Anda di halaman 1dari 7

IPT “Demam Tifoid”

1. MM Demam
1.1.Definisi
Demam lazimnya diartikan sebagai suhu badan lebih dari 37,8 oC. Apabila suhu
mencapai 39oC biasanya disebut demam tinggi dan apabila suhu mencapai 40,5 oC sudah
dikategorikan sebagai hiperpireksia atau demam yang berlebihan. Sebaliknya, suhu
tubuh di bawah 36 oC disebut suhu di bawah normal (subnormal) dan dikatakan
hipotermi jika suhu tubuh di bawah 35 oC.

1.2.Klasifikasi
Jenis-jenis Demam:
a. Demam Septik : pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat
yangtinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada
pagihari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang
tinggitersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hetktik. Contoh
penyakit dengan gejala demam septik yaitu demam tifoid.
b. Demam Remiten : pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap
haritetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang
mungkintercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu
yang dicatat pada demam septik
c. Demam Intermiten : pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat
yangnormal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi
setiap duahari sekali disebut tersiana dan bila terjadi terjadi dua hari bebas demam
di antara duaserangan demam disebut kuartana. Contoh penyakit dengan gejala
demam intermiten adalah malaria
d. Demam Kontinyu : pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak
berbeda lebih dari 1 derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali
disebut Hiperpireksia. Contoh penyakit dengan gejala demam kontinyu yaitu
Leptospirosis
e. Demam Siklik : pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selam
beberapahari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu pemula. Contoh penyakit
dengangejala demam siklik yaitu DBD.

2. MM Salmonela Enterica
2.1.Definisi
Salmonella enterica adalah bakteri gram-negatif, memiliki flagellata dan berbentuk
tongkat yang merupakan anggota dari genus Salmonella. Ayam mentah dan telur angsa
dapat menjadi perantara S. enterica, terutama di putih telur, meskipun tidak semua telur
terinfeksi. Untuk mendeteksi adanya bakteri ini, dilakukan prosedur uji serologi, yakni uji
widal.

2.2.Morfologi
Salmonella merupakan bakteri Gram negative berbentuk batang fakultatif. Genus
Salmonella dinamai oleh seorang ahli patologi hewan Amerika yang bernama Daniel
Elmer Salmon, namun Theobald Smith adalah penemu sebenarnya dari jenis bakteri

1
Ajeng Astrini Nur Kannia (1102010012)
IPT “Demam Tifoid”

(Salmonella enterica var. choleraesuis) pada 1885,yang menyebabkan penyakit enteric


pada babi.
Ciri-ciri dari bakteri Salmonella adalah sebagai berikut :
- Berbentuk batang dengan ukuran tergantung jenis bakteri (pada umumnya memiliki
panjang ± 2-3 µm, dan bergaris tengah antara ±0,3 ± 0,6 µm ).
- Bersifat Gram negative.
- Berkembang biak dengan cara membelah diri.
- Tidak berspora dan bersifat aerob.
- Motil (pergerakan ) dengan mengunakan flagel. Mempunyai flagel perithrik (diseluruh
permukaan sel), kecuali pada jenis Salmonella gallinarum dan Salmonella pullorum.
- Salmonella mudah tumbuh pada medium sederhana, tetapi hampir tidak pernah
memfermentasikan laktosa atau sukrosa.
- Salmonella membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa.
- Salmonella resisten terhadap bahan kimia tertentu (misal, hijau brilian, natrium
tetrationat,natrium deoksikolat) yang menghambat bakteri enteric lain,oleh karena itu
senyawa senyawa tersebut berguna untuk inklusi isolate salmonella dari feses pada
medium.
- Struktur sel bakteri Salmonella terdiri dari inti (nukleus), sitoplasma, dan dinding sel.
Karena dinding sel bakteri ini bersifat Gram negative , maka memiliki struktur kimia yang
berbeda dengan bakteri Gram positif.

Menurut JAWETZ et al (dalamBonang,1982) mengemukakan bahwa dinding sel bakteri


gram negative mengandung 3 polimer senyawa muko kompleks yang terletak diluar
lapisan peptidoglikan (murein). Ketiga polimer ini terdiri dari :
a. Lipoprotein adalah senyawa protein yang mempunyai fungsi menghubungkan antara
selaput luar dengan lapisan peptidoglikan.
b. Selaput luar adalah selaput ganda yang mengandung senyawa fosfolipid dan
sebagian besar dari senyawa fosfolipid ini terikat oleh molekul-molekul
lipopolisakarida pada lapisan atas nya.

2.3. Klasifikasi
Berikut klasifikasi dari bakteri Salmonella :
Kerajaan : Bacteria
Filum : Proteobakteria
Kelas : Gamma proteobakteria
Ordo : Enterobakteriales
Family : Enterobakteriaceae
Genus : Salmonella
Spesies : Salmonella enterica, Salmonella arizona, Salmonella typhi, Salmonella
choleraesuis, Salmonella enteritidis.

2
Ajeng Astrini Nur Kannia (1102010012)
IPT “Demam Tifoid”

Secara praktis salmonella dapat dibagi menjadi:


1. Salmonella tifoid yaitu Salmonella typhi, S.paratyphi A,B, dan C penyebab demam
enteric (typhoid) pada manusia . Kelompok ini telah beradaptasi pada manusia.
2. Salmonella non-tifoid yaitu S. Dublin (sapi), S. cholera suis (babi) , S.gallinarum dan
S.pullarum (unggas), S.aborius equi (kuda) dan S. aborius ovis (domba).Salmonella sp
yang beradaptasi pada jenis hewan tertentu jarang menimbulkan penyakit pada
manusia.

3. MM Demam Tifoid

3.1. Definisi

Demam Tifoid juga dikenali dengan nama lain yaitu Typhus Abdominalis, Typhoid fever atau Enteric
fever. Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang akut yang mempunyai karakteritik demam, sakit
kepala dan ketidak enakan abdomen berlangsung lebih kurang 3 minggu yang juga disertai gejala-
gejala perut pembesaran limpa dan erupsi kulit. Demam tifoid (termasuk para-tifoid) disebabkan
oleh kuman Salmonella typhi, S paratyphi A, S paratyphi B dan S paratyphi C. Jika penyebabnya
adalah S paratyphi, gejalanya lebih ringan dibanding dengan yang disebabkan oleh S typhi. Demam
tifoid adalah penyakit yang penyebarannya melalui saluran cerna (mulut, esofagus, lambung, usus 12
jari, usus halus, usus besar, dstnya)

3.2. Etiologi

Etiologi demam tifoid adalah “Salmonella typhi”. Sedangkan demam paratifoid disebabkan oleh
organisme yang termasuk dalam spesies “Salmonella enteritidis”, yaitu S. Enteridis.

3.3. Patofisiologi

3
Ajeng Astrini Nur Kannia (1102010012)
IPT “Demam Tifoid”

3.4. Manifestasi

Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah 10-12 hari. Padaawal
penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, berupa :

 anoreksia
 rasa malas
 sakit kepala bagian depan
 nyeri otot
 lidah kotor
 gangguan perut (perut meragam dan sakit)

3.5. Diagnosis
4
Ajeng Astrini Nur Kannia (1102010012)
IPT “Demam Tifoid”

Diagnosis pasti ditegakkan dengan cara menguji sampel najis atau darah untuk mengetahui adanya
bakteri Salmonella spp dalam darah penderita, dengan membiakkan darah pada hari 14 yang
pertama dari penyakit. Selain itu tes widal (O dah H agglutinin) mulai positif pada hari kesepuluh dan
titer akan semakin meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes widal selang 2 hari
menunjukkan peningkatan progresif dari titer agglutinin (diatas 1:200) menunjukkkan diagnosis
positif dari infeksi aktif demam tifoid.

 Pemeriksaan Fisik : febris, kesadaran berkabut, bradikardia relatif (peningkatan suhu 1 0C


tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8x/menit), lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi
dan ujung merah, serta tremor), hepatomegali, splenomegali, nyeri abdomen, roseolae
(jarang pada orang Indonesia)

Untuk ke akuratan dalam penegakan diagnosa penyakit, dokter akan melakukan beberapa
pemeriksaan laboratorium diantaranya pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan Widal dan biakan
empedu.

 Pemeriksaan darah tepi merupakan pemeriksaan sederhana yang mudah dilakukan di


laboratorium sederhana untuk membuat diagnosa cepat. Akan ada gambaran jumlah darah
putih yang berkurang (lekopenia), jumlah limfosis yang meningkat dan eosinofilia.
 Pemeriksaan Widal adalah pemeriksaan darah untuk menemukan zat anti terhadap kuman
tifus. Widal positif kalau titer O 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan progresif.
 Diagnosa demam Tifoid pasti positif bila dilakukan biakan empedu dengan ditemukannya
kuman Salmonella typhosa dalam darah waktu minggu pertama dan kemudian sering
ditemukan dalam urine dan faeces.

Sampel darah yang positif dibuat untuk menegakkan diagnosa pasti. Sample urine dan faeces
dua kali berturut-turut digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah benar-benar sembuh
dan bukan pembawa kuman (carrier).

Sedangkan untuk memastikan apakah penyakit yang diderita pasien adalah penyakit lain maka
perlu ada diagnosa banding. Bila terdapat demam lebih dari lima hari, dokter akan memikirkan
kemungkinan selain demam tifoid yaitu penyakit infeksi lain seperti Paratifoid A, B dan C, demam
berdarah (Dengue fever), influenza, malaria, TBC (Tuberculosis), dan infeksi paru (Pneumonia).

3.6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium : dapat ditemukan lekopeni, lekositosis, atau lekosit normal, aneosinofilia,
limfopenia, peningkatan Led, anemia ringan, trombositopenia, gangguan fungsi hati. Kultur darah
(biakan empedu) positif atau peningkatan titer ujiWidal >4 kali lipat setelah satu minggu memastikan
diagnosis. Kultur darah negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Uji Widal tunggal dengan titer antibodi
O 1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis khas menyokong diagnosis.

 Kultur jaringan
Diagnosis definitive penyakit tifus dengan isolasi bakteri Salmonella typhi dari specimen yang
berasal dari darah penderita. Pengambilan specimen darah sebaiknya dilakukan pada minggu
pertama timbulnya penyakit, karena kemungkinan untuk positif mencapai 80-90%,
khususnya pada pasien yang belum mendapat terapi antibiotic. Pada minggu ke-3
kemungkinan untuk positif menjadi 20-25% and minggu ke-4 hanya 10-15%.
5
Ajeng Astrini Nur Kannia (1102010012)
IPT “Demam Tifoid”

 Uji widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman s.thypi. Pada uji widal terjadi
suatu reaksi aglutinasi antar antigen kuman s.thypi dengan antiboby yamg di sebut aglutinin.
Antigen yang di gunakan pada ujiwidal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan
di olah di laboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum penderita tersangka demam tifoid yaitu:
a) Aglutinin O dari tubuh kuman
b) Aglutinin H dari flagella kuman
c) Aglutinin v simpai dari simpai kuman

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang di gunakan untuk diagnostik
demam tifoid semakin tinggi titernya semakin tinggi kemungkinan terinfeksi penyakit ini. Ada
beberapa faktor yang memepengaruhi uji widal yaitu
1)Pengobatan dini dengan antiboitik
2)Gangguan pembentukan antibody dan pemeberian kortikosteroid
3)Waktu pengambilan darah
4)Daerah endemik atau non endemik
5)Riwayat vaksinasi
6)Reaksi anamnestik, yaitu penigkatan titer aglutinin pada infeksi bukandemem tifoid akibat
infeksi demem tifoid masa lalu atau vaksinasi.
7)Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi silang dan starin
salmonella yang di gunakan untuk suspensi antigen.
Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer glutinin yg bermaknadiagnostik untuk
demem tifoid. Batas titer yg dipakai hanya kesepakatan saja,haya berlaku setempat saja,dan
dapat berbeda pada tiap-tiap laboratorium.

• Pemeriksaan penunjang : Darah parifer lengkap, tes fungsi hati, serologi, kultur darah(biakan
empedu)

3.7. Penatalaksanaan

Pengobatan penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit terdiri dari pengobatan suportif,
medikamentosa, terapi penyulit (tergantung penyulit yang terjadi). Kadang-kadang perlu konsultasi
ke Divisi Hematologi, Jantung, Neurologi, bahkan ke Bagian lain/Bedah.

 Pengobatan medikamentosa
Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin atau kotrimoksasol.
Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan ketiga
adalahmeropenem, azithromisin dan fluorokuinolon.
 Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian,
oral atau intravena, selama 14 hari. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian
kloramfenikol
 ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian,intravena saat
belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau
 amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian oral /
intravena selama 21 hari, atau
 kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg /kbBB/hari terbagi dalam 2 kali pemberian,oral,
selama 14 hari.

6
Ajeng Astrini Nur Kannia (1102010012)
IPT “Demam Tifoid”

Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan diberikan 2 kali sehari
atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari. Pada kasus yang diduga mengalami
MDR (Multi Drug Resistance), maka pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan
fluoroquinolon.

•Pengobatan non-medikamentosa

 Istirahat dan perawatan : tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk
pencegahan komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuh nya di tempat seperti
makan, minum, mandi, buang air kecil, dan buang ari besar akan membantu dan
mempercepat masa penyembuhan. Dan sangat perlu sekali di jaga kebersihanya.
 Diet dan terapi penunjang : diet muerupakan hal yang cukup penting dlam proses
penyembuhan penyakit demem tifoid, karena makanan yang kurang dapat mempengarui
kondisi pasien demem tifoid, di masa lampau penederita demem tifoid hanya di beri bubur
saring, kemudian di tingkatkan mejadi bubur kasar dan akhir nya di berikan nasi. Pemberian
bubur saring bertujuan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau
perforasi usus.

3.8. Pencegahan

Pencegahan penyakit demam Tifoid bisa dilakukan dengan cara perbaikan higiene dan
sanitasi lingkungan serta penyuluhan kesehatan. Imunisasi dengan menggunakan vaksin oral dan
vaksin suntikan (antigen Vi Polysaccharida capular) telah banyak digunakan. Saat ini pencegahan
terhadap kuman Salmonella sudah bisa dilakukan dengan vaksinasi bernama chotipa (cholera-tifoid-
paratifoid) atau tipa (tifoid-paratifoid). Untuk anak usia 2 tahun yang masih rentan, bisa juga
divaksinasi.

7
Ajeng Astrini Nur Kannia (1102010012)

Anda mungkin juga menyukai