnya sindroma HELLP ini, yaitu
karena terjadi “penimbunan” trombosit pada endotel yang rusak tersebut dan
terjadinya nekrosis sel-sel hepar, khususnya bagian periportal pada bagian perifer
jam sampai 7 hari post partum, terbanyak berkembang dalam 48 jam post partum.
xxxi
Ada pendapat yang menyatakan bahwa turunnya trombosit dan hemoglobin saja
belum dapat dikategorikan sebagai sindroma HELLP, karena tidak ada istilah
sindroma HELLP parsial.21 Ada lagi pendapat yang menyatakan bahwa kalau kita
berat.24 Memang ada beberapa klasifikasi sindroma HELLP, antara lain klasifikasi
Karena diagnosis dini dan penatalaksanaan yang cepat dan tepat akan
mempengaruhi prognosis.
2.11 Penatalaksanaan
A. Preeklampsia Ringan
1. Rawat jalan
dianggap cukup.
2. Rawat inap
Kriteria:
a. Bila tidak ada perbaikan perawatan selama 2 minggu di rumah
b. Adanya satu atau lebih gejala PEB
3. Perawatan Obstetrik
xxxii
Jika tekanan darah normotensif, persalinan ditunggu hingga aterm.
B. Preeklampsia Berat
Penatalaksanaan untuk preeklampsia berat dapat dibagi atas 2 hal
yaitu :6
a. Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif
1. Kehamilan <37 minggu
2. Keadaan janin baik
3. Tidak ada impending eklampsia
Pengobatan medisinal
1. Pemberian obat antikejang MgSO4
i. Loading dose diberikan 4 gram MgSO4
secara IVselama 15 menit.
ii. Maintenance dose diberikan infuse 6 gram
dalam larutan RL/ 6 jama atau 4-5 gram
secara IM.
2. Diuretik
Diuretik tidak diberikan secara rutin, kecuali bila
ada edema paru, gagal jantung kongestif ataupun edem
anasarka.
3. Pemberian antihipertensi.
i. Lini pertama diberikan nifedipin dengan
dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30
menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam.
ii. Lini kedua diberikan sodium nitropusside
IV/kgBB/menit
b. Perawatan aktif (Sectio caseria)
i. Ibu
- Kehamilan > 37 minggu
- Adanya impending eklampsia
- Perawatan konservatif gagal
- 6 jam setelah pengobatan medicinal terjadi kenaikan
tekanan darah
xxxiii
- 24 jam setelah pengobatan medicinal gejala tidak berubah
ii. Janin
- Adanya tanda-tanda gawat janin
- Adanya pertumbuhan janin terhambat dalam rahim
- Laboratorik
- Adanya sindrom HELLP
C. Penatalaksanaan Eklampsia
Pengobatan medisinal
menit.
iv. Maintenance dose diberikan infuse 6 gram dalam larutan RL/ 6
xxxiv
D. Penatalaksanaan Sindroma HELLP
data PT dan APTT serta fibrinogen dalam batas normal, dengan kadar D-
namun untuk pasien yang sedang mengalami fase poliuri, akan sia-sia,
karena albumin yang masuk akan terbuang percuma lewat urin,21 karena
itu sambil menunggu fase poliuri lewat dapat diberikan diet tinggi protein
xxxv
lewat urin tersebut, dilakukan pengecekan proteinuria, jika tidak
juga membaik.2
2.11.1 Monitoring
harus tetap positif (merupakan tanda pertama, refleks akan menghilang pada kadar
8-10 mEq/L, dalam hal ini Mg harus distop sampai refleks positif lagi) , respirasi
rate minimal 14 x / menit (pada kadar > 12 mEq / L akan terjadi depresi
menit.27
sehingga bayi baru lahir dari ibu yang diterapi dengan magnesium sulfat bisa
mengalami depresi pernafasan dan hiporefleksi , hal ini tidak atau jarang
sinergis dengan obat anestesi umum, sehingga dosisnya harus lebih rendah.27
afterload. Dengan demikian nitrat dapat menurunkan tekanan kapiler paru secara
bermakna, sehingga dapat mengurangi ekstravasasi cairan dan telah terbukti dapat
mengatasi simptom edema paru.10 Nitrat akan membentuk radikal bebas NO yang
xxxvi
reaktif dalam sel otot polos., yaitu dengan mengaktivasi siklik GMP sehingga
polos pembuluh darah, hal ini dapat ikut menurunkan tekanan darah. 13,14 Cara
pemberian nitrogliserin dimulai dari 5 ug/’ boleh dititrasi hingga maksimal 200
ug, demikian juga dengan tatalaksana edema paru yang lain, seperti pemberian
mencegah back flow agar tidak terjadi edema paru.16 Tindakan segera mengakhiri
2.11.2 Antioksidan
antioksidan nonenzimik yang bekerja secara sinergik dengan tocopherol yang ada
diberikan N-acetyl Systein (NAC), karena secara rasional gugus thiol yang ada
bebas (free thiol) yang berkonjugasi langsung dengan oksidan sehingga oksidasi
xxxvii
dan menginduksi detoksifikasi.18 Penggunaan NAC jarang sekali ada efek
sampai 6 bulan bahkan 2 tahun. Bahkan dapat diberikan dalam dosis besar hingga
30 gr/hari dalam 3 kali pemberian. 18 Tidak ditemukan efek toksik / efek samping
sekalipun ditemukan dalam kadar tinggi di darah tali pusat baik pada binatang
2.11.3 Ventilator
memberikan PEEP dengan tujuan untuk mencegah kolapsnya jaringan paru pada
saat ekspirasi, ternyata PEEP juga dapat mengurangi jumlah cairan di interstisial
paru, memang mekanismenya belum diketahui dengan pasti, namun PEEP sebesar
duktus thorakis.19
Pasien PEB dalam ventilator dapat mengalami komplikasi lain, yaitu suatu
pneumonia dengan eksaserbasi akut yang dapat disebabkan karena masih adanya
dan ronkhi.
xxxviii
(2) Adanya ronki basah halus yang menandakan masih adanya edema
paru.
Stres oksidatif yang timbul baik karena proses PEB yang masih berlanjut
paru, yang dikatakan bahwa dalam waktu 10 sampai 18 jam akan makin
melemahkan pertahanan paru terhadap infeksi yang ada.20 Oleh karena antibiotik
terdapat berbagai faktor dan lebih dari satu mekanisme yang menyebabkan
timbulnya edema paru, bukan hanya karena overload cairan.4 Yang penting adalah
balance cairan negatif dengan input cairan yang tidak berlebihan. Kalaupun CVP
atau 7 CmH2O. Jika CVP lebih dari level tersebut maka harus diberikan diuretik
daripada overload hingga timbul edema paru. Dikatakan bahwa total cairan yang
xxxix
pasien mendapat balance positif atau timbul tanda-tanda edema paru maka segera
Edema paru berulang dapat saja terjadi karena memang proses PEB yang
mungkin masih berlanjut, yang dapat diperberat oleh rendahnya tekanan onkotik
positif. Pada saat itu maka segera berikan force diuresis untuk mengurangi
overload dan diberikan antioksidan yaitu N-Acetyl Systein (NAC). Terbukti bahwa
pemberian cairan intravena yang berlebihan yang juga dapat terjadi pada
pemberian albumin berbahaya untuk timbulnya edema paru. 4 Hal ini terjadi
pada saat-saat pertama, namun dikhawatirkan pada saat selanjutnya akan terjadi
2.11.4 Trombosit
Trombosit ditransfusi jika < 50.000 ingin menjalani sectio caesaria atau <
jam) pada edema paru. Kuretase post partum secara teoritis dapat dilakukan
dengan pemikiran bahwa lahirnya janin dan plasenta belum cukup menghilangkan
jumlah yang cukup banyak di dalam desidua basalis yang masih dapat
xl
menimbulkan stress oksidatif, yang menyebabkan proses preeklamsia tetap
yang tidak.
(3) Pasien yang tidak responsif terhadap terapi medika mentosa ternyata
partum.22,23
Tidak ada ruginya jika selama ANC ibu-ibu hamil diberikan suplemen
kalsium, karena dikatakan bahwa kalsium dapat meningkatkan NO2 yang dapat
ketahui. Jika ada riwayat PEB, maka sebelum timbul hipertensi dalam kehamilan
penyakit ginjal tidak jarang menemui kesukaran. Pada hipertensi menahun adanya
tekanan darah yang meninggi sebelum hamil, pada kehamilan muda atau 6 bulan
xli
2.13 Komplikasi
Kompilkasi terberat pada preeklampsia adalah kematian ibu dan janin.
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu berupa kemunduran fungsi sejmlah organ
dan sisitem yang kemungkinan sebagian besar terjadi akibat vasospasme, yaitu
terjadinya perubahan dalam perfusi darah uteroplasenta akut ataupun kronis yang
2.14 Pencegahan
Pencegahan preeklampsia sepertinya tidak mungkin karena tidak
demikian janin dari ibu preeklampsia sebaiknya dikeluarkan saat hipertensi ibu
terkontrol dengan baik, pengaturan aktifitas dan penambahan berat badan dan
antenatal care dan post natal care yang optimal merupakan tindakan yang dapat
tanda-tanda preeklampsia dan dalam hal ini harus dilakukan penanganan yang
semestinya. Pemberian aspirin dosis rendah (75 mg) telah dievaluasi secara luas
vitamin C 1000 mg dan vitamin E 400 IU, juga telah sukses digunakan dalam
mengurangi preeklampsia lebih dari 50%. Diet tinggi protein dan rendah lemak,
karbohidrat dan garam serta penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu
dianjurkan.1
xlii
2.15 Prognosis
untuk serangan ulangan pada kehamilan berikutnya. Resiko meninkat 50% pada
minggu ke-27).
xliii
BAB III
PENUTUP
3. 1 Kesimpulan
3.2 Saran
xliv
DAFTAR PUSTAKA
xlv
16. Dlugi AM. Hyperprolactinemic recurrent spontaneous pregnancy loss: a
true clinical entity or a spurious finding? Fertil Steril 1998;70:253–5.
17. Empson M, Lassere M, Craig JC, Scott JR. Recurrent pregnancy loss with
antiphospholipid antibody: a systematic review of therapeutic trials.
Obstet Gynecol 2002;99: 135–44.
18. Esplin MS, Branch DW, Silver R, Stagnaro-Green A. Thyroid
autoantibodies are not associated with recurrent pregnancy loss. Am J
Obstet Gynecol 1998;179:1583–6.
19. Farquharson RG, Quenby S, Greaves M. Antiphospholipid syndrome in
pregnancy: a randomized, controlled trial of treatment. Obstet Gynecol.
2002;100:408–13.
20. Grimbizis GF, Camus M, Tarlatzis BC, Bontis JN, Devroey P. Clinical
implications of uterine malformations and hysteroscopic treatment results.
Hum Reprod Update 2001;7:161–74.
21. Hirahara F, Andoh N, Sawai K, Hirabuki T, Uemura T, Minaguchi H.
Hyperprolactinemic recurrent miscarriage and results of randomized
bromocriptine treatment trials. Fertil Steril 1998;70:246–52.
22. Homer HA, Li TC, Cooke ID. The septate uterus: a review of management
and reproductive outcome. Fertil Steril 2000;73 :1–14.
23. JayapranaY. SC anak mahal karena primipara tua dan abortus berulang.
2007. Diakses pada tanggal 16 Februari 2009 dari
http://www.ksuheimi.blogspot.com
24. Jacobsen LJ, DeCherney A. Results of conventional and hysteroscopic
surgery. Hum Reprod 1997;12:1376–81.
25. Jurkovic D, Geipel A, Gruboeck K, Jauniaux E, Natucci M, Campbell S.
Three-dimensional ultrasound for the assessment of uterine anatomy and
detection of congenital anomalies: a comparison with
hysterosalpingography and two-dimensional sonography. Ultrasound
Obstet Gynecol 1995;5:233–7.
26. Katsuragawa H, Kanzaki H, Inoue T, Hirano T, Mori T, Rote NS.
Monoclonal antibody against phosphatidylserine inhibits in vitro human
trophoblastic hormone production and invasion. Biol Reprod 1997;56:50–
8.
27. Li TC, Spuijbroek MD, Tuckerman E, Anstie B, Loxley M, Laird S.
Endocrinological and endometrial factors in recurrent miscarriage. BJOG
2000;107: 1471–9.
xlvi