Anda di halaman 1dari 36

PRESENTASI KASUS

KASUS GAWAT DARURAT


STATUS EPILEPTIKUS e.c KDK

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang

Diajukan kepada:
dr. Hendryk Kwandang, M.Kes (Pembimbing IGD)
dr. Benediktus Setyo Untoro (Pembimbing Rawat Jalan dan Rawat Inap)

Disusun oleh:
dr. Rujitra Tanaya Namaskara

RSUD “KANJURUHAN” KEPANJEN


KABUPATEN MALANG
2016
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
KASUS GAWAT DARURAT
STATUS EPILEPTIKUS e.c KDK

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang

Telah diperiksa dan disetujui


pada tanggal :

Oleh :
Dokter Pembimbing Instalasi Gawat Darurat

dr. Hendryk Kwandang, M.Kes

i
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
KASUS GAWAT DARURAT
STATUS EPILEPTIKUS e.c KDK

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang

Telah diperiksa dan disetujui


pada tanggal :

Oleh :
Dokter Pembimbing Rawat Jalan dan Rawat Inap

dr. Benediktus Setyo Untoro

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa di surga atas bimbinganNya sehingga


penulis telah berhasil menyelesaikan portofolio laporan kasus yang berjudul
“STATUS EPILEPTIKUS e.c. KDK”. Dalam penyelesaian portofolio laporan
kasus ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. dr.Hendryk Kwandang, M.Kes selaku dokter pembimbing instalasi gawat
darurat
2. dr.Benediktus Setyo Untoro selaku dokter pembimbing rawat jalan dan
rawat inap
3. dr. Antarestawati, dr. Anita Ikawati, dr. Janny Fajar Dita, dan dr. Yudha
Pratama selaku dokter jaga dua
4. Serta paramedis yang selalu membimbing dan membantu penulis.
Portofolio laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan
kerendahan hati penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan
saran dan kritik yang membangun. Semoga laporan kasus ini dapat menambah
wawasan dan bermanfaat bagi semua pihak.

Kepanjen, Desember 2016

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN……………….……………………………….…...i
KATA PENGANTAR………………………………………..………………….iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..iv
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi .......................................................................................................8
Epidemiologi ………..................................................................................9
Klasifikasi..................................................................................................10
Faktor Resiko ............................................................................................13
Etiologi ……..............................................................................................15
Patofisiologi ……………………………..................................................16
Manifestasi Klinik......................................................................................17
Diagnosis ……...........................................................................................18
Penatalaksanaan …....................................................................................20
Prognosis....................................................................................................26

BAB 4 Pembahasan……………………………………………………………..28
BAB 5 Kesimpulan……………………………………………………………...29
Daftar Pustaka…………………………………………………………………..30

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi.
Suhu badan ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial (Lumbantobing,
2010).Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu mencapai >38,0C). kejang demam dapat terjadi karena proses
intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi
anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-
NOC, 2013).
Menurut Marvin A. Fishman (2007), kejang demam terjadi pada 2-4%
anak usia di bawah 6tahun. Kriteria diagnostik mencakup: kejang pertama yang
dialami oleh anak berkaitan dengan suhu yang lebih tinggi dari pada 38°C; anak
berusia kurang dari 6tahun; tidak ada tanda infeksi atau peradangan susunan saraf
pusat; anak tidak menderita gangguan metabolik sistemik akut. Kejang demam
bersifat dependen-usia, biasanya terjadi pada anak berusia antara 9 dan 20 bulan;
kejang jarang dimulai sebelum usia 6 bulan.
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi
bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan
neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar
4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya
sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak
yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi setelah usia 5
tahun. (Dona L.Wong, 2008)
Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu
tubuh suhu rektal di atas 38°C. (Riyadi dan Sujono, 2009). Kejang demam
ditimbulkan oleh demam dan cenderung muncul pada saat awal-awal demam.
Penyebab yang paling sering adalah ispa. Kejang ini akan kejang umum dengan
pergerakkan klonik selama kurang dari 10menit. Sistem syaraf pusat normal dan
tidak ada tanda-tanda defisit neurologis pada saat serangan telah menghilang.
Sekitar 1/3 anak akan mengalami kejang demam kembali jika terjadi demam,

v
tetapi sangat jarang yang mengalami kejang demam setelah usia 6tahun.
Status epileptikus ini sendiri didefinisikan sebagai kondisi bangkitan yang
berlangsung lebih dari 30 menit, atau adanya dua bangkitan atau lebih di mana di
antara bangkitan-bangkitan tadi tidak terdapat pemulihan kesadaran. Meskipun
terdapat kriteria ‘lebih dari 30 menit’, penatalaksanaan kejang harus sudah
dilakukan bila bangkitan konvulsif berlangsung >5 menit (tergantung kondisi
klinisnya, penatalaksanaan dapat dilakukan sesegera mungkin). SE dapat
dipastikan apabila pemberian benzodiazepin awal tidak efektif dalam
menghentikan bangkitan.

vi
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas.
Nama : By. DDR
Usia : 12 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Gedangan, Kepanjen
Agama / Suku : Islam/ Jawa
Masuk Rumah Sakit : 21 Januari 2017
No Register : 4207xx

2.2. Anamnesa.
Anamnesis (Heteroanamnesis dari ibu pasien)
Keluhan utama : kejang
Riwayat Penyakit sekarang
• Pasien datang dengan keluhan kejang 3 jam sebelum dibawa ke RS
• Kejang pertama kali di rumah terus menerus, general tonik klonik. Lalu
pasien dibawa ke Puskesmas Gedangan, masih kejang, lalu diberi
diazepam supp 5 mg 2x (interval 15 menit), kejang tidak berhenti.
Kemudian diberi diazepam i.v. 0.5 cc, kejang tidak berhenti. Kejang ada
periode berhenti, tapi hanya sebentar dan pasien tdk sadar. Saat tiba di
RSUD Kanjuruhan, pasien masih kejang, berhenti sebentar dan pasien
tidak sadar.
• Pasien mengalami demam sejak 1 hari yang lalu, sumer-sumer. Namun 4
jam SMRS demam tinggi, 1 jam kemudian kejang. Muntah (-). Didahului
batuk (-), pilek (-), diare (-), keluar cairan dari telinga (-), menangis saat
BAK (-).
• Pasien jatuh dari gendongan 2 hari yang lalu. Posisi telungkup, kepala
membentur lantai, pasien hanya menangis.

7
• Riwayat Penyakit Dahulu
• Pasien belum pernah kejang sebelumnya.
• Riwayat Penyakit Keluarga
• Riwayat kejang pada keluarga tidak ada.
• Riwayat Pengobatan
• Diazepam supp 5 mg 2x (interval 15 menit), kejang tidak berhenti.
Kemudian diberi diazepam i.v. 0.5 cc (2.5 mg), kejang tidak
berhenti.
• Antrain 0.4 cc (40 mg)
• Riwayat Kehamilan
• ANC : rutin di bidan. Saat hamil ibu pada usia 31 tahun
• Pasien merupakan anak kedua, dari kehamilan kedua.
• Selama hamil ibu pasien tidak pernah mengalami demam, batuk
pilek (-), mengkonsumsi alkohol (-), merokok (-), anyang-
anyangan (-), demam (-), keputihan (-), trauma (-), perdarahan (-),
keputihan (-), pijat oyok (-), minum jamu-jamuan (-), minum obat-
obatan (-).
• Riwayat Kelahiran
• Pasien lahir pada tanggal 30 Januari 2016, secara spontan di bidan.
• Menurut ibu, pasien lahir pada usia kehamilan 34 minggu,
langsung menangis, ketuban jernih, gerak aktif, dan tidak biru.
• Berat badan lahir 2700 gram dan panjang badan 47 cm.
• Riwayat Imunisasi (ibu pasien tidak membawa KMS) (Puskesmas)
• BCG : (+)
• Hepatitis B : (+) lengkap
• DPT : (+) lengkap
• Polio : (+) lengkap
• Campak : (+)

7
• Riwayat Tumbuh kembang

• Riwayat Pertumbuhan

LAHIR 1-11 bulan 12 bulan

BB 2.7 kg lupa 8.9 kg

LK - - 46 cm

PB 48 cm lupa 74 cm

• Riwayat Intake
ASI hingga sekarang
• Riwayat Sosial Ekonomi
– Pasien adalah anak ke 2 dari 2 bersaudara, anak pertama usia 10
tahun laki-laki, sehat.
– Ayah pasien bekerja sebagai petani dengan sosial ekonomi
menengah ke bawah.
– Ibu sebagai petani dengan sosial ekonomi menengah ke bawah.

2.3. Pemeriksaan Fisik.


Keadaan umum

7
Pasien kesadaran menurun GCS 123à456. Napas spontan dan adekuat, tampak
sakit berat, tidak sesak dan tidak biru.
Tanda vital
Denyut nadi : 164 x / menit, reguler kuat angkat
Laju pernapasan : 32 x / menit, reguler adekuat
Suhu aksila : 39.1°C
Sp02 : 99%
Status Antropometri
Berat Badan : 8.9 kg (-2 SD s/d mean)
Panjang Badan : 75 cm (-2 SD s/d mean) setara dengan 11 bulan
Berat badan ideal : 9.5 kg
Berat Badan Ideal (%) : 94 %
Lingkar kepala : 46 cm (mean)
Lingkar Lengan Atas : 14.5 cm (-1 SD s/d mean)
BB/TB : -1 SD s/d mean

Kepala
• Bentuk : Mesosefal, simetris, tidak ada benjolan dan massa,
UUB: normal, UUK: normal.
• Ukuran : normosefali
• Rambut : rambut warna hitam dan tidak mudah dicabut
• Wajah : simetris, luka babras pada atas alis kanan.
Mata
• Konjungtiva : anemis -/-
• Sklera : ikterik -/-
• Palpebra : edema -/-
• Perdarahan subkonjungtiva (-)
• Strabismus -/-
• Mata cowong (-)
Telinga : bentuk normal, posisi normal, sekret (-), nyeri tekan (-).
Hidung : sekret (-), pernafasan cuping hidung (-), perdarahan (-),
hiperemi (-)
Mulut : mukosa mulut kering (-), mucosa sianosis (-),
mukosa leukoplakia (-)
Gigi : tidak ditemukan kelainan
Lidah: tidak terdapat leukoplakia
Tonsil: hiperemi (-)
Faring: hiperemi (-)
Leher : Pembesaran kelenjar limfe D/S -/ -, trachea di tengah
Thoraks : inspeksi tampak simetris, retraksi (-), deformitas (-),
jaringan parut (-)
– Jantung: bunyi jantung S1 S2 normal, reguler, murmur (-), gallop
(-)
– Paru : gerak simetris kedua sisi, retraksi (-)

7
suara nafas: vesikuler vesikuler
vesikuler vesikuler
vesikuler vesikuler
Rhonki - - Wheezin - -
- - - -
- - - -

Abdomen : Inspeksi soefl; distensi (-)


Auskultasi bising usus (+) normal, Bruit (-)
Perkusi meteorismus (-), shifting dullness (-)
Palpasi turgor kulit cukup baik (crt <2 detik)
Hepar dan Lien : tidak teraba besar
Penampakan baggy pants pada bokong (-)
Anus : hiperemia (-)

STATUS NEUROLOGIS
GCS 123 à 456
Pupil bulat isokor 3mm/3mm
RC +/+, RK +/+
RF +2/+2
+2/+2
RP : babinski -/-, oppenheim -/-, chaddock -/-, clonus -/-
Meningeal sign : kaku kuduk (-), brudzinzky I-IV (-), kernig sign (-)
Motoris 5 5 Sensoris N N
5 5 N N
Hasil Lab
GDA: 270 mg/dL

Resume

7
Pasien umur 12 bulan datang dengan orang tuanya dengan keluhan kejang 3 jam
sebelum dibawa ke RS. Kejang pertama kali di rumah terus menerus, general
tonik klonik. Lalu pasien dibawa ke Puskesmas Gedangan, masih kejang, lalu
diberi diazepam supp 5 mg 2x (interval 15 menit), kejang tidak berhenti.
Kemudian diberi diazepam i.v. 0.5 cc, kejang tidak berhenti. Kejang ada periode
berhenti, tapi hanya sebentar dan pasien tdk sadar. Saat tiba di RSUD Kanjuruhan,
pasien masih kejang, berhenti sebentar dan pasien tidak sadar. Pasien mengalami
demam sejak 1 hari yang lalu, sumer-sumer. Namun 4 jam SMRS demam tinggi, 1
jam kemudian kejang. Pasien jatuh dari gendongan 2 hari yang lalu. Posisi
telungkup, kepala membentur lantai, pasien hanya menangis.

Diagnosis
Status epileptikus ec KDK dd encephalopathy
Planned Diagnosis
• Darah lengkap
• Hitung jenis
• Gula darah sewaktu
• Serum elektrolit
Terapi
• O2 NC 2 lpm
• IVFD NS 900cc/24 jam = 12 tpm makro
• IV loading Phenytoin 15 mg/kgBB/menit = 135 mg dalam 20 cc NS dalam
30 menit
• IV maintenance Phenytoin 3 mg/kgBB/kali = 3x30 mg à 12 jam setelah
loading
• IV Antrain 3x100 mg
• IV Ranitidin 2x10 mg
• IV Dexamethasone loading 9 mg à maintenance 3x3 mg
• IV Ceftriaxone 2x450 mg

Rencana monitoring
• Tanda-tanda vital
• Kejang
• Kesadaran
• Intake
• GDS ulang 6 jam lagi

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Kejang deman adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikansuhu tubuh
(suhu rektal di atas 38 C) yangdisebabkan oleh suatu proses ekstrakranium
(Konsensus Penanganan Kejang Demam,UKK neurologi IDAI, 2005)

Kejang Demam adalah Kejang pada anak usia > 1 bulan berhubungan dengan
adanya demam. Tidak disebabkan infeksi SSP, Tidak terdapat kejang pada masa
neonatus sebelumnya, tidak ada kejang tanpa provokasi sebelumnya,tidak ada
penyebab lain kejang (gangguan elektrolit dll)
(ILAE,Commission on Epidemiology & Prognosis, 1993)

kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak yang berhubungan
dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur
kurang dari 4 minggu tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus
dibedakan dengan epilepsi,yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa
demam.
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti
meningitis, ensefatitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai
prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya
mengenai sistem susunan saraf pusat. Dahulu Livingston membagi kejang demam
menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana (simple febrile
convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered of by
fever).
Hampir 3% daripada anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah
menderitanya (Millichap, 1968). Wegman (1939) dan Millichap (1959) dari

8
percobaan binatang berkesimpulan bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya bangkitan kejang.

EPIDEMIOLOGI

Kejang demam terjadi pada 2 % - 4 % dari populasi anak 6 bulan- 5 tahun. 80 %


merupakan kejang demam sederhana, sedangkan 20% kasus adalah kejang demam
kompleks. 8 % berlangsung lama (lebih dari 15 menit). 16 % berulang dalam waktu 24
jam. Kejang pertama terbanyak di antara umur 17 - 23 bulan. Anak laki-laki lebih sering
mengalami kejang demam. Bila kejang demam sederhana yang
pertama terjadi pada umur kurang dari 12 bulan, maka risiko kejang demam ke dua 50 %,
dan bila kejang demam seder -hana pertama terjadi setelah umur 12 bulan, risiko kejang demam
ke dua turunmenjadi 30%.. Setelah kejang demam pertama, 2-4 % anak akan berkembang
menjadi epilepsidan ini 4 kali risikonya dibandingkan populasi umum.
Hirz DG. Febrile seizures. Ped in Rev 1997;18:5-9
Baumer JH. Evidence based Guideline for post-seizure management in childrenpresenting acutely
to secondary care. Arch Dis Child 2004; 89:278-280.

70 – 80% KD sederhana, 20 - 30% KD kompleks dan 4% fokal- 8% berlangsung


> 15 mnt- 16% berulang dalam 24 jam.

Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta


cepatnya suhu meningkat (Wegman, 1939; Prichard dan McGreal, 1958). Faktor
hereditas juga mempunyai peranan. Lennox-Buchthal (1971) berpendapat bahwa
kepekaan terhadap bangkitan kejang demam diturunkan oleh sebuah gen dominan
dengan penetrasi yang tidak sempurna. Lennox (1949) berpendapat bahwa 41,2%
anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak
normal hanya 3%.

9
KLASIFIKASI KEJANG DEMAM (KD)
Umumnya kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang
demam sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan berlangsung
umum, dan kejang demam kompleks, yang berlangsung kurang dari 15 menit,
fokal, atau multiple (lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam). Kriteria
penggolongan tersebut dikemukan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini terdapat
beberapa perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang,
tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekam
otak dan lainnya
Menurut Konsensus Penanganan Kejang Demam UKK Neurologi IDAI
2005. Kejang demam diklasifikasikan menjadi :
1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)
ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993;34;592-8

1. Kejang demam sederhana


Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, umum, tonik
dan atau klonik , umumnya akan berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang dalam
waktu 24 jam.
ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993;34;592-8Stafstrom CE. The
incidence and prevalence of febrile seizures. Dalam : Baram TZ,Shinnar S, eds, febrile seizures,
San Diego : Academic Press 2002;p.1-20

2. Kejang demam kompleks


Kejang demam dengan ciri (salah satu di bawah ini):
1. Kejang lama > 15 menit
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Penjelasan:

10
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang
lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar.
Nelson KB, Ellenberg JH. Prognosi in Febrile seizure. Pediatr 1978;61:720-7 Berg AT, Shinnar
S. Complex febrile seizure. Epilepsia 1996;37:126-33

Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang
parsial.
Annegers JF, Hauser W, Shirts SB, Kurland LT. Factors prognostic of unprovoked seizuresafter
febrile convulsions. NEJM 1987;316:493-8

Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari , diantara 2 bangkitan kejang
anak sadar.
Shinnar S. Febrile seizures In : Swaiman KS, AshwalS,eds. Pediatric Neurology principles and
practice. St Lois : Mosby 1999,p.676-82.

Kalsifikasi KD menurut Prichard dan Mc Greal2


Prichard dan Mc Greal membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
1. Kejang demam sederhana
2. Kejang demam tidak khas

Ciri–ciri kejang demam sederhana ialah:


 Kejangnya bersifat simetris, artinya akan terlihat lengan dan tungkai kiri yang
kejang sama seperti yang kanan
 Usia penderita antara 6 bulan - 4 tahun
 Suhu 1000F (37,780C) atau lebih
 Lamanya kejang berlangsung kurang dari 30 menit
 Keadaan neurology (fs saraf) normal dan setelah kejang juga tetap normal
 EEG (electro encephalography – rekaman otak) yang dibuat setelah tidak
demam adalah normal.
 Kejang demam yang tidak memenuhi butir tersebut diatas digolongkan
sebagai kejang demam tidak khas

11
Klasifikasi KD menurut Livingston2
Livingston membagi dalam:
1. KD sederhana
2. Epilepsy yang dicetuskan oleh demam

Ciri-ciri KD sederhana:
 Kejang bersifat umum
 Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
 Usia waktu KD pertama muncul kurang dari 6 tahun
 Frekuensi serangan 1-4 kali dalam satu tahun
 EEG normal
KD yang tidak sesuai dengan ciri tersebut diatas digolongkan sebagai epilepsy
yang dicetuskan oleh demam

Klasifikasi KD menurut Fukuyama


Fukuyama juga membagi KD menjadi 2 golongan, yaitu:
 KD sederhana
 KD kompleks
Ciri-ciri KD sederhana menurut Fukuyama:2
 Pada keluarga penderita tidak ada riwayat epilepsy
 Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun
 Serangan KD yang pertama terjadi antara usia 6 bulan - 6 tahun
 Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20menit
 Kejang tidak bersifat fokal
 Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
 Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologist atau abnormalitas
perkembangan
 Kejang tidak berulang dalam waktu singkat
KD yang tidak sesuai dengan criteria tersebut diatas digolongkan sebagai KD
jenis kompleks

12
Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FKUI – RSCM Jakarta, menggunakan
criteria Livingston yang telah dimodifikasi sebagai pedoman untuak membuat
diagnosis kejang demam sederhana, yaitu:
 Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 6 tahun
 Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
 Kejang bersifat umum
 Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
 Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal
tidak menunjukkan kelainan
 Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali
KD yang tidak memenuhi kriteria diatas digolongkan sebagai epilepsi yang
diprovokasi oleh demam. Kejang kelompok kedua ini mempunyai suatu dasar
kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya
merupakan faktor pencetus.

FAKTOR RESIKO
Faktor resiko pertama yang penting pada kejang demam adalah demam. Selain
itu juga terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara
kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam
pengawasan khusus, dan kadar natrium rendah.
Faktor risiko berulangnya kejang demam
Kejang demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya
kejang demam adalah :
1. Riwayat kejang demam d alam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan
berulang 80 %, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut hanya 10 % - 15

13
% kemungkinan berulang. Kemungkinan berulang paling besar pada tahun
pertama.
Berg AT, dkk. Predictors of recurrent febrile seizure: a prospective study of the
circumstancessurrounding the initial febrile seizure, NEJM 1992;327:1122-7 Annegers JF, dkk.
Reccurrence of febrile convulsion in a population based cohort. Epilepsy Res 1990;66:1009-
14Knudsen FU. Recurrence risk after first febrile seizure and effect short term diazepam
prophylaxis Arch Dis Child 1996;17:33-8

Faktor risiko terjadinya epilepsy


Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko
menjadi epilepsi adalah :
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama.
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung Masing-masing faktor
risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4 % - 6 %, kombinasi
dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10 % -
49 % (Level II-2). Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan
pemberian obat rumat pada kejang demam.
Nelson KB dan Ellenberg JH. Prognosis in children with febrile seizure. Pediatr 1978;61:720-
7 Annegers JF, dkk. Factor prognotic of unprovoked seizures after febrile convulsions.
NEJM1987;316:493-8

Pada penderita kejang demam risiko saudara kandung berikutnya untuk


mendapat kejang demam ialah 10%. Namun bila satu dari orang-tuanya dan satu
saudara pernah pula mengalami KD, kemungkinan ini meningkat menjadi 50%.
Penelitian Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing juga memperoleh data riwayat
keluarga pada 231 penderita KD Dari mereka ini 60 penderita merupakan anak
tunggal waktu diperiksa. Sedang 221 penderita lainnya - yang mempunyai satu
atau lebih saudara kandung - 79 penderita (36%) mempunyai satu atau lebih
saudara kandung yang pemah mengalami kejang yang disertai demam. Jumlah

14
seluruh saudara kandung dari 221 penderita ini ialah 812 orang, dan 119 (14,7%)
di antaranya pernah mengalami kejang yang disertai demam.

ETIOLOGI
Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti. Ada
beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang
demam,yaitu:
 Demamnya sendiri : Kebutuhan O2 meningkat
 Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap
otak
 Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
 Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
 Gabungan semua faktor diatas
Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang
demam. Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak
sedang demam. Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah imunisasi
pertusis (DPT) dan morbili (campak).
Dari penelitian yang telah dilakukan Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing pada 297
penderita kejang demam, 66 (22,2%) penderita tidak diketahui
penyebabnya.2Penyebab utama didasarkan atas bagian tubuh yang terlibat
peradangan. Ada penderita yang mengalami kelainan pada lebih dari satu bagian
tubuhnya, misalnya tonsilo-faringitis dan otrtis media akut.
Pernah dilaporkan bahwa infeksi tertentu lebih sering di-sertai KD daripada
infeksi lainnya. Sekitar 4,8% - 45% penderita gastroenteritis oteh kuman Shigella
mengaiami KD dibanding gastroenteritis oieh kuman penyebab lainnya di mana
angka kejadian KD hanya sekitar 1%,Lahat dkk, 1984 mengemukakan bahwa
tingginya angka kejadian KD pada shigellosis dan salmonellosis mungkin
berkaitan dengan efek toksik akibat racun yang dihasilkan kuman bersangkutan.

15
PATOFISIOLOGI
Masih belum jelas, hippocampus dan termoregulator dihippothalamus
imatur sehingga rentan kejang (agespecificity of the brain’s sensitivity to fever).
Percobaan otak tikus in vitro, peningkatan temperatur pdhipocampus menginduksi
aktivitas epileptiform
Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa
faktor fisiologis dianggap bertanggung jawab atas berkembangnya suatu
kejang 1.Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk memetabolisme otak
yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen
disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui
sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui
proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam
adalah lipid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran
sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit
dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-).
Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ menjadi
rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya. Karena perbedaan
jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan petensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-
ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan petensial membran ini dapat diubah oleh adanya:
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%.

16
Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron, dan dalam waktu yang singkat dapat terjadi difusi ion
kalium listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
ke seluruh sel maupun ke membran tetangganya dengan bantuan bahan yang
disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang
kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang
anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan
ambang kejang yang rendah, kejang sudah dapat terjadi pada suhu 38 oC,
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat
terjadi pada suhu 40oC atau lebih.
Pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet
sedangkan otot pernafasan tidak efisien sehingga tidak sempat bernafas yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, hipoglikemia, laktat asidosis
disebabkan metabolisme anaerob, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat oleh karena meningkatnya
aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul oedem otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron.

MANIFESTASI KLINIK
Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang
cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 390C atau lebih (rectal).
Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik. Bentuk
kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik keatas dengan disertai
kekakuan atau kelemahan,gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan,
atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8%
yang berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri setelah
mendapat pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak capek,

17
mengantuk, tertidur pulas, dan tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak
atau disebut periode mengantuk singkat pasca kejang, tetapi setelah beberapa
detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis.
Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering bersifat
fokal atau unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese Tood (lumpuh
sementara pasca serangan kejang) yang berlangsung beberapa jam sampai
beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang
menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama biasanya lebih sering terjadi
pada kejang demam yang pertama.

DIAGNOSIS
Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingston yang
telah dimodifikasi, yang merupakan pedoman yang dipakai oleh Sub Bagian Saraf
Anak IKA FKUI-RSCM Jakarta, yaitu:
 Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 6 tahun
 Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15menit
 Kejang bersifat umum
 Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
 Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal
tidak menunjukkan kelainan
 Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali
Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang
demam, dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak
didapatkan gejala neurologis lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu.
Tetapi perlu diingat bahwa kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat pula
tejadi pada kelainan lain, misalnya pada radang selaput otak (meningitis) atau
radang otak (ensefalitis).

18
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan, dan dapat dikerjakan untuk mengevaluasi
sumber infeksi atau mencari penyebab demam, seperti darah perifer, elektrolit dan gula
darah (level II-2 dan level III, rekomendasi D).
Gerber dan Berliner. The child with a simple febrile seizure. Appropriate diagnostic
evaluation. Arch Dis Child 1981;135:431-3 AAP, The neurodiagnostic evaluation of the child with
a first simple febrile seizures. Pediatr 1996;97:769-95

Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6 % - 6,7
%. Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas secara klinis, oleh
karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12-18 bulan : dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan : tidak rutin Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak
perlu dilakukan pungsi lumbal.
AAP, The neurodiagnostic evaluation of the child with a first simple febrile seizures. Pediatr
1996;97:769-95 Baumer JH. Evidence based guideline for post-seizure management in
childrenpresenting acutely to secondary care. Arch Dis Child 2004; 89:278-280.

Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh
karenanya tidak direkomendasikan ( level II-2, rekomendasi E).
AAP, The neurodiagnostic evaluation of the child with a first simple febrile seizures. Pediatr
1996;97:769-95Millichap JG. Management of febrile seizures : current concepts and
recommendations for Phenobarbital and electroencephalogram. Clin Electroencephalogr
1991;22:5-10

19
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak
khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam
fokal.
Kesepakatan Saraf Anak 2005

Pencitraan
Foto X-ray kepala dan neuropencitraan seperti Computed Tomography (CT)atau
Magnetic Resonance Imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutindan atas
indikasi, seperti:
1.Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2.Parese nervus VI
3.Papiledema
Wong V, dkk. Clinical Guideline on Management of Febrile Convulsion.HK J Paediatr
2002;7:143-151

PENATALAKSANAAN

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis
diazepam intravena adalah 0,3 - 0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1 - 2
mg/menit atau dalam waktu 3 - 5 menit, dengan dosis maksimal 20mg.Obat yang praktis
dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal (level II-
2, level II-3, rekomendasi B). Dosis diazepam rectal adalah 0,5 - 0,75 mg/kg atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk
berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah
usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun (lihat bagan penatalaksanaan
kejang demam).
Knudsen FU. Rectal administration of diazepamin solution in the acute treatment of convulsionIn
infants and children. Arch Dis Child 1979;54:855-7.Dieckman J. Rectal diazepam for prehospital
status epilepticus. An Emerg Med 1994;23:216-24Knudsen FU. Practical management approaches to simple

20
and complex febrile seizures.Dalam: Baram TZ, Shinnar S, eds, Febrile seizures. San Diego : Academic
Press 2002;p.1-20

Kejang yang belum berhenti dengan diazepam rektal dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila 2 kali dengan
diazepam rektal masih kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dan disini dapat diberikan
diazepam intravena dengan dosis 0,3 - 0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum
berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10 - 20 mg/kg/kali
dengan kecepatan 1 mg /kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti
dosis selanjutnya adalah 4 - 8 mg/kg/hari, yaitu12 jam setelah dosis awal. Bila
dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat
intensif.
Soetomenggolo TS. Buku Ajar neurologi Anak.1999 Fukuyama Y, dkk. Practical guidelines for
physician in the management of febrile seizures. Brain Dev 1996;18:479-484

Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang
demam dan faktor risikonya, apakah kejang demam sederhana atau kompleks

Pemberian obat pada saat demam Antipiretik


Antipiretik pada saat demam dianjurkan, walaupun tidak ditemukan bukti
bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam (level
I,rekomendasi E). Dosis asetaminofen yang digunakan berkisar 10-15
mg/kg/kalidiberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-
10mg/kg/kali ,3 - 4 kali sehari.
Camfield PR, dkk. The first febrile seizures-Antipyretic instruction plus either phenobarbital
or Plecebo to prevent recurrence. J Pediatr 1980;97:16-21.Uhari M, dkk. Effect of acetaminophen
and of low intermittent doses of diazepam on Prevention of recurrences of febrile seizures. J
Pediatr 1995;126:991-5

Asetaminofen dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari
18 bulan, meskipun jarang. Antipiretik pilihan adalah parasetamol 10 mg/kg yang
sama efektifnya dengan ibuprofen 5 mg/kg dalam menurunkan suhu tubuh.

21
Van Esch A, dkk. Antipyretic efficacy of ibuprofen and acetaminophen in children with
febrileseizures. Arch Pediatr Adolesc Med. 1995;149:632-5

Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang (1/3 - 2/3 kasus), begitu pula dengandiazepam rektal
dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 0C (level I,rekomendasi E).Dosis
tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup
berat pada 25-39 % kasus. Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam
tidak berguna untuk mencegah kejang demam.
Knudsen FU. Practical management approaches to simple and complex febrile seizures.Dalam: Baram TZ,
Shinnar S, eds, Febrile seizures. San Diego : Academic Press 2002;p.1-20

Pemberian obat rumat Indikasi pemberian obat rumat


Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai
berikut (salah satu):
1. Kejang lama > 15 menit2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnyahemiparesis, paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental,
hidrosefalus. 3. Kejang fokal4. Perngobatan rumat dipertimbangkan bila:. Kejang
berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam. Kejang demam terjadi pada bayi kurang
dari 12 bulan. kejang demam > 4 kali per tahun

Penjelasan:*
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit
merupakanindikasi pengobatan rumat* Kelainan neurologis tidak nyata misalnya
keterlambatan perkembangan ringanbukan merupakan indikasi* Kejang fokal atau fokal
menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyaifokus organik

Jenis obat antikonvulsan


Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang (level I).

22
Mamelle C, dkk. Prevention of recurrent febrile convulsion ² a randomized therapeutic assay
:Sodium valproate, Phenobarbital and placebo. Neuropediatrics 1984;15:37-42 Farwell JR,
dkk. Phenobarbital for febrile seizures-effects on intelligence and on seizurerecurrence. NEJM
1990:322:364-9

Dengan meningkatnya pengetahuan bahwa kejang demam benign dan efek


samping penggunaan obat terhadap kognitif dan perilaku, profilaksis terusmenerus diberikan
dalam jangka pendek, dan pada kasus yang sangat selektif (rekomendasi D).
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan
kesulitan belajar (40 - 50 %).Obat pilihan saat ini adalah asam valproat meskipun
dapat menyebabkan hepatitis namun insidensnya kecil. Dosis asam valproat 15 -
40 mg/kg/hari dalam 2- 3 dosis dan fenobarbital 3 - 4 mg/kg per hari dalam 1 - 2
dosis.
AAP, Committee on drugs. Behavioral and cognitive effects of anticonvulsant
theraopy. Pediatr 1995;96::538-40 AAP. Practice parameter: Longterm treatment of the child with
simple febrile seizures Pediatr 1999;103;1307-9Knudsen FU. Febrile seizures-treatment
and outcome. Epilepsia 2000;41;2-9.

Lama pengobatan rumat


Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan
secarabertahap selama 1-2 bulan.
Soetomenggolo TS. Buku Ajar Neurologi Anak 1999Knudsen FU. Febrile seizures: treatment and
outcome. Brain Dev 1996;18:438-49.

Edukasi pada orang tua


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saatkejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.Kecemasan ini harus
dikurangi dengan cara yang diantaranya :
1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat efek samping obat

23
Wong V, dkk. Clinical Guideline on Management of Febrile Convulsion.HK J Paediatr
2002;7:143-151

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang:


1. Tetap tenang dan tidak panic
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, sebaiknya
jangan memasukkan sesuatu kedalam muluT
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti
7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih
Fukuyama Y, dkk. Practical guidelaines for physician in the management of febrile seizures.
Brain Dev 1996;18: 479-484.12.

Vaksinasi
Sejauh in tidak ada kontra indikasi dengan standar vaksinasi. Kejang setelah
demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6 - 9 kasus
per 100.000 anak yang divaksinasi sedangkan setelah vaksinasiMMR 25 - 34 per
100.000. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral ataurektal bila anak demam,
terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan
asetaminofen pada saat vaksinasi hingga 3 harikemudian.
Lampiran
Bagan Penatalaksanaan Kejang Demam
KEJANG
1.Diazepam rektal 0,5 mg/kg
atau Berat badan < 10 kg : 5 mg Berat badan >
10 kg : 10 mg
KEJANG

24
Diazepam rectal 2. Diazepam iv 0,3-0,5 mg/kg

(5 menit)
Di Rumah Sakit

KEJANG
Diazepam iv
Kecepatan 0,5 - 1 mg/menit (3 - 5 menit)(Depresi pernapasan dapat terjadi)

KEJANG
Fenitoin bolus iv 10-20 mg/kg Kecepatan 0,5 ² 1 mg/kgBB/menit

KEJANG
Transfer ke ruang rawat intensif

Penjelasan:
1. Bila kejang berhenti, terapi profilaksis intermiten atau rumatan
diberikanberdasarkan apakah kejang demam sederhana atau kompleks
danbagaimana faktor risikonya.
2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena (20 menit)dicampur
dengan cairan NaCl fisiologis, untuk mengurangi efek samping aritmia dan hipotensi.
Knudsen FU. Febrile seizures: treatment and outcome. Brain Dev
1996;18:438-49. Fukuyama Y, dkk. Practical guidelaines for
physician in the management of febrile seizures. Brain Dev
1996;18: 479-484.Kesepakatan saraf anak

25
PROGNOSIS
Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik
dan tidak perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi
terulangnya kejang berkisar antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6
bulan pertama. Apabila melihat pada umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga,
Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan:
 Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50%
dan pria 33%.
 Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga
adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa
riwayatkejang 25%.
 Angka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara penelitian,
misalnya Lumbantobing (1975) pada penelitiannya mendapatkan 6%,
sedangkan Living-ston (1954) mendapatkan dari golongan kejang demam
sederhana hanya 2,9% yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang
diprovokasi oleh demam temyata 97% yang menjadi epilepsi.2

Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam
tergantung dari faktor:2
 Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.
 Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita
kejang demam.
 Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian
hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila
hanya terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang
tanpa demam hanya 2% - 3% saja ("Consensus Statement on Febrile Seizures,
1981") Pada penelitian yang dilakukan oleh The National Collaboratlve Perinatal
Project di Amerika Serikat , dalam hal mana 1.706 anak pasca kejang demam
diikuti perkembangannya sampai usia 7 tahun, tidak didapatkan

26
kematiansebagai akibat kejang demam. Anak dengan kejang demam ini
lalu dibandingkan dengan saudara kandungnya yang normal, terhadap tes iQ
dengan menggunakan WISC. Angka rata-rata untuk iQ total ialah 93 pada
anak yang pernah mendapat kejang demam. Skor ini tidak berbeda bermakna dari
saudara kandungnya (kontrol). Anak yang .sebelum terjadinya kejang demam
sudah abnormal atau dicurigai menunjukkan gejala yang abnormal, rnempunyai
skor yang lebih rendah daripada saudara kandungnya. Hasil yang diperoleh the
National Collaborative Perinatal Project ini hampir serupa dengan yang
didapatkan di Inggris oleh The National Child Development-Study* Didapatkan
bahwa anak yang pernah mengaiami KD kinerjanya tidak berbeda dengan
populasi umum waktu di tes pada usia 7 dan 11 tahun.2,3,4,5,6
Pada penelitian Ellenberg dan Nelson mendapatkan tidak ada perbedaan IQ
waktu diperiksa pada usia 7 tahun antara anak dengan KD dan kembarannya yang
tanpa kejang demam.4

BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien ini didiagnosis dengan Status epileptikus e.c. KDK dd encephalopathy .


Penegakan diagnosa ini didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik.

27
Dari hasil anamnesis, ditemukan keluhan kejang 3 jam sebelum dibawa ke RS.
Kejang pertama kali di rumah terus menerus, general tonik klonik. Lalu pasien
dibawa ke Puskesmas Gedangan, masih kejang, lalu diberi diazepam supp 5 mg
2x (interval 15 menit), kejang tidak berhenti. Kemudian diberi diazepam i.v. 0.5
cc, kejang tidak berhenti. Kejang ada periode berhenti, tapi hanya sebentar dan
pasien tdk sadar. Saat tiba di RSUD Kanjuruhan, pasien masih kejang, berhenti
sebentar dan pasien tidak sadar. Pasien mengalami demam sejak 1 hari yang lalu,
sumer-sumer. Namun 4 jam SMRS demam tinggi, 1 jam kemudian kejang. Pasien
jatuh dari gendongan 2 hari yang lalu. Posisi telungkup, kepala membentur lantai,
pasien hanya menangis.

Dari hasil pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan, dari hasil pemeiksaan
status neurologis GCS 1-2-3
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah :
• O2 NC 2 lpm
• IVFD NS 900cc/24 jam = 12 tpm makro
• IV loading Phenytoin 15 mg/kgBB/menit = 135 mg dalam 20 cc NS dalam
30 menit
• IV maintenance Phenytoin 3 mg/kgBB/kali = 3x30 mg à 12 jam setelah
loading
• IV Antrain 3x100 mg
• IV Ranitidin 2x10 mg
• IV Dexamethasone loading 9 mg à maintenance 3x3 mg
• IV Ceftriaxone 2x450 mg

28
BAB V
KESIMPULAN

Demam merupakan gejala yang sering dijumpai di anak. Demam yang


tinggi dapat menimbulakn terjadinya kejang. Demam yang memciu terjadinya
kejang ditandai dengan suhu tubuh anak yang mencapai 38 C.
Pertolongan pertama pada anak dengan ejang demam yaitu membawa anak
ke rumah sakit dengan diberikan diazepam rectal yang berfungsi untuk mengatasi
kejang. Serta obat penurun demam yang berupa injeksi maupun oral. Kejang
demam yang berlangsung singkat atau kurang dari 5 menit pada umumnya tidak
menimbulkan prognosis yang buruk dan tidak menimbulkan gejala sisa seperti
neuron neuron otak yang rusak
Komplikasi yang mungkin terjadi jika anak mengalami kejang demam yang
berlangsung lama yaitu lebi dari 15 menit dapat menyebabkan kerusakan otak
dengan mekanisme eksitotoksis, selain penurunan mental dan kerusakan pada
daerah medial lobus temporalis.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Tumbelaka,Alan R.,Trihono, Partini P.,Kurniati,Nia.,Putro Widodo,Dwi.


Penanganan Demam Pada Anak Secara Profesional: Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLVII.Cetakan pertama,FKUI-
RSCM.Jakara,2005
2. Lumbantobing,S.M:Kejang Demam.Balai Penerbit FKUI,Jakarta,2007
3. Asril Aminulah, Prof Bambang Madiyono. Hot Topik In Pediateric II :
Kejang Pada Anak. Cetakan ke2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2002.
4. Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson Ilmu
Kesehatan Anak : Kejang Demam. 18 edition. EGC, Jakarta 2007.
5. Fleisher, Gary R, M.D., Stephen Ludwig, M.G. Text Book Of Pediatric
Emergency Medicine : Seizures. Williams & Wilkins Baltimore. London
6. Mansjoer, Arif., Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek
Setyowulan. Kapita Selekta Kedokteran : kejang Demam. Edisi ke3 Jilid 2.
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 2000.
7. Gary R. Fleisher, Stephen Ludwig. Textbook of Pediatric Emergency
Medicine 4th edition (January 15, 2000).Seizures. Lippincott, Williams &
Wilkins,USA,2000
8. Kejang,Demam,Guideline http://www.sehatgroup.web.id/artikel/1089.asp?
FNM=10899.
9. Acute Management of Infants and Children with Seizures. December 2004
http://www.health.nsw.gov.au/fcsd/rmc/cib/circulars/2004/cir2004-66.pdf
10. Prodigy Guidance - Febrile convulsion. April 2005.
http://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?gt=Febrile%20convulsion

30

Anda mungkin juga menyukai