Anda di halaman 1dari 78

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN BBLR

A. Pengertian
BBLR adalah adalah bayi baru lahir dengan berat badan < 2500 gr.

B. Etiologi
a. Berkaitan dengan bayi kurang bulan (premature):
1. Toxamia gravidarum
2. Penyakit sistemik akut pada ibu (pneumonia, pyelonefritis, typus,
appendicitis akut)
3. Kehamilan kembar
4. Tidak diketahui penyebab (50 %)
b. Berkaitan dengan KMK, ibu dengan :
1. Hypertensi
2. Preeklampsi
3. Infeksi
4. DM
5. Malnutrisi
6. Obat-obat

C. Tanda dan gejala


a. Bayi Premature
 BB < 2500 gr
 PB < 45 cm
 LD < 30 cm
 LK < 33 cm
 Kepala > badan
 Kulit tipis transparan, lanugo banyak
 Ubun-ubun dan sutura lebar
 Genetalia immature
 Rambut halus, tipis, teranyam
 Elastisitas daun telinga kurang
 Tangis lemah
 Tonus otot leher lemah

b. Bayi KMK, dibagi dalam stadium :


1
- I = Kurus relatif lebih panjang, kulit tipis & kering

- II = I + warna kehijauan pada kulit, plasenta, umbilicus

- III = I + warna kuning pada kulit, kuku dan tali pusat

NB : Kulit penis bayi (berkeriput) ada ruggae (> hitam dari kulit lain)
untuk
mengatur system termoregulasi.

1. PENGKAJIAN
* Keadaan Umum :

 Tingkat kesadaran/keaktifan bayi

 BB < 2500 gr
 PB < 45 cm
 LK < 33 cm
 LD < 30 cm
 TD : 80/46 mmHg
 Nadi : 120-160 x/menit
 Pernafasan : 40 –60 x / menit
 Suhu : 36,5-37 °C
 Posture cenderung ekstensi
Catatan :

Untuk bayi normal :

 PB : 48 – 55 cm
 LK : 33-35 cm
 LD : kurang dari 2-3 cm dari LK
 Setelah beberapa hari LD=LK karena ada ekspansi paru
 Ubun-ubun besar : 2-3 cm
 Ubun-ubun kecil 0,5 – 1 cm
 Ubun-ubun berbentuk khas ‘Diamon’
 Posture fleksi

2
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
DIAGNOSA TUJUAN RENCANA TINDAKAN
KEPERAWATAN

1. Gangguan pertukaran Menunjukkan upaya - Kaji ulang adanya penurunan


gas berhubungan dengan pernafasan spontan, jumlah cairan amnion seperti
- penurunan kadar usahakan pernafasan yang dideteksi oleh USG
surfaktan, regular tanpa bantuan, - Perhatikan jenis kelahiran dan
- cairan pulmonal dengan frekuensi 30 – 50 kejadian intra partum yang
tertahan x/menit dan AGD dalam menandakan hipoksia
- aspirasi mekonium, batas normal - Perhatikan waktu pernafasan,
- perubahan suplai dan skor apgar , observasi pola
oksigen pernafasan
ditandai dengan: - Kaji frekuensi pernafasan,
kedalaman. Observasi dan
DO:
laporkan tanda-tanda dan gejala
- Gelisah/iritabilitas disstres pernafasan
- Ketidakmampuan - Auskultasi bunyi nafas secara
membuang sekresi teratur
- Takipnea - Hisap selang
- Sianosis nasofaring/endotrakeal sesuai
- Hipoksia dengan kebutuhan, setelah
pemberian suplemen oksigen
pertama

- Auskultasi nadi apikal;


perhatikan adanya sianosis
- Cegah komplikasi iatrogenik
berkenaan dengan stress dingin,
ketidakseimbangan metabolik,
dan ketidakcukupan kalori

3
Kolaborasi

- Pantau pembacaan oksimeter


nadi/oksigen transkutan
- Pantau pemeriksaan
laboratorium sesuai indikasi: Ph
serum, AGD, Ht,
- Berikan oksigenn hangat dan
lembab; berikan ventilasi
bantuan sesuai indikasi
- Berikan fisioterapi dada sesuai
indikasi
- Berikan terapi sesuai indikasi
medis
2. Perubahan termoregulasi Suhu tubuh normal - Rawat bayi dalam lingkungan
hipotermi/hipertermi b/d termal neutral
masuknya - Observasi suhu tiap 2-4 jam
mikroorganisme dalam - Perhatikan suhu ruangan
aliran darah - Berikan cairan secara adekuat
- Berikan kompres tepid sponge
(seka dengan air biasa)
- Kaji faktor resiko yang
menyebabkan peningkatan suhu
- Kolaborasi dengan dokter
pemberian terapi antipiretik
3. Perubahan nutrisi kurang - Mencerna masukan - Kaji berat badan dalam
dari kebutuhan b/d nutrisi adekuat hubungannya dengan usia
untuk penambahan gestasi dan ukuran.
- Penurunan simpanan
berat badan / Dokumentasikan pada grafik
nutrisi
penurunan berat pertumbuhan. Timbang berat
- Peningkatan produksi badan kurang dari badan setiap hari
insulin 2% - Pertahankan suhu ruangan,
- AGD dalam batas termasuk penggunaan inkubator.
- Hiperplasia sel beta
normal Observasi adanya hipotermia
pankreas
dan hipertermia
Ditandai dengan: - Beri makan awal dan sering

4
DO: sesuai kebutuhan
- Kaji toleransi terhadap makanan.
- Penyimpangan berat
Observasi warna feses,
badan dari yang
konsistensi, frekuensi, adanya
diharapkan
penurunan substansi, lingkar
abdomen, muntah dan residu
lambung

- Penurunan massa otot/


simpanan lemak
- Observasi intake dan output,
- Ketidakseimbangan
Hitung konsumsi kalori dan
elektrolit
elektrolit setiap hari
- Kaji tingkat hidrasi, perhatikan
fontanel ( ubun –ubun cekung),
turgor kulit, berat jenis urine,
kondisi membran mukosa dan
fluktuasi berat badan
- Observasi kadar gula darah
segera setelah lahir dan secara
rutin sampai stabil
- Kaji adanya tanda-tanda
hipogikemi misal takipnea,
pernafasan tidak teratur, apnea,
letargi, flaksiditas, sianosis,
fluktuasi suhu, diaforesis, malas
menghisap, menagis dengan
nada tinggi, gemetar, mata
terbalik dan kejang
- Kaji tanda-tanda
hipokalsemia,mis.;
tremor,klonus,kejang, hipotonía,
muntah, menagis dengan nada
tinggi, sianosis, apnea dan
disritmia jantung
Kolaborasi

5
- Pantau pemeriksaan
laboratorium: GDS, Kalsium,
Natrium, Kalium< Florida,
Fosfor, Magnesium, Nitrogen
urea darah, Kreatinin,
Osmolalitas, serum/urin,
elektrolit urine, trigliserida/
kolesterol dan fungsi hepar
- Berikan suplemen elektrolit
sesuai indikasi, misal Kalsium
Glukonat 10%
- Berikan nutrisi parenteral

4. Resiko tinggi infeksi b/d Infeksi tidak terjadi, - Cuci tangan sebelum dan
sistem imun belum aktif dengan kriteria : sesudah memeriksa bayi
- Masuk kamar bayi dengan
- Tanda-tanda vital
menggunakan pakaian khusus
dalam batas normal
ruangan bayi
- Nilai laboratorium
- Air kelembaban inkubator
dalam batas normal
harus steril dan diganti setiap
- Tidak ada tanda-tanda
24 jam
infeksi
- Inkubator harus dibersihkan
setiap 5-6 hari
- Hindari terlalu sering
memegang bayi

5. Resiko tinggi kerusakan Tidak terjadi kerusakan - Jaga kebersihan area perianal
integritas kulit b/d integritas kulit, dengan - Bersihkan area yang kotor
imaturitas struktur kulit kriteria : - Jaga kebersihan seprei bayi dan
dalam keadaan kering
- Tidak ada luka, lecet
- Minimalkan penggunaan plester
dan kemerahan pada
area kulit yang
tertekan
6. Kurang pengetahuan Pengetahuan keluarga - Kaji pemahaman orang tua tentang
6
orang tua tentang perawatan bertambah, dengan perawatan bayi
bayi b/d kurangnya kriteria : - Jelaskan pada orang tua tentang
informasi perawatan bayi Beri penjelasan
- Keluarga mampu
cara memberi ASI/PASI
memberikan
- Jelaskan pentingnya cuci tangan
perawatan pada bayi
dan kebersihan.

7
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
ASFIKSIA

D. Pengertian
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-
faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro
Hardjo, Sarwono, 1997).

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa
bernafas secara spontan dan adekuat (Wroatmodjo,1994).

Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang


tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan
ini biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperkapneu serta
sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992).

Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak


dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan
untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut
yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa
faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.

E. Etiologi
Menurut pedoman Depkes RI Santoso NI, 1995. Ada beberapa faktor etiologi dan
predisposisi terjadinya asfiksiaa, antara lain sebagai berikut:

1. Faktor Ibu

Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.


Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetika
atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak karena
pendarahan, hipertensi karena eklamsia, penyakit jantung dan lain-lain.

2. Faktor Placenta

Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa, plasenta


tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.
8
3. Faktor Janin dan Neonatus

Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher, kompresi tali pusat
antara janin dan jalan lahir, gemelli, IUGR, kelainan kongenital dan lain-lain.

4. Faktor Persalinan

Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain (Ilyas Jumiarni, 1995).

F. Patofisiologi

Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam


pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat
CO2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara,
sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga
paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini
sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi
darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk
kedalam arteriol paru.

Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali


(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli
akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli
akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol
paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat
secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan
dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari
jantung kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam
Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole
paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk
sirkulasi extrauterin akan dipertahankan.

Pada saat lahir alveoli masih berisi cairan paru, suatu tekanan ringan
diperlukan untuk membantu mengeluarkan cairan tersebut dari alveoli dan
alveoli mengembang untuk pertama kali. Pada kenyataannya memang
beberapa tarikan nafas yang pertama sangat diperlukan untuk mengawali dan
menjamin keberhasilan pernafasan bayi selanjutnya. Proses persalinan
normal (pervaginam) mempunyai peran yang sangat penting untuk

9
mempercepat proses keluarnya cairan yang ada dalam alveoli melalui ruang
perivaskuler dan absorbsi kedalam aliran darah atau limfe. Gangguan pada
pernafasan pada keadaan ini adalah apabila paru tidak mengembang dengan
sempurna (memadai) pada beberapa tarikan nafas yang pertama. Apnea saat
lahir, pada keadaan ini bayi tidak mampu menarik nafas yang pertama
setelah lahir oleh karena alveoli tidak mampu mengembang atau alveoli
masih berisi cairan dan gerakan pernafasan yang lemah, pada keadaan ini
janin mampu menarik nafas yang pertama akan tetapi sangat dangkal dan
tidak efektif untuk memenuhi kebutuhan O2 tubuh. keadaan tersebut bisa
terjadi pada bayi kurang bulan, asfiksia intrauterin, pengaruh obat yang
dikonsumsi ibu saat hamil, pengaruh obat-obat anesthesi pada operasi sesar.

Dalam hal respirasi selain mengembangnya alveoli dan masuknya


udara kedalam alveoli masih ada masalah lain yang lebih panjang, yakni
sirkulasi dalam paru yang berperan dalam pertukaran gas. Gangguan tersebut
antara lain vasokonstriksi pembuluh darah paru yang berakibat menurunkan
perfusi paru. Pada bayi asfiksia penurunan perfusi paru seringkali
disebabkan oleh vasokonstriksi pembuluh darah paru, sehingga oksigen akan
menurun dan terjadi asidosis. Pada keadaan ini arteriol akan tetap tertutup
dan Duktus Arteriosus akan tetap terbuka dan pertukaran gas dalam paru
tidak terjadi.

Selama penurunan perfusi paru masih ada, oksigenasi ke jaringan


tubuh tidak mungkin terjadi. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel
tubuh dan tergantung dari berat dan lamanya asfiksia, fungsi tadi dapat
reversible atau menetap, sehingga menyebabkan timbulnya komplikasi,
gejala sisa, ataupun kematian penderita. Pada tingkat permulaan, gangguan
ambilan oksigen dan pengeluaran CO2 tubuh ini mungkin hanya
menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung
terus, maka akan terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen
tubuh. Asam organik yang terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan
terjadinya gangguan keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik.
Keadaan ini akan mengganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi
perubahan sirkulasi kardiovaskular yang ditandai oleh penurunan tekanan
darah dan frekuensi denyut jantung. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa
pada penderita asfiksia akan terlihat tahapan proses kejadian yaitu
menurunnya kadar PaO2 tubuh, meningkat PCO2, menurunnya pH darah
dipakainya sumber glikogen tubuh dan gangguan sirkulasi darah. Perubahan
10
inilah yang biasanya menimbulkan masalah dan menyebabkan terjadinya
gangguan pada bayi saat lahir atau mungkin berakibat lanjut pada masa
neonatus dan masa pasca neonatus.

Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi
dan penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan asfiksia, pada awalnya
akan terjadi konstriksi Arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit sehingga
penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti jantung dan otak akan
meningkat. Apabila askfisia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi
miokard dan cardiac output. Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen
pada organ vital dan saat ini akan mulai terjadi suatu “Hypoxic Ischemic
Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan gangguan yang menetap
pada bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE ini pada bayi baru
lahir akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara
cepat dan tepat (Aliyah Anna, 1997).

G. Tanda dan gejala


Gejala klinik Asfiksia neonatorum yang khas meliputi :

 Pernafasan terganggu

 Detik jantung berkurang

 Reflek / respon bayi melemah

 Tonus otot menurun

 Warna kulit biru atau pucat

H. Diagnosis

Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia
janin. Diagnosa anoksia / hipoksia dapat dibuat dalam persalinan dengan
ditemukan tanda-tanda gawat janin untuk menentukan bayi yang akan dilahirkan
terjadi asfiksia, maka ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatikan.

1) Denyut Jantung Janin

Frekuensi normal ialah 120 sampai 160 denyutan per menit, selama
his frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan
semula. Peningkatan kecepatan denyutan jantung umumnya tidak banyak

11
artinya, akan tetapi apabila frekuensinya turun sampai dibawah 100/menit,
dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.

2) Mekanisme Dalam Air Ketuban

Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi


pada prosentase kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan
terus timbul kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada
prosentase kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan
bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

3) Pemeriksaan PH Pada Janin

Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks


dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin.
Darah ini diperiksa pH-nya adanya asidosis menyebabkan turunnya pH.
Apabila pH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda
bahaya. Dengan penilaian pH darah janin dapat ditemukan derajat asfiksia
yaitu :

Tabel Penilaian pH Darah Janin

NO Hasil Sikor Apgar Derajat Asfiksiaa Nilai pH

1. 0–3 Berat < 7,2

2. 4–6 Sedang 7,1 – 7,2

3. 7 – 10 Ringan > 7,2

Sumber : Wiroatmodjo, 1994

4) Dengan Menilai Apgar Skor

Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksiaa yaitu dengan


penilaian APGAR. Apgar mengambil batas waktu 1 menit karena dari hasil
penyelidikan sebagian besar bayi baru lahir mempunyai apgar terendah pada
umur tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk melakukan tindakan
resusitasi aktif. Sedangkan nilai apgar lima menit untuk menentukan
prognosa dan berhubungan dengan kemungkinan terjadinya gangguan

12
neurologik di kemudian hari. Ada lima tanda (sign) yang dinilai oleh Apgar,
yaitu :

Tabel: Penilaian Apgar

Tanda-tanda Vital Nilai = 0 Nilai = 1 Nilai = 2

1. Appearance Seluruh tubuh Badan merah, Seluruh tubuh


biru atau putih kaki biru kemerah-merahan
(warna kulit)

2. Pulse Tidak ada Kurang dari Lebih dari

(bunyi jantung) 100 x/ menit 150 x/ menit

3. Grimance Tidak ada Menyeringai Batuk dan bersin

(reflek)

1) Activity Lunglai Fleksi ekstremitas Fleksi kuat, gerak


aktif
(tonus otot)

2) 5. Respiratory Tidak ada Lambat atau tidak Menangis kuat atau


keras
effort (usaha ada
bernafaas)

Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena
peninggian frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan
akan memburuk bila frekuensi tidak bertambah atau melemah walaupun
paru-paru telah berkembang. Dalam hal ini pijatan jantung harus dilakukan.
Usaha nafas adalah nomor dua. Bila apnea berlangsung lama dan ventilasi
yang dilakukan tidak berhasil maka bayi menderita depresi hebat yang
diikuti asidosis metabolik yang hebat. Sedang ketiga tanda lain tergantung
dari dua tanda penting tersebut.

13
Ada 3 derajat Asfiksiaa dari hasil Apgar diatas yaitu :

1. Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan.

Bayi dalam keadaan baik sekali. Tonus otot baik, seluruh tubuh kemerah-

merahan. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan

tindakan istimewa.

2. Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang.

Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung lebih dari 100 kali

permenit, tonus otot kurang baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.

3. Nilai Apgar 0-3, asfiksia Berat

Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali

permenit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek

iritabilitas tidak ada.

5) Pelaksanaan Resusitasi

Segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal secara
cepat supaya bisa dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau tidak.
Tindakan ini merupakan langkah awal resusitas bayi baru lahir. Tujuannya
supaya intervensi yang diberikan bisa dilaksanakan secara tepat dan cepat
(tidak terlambat).

6) Membuka Jalan Nafas

1. Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas.

2. Metode :

Meletakkan bayi pada posisi yang benar.

Letakkan bayi secara terlentang atau miring dengan leher agak


eksentensi/ tengadah. Perhatikan leher bayi agar tidak mengalami ekstensi
yang berlebihan atau kurang. Ekstensi karena keduanya akan menyebabkan
udara yang masuk ke paru-paru terhalangi.

Letakkan selimut atau handuk yang digulug dibawah bahu sehingga


terangkat 2-3 cm diatas matras.

14
Apabila cairan/lendir terdapat bar dalam mulut, sebaiknya kepala bayi
dimiringkan supaya lendir berkumpul di mulut (tidak berkumpul di farings
bagian belakang) sehingga mudah disingkirkan.

Membersihkan Jalan Nafas

Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium hisap cairan dari mulut dan
hidung, mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian hidung.

Apabila air ketuban tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari trakea,
sebaiknya menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET).

Urutan kedua metode membuka jalan nafas ini bisa dibalik, penghisapan
terlebih dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi yang benar, pembersihan
jalan nafas pada semua bayi yang sudah mengeluarkan mekoneum, segera
setelah lahir (sebelum baru dilahirkan) dilakukan dengan menggunakan
keteter penghisap no 8 F atau lebih. Cara pembersihannya dengan
menghisap mulut, farings dan hidung.

7) Mencegah Kehilangan Suhu Tubuh / Panas

1. Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas.

2. Metode

Meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant warmer)


dengan temperatur untuk bayi aterm 34°C, untuk bayi preterm 35°C.

Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan


selimut hangat, keuntungannya bayi bersih dari air ketuban, mencegah
kehilangan suhu tubuh melalui evaporosi serta dapat pula sebagai pemberian
rangsangan taktik yang dapat menimbulkan atau mempertahankan
pernafasan.

Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau apabila
suhu ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastik
tipis yang tembus pandang.

15
8) Pemberian Tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)

1. Tujuan : untuk membantu bayi baru lahir memulai pernafasan.

2. Metode :

Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.

Agar VTP efektif kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan tekanan


ventilasi harus sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kail/menit.

Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut :

1) Nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30-40 cm H2O.

2) Setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O.

3) Bayi dengan kondisi / penyakit paru-paru yang berakibat turunnya


compliance membutuhkan 20-40 cm H2O.

4) Tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila digunakan balon


yang mempunyai pengukur tekanan.

5) Observasi gerak dada bayi

6) Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa


sungkup terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi
seperti menarik nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum,
bayi seperti menarik nafas panjang, menunjukkan paru-paru terlalu
mengembang, yang berarti tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini
dapat menyebabkan pneumotorax.

7) Observasi gerak perut bayi

8) Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang


efektif. Gerak perut mungkin disebabkan masuknya udara kedalam
lambung.

9) Penilaian suara nafas bilateral

10) Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya


suara nafas di kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi
mendapat ventilasi yang benar.

11) Observasi pengembangan dada bayi

16
12) Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan
mengurangi meremas balon. Apabila dada kurang berkembang,
mungkin disebabkan oleh salah satu sebab berikut :

 Perlekatan sungkup kurang sempurna.

 Arus udara terhambat.

 Tidak cukup tekanan (Prawirohardjo Sarwono, 2000; 351-


254).

9) Pemberian Obat-Obatan Penunjang

Obat-obatan diperlukan apabila frekuensi jantung bayi tetap 80 per menit


walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen 100%) dan
kompresi dada untuk paling sedikit 30 detik atau frekuensi jantung nol.

Obat-obatan yang diperlukan pada bayi asfiksiaa :

1. Beri adrenalin (larutan 1 : 10.000) dengan dosis 0,1-0,3 ml/kg berat


badan, apabila bayi mengalami bradikardia menetap diberikan sublingual
atau diberikan intravena, sementara NaHCO3 tetap diberikan, disertai
pernafasan buatan.

2. Natrium bicarbonat (NaHCO3) diberikan dengan dosis 2 ml/kg berat


badan (cairan 7,5%) dilarutkan dengan Dextrose 10% dalam
perbandingan 1 : 1 disuntikkan perlahan-lahan kedalam Vena umbilikus
dalam waktu 5 menit.

3. Infus NaCL 0,9% atau Ringer laktat 10 ml/kg berat badan.

10) Sedangkan Untuk Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar Skor


Adalah Sebagai Berikut :

1. Apgar skor menit I : 0-3

Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermis


dengan segala akibatnya. Jangan diberi rangsangan taktil, jangan diberi
obat perangsang nafas lekukan resusitasi.

Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmanator to


tube ventilasi. Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth
respiration kemudian dibawa ke NICU.

17
Ventilasi Biokemial

Dengan melakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan


Natrium Bicarbonat. Bila fasilitas Blood gas tidak ada, berikan Natrium
Bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2-4 mcg/kg BB, maksimum 8
meg/kg BB / 24 jam. Ventilasi tetap dilakukan. Pada detik jantung kurang
dari 100/menit lakukan pijat jantung 120/menit, ventilasi diteruskan 40 x
menit. Cara 3-4 x pijat jantung disusul 1 x ventilasi (Lab./UPF Ilmu
Kesehatan Anak, 1994 : 167).

2. Apgar skor menit I : 4-6

Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti diatas.

Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum 15-
30 detik.

Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih baik O2
yang dihangatkan).

Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang dari 100 kali permenit
lakukan bag dan mask ventilation dan pijat jantung.

3. Apgar skor menit I : 7-10

Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung dahulu (karena
bayi adalah bernafas dengan hidung) sambil melihat adakah atresia
choane, kemudian mulut, jangan terlalu dalam hanya sampai fasofaring.
Kecuali pada bayi asfiksia dengan ketuban mengandung mekonium,
suction dilakukan dari mulut kemudian hidung karena untuk menghindari
aspirasi paru.

Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian dikeringkan, termasuk


rambut kepala, karena kehilangan panas paling besar terutama daerah
kepala.

Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya 2 jam sampai 4 jam.

18
11) Komplikasi

 Sembab Otak

 Pendarahan Otak

 Anuria atau Oliguria

 Hyperbilirubinemia

 Obstruksi usus yang fungsional

 Kejang sampai koma

 Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumonthorax


(Wirjoatmodjo, 1994 : 168)

12) Prognosa

 Asfiksia ringan / normal : Baik

 Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan bila cepat


prognosa baik.

 Asfiksia berat badan dapat menimbulkan kematian pada hari-hari


pertama, atau kelainan syaraf permanen. Asfiksia dengan pH 6,9
dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis yang
permanent misalnya cerebal palsy, mental retardation (Wirjoatmodjo,
1994 : 68).

I. PENGKAJIAN
1. Keadaan umum

Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah dan hanya merintih.
Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan
menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap
rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya
tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus
yang baik.

2. Tanda-tanda Vital

Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan


asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya

19
hipothermi bila suhu tubuh < 36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila
suhu tubuh < 37 C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5C –
37,5C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara
40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat pernafasan belum
teratur (Potter Patricia A, 1996 : 87).

Pemeriksaan fisik adalah melakukan pemeriksaan fisik pasien untuk


menentukan kesehatan pasien (Effendi Nasrul, 1995).

3. Kulit

Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi
preterm terdapat lanogo dan verniks.

4. Kepala

Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom,


ubun-ubun besar cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan
tekanan intrakranial.

5. Mata

Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding


conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi
terhadap cahaya.

6. Hidung

Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.

7. Mulut

Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.

8. Telinga

Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan

9. Leher

Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek

20
10. Thorax

Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing


dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.

11. Abdomen

Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus costaae


pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya
asites atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus
timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi
karena GI Tract belum sempurna.

12. Umbilikus

Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda –
tanda infeksi pada tali pusat.

13. Genitalia

Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara
uretra pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor
dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.

14. Anus

Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta
warna dari faeses.

15. Ekstremitas

Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang
atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta
jumlahnya.

16. Refleks

Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah.
Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf
pusat atau adanya patah tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan
Potter Patricia A, 1996 : 109-356).

21
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN RENCANA TINDAKAN


KEPERAWATAN

1. Jalan nafas tidak efektif Jalan nafas efektif, dengan - Kaji frekwensi dan pola pernafasan
berhubungan dengan : kriteria hasil : - Auskultasi bagian dada anterior dan
posterior untuk mengetahui penurunan
-penurunan energi/ keletihan - tidak ada sumbatan di
atau tidak adanya ventilasi
jalan nafas.
- sekresi trakeabronchial - Lakukan pengisapan jalan nafas
- Berikan rangsang táctil segera bila
Ditandai dengan:
terjadi apneu
DO: - Tempatkan bayi pada matras
bergelombang dengan pengaturan
- Dispnea
suhu yang tepat
- Takipnea
- Pernafasan cuping hidung
Kolaborasi:
- Sianosis
- Kolaborasi dengan fisioterapi sesuai
- AGD abnormal
kebutuhan
- Pemberian oksigen sesuai instruksi
dan indikasi
- Pantau pemeriksaan laborat, AGD
- Pemberian terapi sesuai instruksi
2. Pola nafas tidak efektif Pola pernafasan efektif - Kaji frekwensi dan pola pernafasan
berhubungan dengan : dengan kriteria: - Auskultasi bagian dada anterior dan
posterior untuk mengetahui penurunan
- Kelemahan - RR dalam batas normal
atau tidak adanya ventilasi
- Bayi dapat bernafas
- Fungsi paru imatur - Lakukan pengisapan jalan nafas
spontan tanpa alat bantu
- Berikan rangsang táctil segera bila
-Ketergantungan pada pernafasan
terjadi apneu
ventilator
- Tempatkan bayi pada matras
Ditandai dengan: bergelombang
Kolaborasi:
DO:
- Kolaborasi dengan fisioterapi sesuai
- Pernafasan cepat
kebutuhan
- Terpasang ventilator
- Pemberian oksigen sesuai instruksi
- Pernafasan cuping hidung,
dan indikasi
sianosis
- Pantau pemeriksaan laborat, AGD
- Ada periode apneu
- Pemberian terapi sesuai instruksi

22
3. Resiko tinggi terjadi aspirasi Setelah dilakukan Asuhan - Periksa residu lambung sebelum
berhubungan dengan: keperawatan , diharapkan pemberian makanan
Aspirasi tidak terjadi - Pantau tanda-tanda aspirasi selama
proses pemberian makan
- Peningkatan sekresi jalan
nafas - Cek posisi slang NGT sebelum
pemberian makan atau obat
- Terpasang slang NGT
- Pantau tingkat kesadaran, reflek batuk
- Penurunan tingkat kesadaran dan kemampuan menelan
- Sediakan suction
Ditandai dengan:
Kolaborasi
- terpasang slang NGT
- Kolaborasi dengan fisioterapist

4.Gangguan dalam Pemberian asi tidak - Pantau kemampuan bayi untuk


pemberian asi terganggu, dengan kriteria menghisap
berhubungan dengan : hasil : - Observasi teknik menyusui yang
- prematur benar
- pemberian asi adekuat
- bayi yang sakit - Menyusui dengan teratur bila kondisi
bayi memungkinkan
- Anjurkan ibu untuk tidak membatasi
bayi pada waktu menghisap
- Kaji pola eliminasi bayi

23
DAFTAR PUSTAKA

Aliyah Anna, dkk. 1997, Resusitasi Neonatal, Perkumpulan perinatologi


Indonesia (Perinasia): Jakarta

Hasan Rusepno, dkk 1981, Penata Laksanaan Kegawat Daruratan Pediatrik,


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.

Ilyas Jumlarni, 1995, Diagnosa Keperawatan, EGC : Jakarta.

Margareth. G.M, 1998, Intrudcutory Pediatric Nursing,Lippincott : New York

Rustam Mochtar, 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi, EGC : Jakarta.

Tucher Martin Susan, 1999, Standart Perawatan Pasien, Proses keperawatan,


Diagnosa dan Evaluasi, EGC : Jakarta.

Talbot Laura A. 1997, Pengkajian Keperawatan, EGC : Jakarta.

24
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN MECONIUM ASPIRATION SYNDROME

A. Pengertian
Aspirasi dari cairan amnion yang berisi mekonium pada trakhea janin atau
bayi baru lahir saat di dalam uterus atau saat bernafas pertamakali.

B. Etiologi
Asfiksia fetal
Prolonged labour

C. Patofisiologi
Sindroma ini biasanya terjadi pada infant full-term. Mekonium ditemukan
pada cairan amnion dari 10% dari keseluruhan neonatus, mengindikasikan
beberapa tingkatan aspiksia dalam kandungan. Aspiksia mengakibatkan
peningkatan peristaltik intestinal karena kurangnya oksigenasi aliran darah
membuat relaksasi otot spincter anal sehingga mekonium keluar. Mekonium
tersebut terhisap saat janin dalam kandungan.
a. Aspirasi mekonium menyebabkan obstruksi jalan nafas komplit atau
partial dan vasospasme pulmonary. Partikel garam dalam mekonium
bekerja seperti detergen, mengakibatkan luka bakar kimia pada
jaringan paru. Jika kondisi berkelanjutan akan terjadi pneumothoraks,
hipertensi pulmonal persisten dan pneumonia karena bakteri.
b. Dengan intervensi yang adekuat, gangguan ini akan membaik dalam
beberapa hari, tetapi angka kematian mencapai 28% dari seluruh
kejadian. Prognosis tergantung dari jumlah mekonium yang
teraspirasi, derajat infiltrasi paru dan tindakan suctioning yang cukup.
Suctioning termasuk aspirasi dari nasofaring selama kelahiran dan
juga suctioning langsung pada trachea melalui selang endotracheal
setelah kelahiran jika mekonium ditemukan.
c. Perencanaan berikut difokuskan pada perawatan infant yang
mengalami aspirasi mekonium dan yang berresiko mengalami
komplikasi pulmonary.

D. Tanda dan gejala


 Noda mekonium saat lahir
 Takipnea
 Hipoksia
 Keadaan depressi
25
 Hipoventilasi

PENANGANAN

 Suction secara adekuat pada hipopharing saat kelahiran


 Intubasi dan suction pada trachea
 Tangani dengan penanganan distress pernafasan
 Cegah hipoksia dan acidosis

I. PENGKAJIAN FISIK
 Riwayat antenatal ibu
Stress intra uteri

 Status infant saat lahir


 Full-term, preterm, atau kecil masa kehamilan
 Apgar skor dibawah 5
 Terdapat mekonium pada cairan amnion
 Suctioning, rescucitasi atau pemberian therapi oksigen

 Pulmonarry
 Disstress pernafasan dengan gasping, takipnea (lebih dari 60 x
pernafasan per menit), grunting, retraksi, dan nasal flaring
 Peningkatan suara nafas dengan crakles, tergantung dari jumlah
mekonium dalam paru
 Cyanosis
 Barrel chest dengan peningkatan dengan peningkatan diameter antero
posterior (AP)

 Pengkajian Behavioral
Disminished activity

 Study Diagnostik
Rontqen dada untuk menemukan adanya atelektasis, peningkatan diameter
antero posterior, hiperinflation, flatened diaphragma dan terdapatnya
pneumothorax

 Data Laboratorium
Analisa gas darah untuk mengidentifikasi acidosis metabolik atau respiratorik
dengan penurunan PO2 dan peningkatan tingkat PCO2

26
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN RENCANA TINDAKAN


KEPERAWATAN

1. Tidak efektifnya pola Pola nafas efektif, - Observasi tanda-tanda vital


nafas b/d ekspansi paru dengan kriteria : - Rawat bayi dalam lingkungan
inadekuat termal netral
- Tanda-tanda vital
- Kaji suara nafas dan usaha
dalam batas normal
bernafas bayi
- Status nafas tidak
- Kolaborasi pemberian oksigen
menggunakan otot
- Monitor AGD
tambahan, NCH
- Kaji adanya gangguan nafas lebih
lanjut : sianosis, retraksi, NCH
2. Gangguan pertukaran Pertukaran gas efektif - Kaji adanya tanda gangguan
gas (difusi) b/d pernafasan lebih lanjut : sesak,
pneumonitis sekunder retraksi, merintih
- Kolaborasi pemberian oksigen
- Monitor saturasi oksigen
- Jaga hiperoksigenasi dengan
monitor AGD

3. Perubahan nutrisi Kebutuhan nutrisi - Kolaborasi pemasangan NGT


kurang dari kebutuhan terpenuhi, dengan - Kolaborasi dengan dokter
b/d peningkatan kriteria : pemberian terapi IVFD
kebutuhan kalori - Timbang BB tiap hari
- Tidak ada ganguan
- Kaji tanda-tanda gangguan
pencenaan
pencernaan : distensi abdomen,
- BB stabil
muntah, bising usus
- Lakukan perawat mulut

4. Resiko injuri Tidak terjadi injuri - Kaji status nafas tiap jam
pneumothorak b/d pneumothorak - Kolaborasi dengan dokter untuk
peningkatan tekanan terapi O2
dalam paru - Lakukan ventilasi tekanan positif

27
dengabn hati-hati
- Kolaborasi dengan dokter untuk
terapi O2 , rontgen thorak,
pemasangan WSD
- Monitor saturasi O2

5. Cemas b/d perawatan Cemas pada orang tua - Kaji perasaan keluarga serta
bayi yang lama berkurang, dengan koping yang digunakan
kriteria : - Bantu keluarga untuk
mengungkapkan pikirannya
- Ekspresi tenang
- Berikan informasi tentang
- Keluarga mengatakan
kondisi bayi
cemas berkurang
- Beri kesempatan pada orang tua
untuk melihat dan menyentuh
bayi

28
DAFTAR PUSTAKA

Melson, Kathryn A. & Marie S. Jaffe, Maternal Infant Health Care Palnning,
Second Edition, Springhouse Corporation, Springhouse, 1994

Wong, Donna L., Clinical Manual of Pediatric Nursing, Fourth Edition, Mosby
Year Book Inc, Missouri 1996.

29
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN PREMATUR

A. Pengertian
Bayi baru lahir dengan umur kehamilan 37 minggu atau kurang saat kelahiran
disebut dengan bayi prematur. Walaupun kecil, bayi prematur ukurannya
sesuai dengan masa kehamilan tetapi perkembangan intrauterin yang belum
sempurna dapat menimbulkan komplikasi pada saat post natal. Bayi baru lahir
yang mempunyai berat 2500 gram atau kurang dengan umur kehamilan lebih
dari 37 minggu disebut dengan kecil masa kehamilan, ini berbeda dengan
prematur, walaupun 75% dari neonatus yang mempunyai berat dibawah 2500
gram lahir prematur.

B. Etiologi
Permasalahan pada ibu saat kehamilan :

- Penyakit/kelainan seperti hipertensi, toxemia, placenta previa, abruptio


placenta, incompetence cervical, janin kembar, malnutrisi dan diabetes
mellitus.
- Tingkat sosial ekonomi yang rendah dan prenatal care yang tidak adekuat
- Persalinan sebelum waktunya atau induced aborsi
- Penyalahgunaan konsumsi pada ibu seperti obat-obatan terlarang, alkohol,
merokok dan caffeine
- Toxamia gravidarum
- Penyakit sistemik akut pada ibu (pneumonia, pyelonefritis, typus, appendicitis
akut)
- Tidak diketahui penyebab (50 %)

C. Tanda dan gejala


Bayi Premature
 BB < 2500 gr
 PB < 45 cm
 LD < 30 cm
 LK < 33 cm
 Kepala > badan
30
 Kulit tipis transparan, lanugo banyak
 Ubun-ubun dan sutura lebar
 Genetalia immature
 Rambut halus, tipis, teranyam
 Elastisitas daun telinga kurang
 Tangis lemah
 Tonus otot leher lemah

I.PENGKAJIAN
* Keadaan Umum :

 Tingkat kesadaran/keaktifan bayi

 BB < 2500 gr
 PB < 45 cm
 LK < 33 cm
 LD < 30 cm
 TD : 80/46 mmHg
 Nadi : 120-160 x/menit
 Pernafasan : 40 –60 x / menit
 Suhu : 36,5-37 °C
 Posture cenderung ekstensi

SISTEM PERNAFASAN :
 Distress pernafasan
 Pernafasan cuping hidup (PCH)
 Pe frekuensi nafas
 Sianosis
 Apnoe
 Takipnoe
 Retraksi dada
SISTEM KARDIOVASKULER
 bradikardi
 Nadi perifer dan perfusi jaringan menurun
SISTEM GASTROINTESTINAL
 Distensi
 Konstipasi

31
 Muntah
 Glukosa pada feses
GINJAL
Gula, protein, asam amino dan garam

SISTEM INTEGUMEN
 Perubahan warna kulit
 Perubahan tekstur kulit (tipis, transparan, kuning)
 Hipotermi/hipertermi

SISTEM IMUN
- Immatur (bayi premature)

II.DIAGNOSA KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN RENCANA TINDAKAN


KEPERAWATAN

1. Gangguan pertukaran Pola nafas efektif, - Observasi tanda-tanda


gas b/d dengan: dengan kriteria : vital
- Tinjau ulang informasi
- Ketidakseimbangan - Tanda-tanda vital
yang berhubungan dengan
perfusi ventilasi dalam batas normal
kondisi bayi seperti lama
- Mempertahankan
- Ketidakadekuatan kadar persalinan, tipe kelahiran,
kadar PO2 dan PCO2
surfaktan Apgar skor, kebutuhan
dalam batas normal
tindakan resusitatif saat
- Imaturitas sistem saraf - Menderita RDS
kelahiran dan obat-obatan
pusat & sistem minimal dengan
yang digunakan ibu
neuromuskuler penurunan verja
selama kehamilan atau
pernafasan dan tidak
kelahiran
ada morbiditas
- Ketidakefektifan - Bebas dari displasia
- Perhatikan usia gestasi,
bersihan jalan nafas bronkopulmonal
berat badan dan jenis
- Anemia kelamin

- Stress dingin, ditandai - Kaji status pernafasan,


perhatikan tanda-tanda

32
dengan: distress pernafasan (mis;
takipnea, pernafasan
DO :
cuping hidung, mengorok,
- Hiperkapnea retraksi, ronki atau
- Hipoksia krekels)
- Takipnea - Hisap hidung dan
- Sianosis orofaring dengan hati-hati
sesuai kebutuhan
- Observasi intake output,
timbang berat badan
sesuai indikasi
- Tingkatkan istirahat,
minimalkan rangsangan
dan penggunaan energi
- Observasi tanda dan
lokasi sianosis
- Kolaborasi pemeriksaan
AGD, Hb, Ht
- Beri oksigen sesuai
instruksi, pantau jumlah
pemberian oksigen dan
durasi pemberian
- Berikan makan dengan
NGT sesuai instruksi
- Berikan obat-obatan
sesuai indikasi dan
instruksi
2. Pola nafas tidak efektif pola nafas menjadi - kaji frekwensi dan pola
b/d dengan : efektif dengan kriteria nafas
- Immaturitas pusat hasil : - suction jalan nafas sesuai
pernafasan dengan instruksi
- membran mukosa
- Keterbatasan - kaji riwayat ibu terhadap
merah muda
perkembangan otot obat-obatan yang dapat
- frekwensi jantung
- Penurunan energi/ memperberat depresi
dalam batas normal
kelelahan pernafasan
- Depresi berhubungan - Atur posisi bayi
33
dengan obat hiperekstensi
- Ketidakseimbangan - Pertahankan suhu tubuh
metabolik - Berikan rangsang taktil
Ditandai dengan segera
- Tempatkan bayi pada
DO:
matras bergelombang
- Dispnea, Takhipneu Kolaborasi :
- Takhikardi
- pemeriksaan laboratorium
- Pernafasan cuping
- berikan oksigen sesuai
hidung
indikasi
- Sianosis
- berikan terapi sesuai
- AGD abnormal
instruksi.
3. resiko tinggi Mempertahankan suhu - observasi suhu secara
perubahan suhu tubuh tubuh normal dengan teratur, bila perlu setiap
b/d kriteria hasil : 15 menit.
- perkembangan SSP - Tempatkan bayi pada
- suhu 35, 5oC -
imatur penghangat / inkubator
37,3oC
- penurunan lemak - Gunakan buli- buli
- acral hangat
subkutan hangat jika perlu
.
- keterbatasan simpanan - Gunakan lampu pemanas
lemak - Ganti pakaian bila basah
- ketidak mampuan dan beri pakaianyang
merasakan dingin atau nyaman.
berkeringatan - Pantau sistem pengatur
- cadangan metabolik suhu ( inkubator).
buruk - Observasi adanya
DO : takipnea atuau apnea.
- Observasi berat badan
- hipotermia
- Observasi intake dan
- acral dingin
output.
- sianosis
- Evaluasi sumber
- ekstremitas fleksi
eksternal.
- menggigil
Kolaborasi :

pantau pemeriksaan

34
laboratorium.

4. Resiko tinggi Tidak terjadi - Pertahankan intake cairan


Kurangnya volume kekurangan volume - Berikan minuman sesuai
cairan b/d : cairan, dengan kriteria : jadual
- Bayi prematur - Monitor intake output
- BB naik
- Kehilangan cairan - Berikan terapi infus sesuai
- Suhu tubuh normal
berlebihan program
- Bebas dari tanda-
- Peningkatan suhu - Kaji tanda dehidrasi
tanda dehidrasi
lingkungan. - Monitor temperatur setiap
2 jam
- Monitor BB setiap hari
- Evaluasi turgor kulit,
membran mucosa
- Kaji lokasi infus,
perhatikan edema atau
kegagalan masuknya
cairan
Kolaborasi:

- Pantau pemeriksaan
laboratorium sesuai
indikasi: Ht,Ca serum,Ma
serum,Ka serum
- Berikan cairan parenteral
sesuai instruksi
5. Resiko tinggi terhadap Tidak terjadi kerusakan - Kaji upaya pernafasan,
kerusakan sistem saraf pada sistem saraf pusat monitor adanya sianosis
pusat b/d: dengan kriteria hasil:
- Hipoksia jaringan
- Bebas dari kejang
- Ketidakseimbangan - Observasi adanya letargi,
dan tanda-tanda
metabolik hipotoni, mketegangan
kerusakan SSP
fontanel, mata terbalik
- Mempertahankan
(Aktivitas kejang)
haemostasis
- Ukur lingkar kepala
dibuktikan oleh
- Kaji warna kulit,
AGD, GDS,

35
elektrolit dan observasi adanya ikterik
bilirubin Kolaborasi

- Pantau hasil pemeriksaan


laboratorium, Hb, Ht,
AGD dan bilirubin
- Beri O2 sesuai instruksi
- Beri obat-obatan sesuai
instruksi dokter
6. Resiko tinggi kurang Kebutuhan nutrisi - Kaji maturitas reflek hisap
pemenuhan kebutuhan adekuat dengan kriteria - Auskultasi bising usus
nutrisi, b/d: - Berikan ASI atau Formula
- Pertumbuhan dan
- Imaturitas produksi dengan perlahan
peningkatan BB
enzim - Pemberian makanan
dalam batas normal
- Imaturitas sfingter sementara menggunakan
kardia selang sesuai indikasi
- Otot abdominal lemah - Kaji kekuatan bayi untuk
- Kapasitas lambung menghisap dan waktu
kecil yang diperlukan untuk
- Reflek hisap lemah makan
- Monitor adanya diare,
muntah, regurgitasi, residu
lambung berlebihan
- Pertahankan suhu
lingkungan dan oksigen
yang tepat
- Monitor BB, panjang
badan dan lingkar kepala
setiap hari
Kolaborasi

- Pemberian makanan
dimulai dengan air steril,
glukosa, ASI dengan tepat
- Beri ASI sesering
mungkin sesuai indikasi
dan perkiraan kapasitas

36
lambung
- Memberikan makanan
parenteral sesuai instruksi
dokter
- Pantau pemeriksaan
laboratorium, glukosa,
serum elektrolit, protein
total

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN


KEJANG

A. Pengertian
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh
proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997:229).

B. Etiologi
Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan
yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf
pusat misalnya : tonsilitis ostitis media akut, bronchitis, dll

C. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan
normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+)
dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali
ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi
dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
37
natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran
sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang
demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya
aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

D. Tanda dan Gejala


Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-
klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri.
Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah
beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf.
Di Subbagian Anak FKUI RSCM Jakarta, kriteria Livingstone dipakai sebagai
pedoman membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :

1. Umur bayi atau anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun
2. Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertamam setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesuda suhu
normal tidak menunjukkan kelainan
7. Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali

38
II. DIAGNOSA KEPERAATAN
DIAGNOSA TUJUAN RENCANA TINDAKAN
KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas Pasien dapat - Kaji fungsi pernafasan, suara


tidak efektif b/d mempertahankan nafas, RR, irama, kedalaman,
spasme otot pernafasan kepatenan jalan nafas penggunaan otot bantu nafas
ditandai dengan : Kriteria hasil: - Pertahankan jalan nafas
DO: - Lonnggarkan pakaian anak
- suara nafas bersih
- Atur posisi ekstensi, kepala
 Os sesak - RR < 30 x/ Menit
dimiringkan
 Sputum banyak - Sianosis tidak terjadi
- Rongga mulut dibuka dengan
 RR > 30x/menit
tongue spatel
 Suara nafas
- Isap lendir bila banyak sekret
tidak
- Beri O2 ½ - 1 Lt/mnt atau sesuai
normal
program
 Sianosis
- Observasi tanda-tanda vital
terutama respirasi rate
- Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian anti kejang ( stesolid,
luminal )
2. Hipertermi b/d proses Suhu tubuh normal ( 36 – - Observasi serta pertahankan suhu
penyakitnya, ditandai 37,2 o C ) tubuh tetap stabil
dengan: - Berikan kompres dengan air
DO: hangat setiap 4 jam sekali
- Gunakan pakaian tipis dan
 Suhu > 37,2 o C
menyerap keringat
- Bila kesadaran compos mentis,
berikan cairan secara adekuat
- Usahakan lingkungan yang
nyaman dan tenang dengan
memperhatikan suhu ruangan
- Jelaskan pada orang tua efek dari
suhu tinggi
- Kolaborasi dalam pemberian anti
piretik dan pemeriksaan darah

39
lengkap

3. Perubahan nutrisi Kebutuhan nutrisi - Beri ASI/PASI secara adekuat


kurang dari kebutuhan terpenuhi, dengan - Timbang BB setiap hari
b/d reflek menelan kriteria : - Kolaborasi pemasangan NGT
kurang
- Porsi makan habis
- BB naik/stabil

4. Resiko tinggi kejang Tidak terjadi kejang - Motivasi keluarga/ orang tua bila
berulang b/d riwayat berulang anak panas agar segera diberi
kejang, ditandai kompres hangat dan obat penurun
Kriteria hasil:
dengan: panas yang aman
DO: - Kejang tidak terjadi - Observasi tubuh tiap 4 jam sekali
- Kesadaran compos - Anjurkan pada keluarga untuk
 Pasien terdapat
mentis selalu punya persediaan obat
riwayat kejang
penurun panas dan anti kejang
suppositoria sesuai program
dokter
5. Resiko tinggi terjadi Kerusakan integritas kulit - Rubah posisi tidur , miring
kerusakan integritas tidak terjadi selama kiri/kanan setiap 2 jam sekali
kulit b/d imobilisasi perawatan, dengan - Jaga kebersihan inkubator
dan aktifitas menurun, kriteria: - Beri pelembab pada area yang
ditandai dengan: tertekan
- Tidak ada tanda-tanda
DO:
kulit merah
-Pasien bedrest - Kulit tampak merah
- Kelembaban positif

40
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.D (1997), Nursing Diagnois; Application to Clinical Practice, 7th.
Edition, Lippincott, Philadelpia, New York.

Kozier Barbara et.al (1995), Fundamental Of Nursing ; Concept, Process and


Practice , 5 th Edition, Addison Wesley Nursing, Cuming Publishing,
New York.

Whaley and Wong (1997), Pediatric Nursing; Clinical Manual, Mosby Year Book,
Philadelpia.

Whaley and Wong (1996), Nursing Care of Infants and Children, 5 th Edition,
Mosby Year Book, Philadelpia.

41
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN HIPERBILLIRUBIN

1. PENGERTIAN
Terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang ditandai dengan adanya joundice or
icterus. Atau Keadaan klinis dimana ditemukannya warna kuning pada kulit dan
mukosa yang disebabkan oleh pigmen empedu.

2. ETIOLOGI
1. Peningkatan produksi :
 Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus
dan ABO.
 Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
 Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik
yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
 Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
 Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20
(beta) , diol (steroid).
 Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar
Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
 Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya
pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya
Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi
, Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

42
3. PATOFISIOLOGI

Destruksi SDM

Protein plasma Bilirubin Hemoglobin

Akumulasi Globin Heme

Kejaringan

Iron - Unkonyugasi bilirubin Joundice

- Glukoronic acid

Konyugasi dari hati  enzim glucoronil transferase

Konyugasi bilirubin

Glukoronicle

Empedu

Ekskresi Penyuatuan bilirubin, urobilinogen & sterkobilin

Bilirubin Urobilinogens

Menurun menurun Ekresi (warna) pada feses

dalam feses dalam urine urine

43
4. PENATALAKSANAAN MEDIS
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek
dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :

1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi,
Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.

1) Fototherapi

Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan


Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada
cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or
bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit.
Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi
Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi
jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang
disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah
melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan
Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu
dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk
ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.

Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar


Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis
dapat menyebabkan Anemia.

Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek


4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram
harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa
ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam
pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.

44
2) Tranfusi Pengganti

Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :

1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.


2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama.
4. Tes Coombs Positif
5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu
pertama.
6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :

1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)


terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi
(kepekaan)
3. Menghilangkan Serum Bilirubin
4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera
(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar
Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.

3) Therapi Obat

Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim


yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif
baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu
sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi
pertentangan karena efek sampingnya (letargi).

45
Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine
sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.

I . PENGKAJIAN
 Observasi tanda-tanda joundice secara teratur
 Joundice dipastikan dengan observasi warna kulit bayi head to toe, warna
sklera dan membran mukosa
 Tekanan langsung pada kulit  terutama pada tulang yang menonjol seperti
pada tulang hidung/sternum,
 Untuk kulit bayi yang hitam  warna sklera, konjungtiva dan mukosa oral.
 Observasi sebaiknya dilakukan pada siang hari  warna natural.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN RENCANA TINDAKAN


KEPERAWATAN

1. Resiko tinggi cedera - Kadar bilirubin - Cek golongan darah ibu dan bayi
internal b/d indirek di bawah - Tinjau catatan intrapartum
- Prematuritas 12mg/dl terhadap factor resiko yang
- Penyakit hemolitik - Ikterik teratasi khusus seperti BBLR,
- Asfiksia prematuritas, proses metabolik
- Asidosis abnormal, cedera vaskular,
- Hipoproteinemi sirkulasi abnormal, sepsis atau

- Hipoglikemia polisitemia

Ditandai dengan - Kaji bayi terhadap adanya


sefalohematoma dan ekimosis
DO:
atau petekie yang berlebihan
 Kadar bilirubin > - Kaji riwayat persalinan dengan
12mg/dl vakum
 Bayi ikterik - Pertahankan bayi tetap hangat
dan kering
- Mulai pemberian makan oral 4 –
6 jam setelah kelahiran,
khususnya bila bayi diberi ASI
- Kaji adanya tanda-tanda

46
hipoglikemia
- Evaluasi tingkat nutrisi ibu dan
bayi, perhatikan adanya
kemungkinan hipoproteinemi
neonatus, khususnya pada bayi
praterm
- Observasi sklera, mukosa oral
dan bagian tubuh yang ikterik
- Evaluasi bayi terhadap pucat,
edema atau hepatomegali
- Kolaborasi pemeriksaan
laboratorium; bilirubin direk dan
indirek, tes Coombs, Hb, Ht,
Protein, Ferrum Total
- Berikan fototerapi sesuai
program
- Antipasi kebutuhan trasfusi tukar
2. Resiko tinggi cedera - Suhu tubuh dan - Perhatikan adanya/
karena tindakan keseimbangan cairan perkembangan bilier atau
fototerapi berhubungan dalam batas normal obstruksi usus
dengan sifat fisik dari - Bebas dari cedera - Ukur kuantitas fotoenergi bola
intervensi terapetik atau kulit atau jaringan lampu fluoresen ( Sinar putih
efek mekanisme regulasi - Kadar bilirubin serum atau biru ) dengan menggunakan
tubuh, ditandai dengan: turun fotometer
DO: - Dokumentasikan tipe lampu
fluoresen, jumlah jam total sejak
- Pasien mendapat terapi
bola lampu ditempatkan, dan
fototerapi
pengukuran jarak antara
permukaan lampu dan bayi
- Berikan penutup mata; saat
pemberian makan penutup
dibuka, pantau posisi penutup
mata
- Tutup testis dan penis bayi pria
- Pantau kulit dan suhu tiap 2 jam,
atur suhu inkubator dengan tepat
47
- Ubah posisi bayi tiap 2 jam
- Observasi intake output
- Timbang berat badan setiap 12
jam sekali
- Perhatikan tanda-tanda dehidrasi
(mis.; penurunan pengeluaran
urine, fontanel cekung, kulit
hangat atau kering dengan turgor
buruk, dan mata cekung
- Tingkatkan masukan cairan
peroral sedikitnya 25%
- Perhatikan warna dan frekuensi
defekasi dan urine
- Setelah defekasi cuci area
perianal dengan hati-hati,
observasi adanya iritasi kulit
- Bawa bayi pada orang tua untuk
pemberian ASI. Anjurkan
membelai, menimang, kontak
mata dan bicara pada bayi
selama pemberian ASI
- Perhatikan perubahan perilaku
atau tanda-tanda kelainan (mis.;n
letargi, hipotonia, hipertonisitas,
atau tanda-tanda ekstra
piramidal)
- Pantau kulit dan urine,
perhatikan warna hitam
kecoklatan
Kolaborasi:

- Pemeriksaan laboratorium:
bilirubin, Hb, trombosit, Sel
Darah Putih

- Berikan cairan perparenteral

48
sesuai indikasi
- Berikan terapi sesuai dengan
instruksi dokter
3. Kurangnya volume Tidak terjadi kekurangan - Pertahankan intake cairan
cairan b/d hilangnya air volume cairan, dengan - Berikan minuman sesuai jadual
(IWL) sekunder dari kriteria : - Monitor intake output
fototerapi, ditandai : - Berikan terapi infus sesuai
- Turgor baik (2-3)
DO : - Turgor jelek program
- Urine output
- membran mukosa - Kaji tanda dehidrasi
- Membran mucosa
kering - Monitor temperatur setiap 2 jam
lembab

4. Kurangnya pengetahuan Pengetahuan keluarga - Ajak orang tua untuk diskusi


orang tua tentang bertambah, dengan dengan menjelaskan tentang
perawatan bayi b/d kriteria : fisiologis, alasan perawatan dan
kurangnya sumber pengobatan
- Keluarga mampu
informasi, kesalahan - Libatkan dan ajarkan orang tua
memberikan
interprestasi, ditandai dalam perawatan bayi
perawatan pada bayi
dengan: - Jelaskan komplikasi dengan
DO: mengenal tanda dan gejala :
lethargi, kaku otot, nangis terus,
- Kesalahan konsep
tiadk mau makan/minum, demam
- Meminta informasi
- Ketidaktepatan
mengikuti instruksi

49
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.D (1997), Nursing Diagnois; Application to Clinical Practice, 7th.


Edition, Lippincott, Philadelpia, New York.

Kozier Barbara et.al (1995), Fundamental Of Nursing ; Concept, Process and


Practice , 5 th Edition, Addison Wesley Nursing, Cuming Publishing,
New York.

Whaley and Wong (1997), Pediatric Nursing; Clinical Manual, Mosby Year Book,
Philadelpia.

Whaley and Wong (1996), Nursing Care of Infants and Children, 5 th Edition,
Mosby Year Book, Philadelpia.

50
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN SEPSIS

A. Pengertian

Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan
jaringan lain. Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan
penyebab daro 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering
terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih
sering menyerang bayi laki-laki.

Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir,
tetapi kebanyakan muncul dalamw aktu 72 jam setelah lahir.
Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh
infeksi nasokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit).

Pembagian Sepsis:

1. Sepsis dini –> terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber


organisme pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan
dengan angka mortalitas tinggi.
2. Sepsis lanjutan/nosokomial –> terjadi setelah minggu pertama kehidupan
dan didapat dari lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak
langsung atau tak langsung dengan organisme yang ditemukan dari
lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami komplikasi.

B. Etiologi

Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti


bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh
bakteri.

Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan risiko terjadinya sepsis


pada neonatus antara lain :

 Perdarahan
 Demam yang terjadi pada ibu
 Infeksi pada uterus atau plasenta
51
 Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
 Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum
melahirkan)
 Proses kelahiran yang lama dan sulit

C. Tanda dan Gejala

Gejala infeksi sepsis pada neonatus ditandai dengan:

 Bayi tampak lesu


 tidak kuat menghisap
 denyut jantung lambat dan suhu tubuhnya turun-naik
 gangguan pernafasan
 kejang
 jaundice (sakit kuning)
 muntah
 diare
 perut kembung

D. Faktor Risiko

1. Sepsis Dini

 Kolonisasi maternal dalam GBS, infeksi fekal


 Malnutrisi pada ibu
 Prematuritas, BBLR

2. Sepsis Nosokomial

 BBLR–>berhubungan dengan pertahanan imun


 Nutrisi Parenteral total, pemberian makanan melalui selang
 Pemberian antibiotik (superinfeksi dan infeksi organisme resisten)

E. Pencegahan

 Pada masa Antenatal –> Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan


kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi
yang diderita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap
52
keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin. Rujuk ke pusat
kesehatan bila diperlukan.
 Pada masa Persalinan –> Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara
aseptik.
 Pada masa pasca Persalinan –> Rawat gabung bila bayi normal, pemberian
ASI secepatnya, jaga lingkungan dan peralatan tetap bersih, perawatan luka
umbilikus secara steril.

F. Prognosis

25% bayi meninggal walaupun telah diberikan antibiotik dan perawatan intensif.

I. Pengkajian :

 Status sosial ekonomi


 Riwayat parawatan antenatal
 Riwayat penyakit menular seksual
 Riwayat penyakit infeksi selama kehamilan dan saat persalinan (toksoplasma,
rubeola, toksemia gravidarum, dan amnionitis)
 Pemeriksaan fisik

53
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN RENCANA


KEPERAWATAN TINDAKAN

1. Tidak efektifnya pola Pola nafas efektif, dengan kriteria - Observasi tanda-
nafas b/d ekspansi : tanda vital
paru inadekuat - Rawat bayi dalam
- Tanda-tanda vital dalam batas
lingkungan termal
normal
netral
- Kaji suara nafas
dan usaha
- Status nafas tidak
bernafas bayi
menggunakan otot tambahan,
- Kolaborasi
NCH
pemberian
oksigen
- Monitor AGD
- Kaji adanya
gangguan nafas
lebih lanjut :
sianosis, retraksi,
NCH
2) Gangguan pertukaran Pertukaran gas efektif - Kaji adanya tanda
gas (difusi) b/d gangguan
pneumonitis pernafasan lebih
sekunder lanjut : sesak,
retraksi, merintih
- Kolaborasi
pemberian
oksigen
- Monitor saturasi
oksigen
- Jaga
hiperoksigenasi
dengan monitor
AGD

54
3. Perubahan cairan dan Cairan dan elektrolit terpenuhi - Ukur intake dan
elektrolit b/d output output
berlebihan, ditandai : - Kolaborasi
DO : - Muntah, pemberian terapi
diare, IVFD dan
sepsis, syok elektrolit
- Kaji adanya syok
septol : nadi
lemah, hipotensi,
akral dingin
- Kaji status hidrasi
: turgor, perfusi
perifer dan
penurunan BB
4. Perubahan Suhu tubuh normal - Rawat bayi dalam
termoregulasi lingkungan termal
hipotermi/hipertermi neutral
b/d masuknya - Observasi suhu
mikroorganisme tiap 2-4 jam
dalam aliran darah - Perhatikan suhu
ruangan
- Berikan cairan
secara adekuat
- Berikan kompres
tepid sponge
(seka dengan air
biasa)
- Kaji faktor resiko
yang
menyebabkan
peningkatan suhu

- Kolaborasi
dengan dokter
pemberian terapi
antipiretik
55
5. Perubahan Suhu tubuh normal - Rawat bayi dalam
termoregulasi lingkungan termal
hipotermi/hipertermi neutral
b/d masuknya - Observasi suhu
mikroorganisme tiap 2-4 jam
dalam aliran darah - Perhatikan suhu
ruangan
- Berikan cairan
secara adekuat
- Berikan kompres
tepid sponge
(seka dengan air
biasa)
- Kaji faktor resiko
yang
menyebabkan
peningkatan suhu
- Kolaborasi
dengan dokter
pemberian terapi
antipiretik
6. Cemas b/d perawatan Cemas pada orang tua berkurang, - Kaji perasaan
bayi yang lama dengan kriteria : keluarga serta
koping yang
- Ekspresi tenang
digunakan
- Keluarga
- Bantu keluarga
mengatakan cemas
untuk
berkurang
mengungkapkan
pikirannya
- Berikan informasi
tentang kondisi
bayi
- Beri desempatan
pada orang tua
untuk melihat dan
menyentuh bayi
56
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN BRONKOPNEUMONIA

A. Pengertian.
Bronkopneumonia menurut Ngastiyah, 1997 dan Lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Dr. Soetomo, 1994 merupakan salah satu pembagian dari pneumonia
menurut dasar anatomis. Pneumonia adalah radang paru-paru yang dapat
disebabkan oleh bermacam-macam, seperti bakteri, virus, jamur, dan benda-benda
asing (Ngastiyah, 1997). Menurut Lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr.
Soetomo, 1994 pneumonia adalah radang pada parenkim paru.

B. Etiologi.
1. Bakteri : Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia, dimana pada
anak-anak serotipe 14, 1, 6, dan 9, Streptokokus dimana pada anak-anak dan
bersifat progresif, Stafilokokus, H. Influenza, Klebsiela, M. Tuberkulosis,
Mikoplasma pneumonia.
2. Virus : Virus adeno, Virus parainfluenza, Virus influenza, Virus respiratori
sinsisial.
3. Jamur : Kandida, Histoplasma, Koksidioides.
4. Protozoa : Pneumokistis karinii.
5. Bahan kimia :
a. Aspirasi makanan/susu/isi lambung
b. Keracunan hidrokarbon (minyak tanah, bensin, dan sebagainya).

C. Gambaran Klinik
Mendadak panas tinggi, nyeri kepala/dada (anak besar), batuk, sesak,
takipnea, napas cuping hidung, sianosis, kaku kuduk, distensi perut.

D. Penatalaksanaan.
Pada penyakit yang ringan, mungkin virus tidak perlu antibiotic. Pada penderita
yang rawat inap (penyakit berat) harus segera diberi antibiotic. Pemilihan jenis
antibiotic didasarkan atas umur, keadaan umum penderita dan dugaan kuman
penyebab.

57
1. Umur 3 bulan-5 tahun, bila toksis mungkin disebabkan oleh Streptokokus
pneumonia, Hemofilus influenza atau Stafilokokus. Pada umumnya tidak
dapat diketahui kuman penyebabnya, maka secara praktis dipakai :
Kombinasi :

Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari, dan


Kloramfenikol 50-100 mg/kg/24 jam IV/oral, 4 kali sehari.

Atau kombinasi :

Ampisilin 50-100 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Kloksasilin 50


mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari.

Atau kombinasi :

Eritromisin 50 mg/kg/24 jam, oral, 4 kali sehari dan Kloramfenikol (dosis


sda).

2. Umur < bulan, biasanya disebabkan oleh : Streptokokus pneumonia,


Stafilokokus atau Entero bacteriaceae.

Kombinasi :

Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari, dan


Gentamisin 5-7 mg/kg/24 jam, 2-3 kali sehari.

Atau kombinasi :

Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Gentamisin 5-7


mg/kg/24 jam, 2-3 kali sehari.

Kombinasi ini juga diberikan pada anak-anak lebih 3 bulan dengan


malnutrisi berat atau penderita immunocompromized.

3. Anak-anak > 5 tahun, yang non toksis, biasanya disebabkan oleh :


Streptokokus pneumonia :

- Penisilin prokain IM atau


- Fenoksimetilpenisilin 25.000-50.000 KI/kg/24 jam oral, 4 kali
sehari atau
- Eritromisin (dosis sda) atau
- Kotrimoksazol 6/30 mg/kg/24 jam, oral 2 kali sehari.
Mikoplasma pneumonia : Eritromisin (dosis sda).

58
4. Bila kuman penyebab dapat diisolasi atau terjadi efek samping obat (misalnya
alergi) atau hasil pengobatan tidak memuaskan, perlu dilakukan reevaluasi
apakah perlu dipilih antibiotic lain.

5. Lamanya pemberian antibiotic bergantung pada :


- kemajuan klinis penderita
- jenis kuman penyebab
Indikasi rawat inap :

a. Ada kesukaran napas, toksis.


b. Sianosis
c. Umur kurang dari 6 bulan
d. Adanya penyulit seperti empiema
e. Diduga infeksi Stafilokokus
f. Perawatan di rumah kurang baik.
Pengobatan simptomatis :

a. Zat asam dan uap.


b. Ekspetoran bila perlu
Fisioterapi :

a. Postural drainase.
b. Fisioterapi dengan menepuk-nepuk.

I. Pengkajian keperawatan.
1. Identitas.
Umumnya anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia
berulang atau tidak dapat mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain itu
daya tahan tubuh yang menurun akibat KEP, penyakit menahun, trauma pada
paru, anesthesia, aspirasi dan pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.

2. Riwayat Keperawatan.

a. Keluhan utama.
Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai
pernapasan cuping hidupng, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang
disertai muntah dan diare.atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir,
anoreksia dan muntah.

59
c. Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian
atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai
39-40oC dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.

d. Riwayat penyakit dahulu.


Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.

e. Riwayat kesehatan keluarga.


Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan
dapat menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.

f. Riwayat kesehatan lingkungan.


Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada musim
hujan dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan ksehatan dan kebersihan
lingkungan yang kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit.
Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan
anggota keluarga perokok.

g. Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat
penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena system
pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.

h. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.


i. Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).

3. Pemeriksaan persistem.
a. Sistem kardiovaskuler: Takikardi, iritability.
b. Sistem pernapasan.: Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit
bernapas, pernapasan cuping hdidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk
produktif atau non produktif, pergerakan dada asimetris, pernapasan tidak
teratur/ireguler, kemungkinan friction rub, perkusi redup pada daerah
terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret. Orang tua cemas dengan keadaan
anaknya yang bertambah sesak dan pilek.
c. Sistem pencernaan. : Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan
menurun, lemah. Pada orang tua yang dengan tipe keluarga anak pertama,
mungkin belum memahami tentang tujuan dan cara pemberian makanan/cairan
personde.
60
d. Sistem eliminasi. : Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua
mungkin belum memahami alasan anak menderita diare sampai terjadi
dehidrasi (ringan sampai berat).
e. Sistem saraf. : Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis
terus pada anak-anak atau malas minum, ubun-ubun cekung.
f. Sistem lokomotor/muskuloskeletal. : Tonus otot menurun, lemah secara
umum,
g. Sistem endokrin. : Tidak ada kelainan.
h. Sistem integumen. : Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis,
pucat, akral hangat, kulit kering, .
i. Sistem penginderaan. : Tidak ada kelainan.

4. Pemeriksaan diagnostik dan hasil.


Secara laboratorik ditemukan lekositosis, biasanya 15.000 - 40.000 / m dengan
pergeseran ke kiri. LED meninggi. Pengambilan sekret secara broncoskopi dan
fungsi paru-paru untuk preparat langsung; biakan dan test resistensi dapat
menentukan/mencari etiologinya. Tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena
sukar. Pada punksi misalnya dapat terjadi salah tusuk dan memasukkan kuman
dari luar. Foto roentgen (chest x ray) dilakukan untuk melihat :

 Komplikasi seperti empiema, atelektasis, perikarditis, pleuritis, dan OMA.


 Luas daerah paru yang terkena.
 Evaluasi pengobatan
Pada bronchopnemonia bercak-bercak infiltrat ditemukan pada salah satu atau
beberapa lobur.

Pada pemeriksaan ABGs ditemukan PaO2 < 0 mmHg.

61
Masalah pemenuhan kebutuhan dasar (pohon masalah).

ISPA
Daya tahan tubuh menurun
Penyakit menahun
Aspirasi

Infeksi dan peradangan pada parenkim


paru : bronkopneumonia

Perubahan membran Hipertermi Hipersekresi mukus


kapiler alveolar

Dyspnea, malas
minum, berat badan
Gangguan pertukaran gas
menurun Penumpukan mukus

Tidak efektif bersihan jalan


napas
Gangguan nutrisi : kurang
dari kebutuhan tubuh

Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit

62
II. Diagnosa keperawatan.
DIAGNOSA TUJUAN RENCANA TINDAKAN
KEPERAWATAN

1. Jalan nafas tidak efektif Jalan nafas efektif, dengan - Kaji frekwensi dan pola pernafasan
berhubungan dengan : kriteria hasil : - Auskultasi bagian dada anterior dan
posterior untuk mengetahui penurunan
-penurunan energi/ keletihan - tidak ada sumbatan di
atau tidak adanya ventilasi
jalan nafas.
- sekresi trakeabronchial - Lakukan pengisapan jalan nafas
- Berikan rangsang táctil segera bila
Ditandai dengan:
terjadi apneu
DO: - Tempatkan bayi pada matras
bergelombang dengan pengaturan
- Dispnea
suhu yang tepat
- Takipnea
- Pernafasan cuping hidung
Kolaborasi:
- Sianosis
- Kolaborasi dengan fisioterapi sesuai
- AGD abnormal
kebutuhan
- Pemberian oksigen sesuai instruksi
dan indikasi
- Pantau pemeriksaan laborat, AGD
- Pemberian terapi sesuai instruksi
2. Gangguan pertukaran Pertukaran gas efektif - Kaji adanya tanda gangguan
gas (difusi) b/d pernafasan lebih lanjut : sesak,
pneumonitis sekunder retraksi, merintih
- Kolaborasi pemberian oksigen
- Monitor saturasi oksigen
- Jaga hiperoksigenasi dengan
monitor AGD
3. Perubahan Suhu tubuh normal - Rawat bayi dalam lingkungan
termoregulasi termal neutral
hipotermi/hipertermi - Observasi suhu tiap 2-4 jam
b/d masuknya - Perhatikan suhu ruangan dan suhu
mikroorganisme dalam inkobator
aliran darah - Berikan cairan secara adekuat
- Kaji faktor resiko yang
menyebabkan peningkatan suhu

63
- Kolaborasi dengan dokter
pemberian terapi antipiretik
4. Perubahan cairan dan Cairan dan elektrolit - Ukur intake dan output
elektrolit b/d output terpenuhi - Kolaborasi pemberian terapi IVFD
berlebihan, ditandai : dan elektrolit
DO : - Muntah, diare, - Kaji adanya syok septol : nadi
sepsis, syok lemah, hipotensi, akral dingin
- Kaji status hidrasi : turgor, perfusi
perifer dan penurunan BB
5. Gangguan dalam pemberian Pemberian asi tidak - Pantau kemampuan bayi untuk
asi berhubungan dengan : terganggu, dengan kriteria menghisap
- prematur hasil : - Observasi teknik menyusui yang
- bayi yang sakit benar
- pemberian asi adekuat
- Menyusui dengan teratur bila kondisi
bayi memungkinkan
- Anjurkan ibu untuk tidak membatasi
bayi pada waktu menghisap
- Kaji pola eliminasi bayi

64
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN DIARE

1. DEFINISI

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah yinja yang lebih banyak
dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair /setengan
padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980), diare
adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Diare terbagi 2 berdasarkan
mula dan lamanya , yaitu diare akut dan kronis (Mansjoer,A.1999,501).

2. ETIOLOGI

1. Faktor infeksi : Bakteri ( Shigella, Shalmonella, Vibrio kholera), Virus


(Enterovirus), parasit (cacing), Kandida (Candida Albicans).
2. Faktor parentral : Infeksi dibagian tubuh lain (OMA sering terjadi pada
anak-anak).
3. Faktor malabsorbsi : Karbihidrat, lemak, protein.
4. Faktor makanan : Makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak,
sayuran dimasak kutang matang.
5. Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas.

65
3. PATOFISIOLOGI

faktor infeksi F malabsorbsi F makanan F. Psikologi

KH,Lemak,Protein

Masuk dan ber meningk. Tek osmo toksin tak dapat cemas

kembang dlm tik diserap

usus

Hipersekresi air pergeseran air dan hiperperistaltik

dan elektrolit elektrolit ke rongga

( isi rongga usus) usus menurunya kesempatan usus

menyerap makanan

DIARE

Frek. BAB meningkat distensi abdomen

Kehilangan cairan & elekt integritas kulit

berlebihan perianal

gg. kes. cairan & elekt As. Metabl mual, muntah

Resiko hipovolemi syok sesak nafsu makan

Gang. Oksigensi BB menurun

Gangg. Tumbang
66
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus
merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan
insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas
aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman
enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga
berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .

2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x

3. Riwayat Penyakit Sekarang


BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi
encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7
hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka
panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan,
ISPA, ISK, OMA campak.

5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang
diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak
usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan
dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,

6. Riwayat Kesehatan Keluarga


Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.

7. Riwayat Kesehatan Lingkungan

67
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan
tempat tinggal.

8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan


a. Pertumbuhan
o Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2
kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
o Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua
dan seterusnya.
o Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi
taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
o Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.

b. Perkembangan
o Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase anal :

Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan


keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya,
tugas utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan
bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal,
bermain).

o Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.


Autonomy vs Shame and doundt

Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari


lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk
mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan,
berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over protektif menuntut

68
harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu
seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada
diri anak.

o Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan
mandiri : Umur 2-3 tahun :
1. berdiri dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun 2 hitungan
(GK)
2. Meniru membuat garis lurus (GH)
3. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
4. Melepasa pakaian sendiri (BM)

9. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil,
lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1
tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal
atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan
bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada
diare sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat >
375 0
c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time
memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.

69
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam
), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang
berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive
respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.

10. Pemeriksaan Penunjang


1) Laboratorium :
 feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
 Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi
 AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2
meningkat, HCO3 menurun )
 Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

II. PENATALAKSANAAN DIARE

A. Rehidrasi
1. jenis cairan
1) Cara rehidrasi oral
o Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti orali, pedyalit
setiap kali diare.
o Formula sederhana ( NaCl dan sukrosa)
2) Cara parenteral
o Cairan I : RL dan NS
o Cairan II : D5 ¼ salin,nabic. KCL
D5 : RL = 4 : 1 + KCL

D5 + 6 cc NaCl 15 % + Nabic (7 mEq/lt) + KCL

o HSD (half strengh darrow) D ½ 2,5 NS cairan khusus pada diare usia > 3
70
bulan.
2. Jalan pemberian
1) Oral (dehidrasi sedang, anak mau minum, kesadaran baik)
2) Intra gastric ( bila anak tak mau minum,makan, kesadran menurun)
3. Jumlah Cairan ; tergantung pada :
1) Defisit ( derajat dehidrasi)
2) Kehilangan sesaat (concurrent less)
3) Rumatan (maintenance).
4. Jadwal / kecepatan cairan
1) Pada anak usia 1- 5 tahun dengan pemberian 3 gelas bila berat badanya
kurang lebih 13 kg : maka pemberianya adalah :
o BB (kg) x 50 cc
o BB (kg) x 10 – 20 = 130 – 260 cc setiap diare = 1 gls.
2) Terapi standar pada anak dengan diare sedang :
+ 50 cc/kg/3 jam atau 5 tetes/kg/mnt

B. Terapi
1. obat anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30 mg
klorpromazine 0,5 – 1 mg / kg BB/hari

2. onat anti spasmotik : Papaverin, opium, loperamide


3. antibiotik : bila penyebab jelas, ada penyakit penyerta

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output
berlebihan dan intake yang kurang
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan
skunder terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap
diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
71
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus
menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

DIAGNOSA TUJUAN RENCANA TINDAKAN


KEPERAWATAN

1. Perubahan nutrisi Kebutuhan nutrisi - Beri ASI/PASI secara adekuat


kurang dari terpenuhi, dengan - Timbang BB setiap hari
kebutuhan b/d kriteria : - Kolaborasi pemasangan NGT
dengan diare atau - Kolaborasi pemberian IVFD
- Porsi makan habis
output berlebihan
- BB naik/stabil
dan intake yang
kurang

2. Perubahan cairan Cairan dan elektrolit - Ukur intake dan output


dan elektrolit b/d terpenuhi - Kolaborasi pemberian terapi
output berlebihan, IVFD dan elektrolit
ditandai : - Kaji adanya syok septol : nadi
DO : - Muntah, lemah, hipotensi, akral dingin
sepsis, syok - Kaji status hidrasi : turgor,
perfusi perifer dan penurunan BB

3. Hipertermi b/d Suhu tubuh normal ( 36 – - Observasi serta pertahankan suhu


o
proses penyakitnya, 37,2 C ) tubuh tetap stabil
ditandai dengan: - Berikan kompres dengan air
DO: hangat setiap 4 jam sekali
- Gunakan pakaian tipis dan
Suhu > 37,2 o C
menyerap keringat

72
- Bila kesadaran compos mentis,
berikan cairan secara adekuat
- Usahakan lingkungan yang
nyaman dan tenang dengan
memperhatikan suhu ruangan
- Jelaskan pada orang tua efek dari
suhu tinggi
- Kolaborasi dalam pemberian anti
piretik dan pemeriksaan darah
lengkap
4. Resiko tinggi Kerusakan integritas kulit - Rubah posisi tidur , miring
terjadi kerusakan tidak terjadi selama kiri/kanan setiap 2 jam sekali
integritas kulit b/d perawatan, dengan - Ganti popok setiap bayi BAB
imobilisasi dan kriteria: atau BAK
aktifitas menurun, - Jaga kebersihan inkubator
- Tidak ada tanda-tanda
ditandai dengan: - Beri pelembab pada area yang
kulit merah
DO: tertekan dan area anal..
- Kulit tampak merah
-Pasien bedrest - Kelembaban positif

- Pasien Diare

73
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN NEC

(NECROTIZING ENTEROCOLITIS)

1. Pengertian

NEC adalah salah satu penyakit yang dapat mengenai bayi prematur dalam minggu-
minggu pertama kehidupan. “Necrotizing” berarti jaringan yang mati, “entero” merujuk
ke usus halus, “colo” merujuk kepada usus besar, dan “itis” berarti peradangan.
NEC melibatkan infeksi dan peradangan yang menyebabkan kerusakan usus atau bagian
dari usus. NEC mengenai satu dari 2.000-4.000 kelahiran atau antara 1-5% kasus di
NICU (unit perawatan intensif bayi baru lahir).
NEC biasa terjadi dalam 2 minggu usia bayi, setelah pemberian susu dimulai. Sekitar
10% bayi berat <1.500 gram mengalami NEC. Bayi prematur memiliki usus yang belum
berfungsi sempurna yang sensitif terhadap perubahan aliran darah dan rentan terhadap
infeksi. Bayi prematur dapat mengalami kesulitan dengan sirkulasi darah, oksigen dan
pencernaan sehingga meningkatkan kemungkinan mengalami NEC.

2. Penyebab
Penyebab pasti NEC tidak diketahui, tetapi beberapa teori berusaha menjelaskan.
Kemungkinan dipikirkan jaringan usus bayi prematur masih lemah dengan sedikitnya
aliran darah dan oksigen dan saat proses pencernaan dimulai, makanan bergerak
sepanjang usus, bakteri yang normal berada di usus dapat masuk dan merusak dinding
jaringan usus. Kerusakan usus yang terjadi dapat mempengaruhi sedikit bagian dari usus
atau dapat semakin berat dan melibatkan bagian usus lebih luas.
Bayi tidak dapat untuk melanjutkan proses makan (susu) dan tampak sakit bila bakteri
terus menyebar sepanjang dinding usus dan kadangkala masuk ke aliran darah. Dalam
kasus NEC yang berat dapat terjadi lubang di usus (perforasi) yang membuat bakteri
74
keluar dari usus dan dapat menginfeksi rongga perut. Karena sistem kekebalan tubuh bayi
yang belum matang maka dengan pengobatan yang cepat pun NEC dapat mengakibatkan
komplikasi yang serius. Menurut ahli faktor lainnya yang dapat meningkatkan risiko NEC
adalah pembuatan formula, kecepatan pemberian formula atau belum matangnya
membran mukosa dari usus. Bayi dengan ASI eksklusif juga dapat mengalami NEC tetapi
dengan risiko lebih rendah. Teori lainnya adalah bayi yang mengalami kesulitan dalam
proses kelahiran dengan gangguan suplai darah dan oksigen ke saluran cerna dan NEC
dapat terjadi. Bayi dengan jumlah sel darah merah di atas normal (polycytemia) memiliki
risiko lebih tinggi untuk terkena NEC. Sel darah merah yang terlalu banyak menyebabkan
darah mengental dan mengurangi suplai oksigen ke usus

3. . Tanda dan Gejala


Gejala dari NEC dapat menyerupai gangguan pencernaan lainnya, meliputi :
• Malas makan (susu)
• Penurunan bunyi usus
• Perut membuncit dan tegang
• Muntah kehijauan
• Kemerahan di perut
• Peningkatan tinja, atau pengurangan jumlah tinja
• Tinja berdarah
Tanda NEC lainnya yang tidak khas termasuk henti napas, denyut jantung rendah, diare,
tidak responsif, suhu tubuh yang naik turun.

75
4. Diagnosis dan tatalaksana
Diagnosis NEC biasanya dikonfirmasi dengan adanya pola gas yang abnormal dalam
usus dari pemeriksaan rontgen. Gambaran “bubbly” dari gas di dinding usus, vena besar
di hati, atau adanya udara di luar usus dalam rongga perut.
Sebagian besar bayi dengan NEC ditatalaksana secara medis dan gejala menghilang tanpa
pembedahan. Tatalaksana mencakup :
• puasa
 Selang hidung-lambung untuk mengeluarkan udara dan cairan dari usus dan lambung
 Cairan melalui infus untuk memberikan cairan dan nutrisi
 Antibiotik untuk infeksi
 Pemeriksaan berkala dan foto rontgen perut
Ukuran lingkar perut bayi diperiksa dan diperhatikan seksama, pemeriksaan darah berkala
juga dilakuka untuk menentukan ada atau tidak bakteri. Tinja diperiksa untuk
menentukan ada darah atau tidak. Jika perut membesar dan mengganggu proses
pernapasan maka oksigen tambahan atau alat bantuan pernapasan (ventilator) dapat
digunakan.
Jika bayi memberikan respon perbaikan maka bayi dapat kembali diberikan makanan
(susu) dalam 72 jam, meskipun dalam banyak kasus pemberian makan ditunda dan
antibiotik diberikan untuk7-10 hari. Jika terdapat lubang pada usus (perforasi) maka
pembedahan dilakukan.
Sebagian besar bayi yang mengalami NEC dapat pulih dan tidak mengalami gangguan
dalam pencernaan. Pada beberapa kasus, jaringan parut dan penyempitan usus dapat
terjadi dan menyebabkan komplikasi. Masalah lain dapat berupa gangguan penyerapan
zat makanan, hal ini sering terjadi pada bayi yang mengalami pembedahan karena NEC
dan ada bagian usus yang dipotong.

76
DIAGNOSA KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN RENCANA TINDAKAN


KEPERAWATAN

1. Perubahan nutrisi Kebutuhan nutrisi - Beri ASI/PASI secara adekuat


kurang dari terpenuhi, dengan - Timbang BB setiap hari
kebutuhan b/d kriteria : - Kolaborasi pemasangan NGT
gangguan pada - Kolaborasi pemberian IVFD
- Diit sesuai kebutuhan
usus
- BB naik/stabil

2. Perubahan cairan Cairan dan elektrolit - Ukur intake dan output


dan elektrolit b/d terpenuhi - Kolaborasi pemberian terapi
output berlebihan, IVFD dan elektrolit
ditandai : - Kaji adanya syok septol : nadi
DO : - Muntah, diare, lemah, hipotensi, akral dingin
sepsis, syok - Kaji status hidrasi : turgor,
perfusi perifer dan penurunan BB

3. Hipertermi b/d Suhu tubuh normal ( 36 – - Observasi serta pertahankan suhu


proses penyakitnya, 37,2 o C ) tubuh tetap stabil
ditandai dengan: - Berikan kompres dengan air
DO: hangat setiap 4 jam sekali
- Gunakan pakaian tipis dan
Suhu > 37,2 o C
menyerap keringat
- Bila kesadaran compos mentis,
berikan cairan secara adekuat
- Usahakan lingkungan yang
nyaman dan tenang dengan
memperhatikan suhu ruangan
- Jelaskan pada orang tua efek dari

77
suhu tinggi
- Kolaborasi dalam pemberian anti
piretik dan pemeriksaan darah
lengkap
4. Resiko tinggi Kerusakan integritas kulit - Rubah posisi tidur , miring
terjadi kerusakan tidak terjadi selama kiri/kanan setiap 2 jam sekali
integritas kulit b/d perawatan, dengan - Ganti popok setiap bayi BAB
imobilisasi dan kriteria: atau BAK
aktifitas menurun, - Jaga kebersihan inkubator
- Tidak ada tanda-tanda
ditandai dengan: - Beri pelembab pada area yang
kulit merah
DO: tertekan
- Kulit tampak merah
-Pasien bedrest - Kelembaban positif

78

Anda mungkin juga menyukai