Anda di halaman 1dari 9

Penggunaan obat off-label : apa

dan mengapa?

(h ps://zulliesikawati.files.wordpress.com/2010/07
/drugguide_header.jpg)Pernah dengar ngga bahwa sertralin (suatu obat
anti depresan) bisa digunakan untuk mengatasi ejakulasi dini pada pria?
Atau bahwa ketotifen (suatu anti histamin) sering diresepkan sebagai
perangsang nafsu makan untuk anak-anak? Atau amitriptilin (suatu obat
anti depresi juga) dipakai untuk mengobati nyeri neuropatik? Ini adalah
contoh-contoh penggunaan off-label. Apa tuh penggunaan obat
off-label?

Obat Off-label

Penggunaan obat off-label adalah penggunaan obat di luar indikasi yang


disetujui oleh lembaga yang berwenang. Lembaga berwenang itu kalau di
Amerika adalah Food and Drug Administration (FDA), sedangkan di
Indonesia adalah Badan POM. Tetapi karena umumnya obat-obat yang
masuk ke Indonesia adalah obat impor yang persetujuannya dimintakan
ke FDA, maka bisa dibilang bahwa indikasi yang dimaksud adalah
indikasi yang disetujui oleh FDA.

Perlu diketahui bahwa sebelum obat dipasarkan, mereka harus melalui


uji klinik yang ketat, mulai dari fase 1 sampai dengan 3. Uji klinik fase 1
adalah uji pada manusia sehat, untuk memastikan keamanan obat jika
dipakai oleh manusia. Uji klinik fase 2 adalah uji pada manusia dengan
penyakit tertentu yang dituju oleh penggunaan obat tersebut, dalam
jumlah terbatas, untuk membuktikan efek farmakologi obat tersebut. Uji
klinik fase 3 adalah seperti uji klinik fase 2 dengan jumlah populasi yang
luas, biasanya dilakukan secara multi center di beberapa kota/negara. Jika
hasil uji klinik cukup meyakinkan bahwa obat aman dan efektif, maka
produsen akan mendaftarkan pada FDA untuk disetujui penggunaannya
untuk indikasi tertentu.

Mengapa obat digunakan secara off-label?

Satu macam obat bisa memiliki lebih dari satu macam indikasi atau
tujuan penggunaan obat. Jika ada lebih dari satu indikasi, maka semua
indikasi tersebut harus diujikan secara klinik dan dimintakan persetujuan
pada FDA atau lembaga berwenang lain di setiap negara. Suatu uji klinik
yang umumnya berbiaya besar itu biasanya ditujukan hanya untuk satu
macam indikasi pada keadaan penyakit tertentu pula. Nah…
seringkali,… ada dokter yang meresepkan obat-obat untuk indikasi-
indikasi yang belum diujikan secara klinik. Itu disebut penggunaan obat
off-label. Atau bisa jadi, obat mungkin sudah ada bukti-bukti klinisnya,
tetapi memang tidak dimintakan approval kepada lembaga berwenang
karena berbagai alasan (misalnya alasan finansial), maka penggunaannya
juga dapat digolongkan penggunaan obat off-label.

Penggunaan obat-obatan off-label cukup banyak terjadi. Seperlima dari


semua obat yang diresepkan di Amerika adalah bersifat off-label. Dan
pada obat-obat untuk gangguan psikiatrik, penggunaan obat off-label
meningkat sampai 31%. Contohnya risperidon, yang diindikasikan
sebagai obat antipsikotik untuk pengobatan penyakit skizoprenia/sakit
jiwa, banyak digunakan untuk mengatasi gangguan hiperaktifitas dan
gangguan pemusatan perhatian pada anak-anak, walaupun belum ada
persetujuan dari FDA untuk indikasi tersebut. Selain itu, uji klinik
biasanya tidak dilakukan terhadap anak-anak, sehingga diduga 50-75%
dari semua obat yang diresepkan oleh dokter anak di AS adalah berupa
penggunaan off-label, karena memang indikasinya untuk penggunaan
pada anak-anak belum mendapat persetujuan FDA.

Mengapa dokter meresepkan obat off-label?

Bisa jadi karena obat-obat yang tersedia dan approved tidak memberikan
efek yang diinginkan, sehingga dokter mencoba obat yang belum
disetujui indikasinya. Beberapa alasannya antara lain adalah adanya
dugaan bahwa obat dari golongan yang sama memiliki efek yang sama
(walaupun belum disetujui indikasinya), adanya perluasan ke bentuk
yang lebih ringan dari indikasi yang disetujui, atau perluasan pemakaian
untuk kondisi tertentu yang masih terkait (misalnya montelukast untuk
asma digunakan untuk Penyakit paru obstruksi kronis), dll. Atau memang
dokternya ingin coba-coba walaupun belum ada bukti klinik yang
mendukung.
Penggunaan obat off-label yang sering terjadi adalah pada pengobatan
kanker. Sebuah studi tahun 1991 menemukan bahwa sepertiga dari
semua pemberian obat untuk pasien kanker adalah off-label, dan lebih
dari setengah pasien kanker menerima sedikitnya satu obat untuk
indikasi off-label. Sebuah survei pada tahun 1997 terhadap sebanyak 200
dokter kanker oleh American Enterprise Institute dan American Cancer
Society menemukan bahwa 60% dari mereka meresepkan obat off-label.
Hal ini karena umumnya uji klinik untuk obat kanker dilakukan pada
satu jenis kanker tertentu, sehingga indikasi yang disetujui adalah hanya
untuk jenis kanker tertentu. Tetapi kenyataannya, dokter sering mencoba
obat kanker tersebut untuk jenis kanker yang lain yang belum disetujui
penggunaannya. Maka ini termasuk juga penggunaan obat off-label.

Apa saja contoh penggunaan obat off-label?

Penggunaan obat off-label sendiri ada dua jenis. Yang pertama, obat
disetujui untuk mengobati penyakit tertentu, tapi kemudian digunakan
untuk penyakit yang sama sekali berbeda. Misalnya amitriptilin yang
disetujui sebagai anti depresi, digunakan untuk mengatasi nyeri
neuropatik. Yang kedua, obat disetujui untuk pengobatan penyakit
tertentu, namun kemudian diresepkan untuk keadaan yang masih
terkait, tetapi di luar spesifikasi yang disetujui. Contohnya adalah Viagra,
yang diindikasikan untuk mengatasi disfungsi ereksi pada pria, tetapi
digunakan untuk meningkatkan gairah sexual buat pria walaupun
mereka tidak mengalami impotensi atau disfungsi ereksi.

Beberapa contoh lain penggunaan obat off-label antara lain adalah:

Actiq (oral transmucosal fentanyl citrate), digunakan secara off-label


untuk mengatasi nyeri kronis yang bukan disebabkan oleh kanker,
meskipun indikasi yang disetjui oleh FDA adalah untuk nyeri kanker.
Carbamazepine, suatu obat anti epilepsi, banyak dipakai sebagai
mood stabilizer
Gabapentin, disetujui sebagai anti kejang dan neuralgia (nyeri syaraf)
post herpes, banyak dipakai secara off-label untuk gangguan bipolar,
tremor/gemetar, pencegah migrain, nyeri neuropatik, dll.
sertraline, yang disetujui sebagai anti-depressant, ternyata banyak juga
diresepkan off-label sebagai pengatasan ejakulasi dini pada pria.

Dan masih banyak lagi, yang mungkin pada satu negara dengan negara
lain terdapat jenis-jenis penggunaan obat off-label yang berbeda.
Beberapa golongan obat populer yang sering dipakai off-label antara lain
adalah obat-obat jantung, anti kejang, anti asma, anti alergi, dll. seperti
tertera dalam gambar.

Apa pentingnya mengetahui ini?

Penggunaan obat off-label sah-sah saja dan seringkali bermanfaat. Bisa


jadi bukti klinis tentang efikasinya sudah ada, tetapi belum dimintakan
approval kepada lembaga berwenang karena berbagai alasan. Tetapi
(h ps://zulliesikawati.files.wordpress.com/2010/07/off-label.gif )
Golongan obat yang sering digunakan secara off-label

perlu diketahui juga bahwa karena obat ini digunakan di luar indikasi yang
tertulis dalam label obat, maka jika obat memberikan efek yang tidak
diinginkan, produsen tidak bertanggung-jawab terhadap kejadian
tersebut. Kadang pasien juga tidak mendapatkan informasi yang cukup
dari dokter jika dokter meresepkan obat secara off label. Dan jika terdapat
penggunaan obat off-label yang tidak benar, maka tentu akan
meningkatkan biaya kesehatan. Faktanya banyak penggunaan obat
off-label yang memang belum didukung bukti klinis yang kuat. Lebih rugi
lagi adalah bahwa obat-obat yang diresepkan secara off-label umumnya
tidak dicover oleh asuransi, sehingga pasien harus membayar sendiri
obat yang belum terjamin efikasi dan keamanannya.

Bagi sejawat apoteker, pengetahuan tentang obat-obat off-label sangat


penting untuk memahami pengobatan seorang pasien. Jika dijumpai
suatu obat yang nampaknya tidak sesuai indikasi, sebaiknya tidak serta
merta menyatakan bahwa pengobatan tidak rasional (atau malah bengong
karena bingung… hehe), karena bisa jadi ada bukti-bukti klinis baru
mengenai penggunaan obat tersebut yang belum dimintakan persetujuan
dan masih dalam tahap investigational. Sejawat apoteker perlu
memperluas wawasan dan selalu meng-update pengetahuan mengenai
obat-obat baru maupun bukti-bukti klinis baru yang sangat cepat
perkembangannya.

Demikian sekilas info, semoga bermanfaat.


joanita adiningsih (21:00:14) :
Bu, kalau seandainya ada gugatan g penggunaan obat pff-label,
bukannyayg menjadi referensi perusahaan da BPOM adalah label yg
disetujui

Jwb:
Iya, yang berisiko kena gugatan adalah dokter yang meresepkan, sejauh
tidak bisa memberikan argumentasi ilmiah pemakaian obat tersebut
secara off label

Julisiana (20:55:58) :
Pada kenyataannya, apabila ada gugatan g penggunaan obat
tersebut, maka yg menjadi referensi perusahaan dan BPOM adalah
label resmi yg disetujui Badan POM. Bagaiman kalau seperti itu Bu?

jawab:
Ya, karena itu berisiko jika tidak bisa berargumentasi secara ilmiah.
Itupun jika argumentasinya diterima.

30 05 2015
Nadjeeb (03:44:48) :
Sukses acara seminarnya Prof g obat2 off label di Fakultas Farmasi
UMI-Makassar hari ini.

8 07 2014
septiany (06:36:38) :
lalu bagaimana apoteker kemudian menyikapi obat yang off label ini
bu, baiknya tetap dilayani atau tidak. terima kasih

Jawab:
Apoteker harus update ilmu, terutama tentang bukti klinis penggunaan
obat, karena tidak semua obat off-label tidak tepat.. selama ada dukungan
bukti klinis yang kuat, obat off-label beralasan untuk digunakan. Apoteker
sebaiknya bisa memberi informasi yang tepat pada pasien jika
dibutuhkan.

17 01 2013
riana mei hapsari (18:34:52) :
ass, ibu saya mau menanyakan untuk referensi g off label dari mana
saja yaw bu? apakah ada buku yg membahas tentang off – label.
krena sya sedang mengerjakan skripsi g off-lable drugs

jawab:
Buku khusus saya ngga tau dan ngga punya, tapi googling saja banyak
kok, asal bisa memilih sumber yang valid. Cari yang dari institusi
pendidikan, atau organisasi yg kredibel.

17 01 2013
Nuniek aulia (02:37:25) :
mau tanya bu…mgkn terkait tulisan di atas. di tempat saya sedang
marak penggunaan obat deksametason dan antihistamin (dgn
berbagai merk, bisa pronicy & scandexon, prohesen &
deksametason). katanya untuk meningkatkan nafsu makan. yang
mengkonsumsi mengaku memang bawaannya mau makan terus,
cocok untuk yang mau gemuk. bagaimana tuh bu analisa farmakologi
nya ?

jawab:
Pronicy dan Prohessen isinya adalah cyproheptadin yang memang
memiliki efek meningkatkan nafsu makan. Kalau obat ini mungkin masih
agak aman, walaupun tidak alamiah. Sedangkan deksametason adalah
steroid, yang efek sampingnya beberapa diantaranya adalah retensi
cairan, moon face, buffalo hump (punuk di punggung), yang memberikan
kesan gemuk. Tapi ini adalah gemuk yang tidak sehat.

23 11 2012
K. R. Daud (14:19:08) :
Ilmu yg sangat menarik dan penting. Gmn caranya saya bisa
mengikuti jika ada berita terbaru di blog ini yaa ?

28 10 2012
Dwi Rahmat Noari (00:48:48) :
saya baru tahu. terimakasih infonya

21 09 2012
Dwijayanti (01:07:42) :
infonya sangat bermanfaat bu.. di tempat saya kerja beberapa dr.
meresepkan obat2 off-label

18 09 2012
Farmatika (03:47:43) :
Apoteker harus update pengetahuannya diluar ajaran kampus
bahkan sewaktu kuliah dl ga ada informasi seperti ini. sangat
bermanfaat bu,..terimakasih sudah berbagi ilmu

18 09 2012
Selpina Tama (03:07:49) :
nice info prof zullies..terimakasih

28 05 2012
antonOCE (06:30:31) :
wah, apa pemberian resep off-label ini bsa memicu penggunaan obat2
ilegal/yg blum disetujui?

27 12 2011
dina afiana (07:07:28) :
bu,saia sdg menyusun skripsi tentang off label drug di rmh sakit..tapi
saia msh bingung caranya mengajukan studi kelayakan jumlah
kasusnya…

8 03 2011
aik (12:02:41) :
darimana kita bisa tau obat2 apa saja yg sering digunakan sebagai off
label drug? mungkin situs yg bs diakses utk browsing info mengenai
off label drug?

Jawab:
info g off-label drug banyak dijumpai di berbagai sumber. Coba search
aja dengan google misalnya, dengan kata kunci off-label medication

9 01 2011
Iman (10:14:50) :
Ibu, kalau antihistamin digunakan sebagai penambah nafsu makan
bagi anak apakah off label? Kedua apakah aman untuk digunakan?

jawab:
ya, termasuk off-label..karena indikasi yg disetujui bukan untuk itu. Dari
segi amannya sih nampaknya masih aman.

24 07 2010
naima.apt (11:38:54) :
Terimakasih bu, infonya menarik sekali.
Apoteker memang harus selalu update info2.

21 07 2010
WITRI (03:21:54) :
saya baru mengerti maksudnya off label. apakah misoprostol yang
aslinya untuk terapi tuka lambung untuk perdarahan pada waktu
melahirkan juga off label ya, pantesan tidak pernah diklaimkan askes.

Jawab:
iya, itu salah satunya, mbak

20 07 2010
sandyc06 (03:55:22) :
uji klinik pada manusia sampai 3 tahap..kasian jg orang yg jadi
percobaan,,siapa yang mau ya??

Jwab
Orang yang akan menjadi subyek uji klinik pasti sudah diberitahu dulu
sebelumnya, dan mereka berhak menolak. Selain itu uji klinik fase I
subyeknya tidak sama dengan fase II dan III. Untuk fase III, mereka
banyak yang mau karena ingin sembuh dan berharap obat baru bisa
mewujudkan harapannya .

18 07 2010
tati rahmawati (16:04:27) :
makasih prof……bermanfaat bange …jadi tambah ilmu
neh…ternyata di tempat kerja ku banyak yg pake off label…

18 07 2010
nasrul aminulloh (14:59:58) :
menariik………….!!!! sy baru tau prof….!!!

18 07 2010
Dot (09:07:10) :
Ilmu yang sangat bermanfaat, Semoga saja bisa mengurangi adanya
kasus kesalahan/kekeliruan pengobatan. Salam kenal untuk Ibu Prof.
terimakasih Ilmunya.

18 07 2010
itcompare (07:35:25) :
sip info, tapi yang kupahami virus komputer dan belajar teknisi
komputer di h p://itcompare.wordpress.com

18 07 2010
menone (03:55:40) :
sangat bermanfaat sob……..toooooooooop
lam knl ya semua…..h p://www.menone.wordpress.com/

18 07 2010
aziemarchzinc (03:06:41) :
tapi itu akan menjadi masalah kalau, terjadi efek samping yang tidak
diinginkan (mengancam jiwa pasien), dan saya berharap ngga
terjadi…

18 07 2010
husen (00:26:49) :
trimakasih infonya…dapat mengupdate pengetahuan kita bagi yang
mau berkembang.
rakhmat (17:46:07) :
Tulisan yang sangat menarik Prof., tapi saya akan sangat hati-hati.

17 07 2010
ika gilar (12:44:01) :
betul sekali bu
di RS tempat saya bekerja amitriptilin dosis 5 mg combine dengan
trifluoroperasin 1 mg dan diaz 0,1-0,3 sering diresepkan oleh SpS
untuk nyeri neuroleptik, dan jg carbamazpn untuk nyeri(kemeng2)
sertralin jg digunakan SpPD untuk terapi disfugsi ereksi

17 07 2010
sarmoko apt (11:23:00) :
info menarik bu, terimakasih

17 07 2010
andrianto (10:18:39) :
Saya sangat setuju bu.. para apoteker harus mengerti obat-2an
off-label ini agar dapat meluruskan pengertian yang sering keliru di
masyarakat..

9 of 9 11/5/2016 6:25 PM

Anda mungkin juga menyukai