Anda di halaman 1dari 17

 PENGERTIAN PESTISIDA

Pembasmi hama atau pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan,
menolak, atau membasmi organisme pengganggu.[1] Nama ini berasal dari pest ("hama") yang
diberi akhiran -cide ("pembasmi"). Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus,
gulma, burung, mamalia, ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu

 PENGELOMPOKAN PETISIDA BERDASARKAN:

 1.CARA KERJA
Dalam bidang pertanian , pestisida dapat digunakan dengan berbagai cara, diantaranya adalah
sebagai berikut :

a. Penyemprotan (Spraying )
Penyemprotan adalah cara penggunaan pestisida yang paling banyak dipakai oleh petani.
Diperkirakan 75 % penggunaak pestisida dilakukan dengan cara penyemprotan. Dalam
penyemprotan larutan pestisida ( pestisida diatambah air ) dipecah oleh nozzel ( spuyer ) atau
atomizer menjadi butiran semprot atau droplet. Bentuk sediaan ( formulasi ) yang digunakan
dengan cara penyemprotan meliputi E.C; W.P; WS atau SP. Sedangkan penyemprotan dengan
volume ultra rendah ( Ultra low volume ) digunakan formulasi ULV. Dengan menggunakan alat
khusus yang disebut mikroner.

b. Pengasapan atau Fogging.


Pengasapan adalah penyemprotan pestisida dengan volume rendah dengan ukuran droplet yang
halus. Perbedaannya dengan penyemprotan biasa adalah yang dibuat pencampur pestisida adalah
minyak solar dan bukan air. Campuran tersebut kemudian dipanaskan sehingga menjadi semacam
kabut asap yang kemudian dihembuskan. Fogging banyak digunakan untuk mengendqlikan hama
gudang, hama tanaman perkebunan serta vektor penyakit dilingkungan misalnya untuk
mengendalikan nyamuk malaria.

c. Penghembusan (Dusting )
Penghembusan merupakan cara penggunaan pestisida yang diformulasikan dalam bentuk tepung
hembus ( D, dust) dengan menggunakan alat penghembus ( duster ). Jadi penggunaannya dalam
bentuk kering.

d. Penaburan ( broadcasting ) pestisida butiran ( Granuler )


Penaburan pestisida butiran adalah cara penggunaan pestisida yang diformulasikan dalam bentuk
butiran dengan cara ditaburkan. Penaburan dapat dilakukan dengan tanganlangsung atau dengan
menggunakan alat penabur ( granule broadcaster ).

e. Perawatan benih ( Seed dressing , Seed treatment, Seed coating )


Perawatan benih adalah cara penggunaan pestisida untuk melindung benih sebelum benih
ditanam agar kecambah dan tanaman muda tidak diserang oleh hama atau penyakit. Pestisida
yang digunakan adalah formulasi SD atau ST.

f. Pencelupan (Dipping ).
Pencelupan adalah penggunaan pestisida untuk melindung tanaman (bibit, cangkok, stek )agar
terhindar dari serangan hama maupun penyakit. Pencelupan dilakukan dengan mencelupkan bibit
atau stek ke dalam larutan pestisida.

g. Fumigasi ( Fumigation )
Fumigasi adalah aplikasi pestisida fumigan baik yang berbentuk padat, cair maupun gas dalam
ruangan terttutup. Fumigasi umumnya digunakan untuk melindungi hasil panen dari kerusakan
karena serangan hama atau penyakit ditempat penyimpanan. Fumigan dimasukkab ke dalam
ruangan gudang yang selanjutnya akan berubah kedalam bentuk gas ( fumigan cair maupun padat
) yang beracun untuk membunuh OPT sasaran yang ada dalam ruangan tersebut.

h. Injeksi
Injeksi adalah penggunaan pestisida dengan cara memasukkan kedalam batang tanaman, baik
dengan alat khusus ( injeksi ataupun infus ) maupun dengan jalan mengebor tanaman. Pestisida
yng diinjeksikan akan tersebar keseluruh tanaman bersamaan dengan aliran makanan dalam
jaringan tanaman. Injeksi dapat juga digunakan untuk sterilisasi tanah.

i. Penyiraman ( drenching, Pouring On ).


Penyiraman adalah penggunaan pestisida dengan cara dituangkan disekitar akar tanaman untuk
mengendalikan hama atau penyakit di daerah perakaran atau dituangkan pada sarang semut atau
sarang rayap.

 TUJUAN

Insektisida adalah racun serangga pengganggu tanaman (binatang berkaki 6)


Fungisida adalah racun jamur pada tanaman
Bakterisida adalah racun untuk bakteri yang menyerang tanaman
Rodentisida adalah racun tikussss
Molusida adalah racun keong
Akarisida adalah racun untuk tungau (binatang berkaki 8)
Herbisida adalah racun gulma tanaman
 BAHAN AKTIFNYA

NAMA BAHAN AKTIF JENIS GOLONGAN


Abamektin Insektisida Amidin, Avermectin
Akarisida
Alfametrin Insektisida Piretroid
(Alfasipermetrin)

Almunium fosetil Fungisida Organofosfat


Amitraz Insektisida Amidin
Akarisida
Amorphous Insektisida Difenil
Asam fosfit Fungisida -
Asam oksoklinik Bakterisida Antibiotik
Asam tolklofos Fungisida Pirimidin
Asefat Insektisida Organofosfat
Asetamiprid Insektisida Piridin
Asibensolar -s-metil Fungisida Tiadiazol
Azakonazol Fungisida Triazol
Azoksistrobin Fungisida Pirimidin
Belerang Fungisida Anorganik
Benfukarb Insektisida Karbamat
Benomil Fungisida Benzimidazol, MBC
Bensultap Insektisida Tiofulfonat
Betasiflutrin Insektisida Piretroid
Betasipermetrin Insektisida Piretroid
Bifentrin Insektisida Piretroid
Bisultap Insektisida Neristoksin
BPMC (fenobukarb) Insektisida Karbamat
Bupirimat Fungisida Pirimidin
Buprofezin Insektisida Tiadiazin
Deltametrin Insektisida Piretroid
Diafentiuron Insektisida Tiourea
Diazinon Insektisida Organofosfat
Difenokonazol Fungisida Azol
Diflubenzuron Insektisida Urea
Diklorfos Insektisida Organofosfat
Dikofol Insektisida Organoklor, difenil
Akarisida
Dimehipo Insektisida Neristoksin
Dimetoat Insektisida Organofosfat
Dimetomorf Fungisida Morfolin
Dimikonazol Fungisida Triazol
Dinotefuran Insektisida Tiosulfonat
Emamektin benzoat Insektisida Avermectin
Endosulfan Insektisida Organoklorin
Epoksikonazol Fungisida Diskarboksimid
Esfenfalerat Insektisida Piretroid
Etion Insektisida Organofosfat
Etiprol Insektisida Organofosfat
Etofenproks Insektisida Difenil
Fenamidon Fungisida Ditiokarbamat,
organomangan,
organoseng
Fenarimol Fungisida Pirimidin
Fenbukonazol Fungisida Triazol
Fenfalerat Insektisida Piretroid
Fenitrotion Insektisida Organofosfat
Fenpiroksimat Akarisida Pirazol
Fenpropatrin Insektisida Amidin, piretroid
Akarisida
Fention Insektisida Organofosfat
Fentoat Insektisida Organofosfat
Fipronil Insektisida Fenil-pirazol
Flufenoksuron Insektisida Urea
Flusilazol Fungisida Triazol, organosilikon
Flutalonil Fungisida Anilida, trifluorometil
Folpet Fungisida Ftalimid, organoklor
Formotion Insektisida Organofosfat
Ftalida Fungisida Asam ftalat
Gammasihalotrin Insektisida Piretroid, trifenorometil
Heksaflumuron Insektisida Bensoyl, urea
Heksakonazol Fungisida Triazol
Heksitiazoks Insektisida Tiozolidin
Imidakloprid Insektisida Nitroimidazolidin,
neonikotinoid
Iminoktadin Fungisida Diskarboksimid
Iprodion Fungisida Diskarboksimid
Iprovalikarb Fungisida Karbamat
Isoksation Insektisida Organofosfat, azoksazol
Kaptan Fungisida Ftalimid
Karbaril Insektisida Karbamat
Karbendazim Fungisida Benzimidazol, MBC
Karbofuran Insektisida Karbamat
Karbosulfan Insektisida Karbamat, organofosfat
Akarisida
Kartophidrokloroda Insektisida Karbamat
Kasugamisin Fungisida Antibiotik
Bakterisida
Klofentezim Insektisida Tetrazin
Klorfenapil Insektisida Pirol
Klorfluazuron Insektisida Urea, trifluorometil
Klorotalonil Fungisida Kloronitile
Klorpirifos Insektisida Organofosfat, piridin
Lamdasihalotrin Insektisida Piretroid
Lufenuron Insektisida Trifluorometil, urea
Malation Insektisida Organifosfat
Maneb Fungisida Ditiokarbamat,
organomangan
Mankozeb Fungisida Ditiokarbamat,
organomangan,
organomangan
Mefenoksam Fungisida Pirimidin
Merkaptodimetur Insektisida Karbamat
Metaflumizon

Metalaksil Fungisida Asilalanin


Metalaksil-M Fungisida Asilalanin
Metalkarb Insektisida Karbamat
Metidation Insektisida Orgabofosfat, tiadiazol
Metil tiofanat Fungisida Karbamat, benzimidazol,
MBC
Metipren Insektisida Juvenile, homone, mimic
Metiram Fungisida Ditiokarbamat,
organoseng
Metoksifenoksida Insektisida Diazilhidrazin
Metomil Insektisida Karbamat
Mikobutanil Fungisida Triazol
MIPC (isopokarb) Insektisida Karbamat
Monosultap Insektisida Neriktoksin
Novaluron Insektisida Benzoyl, urea
Oksitetrasiklin Bakterisida Antibiotik
PCNB (quintozin) Fungisida Quintizin
Permetrin Insektisida Piretroid
Pimetrozin Insektisida Triazin
Piraklofos Insektisida Organofosfat
Piridaben Insektisida Phridazinon
Piridafention Insektisida Organofosfat
Pirimifos metil Insektisida Organofosfat, pirimidin
Poksim Insektisida Organofosfat, nitrila
Profenofos Insektisida Organofosfat
Prokimidon Fungisida Anilida, diskarboksimid
Propaksur Insektisida Karbamat
Propamokarb hidroklorida Fungisida Karbamat
Propargit Akarisida Fenoksi
Propikonazol Fungisida Triazol
Propineb Fungisida Karbamat, organoseng
Protiofos Insektisida Organofosfat
Siflutrin Insektisida Piretroid
Simoksanil Fungisida Urea
Sipermetrin Insektisida Piretroid
Siprokonazol Fungisida Triazol
Siromazin Insektisida Triazin
Spiromesifen Akarisida Ditiokarbamat
Streptomisin sulfat Bakterisida Antibiotik
Tebukonazol Fungisida Triazol
Tembaga Fungisida Anorganik
Tetasipermetrin Insektisida Piretroid
Tetradifon Akarisida Organoklor, difenil
Tetrakonazol Fungisida Azol
Tiakloprid Insektisida Neonikotinoid
Tiametoksam Insektisida Triazol, neonikotinoid
Tiodikarb Insektisida Karbamat
Tiram Fungisida Ditiokarbamat,
organoseng
Triadimefon Fungisida Triazol
Triadimenol Fungisida Triazol
Triazofos Insektisida Organofosfat
Tridemorf Fungisida Morfolin
Triflumizol Fungisida Trifluorometil, imidazol
Triflumuron Insektisida Benzoyl, urea
Triklorfon Insektisida Organofosfat
Validamisin Fungisida Antibiotik
Zineb Fungisida Ditiokarbamat,
organoseng
Ziram Fungisida Ditiokarbamat,
organoseng
Zoxamide Fungisida Pirimidin
 LANGKAH-LANGKAH OPERASIONAL PESTISIDA

Sesuai dengan prinsip-prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sebagaimana dinyatakan


dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, yang telah
dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan
Tanaman maupun Keputusan Menteri Pertanian Nomor 887/Kpts/OT.210/9/97 Tentang
Pedoman Pengendalian OPT, penggunaan pestisida dalam pengendalian OPT merupakan
alternatif terakhir.

Pengertian alternatif terakhir adalah apabila semua teknik/cara pengendalian yang lain (misalnya
cara bercocok tanam, secara biologis, fisik, mekanis, genetik, dan karantina) dinilai tidak
memadai. Penggunaan pestisida sedapat mungkin dihindari, namun demikian, apabila cara
pengendalian lain tidak memadai sehingga pestisida terpaksa digunakan, maka penggunaannya
harus secara baik dan benar. Dampak negatif yang mungkin timbul diusahakan sekecil mungkin,
sedangkan manfaatnya diupayakan sebesar mungkin.

Penggunaan pestisida harus menggunakan 5 prinsip:

1. Penggunaannya dapat dilakukan bila populasi hama telah mencapai tingkat kerusakan atau
ambang ekonomi.

2. Penggunaan pestisida yang berspektrum sempit mempunyai selektivitas tinggi dengan


konsentrasi dosis yang tepat.

3. Penggunaan pestisida yang residunya pendek dan mudah terdekomposisi oleh faktor
lingkungan.

4. Penggunaan pestisida pada saat hama berada pada titik terlemah.

5. Penggunaan pestisida bila cara pengendalian lain sudah tidak efektif dan efisien lagi.

 CARA PENGGUNAAN PESTISIDA YANG BAIK DAN BENAR

1. Kenali Hama dan Penyakit


Diagnosa hama dan penyakit perlu dilakukan, hal ini perlu dilakukan untuk menentukan jenis dan bahan
aktif pestisida kimia. Sebab masing-masing jenis hama dan penyakit memiliki karakter dan cara
penaganan yang berbeda pula. Akan lebih baik menggunakan pestisida yang berspektrum sempit,
artinya pestisida dengan hama sasaran khusus. Pestisida berspektrum sempit memiliki efektifitas lebih
tinggi dibandingkan dengan pestisida dengan banyak hama sasaran (berspektrum luas).

2. Kenali Bahan Aktif


Pengetahuan tentang bahan aktif mutlak diperlukan, setiap jenis bahan aktif memiliki efek terhadap
hama penyakit yang berbeda-beda. Masing – masing jenis bahan aktif digunakan untuk mengendalikan
hama dan penyakit yang berbeda. Pengetahuan tentang bahan aktif mampu menekan kerugian akibat
pembengkakan biaya produksi. Selain itu juga dapat menekan serangan hama dan penyakit secara
signifikan.

3. Gunakan Pestisida Secara Bergantian


Penggunaan pestisida dengan satu jenis bahan aktif secara terus-menerus dapat menyebabkab sifat
resistant / kekebalan. Gunakan pestisida dengan bahan aktif yang berbeda secara bergantian. Baik itu
bahan aktifnya maupun cara kerjanya.

4. Bacalah Petunjuk Penggunaan


Disetiap kemasan produk pestisida tertera petunjuk-petunjuk tertentu, diantaranya kandungan bahan
aktif, dosis penggunaan, waktu aplikasi dan hama penyakit sasaran. Patuhi semua aturan dan petunjuk
penggunaannya dan jangan coba-coba untuk membuat aturan sendiri. Penggunaan pestisida yang tidak
sesuai aturan dapat menimbulkan efek negatif, baik bagi lingkungan maupun bagi kita sendiri.

5. Gunakan Dosis Yang Tepat


Dosis penggunaan sudah tertera pada kemasan pestisida yang kita gunakan, dosis dan aturan tersebut
sudah seharusnya kita patuhi. Jangan sekali-kali mengurangi atau melebihi dosis anjuran. Penggunaan
dosis yang kurang tidak akan membunuh hama sasaran malah dapat meningkatkan resistensi hama
penyakit tersebut. Dan dosis yang melebihi anjuran dapat mengakibatkan tanaman keracunan, juga
berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Gunakan dosis terendah terlebih dahulu, kemudian secara
perlahan ditingkatkan sesuai dengan usia tanaman dan tingkat serangan hama penyakit.

6. Aplikasi Pada Saat Yang Tepat


Aplikasi sebaiknya dilakukan sebelum serangan hama pemyakit terjadi, hal ini efektif dilakukan sebagai
pencegahan. Pencegahan sejak dini mampu menekan penggunaan pestisida dan menekan kerusakan
akibat serangan hama penyakit. Aplikasi yang dilakukan setelah
serangan parah tidak akan banyak memberi solusi, bahkan menimbulkan masalah baru. Diantaranya
adalah pembengkakan biaya produksi.

7. Waktu Aplikasi Yang Tepat


Waktu aplikasi yang yang benar adalah pada waktu pagi hari sebelum matahari terik dan sore hari
setelah jam 15.00. Dipagi hari hama penyakit tidak banyak bergerak sehingga efektif untuk dilakukan
penyemprotan. Hindari juga aplikasi dengan penyemprotan saat cuaca mendung.

8. Jangan Terkecoh Dengan Harga Murah


Memang, harga mahal belum tentu menjamin kualitas suatu produk. Namun suatu produk yang
berkualitas sudah barang tentu tidak murah harganya. Untuk itu diperlukan kejelian dan kehati-hatian
dalam membeli produk pestisida. Cari terlebih dahulu referensi dari mana saja yang bisa dipercaya. Baik
dari teman, buku, katalog produk maupun sumber referensi lain.
 DAMPAK PENGGUNAAN PESTISIDA
 PADA LINGKUNGAN

Masalah yang banyak diprihatinkan dalam pelaksanaan program pembangunan yang berwawasan lingkungan
adalah masalah pencemaran yang diakibatkan penggunaan pestisida di bidang pertanian, kehutanan, pemukiman,
maupun di sektor kesehatan. Pencemaran pestisida terjadi karena adanya residu yang tertinggal di lingkungan fisik
dan biotis disekitar kita. Sehingga akan menyebabkan kualitas lingkungan hidup manusia semakin menurun.

Pestisida sebagai bahan beracun, termasuk bahan pencemar yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan
manusia. Pencemaran dapat terjadi karena pestisida menyebar melalui angin, melalui aliran air dan terbawa
melalui tubuh organisme yang dikenainya. Residu pestisida sintesis sangat sulit terurai secara alami. Bahkan untuk
beberapa jenis pestisida, residunya dapat bertahan hingga puluhan tahun. Dari beberapa hasil monitoring residu
yang dilaksanakan, diketahui bahwa saat ini residu pestisida hampir ditemukan di setiap tempat lingkungan sekitar
kita. Kondisi ini secara tidak langsung dapat menyebabkan pengaruh negatif terhadap organisma bukan sasaran.
Oleh karena sifatnya yang beracun serta relatif persisten di lingkungan, maka residu yang ditinggalkan pada
lingkungan menjadi masalah.

Residu pestisida telah diketemukan di dalam tanah, ada di air minum, air sungai, air sumur, maupun di udara.
Dan yang paling berbahaya racun pestisida kemungkinan terdapat di dalam makanan yang kita konsumsi sehari-
hari, seperti sayuran dan buah-buahan.

Aplikasi pestisida dari udara jauh memperbesar resiko pencemaran, dengan adanya hembusan angin.
Pencemaran pestisida di udara tidak terhindarkan pada setiap aplikasi pestisida. Sebab hamparan yang disemprot
sangat luas. Sudah pasti, sebagian besar pestisida yang disemprotkan akan terbawa oleh hembusan angin ke
tempat lain yang bukan target aplikasi, dan mencemari tanah, air dan biota bukan sasaran.

Pencemaran pestisida yang diaplikasikan di sawah beririgasi sebahagian besar menyebar di dalam air
pengairan, dan terus ke sungai dan akhirnya ke laut. Memang di dalam air terjadi pengenceran, sebahagian ada
yang terurai dan sebahagian lagi tetap persisten. Meskipun konsentrasi residu mengecil, tetapi masih tetap
mengandung resiko mencemarkan lingkungan. Sebagian besar pestisida yang jatuh ke tanah yang dituju akan
terbawa oleh aliran air irigasi.

Di dalam air, partikel pestisida tersebut akan diserap oleh mikroplankton-mikroplankton. Oleh karena pestisida
itu persisten, maka konsentrasinya di dalam tubuh mikroplankton akan meningkat sampai puluhan kali dibanding
dengan pestisida yang mengambang di dalam air. Mikroplankton-mikroplankton tersebut kelak akan dimakan
zooplankton. Dengan demikian pestisida tadi ikut termakan. Karena sifat persistensi yang dimiliki pestisida,
menyebabkan konsentrasi di dalam tubuh zooplankton meningkat lagi hingga puluhan mungkin ratusan kali
dibanding dengan yang ada di dalam air. Bila zooplankton zooplankton tersebut dimakan oleh ikan-ikan kecil,
konsentarsi pestisida di dalam tubuh ikan-ikan tersebut lebih meningkat lagi. Demikian pula konsentrasi pestisida
di dalam tubuh ikan besar yang memakan ikan kecil tersebut. Rantai konsumen yang terakhir yaitu manusia yang
mengkonsumsi ikan besar, akan menerima konsentrasi tertinggi dari pestisida tersebut.

Model pencemaran seperti yang dikemukakan, terjadi melalaui rantai makanan, yang bergerak dari aras tropi
yang terendah menuju aras tropi yang tinggi. Mekanisme seperti yang dikemukakan, diduga terjadi pada kasus
pencemaran Teluk Buyat di Sulawesi, yang menghebohkan sejak tahun lalu. Diduga logam-logam berat limbah
sebuah industri PMA telah terakumulasi di perairan Teluk Buyat. Sekaligus mempengaruhi secara negatif biota
perairan, termasuk ikan-ikan yang dikonsumsi masyarakat setempat.
Kasus pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida dampaknya tidak segera dapat dilihat. Sehingga
sering kali diabaikan dan terkadang dianggap sebagai akibat sampingan yang tak dapat dihindari. Akibat
pencemaran lingkungan terhadap organisma biosfer, dapat mengakibatkan kematian dan menciptakan hilangnya
spesies tertentu yang bukan jasad sasaran. Sedangkan kehilangan satu spesies dari muka bumi dapat menimbulkan
akibat negatif jangka panjang yang tidak dapat diperbaharui. Seringkali yang langsung terbunuh oleh penggunaan
pestisida adalah spesies serangga yang menguntungkan seperti lebah, musuh alami hama, invertebrata, dan
bangsa burung.

Di daerah Simalungun, diketahui paling tidak dua jenis spesies burung yang dikenal sebagai pengendali alami
hama serangga, saat ini sulit diketemukan dan mungkin saja sedang menuju kepunahan. Penyebabnya, salah satu
adalah akibat pengaruh buruk pestisida terhadap lingkungan, yang tercemar melalui rantai makanan.

Spesies burung Anduhur Bolon, disamping pemakan biji-bijian, juga dikenal sebagai predator serangga,
khususnya hama Belalang (famili Locustidae) dan hama serangga Anjing Tanah (famili Gryllotalpidae). Untuk
mencegah gangguan serangga Gryllotalpidae yang menyerang kecambah padi yang baru tumbuh, pada saat
bertanam petani biasanya mencampur benih padi dengan pestisida organoklor seperti Endrin dan Diendrin yang
terkenal sangat ampuh mematikan hama serangga. Jenis pestisida ini hingga tahun 60-an masih diperjual-belikan
secara bebas, dan belum dilarang penggunaaanya untuk kepentingan pertanian.

Akibat efek racun pestisida, biasanya 2 – 3 hari setelah bertanam serangga-serangga Gryllotalpidae yang
bermaksud memakan kecambah dari dalam tanah, mengalami mati massal dan menggeletak diatas permukaan
tanah. Bangkai serangga ini tentu saja menjadi makanan yang empuk bagi burung-burung Anduhur Bolon, tetapi
sekaligus mematikan spesies burung pengendali alami tersebut.

Satu lagi, spesies burung Tullik. Burung berukuran tubuh kecil ini diketahui sebagai predator ulat penggerek
batang padi (Tryporiza sp). Bangsa burung Tullik sangat aktif mencari ulat-ulat yang menggerek batang padi,
sehingga dalam kondisi normal perkembangan serangga hama penggerek batang padi dapat terkontrol secara
alamiah berkat jasa burung tersebut. Tetapi seiring dengan pesatnya pemakaian pestisida, terutama penggunaan
pestisida sistemik, populasi burung tersebut menurun drastis. Bahkan belakangan ini, spesies tersebut sulit
diketemukan. Hilangnya spesies burung ini, akibat efek racun yang terkontaminasi dalam tubuh ulat padi, yang
dijadikan burung Tullik sebagai makanan utamanya.

Belakangan ini, penggunaan pestisida memang sudah diatur dan dikendalikan. Bahkan pemerintah melarang
peredaran jenis pestisida tertentu yang berpotensi menimbulkan dampak buruk. Tetapi sebahagian sudah
terlanjur. Telah banyak terjadi degradasi lingkungan berupa kerusakan ekosistem, akibat penggunaan pestisida
yang tidak bijaksana. Salah satu contohnya adalah hilangnya populasi spesies predator hama, seperti yang
dikemukakan diatas.

 PADA KESEHATAN

Pestisida secara harfiah berarti pembunuh hama, berasal dari kata pest dan sida. Pest meliputi hama
penyakit secara luas, sedangkan sida berasal dari kata “caedo” yang berarti membunuh. Pada umumnya
pestisida, terutama pestisida sintesis adalah biosida yang tidak saja bersifat racun terhadap jasad
pengganggu sasaran. Tetapi juga dapat bersifat racun terhadap manusia dan jasad bukan target
termasuk tanaman, ternak dan organisma berguna lainnya.
Apabila penggunaan pestisida tanpa diimbangi dengan perlindungan dan perawatan kesehatan, orang
yang sering berhubungan dengan pestisida, secara lambat laun akan mempengaruhi kesehatannya.
Pestisida meracuni manusia tidak hanya pada saat pestisida itu digunakan, tetapi juga saat
mempersiapkan, atau sesudah melakukan penyemprotan.

Kecelakaan akibat pestisida pada manusia sering terjadi, terutama dialami oleh orang yang langsung
melaksanakan penyemprotan. Mereka dapat mengalami pusing-pusing ketika sedang menyemprot
maupun sesudahnya, atau muntah-muntah, mulas, mata berair, kulit terasa gatal-gatal dan menjadi
luka, kejang-kejang, pingsan, dan tidak sedikit kasus berakhir dengan kematian. Kejadian tersebut
umumnya disebabkan kurangnya perhatian atas keselamatan kerja dan kurangnya kesadaran bahwa
pestisida adalah racun.

Kadang-kadang para petani atau pekerja perkebunan, kurang menyadari daya racun pestisida, sehingga
dalam melakukan penyimpanan dan penggunaannya tidak memperhatikan segi-segi keselamatan.
Pestisida sering ditempatkan sembarangan, dan saat menyemprot sering tidak menggunakan pelindung,
misalnya tanpa kaos tangan dari plastik, tanpa baju lengan panjang, dan tidak mengenakan masker
penutup mulut dan hidung. Juga cara penyemprotannya sering tidak memperhatikan arah angin,
sehingga cairan semprot mengenai tubuhnya. Bahkan kadang-kadang wadah tempat pestisida
digunakan sebagai tempat minum, atau dibuang di sembarang tempat. Kecerobohan yang lain,
penggunaan dosis aplikasi sering tidak sesuai anjuran. Dosis dan konsentrasi yang dipakai kadang-
kadang ditingkatkan hingga melampaui batas yang disarankan, dengan alasan dosis yang rendah tidak
mampu lagi mengendalikan hama dan penyakit tanaman.

Secara tidak sengaja, pestisida dapat meracuni manusia atau hewan ternak melalui mulut, kulit, dan
pernafasan. Sering tanpa disadari bahan kimia beracun tersebut masuk ke dalam tubuh seseorang tanpa
menimbulkan rasa sakit yang mendadak dan mengakibatkan keracunan kronis. Seseorang yang
menderita keracunan kronis, ketahuan setelah selang waktu yang lama, setelah berbulan atau
bertahun. Keracunan kronis akibat pestisida saat ini paling ditakuti, karena efek racun dapat bersifat
karsiogenic (pembentukan jaringan kanker pada tubuh), mutagenic (kerusakan genetik untuk generasi
yang akan datang), dan teratogenic (kelahiran anak cacad dari ibu yang keracunan).

Pestisida dalam bentuk gas merupakan pestisida yang paling berbahaya bagi pernafasan, sedangkan
yang berbentuk cairan sangat berbahaya bagi kulit, karena dapat masuk ke dalam jaringan tubuh
melalui ruang pori kulit. Menurut World Health Organization (WHO), paling tidak 20.000 orang per
tahun, mati akibat keracunan pestisida. Diperkirakan 5.000 – 10.000 orang per tahun mengalami
dampak yang sangat fatal, seperti mengalami penyakit kanker, cacat tubuh, kemandulan dan penyakit
liver. Tragedi Bhopal di India pada bulan Desember 1984 merupakan peringatan keras untuk produksi
pestisida sintesis. Saat itu, bahan kimia metil isosianat telah bocor dari pabrik Union Carbide yang
memproduksi pestisida sintesis (Sevin). Tragedi itu menewaskan lebih dari 2.000 orang dan
mengakibatkan lebih dari 50.000 orang dirawat akibat keracunan. Kejadian ini merupakan musibah
terburuk dalam sejarah produksi pestisida sintesis.
Selain keracunan langsung, dampak negatif pestisida bisa mempengaruhi kesehatan orang awam yang
bukan petani, atau orang yang sama sekali tidak berhubungan dengan pestisida. Kemungkinan ini bisa
terjadi akibat sisa racun (residu) pestisida yang ada didalam tanaman atau bagian tanaman yang
dikonsumsi manusia sebagai bahan makanan. Konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut, tanpa
sadar telah kemasukan racun pestisida melalui hidangan makanan yang dikonsumsi setiap hari. Apabila
jenis pestisida mempunyai residu terlalu tinggi pada tanaman, maka akan membahayakan manusia atau
ternak yang mengkonsumsi tanaman tersebut. Makin tinggi residu, makin berbahaya bagi konsumen.

Dewasa ini, residu pestisida di dalam makanan dan lingkungan semakin menakutkan manusia. Masalah
residu ini, terutama terdapat pada tanaman sayur-sayuran seperti kubis, tomat, petsai, bawang, cabai,
anggur dan lain-lainnya. Sebab jenis-jenis tersebut umumnya disemprot secara rutin dengan frekuensi
penyemprotan yang tinggi, bisa sepuluh sampai lima belas kali dalam semusim. Bahkan beberapa hari
menjelang panenpun, masih dilakukan aplikasi pestisida. Publikasi ilmiah pernah melaporkan dalam
jaringan tubuh bayi yang dilahirkan seorang Ibu yang secara rutin mengkonsumsi sayuran yang
disemprot pestisida, terdapat kelainan genetik yang berpotensi menyebabkan bayi tersebut cacat tubuh
sekaligus cacat mental.

Belakangan ini, masalah residu pestisida pada produk pertanian dijadikan pertimbangan untuk diterima
atau ditolak negara importir. Negara maju umumnya tidak mentolerir adanya residu pestisida pada
bahan makanan yang masuk ke negaranya. Belakangan ini produk pertanian Indonesia sering ditolak di
luar negeri karena residu pestisida yang berlebihan. Media massa pernah memberitakan, ekspor cabai
Indonesia ke Singapura tidak dapat diterima dan akhirnya dimusnahkan karena residu pestisida yang
melebihi ambang batas. Demikian juga pruduksi sayur mayur dari Sumatera Utara, pada tahun 80-an
masih diterima pasar luar negeri. Tetapi kurun waktu belakangan ini, seiring dengan perkembangan
kesadaran peningkatan kesehatan, sayur mayur dari Sumatera Utara ditolak konsumen luar negeri,
dengan alasan kandungan residu pestisida yang tidak dapat ditoleransi karena melampaui ambang
batas..

Pada tahun 1996, pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan
Menteri Pertanian sebenarnya telah membuat keputusan tentang penetapan ambang batas maksimum
residu pestisida pada hasil pertanian. Namun pada kenyatannya, belum banyak pengusaha pertanian
atau petani yang perduli. Dan baru menyadari setelah ekspor produk pertanian kita ditolak oleh negara
importir, akibat residu pestisida yang tinggi. Diramalkan, jika masih mengandalkan pestisida sintesis
sebagai alat pengendali hama, pemberlakuan ekolabelling dan ISO 14000 dalam era perdagangan bebas,
membuat produk pertanian Indonesia tidak mampu bersaing dan tersisih serta terpuruk di pasar global.
Penutup

Berbagai dampak negatif yang ditimbulkan pemakaian pestisida yang tidak


bijaksana, semoga menggugah kesadaran kita untuk tidak selamanya bergantung
kepada pestisida. Untuk menanggulangi organisme pengganggu tanaman, masih
terdapat teknologi lain yang dapat diterapkan, yang relative tidak berdampak
negatif bagi manusia demikian juga bagi lingkungan hidup. Pestisida seharusnya
tidak lagi “didewakan” sebagai satu-satunya teknologi penyelamat produksi.
Melainkan disarankan digunakan hanya bila perlu saja sebagai alternatif terakhir.
Sedapat mungkin penggunaanya diupayakan dengan bijaksana
Sejalan dengan maksud tersebut, pemerintah Republik Indonesia sejak tahun
1986 telah mengeluarkan kebijakan dan tindakan yang dapat membatasi dan
mengurangi penggunaan pestisida. Melalui Instruksi Presiden No. 3 Tahun 1986
program penanganan organisma pengganggu tanaman adalah dengan menerapkan
prinsip pengelolaan hama terpadu (PHT) sebagai program nasional, yang
merupakan upaya untuk mengantisipasi dampak buruk pemakaian pestisida.
Pendahuluan
Pestisida secara umum diartikan sebagai bahan kimia beracun yang digunakan
untuk mengendalikan jasad penganggu yang merugikan kepentingan manusia.
Dalam sejarah peradaban manusia, pestisida telah cukup lama digunakan terutama
dalam bidang kesehatan dan bidang pertanian. Di bidang kesehatan, pestisida
merupakan sarana yang penting. Terutama digunakan dalam melindungi manusia
dari gangguan secara langsung oleh jasad tertentu maupun tidak langsung oleh
berbagai vektor penyakit menular. Berbagai serangga vektor yang menularkan
penyakit berbahaya bagi manusia, telah berhasil dikendalikan dengan bantuan
pestisida. Dan berkat pestisida, manusia telah dapat dibebaskan dari ancaman
berbagai penyakit berbahaya seperti penyakit malaria, demam berdarah, penyakit
kaki gajah, tiphus dan lain-lain.
Di bidang pertanian, penggunaan pestisida juga telah dirasakan manfaatnya
untuk meningkatkan produksi. Dewasa ini pestisida merupakan sarana yang sangat
diperlukan. Terutama digunakan untuk melindungi tanaman dan hasil tanaman,
ternak maupun ikan dari kerugian yang ditimbulkan oleh berbagai jasad
pengganggu. Bahkan oleh sebahagian besar petani, beranggapan bahwa pestisida
adalah sebagai “dewa penyelamat” yang sangat vital. Sebab dengan bantuan
pestisida, petani meyakini dapat terhindar dari kerugian akibat serangan jasad
pengganggu tanaman yang terdiri dari kelompok hama, penyakit maupun gulma.
Keyakinan tersebut, cenderung memicu pengunaan pestisida dari waktu ke waktu
meningkat dengan pesat.
MAKALAH MUATAN LOKAL
”PESTISIDA”

DI SUSUN OLEH:
NAMA: MUH AKHSAN
KELAS : X.J

SMA NEGERI 3 SENGKANG


UNGGULAN KAB.WAJO
PERIODE 2015/2016

Anda mungkin juga menyukai