Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan hipertensi terjadi 5-10 persen dari seluruh kehamilan dan merupakan
tiga penyebab morbiditas dan mortalitas ibu bersama dengan perdarahan dan infeksi.
Preeklampsia diidentifikasi pada 3,9 persen dari seluruh kehamilan. World Health
Organisation menyebutkan bahwa 16 persen kematian ibu di negara maju disebabkan
gangguan hipertensi, melebihi perdarahan (13%), aborsi (8%), dan sepsis (2%). Di Asia
dan Afrika sekitar sepersepuluh dari seluruh kematian ibu dikaitkan dengan gangguan
hipertensi, sedangkan seperempat dari kematian ibu di Amerika Latin dikaitkan dengan
komplikasi hipertensi. Halyang membutuhkan perhatian adalah karena lebih dari
setengah kematian akibat hipertensi tersebut dapat dicegah.1,2
Meskipun telah dilakukan penelitian yang intensif selama beberapa dekade,
hipertensi yang dapat menyebabkan atau memperburuk kehamilan tetap menjadi
masalah yang belum terpecahkan. Secara umum, preeklamsia merupakan suatu
hipertensi yang disertai dengan proteinuria yang terjadi pada kehamilan. Penyakit ini
umumnya timbul setelah minggu ke-20 usia kehamilan dan paling sering terjadi pada
ibu hamil primigravida. Jika timbul pada ibu hamil multigravida biasanya ada faktor
predisposisi seperti kehamilan ganda, diabetes melitus, obesitas, umur lebih dari 35
tahun dan sebab lainnya.1
Morbiditas janin dari seorang wanita penderita hipertensi dalam kehamilan
berhubungan secara langsung terhadap penurunan aliran darah efektif pada sirkulasi
uteroplasental, juga karena terjadi persalinan kurang bulan pada kasus-kasus berat.
Kematian janin diakibatkan hipoksia akut, karena sebab sekunder terhadap solusio
plasenta atau vasospasme dan diawali dengan pertumbuhan janin terhambat (IUGR).
Mortalitas maternal diakibatkan adanya hipertensi berat, kejang grand mal, dan
kerusakan organ lainnya.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan


Sampai saat ini belum ada konsensus definit mengenai kriteria klasifikasi
dan diagnostik untuk gangguan hipertensi dalam kehamilan. Ketidakpastian ini
menyebabkan terjadinya perbedaan laporan di antara berbagai senter mengenai
luaran untuk ibu dan anak, terutama pada preeklampsia.
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the
National High Blood Pressure Education Program Working Group on High
Blood Pressure in Pregnancy tahun 2000, yaitu:3
1. Hipertensi Kronik
2. Preeklampsia-eklampsia
3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
4. Hipertensi gestasional
Klasifikasi di atas juga digunakan olehAmerican College of
Obstetricians and Gynecologists(ACOG) Task Force on Hypertension tahun
2013 dengan modifikasi di bagian-bagian tertentu sehingga didapatkan
klasifikasi sebagai berikut:4
1. Preeklampsia-eklampsia
2. Hipertensi kronik (karena sebab apapun)
3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
4. Hipertensi gestasional
Pada tahun 2013The International Society for the Study of Hypertension
in Pregnancy (ISSHP) melakukan revisi klasifikasi hipertensi pada wanita
hamil. Salah satu isu utama dalam revisi ini adalah adalah apakah proteinuria
masih harus dimasukkan sebagai kewajiban untuk diagnosis preeklampsia.
Hasilnya adalah untuk definisi klinis preeklampsia, proteinuria dapat
dieksklusikarena dibutuhkan definisi yang lebih luas, sedangkan inklusi
proteinuria akan menjamin spesifisitas diagnosis yang lebih tinggi ketika
digunakan sebagai kriteria klinis untuk pasien yang dimasukkan dalam laporan
ilmiah. Klasifikasi yang diajukan adalah sebagai berikut:5
1. Hipertensi kronik
2. Hipertensi gestasional

2
3. Preeklampsia de novo atau superimposed pada hipertensi kronik
4. White coat hypertension (hipertensi kerah putih)
Klasifikasi ISSHP di atas juga digunakan oleh Royal College of
Obstetricians and Gynaecologists (RCOG) dalam pedoman diagnosis dan
penanganan hipertensi yang dikeluarkan oleh National Insitute for Health and
Care Excellence(NICE guideline) tahun 2010 dengan modifikasi pada bagian
tertentu, yaitu pada bagian hipertensi yang mendahului kehamilan namun tidak
diketahui sebelum kehamilan dan hipertensi gestasional yang membaik setelah
persalinan, karena keadaan-keadaan ini tidak dapat dibedakan sampai periode
post natal, oleh sebab itu pada pedoman RCOG 2010 definisi hipertensi kronik
tidak memasukkan hipertensi baru yang muncul setelah usia kehamilan 20
minggu yang tidak membaik pada periode post natal.6
Society of Obstetric Medicine of Australia and New
Zealand(SOMANZ)pada tahun 2009 mengeluarkan klasifikasi hipertensi dalam
kehamilan sebagai berikut:7
1. Preeklampsiaeklampsia
2. Hipertensi gestasional
3. Hipertensi kronik
a. Esensial
b. Sekunder
c. White Coat (Kerah putih)
4. Preeklampsia superimposed pada hipertensi kronik
Canadian Hypertensive Disorders of Pregnancy (HDP) Working
Groupdidukung oleh Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada
(SOGC) pada tahun 2014 merevisi klasifikasi gangguan hipertensi dalam
kehamilan berdasarkan pertimbangan diagnostik dan terapeutik yang berbeda
sebagai berikut:
1. pre-existing (chronic)hypertension (hipertensi yang sudah ada
sebelumnya/kronik)
a. dengan kondisi komorbid
b. dengan bukti preeklampsia
2. hipertensi gestasional
a. dengan kondisi komorbid
b. dengan bukti preeklampsia
3. preeklampsia
4. efek hipertensif lainnya
a. efek hipertensif sementara

3
b. efek hipertensif kerah putih (white coat)
c. efek hipertensif tersamarkan (masked)
Pre-existing Hipertensi yang muncul baik sebelum kehamilan atau yang
(chronic)hyperte terjadi di bawah usia kehamilan 20 minggu
nsion
1. Dengan Kondisi komorbid (seperti diabetes mellitus tipe I atau II
kondisi pre-gestasional atau penyakit ginjal membutuhkan kontrol
komorbid tekanan darah yang lebih ketat selain dari kehamilan karena
kaitannya dengan peningkatan risiko kardiovaskuler.
2. Dengan Juga dikenal dengan nama superimposed preeklampsia dan
bukti didefiniskan sebagai munculnya satu atau lebih keadaan di
preeklam bawah ini pada usia kehamilan 20 minggu:
psia 1. Hipertensi resisten (membutuhkan tiga obat
antihipertensif untuk mengontrol tekanan darah pada
usia kehamilan 20 minggu)
2. Proteinuria baru atau perburukan proteinuria
3. Satu atau lebih kondisi yang memperburuk (Tabel 3)
4. Satu/lebih komplikasi berat (Tabel 3)
Preeklampsia berat didefinikan sebagai preeklampsia
dengan satu atau lebih komplikasi berat.
Hipertensi Didefinisikan sebagai hipertensi yang muncul pertama kali
gestasional pada usia kehamilan 20 minggu
1. Dengan Kondisi komorbid (seperti diabetes mellitus tipe I atau II
kondisi pre-gestasional atau penyakit ginjal membutuhkan kontrol
komorbid tekanan darah yang lebih ketat selain dari kehamilan karena
kaitannya dengan peningkatan risiko kardiovaskuler.
2. Dengan Bukti preeklampsia dapat muncul beberapa minggu setelah
bukti onset hipertensi gestasional.
preeklam Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi gestasional
psia dan satu atau lebih keadaan berikut:
1. Proteinuria baru
2. Satu atau lebih kondisi yang memperburuk (Tabel 3)
3. Satu/lebih komplikasi berat (Tabel 3)
Preeklampsia berat didefinikan sebagai preeklampsia
dengan satu atau lebih komplikasi berat.
Preeklampsia Preeklampsia dapat terjadi secara sejak awal dan difenisikan

4
sebagai hipertensi gestasional dan satu atau lebih keadaan
berikut:
4. Proteinuria baru
5. Satu atau lebih kondisi yang memperburuk (Tabel 3)
6. Satu/lebih komplikasi berat (Tabel 3)
Preeklampsia berat didefinikan sebagai preeklampsia
dengan satu atau lebih komplikasi berat.
Efek hipertensif Catatan: hal ini dapat terjadi pada perempuan dengan
lainnya peningkatan tekanan darah pada usia kehamilan <20 minggu
bagi yang memiliki hipertensi kronik atau 20 minggu bagi
yang memiliki hipertensi kronik atau
gestasional/preeklampsia..
Efek hipertensif Peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau
sementara diastolik 90 mmHg yang diukur pada tempat pemeriksaan
yang tidak dikonfirmasi setelah istirahat, atau pada
pengukuran berulang pada kunjungan yang sama atau
selanjutnya
Peningkatan tekanan darah dapat terjadi contohnya akibat
stimulus lingkungan atau nyeri persalinan.
Efek hipertensif Peningkatan tekanan darah pada tempat pemeriksaan
kerah putih (Peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau
diastolik 90 mmHg) tetapi kembali normal secara
konsisten di luar tempat pemeriksaan (<135/85 mmHg)
yang diukur menggunakan alat monitor tekanan darah
ambulatori atau rumahan (ambulatory BP monitoring
(ABPM) or home BP monitoring (HBPM))
Efek hipertensif Tekanan darah yang normal secara konsisten di tempat
tersamarkan pemeriksaan (tekanan darah sistolik < 140 mmHg atau
diastolik < 90 mmHg) tetapi meningkat di luar tempat
pemeriksaan (135/85 mmHg) dengan ABPM atau HBPM
berulang
Tabel 1. Klasifikasi gangguan hipertensi dalam kehamilan oleh SOGC 20148

2.2 Diagnosis Hipertensi

5
Hipertensi didiagnosis apabila tekanan darah pada saat istirahat 140/90
mmHg. Tekanan darah sistolik disepakati sebagai bunyi pertama yang terdengar
(Korotkoff 1) dan tekanan darah diastolik sebagai hilangnya bunyi sama sekali
(Korotkoff 5). Ketika Korotkoff 5 tidak didapatkan, bunyi Korotkoff 4 (suara
berdesing/muffling) dapat digunakan sebagai pertanda tekanan darah diastolik.
Pengukuran dilakukan pada posisi duduk dengan posisi tangan setinggi jantung.
Ukuran manset yang sesuai (panjangnya 1,5 kali lingkar lengan) sangat penting
untuk pengukuran yang akurat. Spigmomanometer raksa merupakan standar
baku emas pengukuran tekanan darah dalam kehamilan. Pengukur tekanan darah
otomatis dan sfigmomanometer aneroid masih dapat digunakan tetapi rentan
terhadap kesalahan pengukuran dan harus dikalibrasi dalam interval yang teratur
dan divalidasi sesuai spigmomanometer raksa.1,39
Pembagian hipertensi sendiri memiliki perbedaan di antara berbagai
pedoman. The Guideline Development Group (GDG) dari RCOG dan NICE
guideline 2010 membagi hipertensi menjadi ringan (tekanan darah diastolik 90-
99 mmHg, sistolik 140-149 mmHg), sedang (tekanan darah diastolik 100-109
mmHg, sistolik 150-159 mmHg), dan berat (tekanan darah diastolik 110 mmHg
atau lebih, sistolik 160 mmHg atau lebih).6 ACOG 2013 dan SOGC 2014
membagi hipertensi menjadi ringan ketika tekanan diastolik kurang dari atau
sama dengan 110 mm Hg atau tekanan darah sistolik kurang dari atau sama
dengan 160 mm Hg, sedangkan lebih dari nilai tersebut hipertensi disebut
berat.4,8 SOMANZ 2008 mengklasifikasikan hipertensi menjadi berat ketika
tekanan darah sistolik lebih dari atau sama 170 mmHg dan/atau tekanan darah
diastolik lebih dari atau sama dengan 110 mmHg.7
Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4
jam (ACOG 2013, National High Blood Pressure Education Program Working
Group Report on High BloodPressure in Pregnancy 2000) atau 15 menit pada
lengan yang sama (SOGC 2014)atau pada hipertensi berat dapat dikonfirmasi
dalam interval yang lebih cepat (menit) untuk membantu terapi yang lebih cepat.
(ACOG 2013)4,6,8,9
Pada masa lalu, telah dianjurkan agar peningkatan tambahan tekanan
diastolik 15 mmHg atau sistolik 30 mmHg digunakan sebagai kriteria

6
diagnostik, bahkan apabila tekanan darah saat diukur di bawah 140/90 mmHg.
Kriteria tersebut sekarang ini tidak lagi dianjurkan karena bukti menunjukkan
bahwa wanita tersebut tidak memiliki kecenderungan untuk mengalami efek
samping merugikan saat kehamilan. Sebagai tambahan, tekanan darah biasanya
menurun pada trimester ke-II kehamilan dan tekanan diastolik pada ibu hamil
primigravida dengan kehamilan normotensi kadang-kadang naik sebesar 15
mmHg. Edema telah ditinggalkan sebagai kriteria diagnostik karena hal tersebut
juga banyak terjadi pada wanita hamil yang normotensi.1,3,4

2.2.1 Hipertensi Kronik


Diagnosis hipertensi kronik ditegakkan jika ditemukan:
1. Tekanan darah 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum
usia kehamilan 20 minggu (SOMANZ 2008, ISSHP 2013,ACOG 2013)4,5,7
yang tidak terkait dengan penyakit trofoblastik gestasional (National High
Blood Pressure Education Program Working Group Report on High
BloodPressure in Pregnancy 2000)1,3
atau
2. Hipertensi yang pertama kali terdiagnosis setelah usia kehamilan 20 minggu
dan bertahan hingga 12 minggu postpartum (National High Blood Pressure
Education Program Working Group Report on High BloodPressure in
Pregnancy 2000, ACOG 2013)1,3,4
atau
3. Ketika hipertensi terdapat pada booking visit atau sebelum 20 minggu atau
jika wanita tersebut telah mengonsumsi antihipertensif ketika dirujuk ke
perawatan maternal dan dapat bersifat primer atau sekunder. (RCOG dan
NICE guideline 2010) 6
atau
4. Hipertensi yang muncul baik sebelum kehamilan atau yang terjadi di bawah
usia kehamilan 20 minggu yang dapat disertai dengan kondisi komorbid, atau
dengan bukti preeklampsia, yang disebut superimposed preeklampsia (SOGC
2014)8
atau

7
5. Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum kehamilan dan menetap
setelah persalinan. Langkah diagnosis hipertensi kronik adalah tekanan darah
140/90 mmHg, sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau diketahui
adanya hipertensi pada usia kehamilan <20 minggu, tidak ada proteinuria
(diperiksa dengan tes celup urin), dan dapat disertai keterlibatan organ lain,
seperti mata, jantung, dan ginjal. (Kemenkes 2013)9

Ketika seorang perempuan datang dengan hipertensi dalam kehamilan


setelah usia kehamilan 20 minggu dan tekanan darah sebelumnya tidak diketahui
maka harus ditangani sebagai kasus hipertensi gestasional atau preeklampsia dan
investigasi yang tepat harus dilakukan setelah kehamilan untuk mencari tahu
apakah orang tersebut memiliki hipertensi kronik yang mendasari.5
Hipertensi kronik terjadi pada hingga 22% wanita usia subur, dengan
data berbasis populasi menunjukkan 1% kehamilan dikomplikasikan dengan
hipertensi kronik, 5-6% oleh hipertensi gestasional (tanpa proteinuria), dan 1-2%
dengan preeklampsia. Hipertensi kronik dapat bersifat esensial pada 90% kasus
hipertensi kronik atau sekunder akibat penyakit seperti penyakit parenkim ginjal
(seperti ginjal polikistik, penyakit glomerulus atau interstisial ginjal), penyakit
renovaskuler (seperti stenosis arteri renalis, displasia fibromuskuler), gangguan
endokrin (seperti kelebihan adrenokortikosteroid atau mineralokortikoid,
feokromositoma, hipertiroid atau hipotiroid, kelebihan growth hormone,
hiperparatiroidisme), koarktasio aorta, atau penggunaan kontrasepsi oral. Sekitar
20-25% perempuan dengan hipertensi kronik akan mendapatkan preeklampsia
sewaktu kehamilan.10
Pada beberapa wanita dengan hipertensi kronik, tekanan darah dapat
meningkat sampai tingkat abnormal, khususnya setelah 24 minggu. Preeklamsia
yang mendasari hipertensi kronik ini sering berkembang lebih awal pada
kehamilan daripada preeklamsia murni, dan hal ini cenderung akan menjadi
lebih berat dan sering menyebabkan hambatan dalam pertumbuhan janin.1
Hipertensi kronik merupakan salah satu faktor risiko preeklampsia dan
superimposed preeklampsia. Hipertensi kronik sendiri tanpa komplikasi masih
dikaitkan dengan risiko seksio secaria dan perdarahan post partum yang lebih

8
tinggi dibanding perempuan tanpa hipertensi. Efek maternal lain adalah
akselerasi hipertensi dengan hasil kerusakan target organ (jantung, otak, ginjal)
walaupun tanpa preeklampsia hal ini sangat jarang terjadi. Selain itu risiko
hipertensi berat, diabetes gestasional, abruptio plasenta (3x lipat), angka
hospitalisasi juga meningkat. Selain itu terdapat peningkatan kematian janin
dalam rahim (0,1% pada usia 36 minggu, sebanding dengan risiko kematian
pada usia kehamilan 41 minggu pada kehamilan risiko rendah), perawatan NICU
(hingga 50%), persalinan preterm (sekitar 33%), dan pertumbuhan janin
terhambat (~15%).4,8

2.2.2 Preeklamsia
Preeklampsia dapat disebut sebagai suatu sindrom spesifik kehamilan
yang dapat mempengaruhi secara virtual setiap sistem organ. Kriteria diagnosis
pada preeklamsia menurut National High Blood Pressure Education Program
Working Group Report on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2000terdiri
dari :1
Kriteria minimal, yaitu :
1. TD 140/90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu.
2. Proteinuria 300 mg/24 jam atau 1+ dipstick.
Kemungkinan terjadinya preeklamsia :
1. Tekanan Darah 160/110 mmHg.
2. Proteinuria 2.0 g/24 jam atau 2+ dipstick.
3. Kreatinin serum > 1.2 mg/dL kecuali sebelumnya diketahui sudah
meningkat.
4. Trombosit <100.000/mm3.
5. Hemolisis mikroangiopati (peningkatan LDH).
6. peningkatan ALT atau AST.
7. Nyeri kepala persisten atau gangguan penglihatan atau cerebral lain.
8. Nyeri epigastrium persisten.

9
Klasifikasi American College of Obstetricians and Gynecologists Task
Force on Hypertension tahun 2013 memodifikasi kriteria diagnosis terbaru
untuk preeklampsia yaitu:4
Tekanan Darah 1. Tekanan darah sistolik lebih dari atau sama dengan 140
mmHg atau tekanan darah diastolik lebih dari atau sama
dengan 90 mmHg pada dua pemeriksaan dengan selang
waktu sekurang-kurangnya 4 jam pada usia kehamilan di atas
20 minggu pada wanita yang sebelumnya normotensi
2. Pada keadaan tekanan darah sistolik lebih dari atau sama
dengan 160 mm Hg atau tekanan diastolik lebih dari atau
sama dengan 110 mm Hg maka hipertensi dapat dikonfirmasi
dalam interval singkat (hitungan menit) untuk penanganan
terapi antihipertensi yang lebih dini
Dan
Proteinuria 1. Lebih dari atau sama dengan 300 mg per urin 24 jam (atau
jumlah yang serupa yang dikumpulkan dari kumpulan urin
sewaktu)
atau
2. Rasio protein/kreatinin lebih dari atau sama dengan 0,3
(masing-masing dalam satuan mg/dL)
3. Hasil dipstick 1+ (digunakan hanya jika metode kuantitatif
lainnya tidak tersedia)
atau pada keadaan tidak ada proteinuria, hipertensi onset baru dengan onset terbaru dari
salah satu keadaan berikut (gejala berat preeklampsia):
Trombositopenia Hitung platelet kurang dari 100.000/mikroliter
Insufisiensi Konsentrasi kreatinin serum lebih dari 1,1 mg/dL atau kenaikan dua
ginjal kali konsentrasi kreatinin serum pada keadaan tidak adanya penyakit
ginjal lainnya
Gangguan Peningkatan konsentrasi enzim transaminase hepar dua kali
fungsi hati konsentrasi normal
Edema paru
Gejala serebral
atau visual
Tabel 2. Kriteria diagnostik preeklampsia menurut American College of Obstetricians
and Gynecologists Task Force on Hypertension tahun 20134

10
Menurut RCOG dan NICE guideline 2010, preeklampsia adalah
hipertensi baru yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu dengan
proteinuria signifikan. Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan
hipertensi berat dan/atau dengan gejala, dan/atau gangguan biokimia dan/atau
hematologis. Disebut proteinuria signifikan adalah jika terdapat lebih dari 300
mg protein dalam sampel urin 24 jam atau lebih dari 30 mg/mmol dalam sampel
protein : kreatinin sewaktu.6
Kriteria diagnostik preeklampsia menurut SOMANZ 2008 adalah
hipertensi setelah usia kehamilan 20 minggu dan disertai satu atau lebih keadaan
berikut:
1. Keterlibatan ginjal
a. Proteinuria signifikan proteinuria dipstick yang selanjutnya
dikonfirmasi dengan rasio protein/kreatinin urin sewaktu 30
mg/mmol
b. Kreatinin serum atau plasma 90 mol/L
c. Oligouria
2. Keterlibatan hematologis
a. Trombositopenia
b. Hemolisis
c. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
3. Keterlibatan hepar
a. Peningkatan transaminase serum
b. Nyeri epigastrik atau kuadran kanan atas berat
4. Keterlibatan neurologis
a. Kejang (eklampsia)
b. Hiperrefleksia dengan klonus yang berlangsung terus-menerus
c. Nyeri kepala hebat
d. Gangguan visual persisten (fotopsia, skotomata, kebutaan kortikal,
vasospasme retina)
e. Stroke
5. Edema paru
6. Pertumbuhan janin terhambat
7. Abruptio plasenta
Akan tetapi, pada kriteria SOMANZ 2008 proteinuria bukanlah suatu
keharusan untuk membuat diagnosis klinis. Selain itu hiperurisemia juga
dilaporkan sebagai kejadian yang sering didapatkan namun bukan kriteria
diagnostik preeklampsia, dan pada kriteria ini sindrom HELLP dimasukkan
sebagai suatu presentasi preeklampsia berat yang khas dan tidak dipisahkan dari
preeklampsia.7

11
Menurut SOCG 2014, Preeklampsia dapat terjadi secara sejak awal dan
difenisikan sebagai hipertensi gestasional dan satu atau lebih keadaan berikut:
1. Proteinuria baru
2. Satu atau lebih kondisi yang memperburuk (Tabel 3)
3. Satu/lebih komplikasi berat (Tabel 3)
Preeklampsia berat didefinikan sebagai preeklampsia dengan satu atau lebih
komplikasi berat.
Sistem organ Kondisi yang Komplikasi berat (yang
yang memperburuk membutuhkan terminasi
terpengaruh (meningkatkan risiko kehamilan)
komplikasi berat)
Sistem saraf 1. Gejala sakit 1. Eklampsia
2. PRES (posterior reversible
pusat kepala/visual
leukoencephalopathy
syndrome)
3. Buta kortikal atau ablasio
retina
4. Glasgow coma scale <13
5. Stroke, Transient ischemic
attack, atau RIND (reversible
neurological deficit < 48 jam
Kardiorespirasi 1. Nyeri dada/dispnea 1. Hipertensi berat yang tidak
2. Saturasi oksigen
terkontrol (selama periode
<97%
12 jam walaupun dengan
penggunaan 3 agen
antihipertensif)
2. Saturasi oksigen <90%,
membutuhkan oksigen 50%
selama >1 jam, intubasi
(selain karena untuk seksio
Caesarean), edema paru
3. Membutuhkan bantuan
inotropik
4. Iskemia atau infark
myokardium
Hematologis 1. Lekositosis 1. Trombosit di bawah 50 x
2. Peningkatan INR atau

12
aPTT 109/L
3. Trombositopenia 2. Transfusi dari produk darah
apapun
Ginjal 1. Peningkatan kreatinin 1. Gangguan ginjal akut
serum (kreatinin > 150 M tanpa
2. Peningkatan asam
riwayat penyakit ginjal
urat serum
sebelumnya)
2. Indikasi untuk dialisis
Hati 1. Mual atau muntah 1. Disfungsi hepar (INR >2
2. Nyeri kuadran kanan
pada keadaan tidak ada DIC
atas atau epigastrik
atau warfarin)
3. Peningkatan AST,
2. Hematom atau ruptur hepar
ALT, LDH, atau
bilirubin
4. Penurunan albumin
plasma
Feto-placental 1. Ketidakstabilan 1. Abruptio dengan bukti
denyut jantung janin gangguan maternal atau fetal
2. Pertumbuhan janin 2. Gelombang A duktus
terhambat venosus yang terbalik
3. Oligohidramnion 3. Kematian janin dalam rahim
4. Aliran diastolik akhir
yang tidak ada atau
terbalik dengan
velosimeter Doppler
Tabel 3. Kondisi yang memperburuk dan komplikasi berat preeklampsia
menurut SOGC 2014 8
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013 membagi
preeklampsia menjadi ringan atau berat sebagai berikut:9
Preeklampsia Ringan:
1. Tekanan darah 140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
2. Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan protein
kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam
Preeklampsia Berat
1. Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu
2. Tes celup urin menunjukkan proteinuria 2+ atau pemeriksaan protein
kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam

13
3. Atau disertai keterlibatan organ lain:
a. Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati
b. Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
c. Sakit kepala , skotoma penglihatan
d. Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
e. Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
f. Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl

Revisi definisi preeklampsia ISSHP tahun 2014 yaitu hipertensi yang


terjadi secara de novo setelah usia kehamilan 20 minggu atau superimposed pada
hipertensi kronik dan adanya satu atau lebih dari onset terbaru kejadian berikut:5
1. Proteinuria
2. Disfungsi lain organ matenal:
a. Insufisiensi ginjal (kreatinin >90 mol/L)
b. Keterlibatan hepar (peningkatan transaminase dan/atau nyeri berat
kuadran kanan atas atau nyeri epigastrik)
c. Komplikasi neurologis (contoh termasuk eklampsia, perubahan status
mental, kebutaan, stroke, atau paling sering hiperrefleks yang terjadi
bersama klonus, nyeri kepala hebat yang terjadi dengan hiperrefleksia,
skotomata visual persisten)
d. Komplikasi hematologis (trombositopenia, DIC, hemolisis)
3. Disfungsi uteroplasenta
a. Pertumbuhan janin terhambat

Nyeri epigastriumatau nyeri pada kuadran kanan atas merupakan akibat


nekrosis hepatocelluler, iskemia, dan oedem yang meregangkan kapsul Glissoni.
Nyeri ini sering disertai dengan peningkatan serum hepatik transaminase yang
tinggi dan biasanya merupakan tanda untuk mengakhiri kehamilan.1
Trombositopeni adalah karakteristik dari preeklamsia yang memburuk,
dan hal tersebut mungkin disebabkan oleh aktivasi dan agregasi platelet serta
hemolisis mikroangiopati yang disebabkan oleh vasospasme yang berat. Bukti
adanya hemolisis yang luas dengan ditemukannya hemoglobinemia,
hemoglobinuria, atau hiperbilirubinemi dan merupakan indikasi penyakit yang
berat.1
Preeklampsia tanpa gejala berat dahulu seringkali dikategorikan sebagai
preeklampsia ringan. Hal ini dapat menimbulkan kesalahan berpikir, karena

14
walaupun tanpa gejala berat, morbiditas dan mortalitas telah meningkat secara
signifikan. Oleh sebab itu kriteria ACOG 2013 ini mengusulkan istilah
preeklampsia tanpa gejala berat. Beberapa wanita hamil datang dengan
kumpulan temuan laboratorium hemolisis, peningkatan enzim hati (elevated
liver enzymes), dan penurunan hitung trombosit (trombosytopenia)- yang
dinamakan sindrom HELLP, yang sering dianggap subtipe preeklampsia. Laktat
dehidrogenase dapat digunakan untuk membedakan sindrom HELLP dari
trombotik trombositopenik purpura ketika kriteria tambahan untuk preeklampsia
tidak ditemukan.4
Beberapa tanda dan gejala serta hasil laboratorium membutuhkan
pengawasan lebih ketat terhadap tanda spesifik preeklampsia, bahkan pada
kondisi tidak adanya diagnosis preeklampsia yang dikonfirmasi. Gejala ini
adalah onset terbaru nyeri kepala atau gangguan penglihatan serta nyeri
abdomen, terutama kuadran kanan atas, atau nyeri epigastrik. Temuan lain yang
membutuhkan observasi yang lebih ketat adalah pertumbuhan janin terhambat
atau proteinuria baru pada paruh kedua kehamilan, peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 30 mm Hg atau tekanan darah diastolik lebih dari 15 mm Hg
saat kehamilan, dan peningkatan konsentrasi asam urat. Penting untuk dicatat
bahwa temuan-temuan ini menandakan preeklampsia yang akan terjadi, tetapi
tidak digunakan untuk menginisiasi intervensi spesifik. Edema atau peningkatan
berat badan dapat meningkatkan kecurigaan preeklampsia, tetapi tidak termasuk
kriteria diagnostik karena merupakan tanda yang tidak spesifik maupun sensitif
untuk preeklampsia.4
Beratnya preeklamsia menurut Williams dinilai dari frekuensi dan
intensitas abnormalitas yang dapat dilihat pada Tabel 2.1. Semakin banyak
ditemukan penyimpangan tersebut, semakin besar kemungkinan harus dilakukan
terminasi kehamilan. Perbedaan antara preeklamsia ringan dan berat dapat sulit
dibedakan karena preeklamsia yang tampak ringan dapat berkembang dengan
cepat menjadi berat. Akan tetapi, juga perlu diketahui bahwa beberapa
perempuan memiliki preeklampsia atipikal yang memiliki seluruh aspek
sindrom preeklampsia, tetapi tidak ada hipertensi atau proteinuria, atau
keduanya (Sibai and Stella, 2009)1

15
Abnormalitas Tidak Berat Berat
Tekanan darah diastolik < 100 mmHg 110 mmHg
Tekanan darah sistolik < 160 mmHg 160 mmHg
Proteinuria 2+ 3+
Sakit kepala Tidak ada Ada
Nyeri perut bagian atas Tidak ada Ada
Oliguria Tidak ada Ada
Kejang (eklamsia) Tidak ada Ada
Serum Kreatinin Normal Meningkat
Trombositopeni Tidak ada Ada
Peningkatan enzim hati Minimal Nyata
Hambatan pertumbuhan Tidak ada Nyata
janin
Edema paru Tidak ada Ada

Tabel 2.1 Gejala Beratnya Hipertensi Selama Kehamilan1

2.2.3 Eklamsia
Serangan konvulsi (grand mal) pada wanita dengan preeklampsia yang
tidak dapat dihubungkan dengan sebab lainnya (seperti epilepsi, perdarahan
subarahnoid, dan meningitis) disebut eklamsia. Konvulsi terjadi secara general
dan dapat terlihat sebelum, selama, atau setelah melahirkan. Pada studi
terdahulu, sekitar 10% wanita eklamsia, terutama nulipara, serangan tidak
muncul hingga 48 jam setelah postpartum. Setelah perawatan prenatal
bertambah baik, banyak kasus antepartum dan intrapartum sekarang dapat
dicegah, dan studi yang lebih baru melaporkan bahwa seperempat serangan
eklampsia terjadi setelah 48 jam postpartum.Penyebab lain kejang selain
eklampsia termasuk perdarahan malformasi arterivena, ruptur aneurisma, atau
gangguan kejang idiopatik. Diagnosis alternatif ini sangat mungkin ditemukan
pada kasus kejang baru yang terjadi 48-72 jam post partum atau ketika kejang
terjadi sewaktu penggunaan terapi antiepileptik dengan magnesium sulfat.1,4,6,9

2.2.4 Superimposed Preeclampsia


Superimposed preeklampsia terjadi pada 13-40% perempuan dengan
hipertensi kronik.4Kriteria diagnosis Superimposed Preeclampsia menurut

16
National High Blood Pressure Education Program Working Group Report on
High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2000 dan Kemenkes tahun 2013 adalah
:1,9
1. Proteinuria 300 mg/24 jam pada wanita dengan hipertensi yang ada sebelum
kehamilan 20 minggu.
2. Peningkatan tiba-tiba proteinuria atau tekanan darah atau jumlah trombosit
<100.000/mm3 pada wanita dengan hipertensi atau proteinuria sebelum
kehamilan 20 minggu.
Menurut SOMANZ 2008 hipertensi kronik dengan superimposed
preeklampsia didiagnosis ketika seorang perempuan dengan diagnosis hipertensi
kronik sebelumnya mendapatkan salah satu gejala sistemik preeklampsia setelah
usia kehamilan 20 minggu.7
ISSHP 2014 tidak merekomendasikan mendiagnosis preeklampsia yang
superimposed pada hipertensi kronik hanya berdasarkan peningkatan tekanan
darah saja. Untuk pasien dengan hipertensi esensial yang mendasari,
superimposed preeklampsia dapat didiagnosis ketika satu atau lebih gejala
sistemik preeklampsia menurut ISSHP 2014 terjadi di samping hipertensi.
Mendiagnosis preeklampsia yang superimposed pada penyakit ginjal karena
umumnya pasien tersebut pada dasarnya memiliki gangguan GFR dan/atau
proteinuria. Pada kasus tersebut preeklampsia dapat didiagnosis ketika gejala
lain seperti onset terbaru disfungsi hepar, trombositopenia atau neurologis
terjadi. Bahkan masih terdapat ketidakpastian dan hal ini merupakan area
dimana uji diagnostik seperti pengukuran faktor angiogenik atau inflamasi pada
serum atau urin dapat bermanfaat di masa depan.5
Menurut SOGC 2014 terdapatklasifikasi hipertensi kronik dengan bukti
preeklampsia yang juga disebut superimposed preeklampsia yang didefiniskan
sebagai munculnya satu atau lebih keadaan di bawah ini pada usia kehamilan
20 minggu:8
1. Hipertensi resisten (membutuhkan tiga obat antihipertensif untuk mengontrol
tekanan darah pada usia kehamilan 20 minggu)
2. Proteinuria baru atau perburukan proteinuria
3. Satu atau lebih kondisi yang memperburuk (Tabel 3)
4. Satu/lebih komplikasi berat (Tabel 3)

17
Preeklampsia berat didefinikan sebagai preeklampsia dengan satu atau lebih
komplikasi berat.
Menurut ACOG 2013, hipertensi kronik dengansuperimposed
preeklampsia adalah perempuan dengan hipertensi kronik yang mendapatkan
preklampsia. ACOG 2013 membagi superimposed preeklampsia menjadi 2,
superimposed preeklampsia dan superimposed preeklampsia dengan gejala
berat. Diagnosis superimposed preeklampsia sangat mungkin jika salah satu
dari hal berikut ada:4
1. Peningkatan tekanan darah tiba-tiba yang sebelumnya terkontrol baik atau
peningkatan obat antihipertensi untuk mengontrol tekanan darah.
2. Onset terbaru proteinuria atau peningkatan tiba-tiba proteinuria pada wanita
dengan proteinuria yang telah diketahui sebelum kehamilan atau pada awal
kehamilan.
Diagnosis superimposed preeklampsia dengan gejala berat ditegakkan
ketika salah satu hal berikut ada:4
1. Hipertensi berat walaupun peningkatan terapi antihipertensif
2. Trombositopenia(di bawah 100.000/mikroliter);
3. Peningkatan transaminase hepar (dua kali lipat batas atas normal untuk
laboratorium tersebut)
4. Insufisiensi ginjal baru atau perburukan insufisiensi ginjal
5. Edema paru
6. Gangguan visual atau serebral persisten

2.2.5 Hipertensi Gestasional


Menurut National High Blood Pressure Education Program Working
Group Report on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2000 dan Kemenkes
2013, kriteria diagnosis pada hipertensi gestasional yaitu:1
1. TD 140/90 mmHg yang timbul pertama kali selama kehamilan.
2. Tidak ada proteinuria.
3. TD kembali normal < 12 minggu postpartum.
4. Diagnosis akhir baru bisa ditegakkan postpartum.
5. Mungkin ada gejala preeklampsia lain yang timbul, contohnya nyeri
epigastrium atau trombositopenia.
Hampir setengah wanita dengan hipertensi gestasional mendapatkan
sindrom preeklampsia, yang termasuk tanda seperti proteinuria dan

18
trombositopenia atau gejala seperti nyeri kepala atau nyeri epigastrik. Hipertensi
gestasional diubahmenjadi hipertensi sementara (transient) jika bukti
preeklampsia tidak muncul dan tekanan darah kembali ke normal dalam 12
minggu postpartum. Akan tetapi, ACOG 2013 tidak merekomendasikan
penggunaan istilah tersebut karena di lapangan rekam medis pemulangan pasien
jarang diubah kembali.1,4
Proteinuria adalah pertanda objektif pasti yang menandakan terjadinya
kebocoran endotel sistemik yang luas, yang merupakan karakteristik sindrom
preeklampsia. Akan tetapi, ketika tekanan darah meningkat secara signifikan,
sangat berbahaya baik bagi ibu dan fetus untuk mengacuhkan peninggian ini
karena belum ada proteinuria. Seperti yang Chesley (1985) simpulkan, 10 persen
dari kejang eklampsia terjadi sebelum proteinuria nyata bisa diidentifikasi.1
Menurut SOMANZ 2008 dan ISSHP 2014 hipertensi gestasional adalah
hipertensi yang muncul pertama kali setelah usia kehamilan 20 minggu, tanpa
gejala preeklampsia.7,8
Menurut SOCG 2014, hipertensi gestasional adalah hipertensi yang
muncul pertama kali pada usia kehamilan 20 minggu, dan dapat disertai
keadaan komorbid, atau dengan bukti preeklampsia.8
Menurut ACOG 2013 dan RCOG 2010, hipertensi gestasional
didiagnosis ketika terdapat hipertensi baru setelah usia kehamilan 20 minggu,
pada keadaan tidak adanya proteinuria. Kegagalan tekanan darah untuk kembali
normal post partum membutuhkan perubahan diagnosis menjadi hipertensi
kronik. Hipertensi gestasional dapat menjadi pertanda hipertensi kronik di masa
depan, dan oleh sebab itu membutuhkan pengawasan yang lebih ketat.4,6
2.2.6. Usulan terbaru
Pada klasifikasi SOGC 2013 terdapat gangguan hipertensi dalam
kehamilan baru yang dimasukkan, yaitu efek hipertensif lainnya yang terdiri atas
efek hipertensif sementara, efek hipertensif kerah putih, dan efek hipertensif
tersamarkan (masked) yang dapat dilihat pada tabel 1.8
Salah satu masalah yang dibahas oleh pedoman ACOG tahun 2013
adalah hipertensi post partum, karena preeklampsia dapat terjadi pertama kali
pada periode post partum. Fenomena hipertensi post partum lambat

19
didefinisikan sebagai wanita dengan kehamilan normotensif yang mendapatkan
hipertensi pada periode 2 minggu hingga 6 minggu post partum. Tekanan darah
biasanya bersifat labil selama berbulan-bulan post partum, biasanya kembali
normal pada akhir tahun pertama. Hanya sedikit pengetahuan yang dimiliki
tentang hipertensi post partum dan seperti hipertensi gestasional, dapat menjadi
prediktor hipertensi kronik di masa depan.4
Revisi klasifikasi ISSHP 2013 memasukkan hipertensi kerah putih.
Diketahui bahwa satu dari empat pasien dengan peningkatan tekanan darah di
klinik memiliki hipertensi kerah putih. Idealnya, diagnosis dikonfirmasi dengan
mendapatkan tekanan darah normal menggunakan alat monitoring tekanan darah
24 jam ambulatori (ABPM) pada separuh awal kehamilan, akan tetapi ISSHP
mengetahui bahwa hal ini tidak praktikal dalam skala nasional atau internasional
dan beberapa negara tidak memiliki akses terhadap alat ini. Ketika diagnosis
hipertensi kerah putih dikonfirmasi, ibu dapat ditangani dengan penilaian
tekanan darah rumah reguler dan obat antihipertensif dapat dihindari sampai
tekanan darah mencapai 160-170/110 mmHg. Prognosis hipertensi kerah putih
dalam kehamilan terbatas tetapi ditunjukkan bahwa hingga setengah pasien akan
mendapatkan hipertensi gestasional atau preeklampsia. Untuk menurunkan efek
kerah putih, sebaiknya pasien dengan hipertensi kerah putih diperiksa tiap
minggu oleh orang selain dokter atau menggunakan alat pengukur tekanan darah
di rumah.5

20
Gambar 1. Aplikasi klinis (ABPM) pada awal kehamilan untuk mendiagnosis
dan penanganan hipertensi kerah putih. Hipertensi didiagnosis jika baik rata-rata
tekanan darah sistolik atau diastolik meningkat saat sadar atau saat tidur. ABPM
= ambulatory blood pressure monitoring; GH = gestational hypertension; PE =
pre-eclampsia5

Sindroma HELLP merupakan salah satu komplikasi dari preeklampsia


berat yang didiagnosa berdasarkan hasil laboratorium. Sindroma HELLP bisa
terjadi sebelum atau sesudah melahirkan. Onset terjadinya sindroma HELLP
post partum adalah beberapa jam sehingga 6 hari setelah melahirkan. Kejadian
sindroma HELLP post partum paling sering dijumpai setelah 48 jam
melahirkan.4 Sindroma HELLP didiagnosa berdasarkan hasil temuan
laboratorium yaitu adanya hemolysis, elevated liver enzyme, dan low platelet.
ISSHP 2014, ACOG 2013, dan SOMANZ 2008 merekomendasikan agar
sindrom HELLP masih dianggap sebagai bagian dari preeklampsia agar seluruh
fitur preeklampsia dapat diinvestigasi.1,4

2.3 Faktor Risiko

21
Gambar 2. Faktor Risiko Preeklampsia menurut SOGC 20148
Faktor risiko pada preeklamsiayaitu:4,5,9,10
1.
Faktor risiko maternal :
a. Kehamilan pertama
b. Primipaternity
c. Usia < 18 tahun atau > 35 tahun
d. Riwayat preeklamsia

22
e. Riwayat preeklamsia dalam keluarga
f. Ras kulit hitam
g. Obesitas (BMI 30)
h. Interval antar kehamilan < 2 tahun atau > 10 tahun.
i. Fertilisasi in vitro
2.
Faktor risiko medikal maternal :
a. Hipertensi kronik, khusunya sebab sekunder hipertensi kronik seperti
hiperkortisolisme, hiperaldosteronisme, phaeokromositoma, dan stenosis
arteri renalis
b. Sindrom antibodi antifosfolipid yang mendasari
c. Diabetes yang sedang diderita (tipe 1 atau 2), khususnya dengan
komplikasi mikrovaskular
d. Penyakit ginjal
e. Systemic Lupus Erythematosus
f. Obesitas
g. Trombofilia
h. Riwayat migraine
i. Penggunaan obat selective serotonin uptake inhibitor
antidepressants (SSRIs) setelah trimester pertama
3.
Faktor risiko plasental atau fetal :
a. Kehamilan multipel
b. Hidrops fetalis
c. Penyakit trofoblastik gestasional
d. Triploidi.
2.4 Etiopatogenesis
Preeklampsia berasal dari ketidakseimbangan suplai uteroplasenta dan
permintaan fetus, yang menyebabkan manifestasi inflamasi sistemik dan fetal.
Apa yang menjadi penyebab terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum
diketahui. Terdapat banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab dari
penyakit ini tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan.
Redman dkk (2009) mengeluarkan hipotesis dua tahap untuk bahwa terdapat dua
spektrum gangguan preeklampsia yaitu pada maternal dan plasental (Gambar 3).

23
Gangguan dari proses remodelling arteri uterina oleh trofoblas menyebabkan
hipoksia plasenta, yang berlanjut ke tahap dua dimana terdapat pelepasan faktor
plasenta ke dalam sirkulasi maternal yang menyebabkan respons inflamasi
sistemik dan aktivasi endotel. 1,3,8

Gambar 3. Hipotesis gangguan dua tahap untuk preeklampsia1


Preeklampsia diduga merupakan penyakit multifaktorial antara paternal,
maternal dan fetal. Faktor-faktor yang dianggap penting termasuk implantasi
plasenta dengan invasi trofoblas yang abnormal pada arteri uterina, maladaptasi
toleransi imunologis antara jaringan maternal, paternal, dan fetus, maladaptasi
maternal pada perubahan kardiovaskular atau inflamasi dari kehamilan normal,
dan faktor genetik termasuk gen yang diwarisi serta pengaruh epigenetik.1

Gambar 4. Invasi trofoblas pada plasenta yang normal dan pada preeklampsia1

24
Salah satu teori yang paling sering dikemukakan sebagai penyebab
preeklampsia adalah gangguan invasi trofoblas. Pada implantasi normal, arteri
spiralis uterus mengalami remodelling yang luas ketika diinvasi oleh trofoblas
endovaskular (Gambar 4). Akan tetapi, pada preeklamsia terdapat invasi
trofoblastik yang tidak lengkap. Pada kasus ini, pembuluh darah decidua, bukan
pembuluh darah myometrial, menjadi tersusun dengan trofoblas endovaskular.
Arteriol myometrium yang terletak lebih dalam tidak kehilangan lapisan endotel
dan jaringan muskuloelastik, dan diameter eksternal rata-ratanya hanya setengah
dibanding pembuluh darah di plasenta normal (Fisher dkk, 2009). Madazli dan
kawan-kawan (2000) membuktikan bahwa besarnya defek invasi trofoblastik
terhadap arteri spiralis berhubungan dengan beratnya hipertensi.1
Dengan menggunakan mikroskop elektron, De Wolf dan kawan-kawan
(1980) meneliti pembuluh darah yang diambil dari tempat implantasi plasenta
pada uterus. Mereka memperhatikan bahwa perubahan pada preeklampsia awal
meliputi kerusakan endotelial, perembesan isi plasma pada dinding arteri,
proliferasi sel miointimal, dan nekrosis tunika media. Mereka menemukan
bahwa lipid mengumpul pertama kali pada sel-sel myointimal dan kemudian
pada makrofag akan membentuk atherosis (Gambar 5). Obstruksi lumen arteriol
spiral oleh atherosis dapat mengganggu aliran darah plasenta. Perubahan-
perubahan ini dianggap menyebabkan perfusi plasenta menjadi berkurang secara
patologis, yang pada akhirnya menyebabkan sindrom preeklamsia.1

Gambar 5. Atherosis yang ditunjukkan dari pembuluh darah dalam plasenta (kiri:
fotomikrograf, kanan: skematis). Gangguan endotel menyebabkan akumulasi protein
plasma dan makrofag busa di dalam endotel.1

25
Gambar 6. Etiologi dan patofisiologi preeklampsia yang diajukan oleh SOGC 20148

2.5 Patofisiologi
Walaupun mekanisme patofisiologi yang jelas tidak dimengerti,
preeklamsia merupakan suatu kelainan pada fungsi endotel terutama
vasospasme dan aktivasi sel endotel. Konstriksi vaskuler menyebabkan
peningkatan resistensi dan selanjutnya hipertensi. Kerusakan sel endotel
menyebabkan kebocoran interstisial dimana komponen darah termasuk

26
trombosit dan fibrinogen terdeposisi di subendotel. Dengan penurunan aliran
darah, iskemia jaringan akan menyebabkan nekrosis, perdarahan, dan gangguan
organ. Selain itu, faktor yang tidak diketahui yang diduga dari plasenta disekresi
ke sirkulasi maternal dan menyebabkan aktivasi dan disfungsi endotel vaskuler.
Endotel yang rusak atau teraktivasi menghasilkan nitrik oksida yang lebih
sedikit dan mensekresi substans yang mendukung koagulasi dan sensitivitas
terhadap vasopressor. Bukti aktivasi endotel lebih lanjut termasuk perubahan
morfologi endotel kapiler glomerulus, peningkatan permeabilitas kapiler, dan
peningkatan konsentrasi substans terkait aktivasi endotel dalam darah.
Akibatnya, terjadi disfungsi multi organ. Pada sistem kardiovaskuler
terjadi peningkatan afterload karena hipertensi, penurunan preload akibat
penurunan hipervolemia fisiologis atau meningkat karena pemberian cairan
iatrogenik, ekstravasasi cairan ke interstisial, terutama ke paru-paru, perubahan
hemodinamik, dan terjadinya hemokonsentrasi. Terjadi gangguan hematologis
berupa trombositopenia, hemolisis mikroangiopati akibat disrupsi endotel
dengan deposisi fibrin dan trombosit, dan gangguan koagulasi. Terjadi
perubahan homeostasis volume cairan tubuh, yang paling sering terjadi adalah
edema. Pada ginjal terjadi penurunan perfusi dan filtrasi glomerulus sehingga
terjadi peningkatan kreatinin serum dan asam urat, perubahan anatomis berupa
endoteliosis kapiler glomerulus. Pada hati terjadi perdarahan periportal, infark
hepar, peningkatan enzim transaminase. Pada otak dapat terjadi lesi
neuroanatomis seperti edema perivaskuler, perdarahan intraserebral, dan
gangguan aliran darah serebral yang dapat menyebabkan nyeri kepala, edema
serebral, kejang, dan gangguan penglihatan. Gangguan perfusi uteroplasental
menyebabkan peningkatan mortalitas dan morbiditas perinatal.1

2.6 Prediksi Preklampsia


Berbagai faktor prediktif telah diteliti selama tiga dekade terakhir, akan
tetapi sampai saat ini belum ada alat uji skrining yang dapat diandalkan, valid,
dan ekonomis. Beberapa uji prediktif tersebut dapat dilihat di tabel 4.1

27
Tabel 4. Berbagai uji prediktif terhadap sindrom preeklampsia1

2.7 Pencegahan preeklamsia


1. Manipulasi diet, suplemen, obat-obatan dan gaya hidup
Diet rendah garam dan suplementasi dengan vitamin C, D, dan E, zat
besi dengan atau tanpa folat, pyridoxine, makanan kaya flavonoid, penurunan
beban kerja atau stres, diet jantung yang sehat tidak direkomendasikan dalam
mencegah preeklampsia (RCOG 2010, SOGC 2014, WHO 2011)2,6,8
SOGC 2014 merekomendasikan ibu hamil melakukan hal-hal berikut
namun tidak untuk mencegah preeklampsia. Direkomendasikanmenghindari
alkohol untuk menghindari efek alkohol fetal, olahraga untuk menjaga
kebugaran tubuh, konsumsi folat perikonsepsi untuk mencegah defek neural
tube, dan berhenti merokok untuk mencegah bayi berat lahir rendah dan
kelahiran preterm.8
Pembatasan kalori untuk wanita obesitas tidak disarankan. (SOGC
2014)8
Diuretik terutama thiazid tidak direkomendasikan untuk mencegah
preeklampsia (WHO 2011, SOGC 2014)2,8
Penggunaan kortikosteroid untuk menangani ibu dengan sindrom
HELLP tidak direkomendasikan (WHO 2011, RCOG 2010, SOGC 2014)2,6,8
Pemberian suplementasi dengan magnesium, zink, prekursor
prostaglandin tidak direkomendasikan untuk pencegahan preeklampsia, tetapi

28
mungkin bermanfaat untuk pencegahan komplikasi kehamilan lain. (SOGC
2014)8
WHO 2011 dan Kemenkes 2013 merekomendasikan suplementasi
elemental kalsium 1,5-2 gram per hari direkomendasikan untuk pencegahan
preeklampsia pada seluruh perempuan terutama yang berisiko tinggi terkena
preklampsia. SOMANZ 2008, SOGC 2014 dan ACOG 2013 hanya
merekomendasikan kalsium hanya untuk perempuan dengan risiko
preeklampsia yang asupan kalsiumnya rendah2,4,79
Istirahat di rumah dan tirah baring tidak disarankan sebagai intervensi
untuk pencegahan primer preeklampsia dan gangguan hipertensi dalam
kehamilan pada perempuan yang berisiko (WHO 2011, SOGC 2014)2,8
2. Aspirin dosis rendah
Aspirin dosis rendah (60-80 mg ACOG 2013, 75 mg WHO 2011&
RCOG 2010, 75-162 mg SOGC 2014, 50-150 mg SOMANZ 2008)
direkomendasikan hanya untuk pencegahan preeklampsia pada perempuan
berisiko tinggi (RCOG 2010, WHO 2011, Kemenkes 2013, SOGC 2014) dan
terbukti menurunkan tingkat preeklampsia, kelahiran di bawah umur
kehamilan 34 minggu serta kelahiran preterm dan kematian perinatal
(SOMANZ 2008), akan tetapi tidak direkomendasikan untuk perempuan
berisiko rendah (SOCG 2014, ACOG 2013). WHO 2011 merekomendasikan
pemberian aspirin dosis rendah dimulai sebelum usia kehamilan 20 minggu,
RCOG 2010 dan SOCG 2014 merekomendasikan sebelum usia kehamilan 16
minggu.2,4,69
RCOG 2010 membagi dua kategori ibu hamil yang membutuhkan aspirin
dosis rendah (75 mg per hari) dari usia kehamilan 12 minggu hingga
kelahiran bayi. Yang pertama yang berisiko tinggi, yaitu memiliki satu dari
keadaan berikut: 1) penyakit hipertensi sewaktu kehamilan sebelumnya, 2)
penyakit ginjal kronik, 3) penyakit autoimun seperti lupus eritematosus
sistemik atau sindrom antifosfolipid, 4) diabetes tipe 1 atau 2, 5) hipertensi
kronik. Yang kedua yang memiliki lebih dari satu risiko moderat, yaitu: 1)
kehamilan pertama, 2) umur lebih dari atau sama dengan 40, 3) interval
kehamilan lebih dari 10 tahun, 4) indeks massa tubuh lebih dari sama dengan

29
35 kg/m2 saat kunjungan pertama, 5) riwayat preeklampsia di keluarga, 6)
kehamilan multipel.6

2.8 Penatalaksanaan hipertensi dalam kehamilan


2.8.1 Penanganan pra-kehamilan
Wanita dengan gejala sugestif hipertensi sekunder membutuhkan rujukan
ke dokter dengan keahlian dalam menangani hipertensi. (ACOG 2013)4
Wanita dengan hipertensi kronik yang merencanakan kehamilan harus
tetap menjaga asupan natrium tetap rendah, baik dengan mengurangi atau
mengganti asupan garam natrium karena dapat mengurangi tekanan darah.
(RCOG 2010)6 Akan tetapi tidak disarankan mengurangi berat badan dan asupan
natrium hingga kurang dari 100 mEq/L (ACOG 2013).4
Wanita dengan hipertensi kronik yang terbiasa berolahraga dengan
tekanan darah yang terkontrol disarankan melanjutkan olahraga moderat saat
hamil. (ACOG 2013)4
Apabila wanita yang merencakan kehamilan mengonsumsi obat
antihipertensi angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor atau angiotensin
II receptor blockers (ARB), dan cholothiazid maka perlu didiskusikan
peningkatan risiko abnormalitas kongenital serta komplikasi neonatal untuk
cholothiazid jika dikonsumsi selama hamil dan mengganti obat antihipertensif
untuk penanganan hipertensinya. ACE inhibitor dan ARB harus dihentikan bila
seorang wanita menjadi hamil, sebaiknya dalam 2 hari setelah mengetahui
kehamilan dan diberikan obat antihipertensi lain. (RCOG 2010)6
Disarankan penggunaan alat pengukur tekanan darah ambulatori untuk
wanita yang dicurigai hipertensi kerah putih untuk mengonfirmasi diagnosis
sebelum memulai terapi antihipertensif. Wanita dengan hipertensi kronik dan
kontrol tekanan darah yang buruk disarankan menggunakan alat pengukur
tekanan darah rumahan. (RCOG 2010)6

2.8.2 Penatalaksanaan hipertensi kronik selama kehamilan


Pada wanita hamil dengan hipertensi kronik yang tidak berkomplikasi
jaga tekanan darah di bawah 150/100 mmHg. Pada wanita hamil dengan

30
kerusakan organ sekunder karena hipertensi kronik terapi bertujuan untuk
menjaga tekanan darah di bawah 140/90 mmHg (RCOG 2010).6 ACOG 2013
menyarankan menjaga tekanan darah antara 120/80 mmHg hingga 160/105
mmHg.4 Hindari pemberian terapi untuk menurunkan tekanan darah diastol di
bawah 80 mmHg pada wanita hamil dengan hipertensi kronik yang tidak
berkomplikasi. Rujuk wanita hamil dengan hipertensi kronik sekunder ke ahli di
bidang hipertensi.(RCOG 2010)6
Pada hipertensi kronik, penurunan tekanan darah ibu akan mengganggu
perfusi serta tidak ada bukti-bukti bahwa tekanan darah yang normal akan
memperbaiki keadaan janin dan ibu.Jika pasien sebelum hamil sudah mendapat
obat antihipertensi, dan terkontrol dengan baik, lanjutkan pengobatan tersebut.
Berikan suplementasi kalsium1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia
kehamilan 20 minggu, pantau pertumbuhan dan kondisi janin. Jika tidak ada
komplikasi, tunggu sampai aterm. Jika denyut jantung janin <100 kali/menit
atau >180 kali/menit, tangani seperti gawat janin. Jika terdapat pertumbuhan
janin terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan. (Kemenkes 2013)9
Jika tekanan diastolik >110 mmHg atau tekanan sistolik >160 mmHg
(Kemenkes 2013)9, tekanan diastolik lebih dari 105 mmHg atau sistolik lebih
dari 160 mmHg secara persisten (ACOG 2013)4, sistolik lebih dari sama dengan
160 mmHg dan/atau 100 mmHg diastolik (SOMANZ 2008), berikan
antihipertensi. Pemberian terapi pada rentang tekanan darah sistolik 140-159
mmHg dan/atau diastolik 90-99 mmHg juga didokumentasikan menghasilkan
luaran yang baik (SOMANZ 2008).7 Obat yang digunakan untuk hipertensi
kronik sama yang direkomendasikan sama dengan hipertensi gestasional dan
preeklampsia (SOMANZ 2008, tabel 5).7Penggunaan ACE inhibitor, ARB, renin
inhibitor, dan antagonis reseptor mineralokortikoid tidak disarankan pada wanita
usia reproduktif dengan hipertensi kronik kecuali terdapat penyakit ginjal
proteinuria (ACOG 2013).4
Menurut SOGC 2014, tekanan darah harus diturunkan <160/110 mmHg.
Antihipertensif pertama di rumah sakit adalah nifedipine kerja pendek,
hydralazine parenteral, atau labetolol parenteral. Alternatif lain infus
nitroglycerin, methyldopa oral, clonidine oral, atau captopril oral yang hanya

31
diberikan postpartum. Hipertensi refrakter dapat ditangani dengan sodium
nitroprusside. Nifedipine dan Magnesium sulfat dapat digunakan secara
bersamaan. Pengawasan denyut jantung janin berkelanjutan disarankan sampai
tekanan darah stabil. Antihipertensif dapat digunakan untuk menjaga tekanan
darah 130-155/80-105 mmHg pada perempuan tanpa kondisi komorbid. Pada
wanita dengan kondisi komorbid tekanan darah dijaga dengan antihipertensif
<140/90 mmHg. Pemilihan obat antihipertensif disesuaikan sesuai keadaan
pasien. ACE inhibitor dan ARB tidak disarankan selama kehamilan. Atenolol
dan prazosin tidak direkomendasikan sebelum persalinan. Captopril, enalapril,
atau quinapril dapat digunakan postpartum dan masa menyusui.8
Disarankan pemantauan pertumbuhan janin terhambat menggunakan
ultrasonografi pada ibu dengan hipertensi kronik. Jika terdapat bukti
pertumbuhan janin terhambat, direkomendasikan penilaian fetoplasental
termasuk dengan velosimetri Doppler arteri umbilikal. Persalinan sebelum usia
kehamilan 38 minggu tidak disarankan pada hipertensi kronik tanpa komplikasi
maternal dan fetal. Pertimbangkan persalinan pada hipertensi kronik refrakter
setelah pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru. (RCOG 2010, ACOG
2013, SOGC 2014)4,8
Pada wanita dengan hipertensi kronik yang telah melahirkan, ukur
tekanan darah setiap hari untuk dua hari pertama post partum, setidaknya sekali
antara hari ke-3 dan ke-5, dan setiap kali diindikasikan jika terapi antihipertensif
diubah setelah melahirkan. Tujuan terapi pada ibu dengan hipertensi kronik yang
telah melahirkan adalah tekanan darah di bawah 140/90 mmHg. Lanjutkan terapi
antihipertensif antenatal dan tinjau kembali terapi antihipertensif jangka panjang
2 minggu setelah melahirkan. Jika digunakan methyldopa untuk mengobati
hipertensi kronik selama kehamilan, hentikan dalam 2 hari setelah melahirkan
dan mulai kembali terapi antihipertensif yang digunakan sebelum kehamilan.
Lakukan penilaian medis postnatal (6-8 minggu postpartum) dengan tim
pelayanan prekonsepsi(RCOG 2010).6

32
Tabel 5. Obat antihipertensif untuk penurunan urgensi hipertensi berat 170/110
mmHg (atas) dan tidak urgen (bawah) dalam kehamilan menurut SOMANZ 20087

Tabel 6. Obat antihipertensif untuk keadaan akut di rumah sakit (atas) dan kronik pada
kondisi rawat jalan (bawah)untuk hipertensi dalam kehamilan menurut ACOG 20134

33
Tabel 7. Obat antihipertensif untuk tekanan darah >160/110 mmHg (atas) dan antara
140-159/90-109 mmHg (bawah) menurut pedoman SOGC 20144

2.9 Penatalaksanaan hipertensi gestasional


Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap
minggu. Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan.Jika
kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat, rawat untuk
penilaian kesehatan janin. Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala
preeklampsia dan eklampsia. Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan
secara normal.(Kemenkes 2013)9
Pada wanita dengan hipertensi gestasional perlu diketahui faktor risiko
berikut yang membutuhkan penilaian lebih lanjut: nullipara, umur 40 atau lebih,
interval kehamilan lebih 10 tahun, riwayat preeklampsia dalam keluarga,
kehamilan multipel, indeks massa tubuh 35 kg/m 2 atau lebih, usia gestasi saat
kunjungan, riwayat preeklampsia atau hipertensi gestasional sebelumnya,
riwayat penyakit vaskuler sebelumnya, riwayat penyakit ginjal. (RCOG 2010)6

34
Derajat Ringan (140/90 Sedang (150/100 Berat (160/100 atau
Hipertensi 149/99 mmHg) 159/109 mmHg) lebih)
Rawat inap
Ya (hingga tekanan darah
di rumah Tidak Tidak
159/109 atau kurang)
sakit
Dengan labetolol oral
Dengan labetolol oral
sebagai lini pertama
sebagai lini pertama untuk
untuk menjaga:
menjaga:
1. tekanan diastol antara
Terapi Tidak 1. tekanan diastolantara
80-100 mmHg
2. tekanan sistolik 80-100 mmHg
2. tekanan sistolik kurang
kurang dari 150
dari 150 mmHg
mmHg
Ukur
Tidak lebih dari Minimal dua kali
tekanan Minimal empat kali sehari
sekali seminggu seminggu
darah
Pada setiap
Pada setiap kunjungan
kunjungan
menggunakan alat Setiap hari menggunakan
Pemeriksaa menggunakan alat
pengukur reagen-strip alat pengukur reagen-strip
n pengukur reagen-
atau rasio atau rasio protein:kreatinin
proteinuria strip atau rasio
protein:kreatinin urin urin otomatis
protein:kreatinin
otomatis
urin otomatis
Fungsi ginjal, elektrolit,
darah lengkap, Periksa pada kunjungan
Hanya yang rutin transaminase, bilirubin. pertama dan monitor
Pemeriksaa dikerjakan pada Tidak perlu dilakukan setiap minggu: fungsi
n darah pemeriksaan pemeriksaan darah lagi ginjal, elektrolit, darah
antenatal bila proteinuria negatif lengkap, transaminase,
pada kunjungan bilirubin.
selanjutnya
Tabel 8. Penanganan kehamilan dengan hipertensi gestasional menurut RCOG 2010 6
Antihipertensif lain yang dapat diberikan selain labetalol adalah
methyldopa dan nifedipine setelah mempertimbangkan efek samping ke ibu dan

35
janin. Periksa tekanan darah dan urin rutin dua kali seminggu pada ibu dengan
hipertensi ringan yang muncul sebelum 32 minggu atau berisiko tinggi
preeklampsia dan pada pasien rawat jalan yang telah mendapatkan kontrol
tekanan darah di rumah sakit karena hipertensi gestasional berat. Jangan
menawarkan persalinan sebelum usia kehamilan 37 minggu pada hipertensi
gestasional dengan tekanan darah tidak lebih dari 160/100 mmHg dengan atau
tanpa terapi antihipertensif. Pada hipertensi gestasional refratif persalinan
ditawarkan setelah menyelesaikan pemberian kortikosteroid (jika dibutuhkan).
Tekanan darah tetap diperiksa setiap hari untuk 2 hari pertama setelah
melahirkan, setidaknya sekali pada hari 3-5, dan sesuai indikasi jika terapi
antihipertensif diubah setelah persalinan. Obat antihipertensif tetap dilanjutkan
dan pertimbangkan untuk mengurangi obat bila tekanan darah di bawah 140/90
mmHg, dan kurangi obat bila tekanan darah di bawah 130/80 mmHg.
Methyldopa dihentikan dalam 2 hari postpartum jika digunakan sebagai
antihipertensif pada hipertensi gestasional. Obat antihipertensif diberikan pada
ibu dengan hipertensi gestasional. yang memiliki tekanan darah lebih dari
149/99 mmHg postpartum, dan rujuk ke perawatan postnatal pada 2 minggu dan
6-8 minggu. Bila pasien masih membutuhkan antihipertensif pada 6-8 minggu
postpartum, rujuk ke ahli hipertensi. (RCOG 2010)6
ISSHP 2014 menambahkan pemeriksaan asam urat dalam pemeriksaan
darah untuk hipertensi gestasional karena dapat menjadi suatu pertanda adanya
kemungkinan pertumbuhan janin terhambat.5

2.10 Penatalaksanaan preeklampsia, eklampsia, dan superimposed preeklampsia


Menurut ACOG 2013, diperlukan pengawasan ketat pada wanita dengan
preeklampsia tanpa gejala berat, dengan penilaian gejala maternal dan
pergerakan janin tiap hari oleh ibu, pengukuran tekanan darah serial dua kali
seminggu, dan penilaian hitung platelet dan enzim hepar tiap minggu.
Antihipertensif tidak diberikan pada preeklampsia dengan tekanan darah
persisten <160/100 mmHg. Penilaian antenatal pada preeklampsia tanpa gejala
berat dengan USG dan uji antenatal untuk menilai pertumbuhan fetal disarankan.

36
Jika ditemukan pertumbuhan janin terhambat, disarankan penilaian fetoplasental
penilaian dengan velosimetri Doppler arteri umbilikal.4

Derajat Ringan (140/90 Sedang (150/100 Berat (160/100 atau


Hipertensi 149/99 mmHg) 159/109 mmHg) lebih)
Rawat inap
di rumah Ya Ya Ya
sakit
Dengan labetolol oral Dengan labetolol oral
sebagai lini pertama sebagai lini pertama
untuk menjaga: untuk menjaga:
1. tekanan diastol antara 1. tekanan diastol antara
Terapi Tidak
80-100 mmHg 80-100 mmHg
2. tekanan sistolik 2. tekanan sistolik
kurang dari 150 kurang dari 150
mmHg mmHg
Ukur Lebih dari empat kali
Setidaknya empat Setidaknya empat kali
tekanan sehari tergantung
kali sehati sehati
darah kepentingan klinis
Pemeriksaa Jangan mengulang
Jangan mengulang Jangan mengulang
n kuantifikasi
kuantifikasi proteinuria kuantifikasi proteinuria
proteinuria proteinuria
Monitor dengan tes
berikut dua kali Monitor dengan tes Monitor dengan tes
seminggu: fungsi berikut tiga kali berikut tiga kali
Pemeriksaa
ginjal, elektrolit, seminggu: fungsi ginjal, seminggu: fungsi ginjal,
n darah
darah lengkap, elektrolit, darah lengkap, elektrolit, darah lengkap,
transaminase, transaminase, bilirubin transaminase, bilirubin
bilirubin
Tabel 9. Penanganan kehamilan dengan preeklampsia menurut RCOG 20106

37
Tabel 10. Indikasi persalinan pada perempuan dengan preeklampsia atau hipertensi
gestasional menurut SOMANZ 20087

Tabel 11. Indikasi spesifik persalinan pada perempuan dengan preeklampsia atau
menurut revisi ISSHP 20148

Antihipertensif lain seperti methyldopa dan nifedipine merupakan lini


kedua selain labetalol dan hanya diberikan setelah mempertimbangkan efek
samping ke ibu dan janin (RCOG 2010). Kehamilan dengan preeklampsia tanpa
gejala berat dan indikasi persalinan dapat ditangani secara konservatif hingga 34
minggu (RCOG 2010) atau 37 minggu (ACOG 2013).Persalinan dapat
dimajukan sebelum 34 minggu setelah diskusi dengan tim neonatal dan anestesi
dan pemberian kortikosteroid jika: 1) hipertensi berat yang refraktif terhadap
terapi, 2) ada indikasi maternal atau fetal yang didokumentasikan oleh konsultan
obstetrik mengenai perubahan biokimiawi, hematologis, dan klinis maternal dan

38
ambang batas janin (RCOG 2010). Wanita dengan preeklampsia berat, pada usia
kehamilan 34 minggu atau lebih dan dengan kondisi maternal atau fetal yang
tidak stabil (ACOG 2013), tanpa memperdulikan usia kehamilan (SOGC 2014)
disarankan persalinan segera setelah stabilisasi keadaan ibu. Wanita dengan
preeklampsia berat dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu dengan
keadaan ibu dan fetal yang stabil direkomendasikan melanjutkan kehamilan
hanya pada fasilitas dengan sumber daya perawatan intensif ibu dan neonatal
yang adekuat (ACOG 2013). Direkomendasikan persalinan pada wanita dengan
preeklampsia dengan hipertensi berat setelah 34 minggu ketika tekanan darah
telah terkontrol dan pemberian kortikosteroid telah diselesaikan (jika
dibutuhkan) (RCOG 2010, ACOG 2013). Pada wanita dengan usia kehamilan
24-34 minggu 6 hari dengan preeklampsia tidak berat yang memiliki sindrom
HELLP tunda persalinan sampai pemberian kortikosteroid selesai jika terdapat
perbaikan laboratorium maternal, dan seluruh wanita dengan sindrom HELLP
pada usia kehamilan 35 minggu atau lebih harus disarankan terminasi
kehamilan. (SOGC 2014). Tawarkan persalinan pada wanita dengan
preeklampsia dengan hipertensi ringan atau sedang pada 34 minggu 0 hari
sampai 36 minggu 6 hari bergantung pada kondisi maternal dan fetal, faktor
risiko, dan ketersediaan perawatan intensif neonatal. Rekomendasikan
persalinan dalam 24-48 jam pada wanita dengan preeklampsia dengan hipertensi
ringan atau sedang setelah 37 minggu (RCOG 2010, ACOG 2013). Pada wanita
dengan preeklampsia berat dan sebelum viabilitas fetal disarankan terminasi
setelah stabilisasi maternal dan tidak disarankan manajemen ekspektatif (ACOG
2013).4,6,8
Magnesium sulfat tidak disarankan pada preeklampsia dengan tekanan
darah <160/110 dan tidak ada gejala maternal (ACOG 2013). Magnesium sulfat
disarankan pada pencegahan dan penanganan eklampsia pada wanita dengan
preeklampsia berat dibanding antikonvulsan lain (WHO 2013) dan keadaan-
keadaan berikut digunakan sebagai gejala preeklampsia berat: hipertensi berat
dan proteinuria atau hipertensi ringan atau sedang dan proteinuria dengan satu
atau lebih gejala (nyeri kepala hebat, masalah penglihatan seperti kabur atau
silau pada mata, nyeri hebat di bawah rusuk atau muntah, papilloedema, tanda

39
klonus [3 denyut], nyeri hepar, sindrom HELLP, trombositopenia
<100.000/mikroliter, enzim hepar abnormal [ALT/AST lebih 70 iu/liter]) atau
pada wanita dengan eklampsia sebelumnya (RCOG 2010).2,4,6

Gambar 7. Penanganan hipertensi gestasional ringan atau preeklampsia tanga gejala


berat menurut ACOG 20134

Rejimen Collaborative Eclampsia Trial untuk magnesium sulfat adalah


dosis pembebanan 4 g intravena selama 5 menit (10-15 menit SOMANZ 2008)
dilanjutkan 1g/jam selama 24 jam. Kejang berulang harus ditangani dengan
dosis lanjutan 2-4 g diberikan selama 5 menit. Diazepam, phenytoin atau
cocktail lytic tidak disarankan sebagai alternatif magnesium sulfat. (RCOG
2010). Diazepam intravena (2 mg/menit maksimal 10 mg) atau clonazepam (1-2
mg selama 2-5 menit) dapat diberikan sambil menunggu persiapan magnesium
sulfat menurut SOMANZ 2008. Tidak diperlukan pengukuran kadar magnesium

40
serum jika fungsi ginjal normal, dan tidak boleh diberikan lebih dari 12 jam
pada wanita dengan oligouria atau gangguan ginjal dan pada keadaan tersebut
kadar magnesium serum harus dipantau (SOMANZ 2008).6,7

Gambar 8. Penanganan preeklampsia berat pada usia kehamilan di bawah 34 minggu


menurut ACOG 20134

41
Gambar 9. Cara pemberian magnesium sulfat menurut Kemenkes 20139

Pada sindrom HELLP dengan usia kehamilan sebelum viabilitas fetal dan
pada 34 minggu atau lebihdisarankan terminasi kehamilan segera setelah
stabilisasi maternal. Pada usia kehamilan antara viabilitas fetus sampai 33
minggu 6 hari disarankan menunda 24-48 jam untuk pemberian kortikosteroid
untuk pematangan paru.Terdapat indikasi pemberian transfusi trombosit pada
keadaan tertentu seperti pada tabel 10. Tidak disarankan pemberian
kortikosteroid selain untuk pematangan paru. (SOGC 2014, WHO 2013, ROGC
2010, ACOG 2013).2,4,6,8
Pemberian kortikosteroid disarankan untuk pematangan paru diberikan
dalam bentuk betamethasone 12 mg dua dosis intramuskular selang 24 jam pada
perempuan dengan preeklampsia antara 24-34 minggu, dan pertimbangkan
pemberian dosis di atas pada perempuan antara 35-36 minggu (RCOG 2010).
Alternatif lain menurut Kemenkes 2013 adalah deksametason 6 mg
intramuskular setiap 12 jam sebanyak 4 kali.6

42
Tabel 11. Rekomendasi transfusi trombosit terkait proses persalinan pada sindrom
HELLP menurut SOGC 20148

Gambar 10. Algoritme manajemen ekspektatif pada preeklampsia menurut Kemenkes


20139

43
Pada proses persalinan ibu dengan hipertensi dalam kehamilan selalu
disarankan persalinan pervaginam kecuali dibutuhkan seksio Caesarean bila ada
indikasi obstetrik. Jika direncakan persalinan pervaginam tetapi serviks belum
matang maka dapat digunakan pematangan serviks. Pada usia kehamilan yang
masih jauh dari aterm, wanita dengan hipertensi dalam kehamilan dengan bukti
gangguan fetus dapat mendapatkan manfaat dari seksio Caesarean emergensi.
Selama proses persalinan tetap diberikan antihipertensi untuk menjaga tekanan
darah <160/110 mmHg. Kala 3 harus dimanajemen secara aktif dengan oksitosin
5 unit intravena atau 10 unit intramuskular terutama jika ada trombositopenia
atau koagulopati. Ergometrine maleate tidak boleh diberikan pada hipertensi
dalam kehamilan. Analgesia yang terpilih untuk proses persalinan atau operasi
Caesar adalah anestesi epidural, spinal, kombinasi spinal-epidural, dan anestesi
umum jika tidak ada kontraindikasi. Pemberian cairan intravena dan oral harus
diminimalkan pada wanita dengan preeklampsia untuk mencegah edema paru.
Pada keadaan oligouria cairan tidak secara rutin diberikan, dan pada oligouria
persisten tidak disarankan pemberian dopamin atau furosemid. Efedrin atau
phenylephrine dapat digunakan untuk mencegah atau mengatasi hipotensi saat
anestesi neuraxial. (ACOG 2013, SOGC 2014)8
Bila terjadi edema paru pada ibu dengan preeklampsia, yang ditandai
dengan sesak napas, hipertensi, batuk berbusa, ronki basah halus pada basal paru
pada ibu dengan preeklampsia berat, maka posisikan ibu dalam posisi tegak,
berikan oksigen, berikan furosemide 40 mg IV, bila produksi urin masih rendah
(<30 ml/jam dalam 4 jam), pemberian furosemid dapat diulang, ukur
keseimbangan cairan, dan batasi cairan yang masuk. (Kemenkes 2013)9
Pada periode postpartum, tekanan darah tetap dipantau setidaknya hingga
72 jam postpartum dan dipantau kembali pada 7-10 hari postpartum atau lebih
awal jika bergejala. Jika terdapat hipertensi onset baru dengan nyeri kepala atau
pandangan kabur atau preeklampsia dengan gejala berat pada periode
postpartum, disarankan pemberian magnesium sulfat parenteral. Pada
perempuan dengan hipertensi postpartum dengan tekanan darah 150/100
mmHg pada dua pemeriksaan selang 4-6 jam maka harus diberikan
antihipertensif. Tekanan darah persisten lebih dari 160/110 mmHg harus diterapi

44
segera dalam 1 jam. (ACOG 2013). Bagi ibu yang menyusui yang mendapatkan
antihipertensif perlu diberitahu bahwa obat antihipertensif berikut tidak
diketahui memiliki efek samping pada bayi: labetalol, nifedipine, enalapril,
captopril, atenolol, metoprolol dan menghindari diuretik dan obat-obatan berikut
karena belum memiliki cukup bukti mengenai keamanan pada bayi: ARB,
amlodipine, ACE inhibitor selain enalapril dan captopril (RCOG 2010). Wanita
dengan riwayat hipertensi dalam kehamilan bahwa terdapat peningkatan risiko
tekanan darah tinggi dan komplikasi di masa depan dan risiko rekurensi, serta
untuk menjaga indeks massa tubuh pada rentang yang normal sebelum
kehamilan berikutnya (RCOG 2010). Direkomendasikan pemeriksaan tekanan
darah, profil lipid, glukosa darah puasa, dan indeks massa tubuh setiap tahun
bagi ibu dengan preeklampsia yang melahirkan preterm atau riwayat
preeklampsia rekuren (ACOG 2013). 4,6
Bila tidak terdapat fasilitas, maka pasien dengan hipertensi berat atau
preeklampsia harus dirujuk sesuai kriteria berikut. Perawatan level 3 untuk
preeklampsia berat dan membutuhkan ventilasi, perawatan level 2 untuk pasien
yang mengalami penurunan perawatan dari level 3 atau preeklampsia berat
dengan salah satu komplikasi berikut: eklampsia, sindrom HELLP, perdarahan,
hiperkalemia, oligouria berat, membutuhkan bantuan koagulasi, terapi
antihipertensi intravena, stabilisiasi inisial hipertensi berat, bukti gagal jantung,
atau neurologis yang abnormal. Perawatan level 1 bagi: preeklampsia dengan
hipertensi ringan atau sedang, penanganan antenatal konservatif pada hipertensi
berat preterm, dan penurunan level pada terapi post partum. (RCOG 2010)6

45
BAB III

KESIMPULAN

Hipertensi dalam kehamilan merupakan suatu penyakit dengan etiopatogenesis


yang sampai saat ini masih menjadi bahan penelitian, akan tetapi penyakit ini sangat
umum ditemukan di masyarakat, dengan komplikasi dan mortalitas ibu dan fetus yang
signifikan.
Definisi dan hipertensi dalam kehamilan sampai saat ini masih dalam perdebatan.
Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan berbeda-beda dari berbagai senter. Beberapa
yang dimasukkan dalam referat ini adalah Report of the National High Blood Pressure
Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2000,
SOMANZ 2008, ACOG 2013, SCOG 2014, dan ISSHP 2014.
Adanya perbedaan klasifikasi juga menimbulkan perbedaan dari penanganan
hipertensi dalam kehamilan itu sendiri. Akan tetapi, sebagian besar prinsip penanganan
serupa, dan pemilihan manajemen dan tatalaksana tentu kembali ke pelaksana dari
penanganan itu sendiri disesuaikan dengan sarana dan prasarana setempat dan regulasi
di tempat tersebut.

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et al. Hypertensive Disorders in


Pregnancy. In: Williams Obstetrics. New York: McGraw-Hill, 2010, pp. 706747.
2. World Health Organization. WHO Recommendations for Prevention and
Treatment Of Pre-Eclampsia and Eclampsia: WHO Handbook for guideline
development. 2011; 14.
3. Prawirohardjo S. Hipertensi Dalam Kehamilan. In: Wiknjosastro H, Saifuddin A,
Rachimhadhi T (eds) Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2005, pp. 281301.
4. Task Force on Hypertension in Pregnancy. Hypertension In Pregnancy: Executive
Summary. Am Coll Obstet Gynecol 2013; 112.
5. Tranquilli AL, Dekker G, Magee L, et al. The classification, diagnosis and
management of the hypertensive disorders of pregnancy: A revised statement
from the ISSHP. Pregnancy Hypertens An Int J Womens Cardiovasc Heal 2014;
97104.
6. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Hypertension in pregnancy:
the management of hypertensive disorders during pregnancy. Natl Insitute Heal
Care Excell.
7. Lowe SA, Brown MA, Dekker GA, et al. Guidelines for the management of
hypertensive disorders of pregnancy 2008. Aust New Zeal J Obstet Gynaecol
2008; 49: 242246.
8. Magee LA, Pels A, Helewa M, et al. Diagnosis, evaluation, and management of
the hypertensive disorders of pregnancy. Int Soc Study Hypertens Pregnancy
2014; 105145.
9. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan
Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan: Pedoman Bagi Tenaga
Kesehatan. 2013.
10. Carson MP. Hypertension and Pregnancy. Medscape Reference 2016; 115.

47

Anda mungkin juga menyukai