Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hampir semua diantara kita pernah mendengar kata pestisida,
herbisida, insektisida atau nama lainnya. Hampir dalam semua sisi kehidupan
kita tidak bisa lepas dari pestisida dalam berbagai bentuknya. Dari gunung
sampai pantai, dari desa sampai kota. Petani di pegununganpun tidak lepas
dari penggunaan pestisida. Petani sayuran di Dieng, Kopeng, atau petani
tembakau di lereng gunung Sindoro dan Sumbing. Nelayan dalam pembuatan
ikan asin misalnya, ada yang menggunakan pestisida. Tentunya cara ini tidak
dibenarkan, namun demikian adanya masyarakat kita. Pemakaian pestisida di
rumah tangga seperti penggunaan obat nyamuk, anti rayap / ngengat, pengusir
nyamuk (repelent) dan banyak lagi macamnya. Untuk itulah kita perlu
mengenal lebih jauh tentang pestisida. Penggunaan pestisida di Indonesia dari
tahun ke tahun terus meningkat. Menurut Atmawijaya, pada tahun 1985
diperkirakan menggunakan 10.000 ton pestisida, pada tahun 1991 meningkat
menjadi 600.000 ton. Jumlah ini mencapai 5 % konsumsi dunia.
Pestisida merupakan suatu bahan yang banyak dijumpai dan digunakan secara
luas dalam kehidupan sehari-hari untuk berbagai tujuan penggunaan termasuk
perlakuan yang bersifat pencegahan maupun untuk tujuan pengendalian
organisme pengganggu pada hampir semua sektor dalam masyarakat,
diantaranya sektor kesehatan, pertanian, kehutanan, perikanan, perdagangan,
perindustrian, ketenagakerjaan, perhubungan, lingkungan hidup dan di rumah
tangga.
Tidak hanya di bidang pertanian, pengunaaan pestisida dalam rumah
tangga Indonesia sudah demikian luas juga. Berbagai merek obat serangga
dapat kita temui di etalase supermarket hingga warung kecil, memudahkan
kita untuk mengakses racun ini dan memasukkannya ke dalam rumah kita.
Pestisida dalam rumah tangga biasanya digunakan untuk mengatasi semut,
mengatasi kecoa, mengusir lalat, mengatasi ngengat, mengatasi tikus,
mengatasi nyamuk. Walau banyak laporan dan penelitian tentang dampak
negatif pestisida ini (pada manusia dan lingkungan), seolah kita tidak punya
pilihan lain selain menyemprot hama pengganggu (dan pembawa penyakit)
ini dengan obat hama. Sekalipun sebagai bahan beracun (biosida) yang
memiliki potensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan
kesehatan manusia, pestisida banyak digunakan karena mempunyai
kelebihan-kelebihan antara lain dapat diaplikasikan dengan mudah pada
hampir semua tempat dan waktu, hasilnya dapat dirasakan dalam waktu yang
relatif singkat, dan dapat diaplikasikan dalam areal yang luas.
Tanpa kita sadari terdapat berbagai jenis pestisida yang tersimpan dirumah.
Pestisida ini bukan saja digunakan di dalam rumah tetapi juga digunakan
dihalaman rumah dan kebun untuk melindungi tanaman dari gulma dan
hewanperusak lainnya. Anak-anak merupakan korban utama pada kasus
racunanini karena rasa keingin tahuannya yang tinggi dan tingkah lakunya
yaitu senang sekali memasukan apa saja yang ditemui ke dalam mulutnya
Memperhatikan hal-hal tersebut diatas maka merupakan suatu keharusan
bahwa pestisida perlu dikelola dengan sebaik-baiknya agar dapat diperoleh
manfaat yang sebesar-besarnya dengan dampak negatif yang sekecil-kecilnya.
Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam
khususnya kekayaan alam hayati maka dalam pengelolaan pestisida antara
lain adalah peraturan pemerintah nomor 7 tahun 1973. berdasarkan peraturan
pemerintah tersebut, maka setiap pestisida yang akan diedarkan, disimpan dan
digunakan harus terlebih dahulu terdaftar dan memperoleh izin menteri
pertanian. Mengacu pada peraturan pemerintah tersebut, menteri pertanian
telah mengeluarkan beberapa keputusan yang bersifat kebijaksanaan dalam
kaitannya dengan pengelolaan pestisida, antara lain keputusan menteri
pertanian nomor 434.1 tahun 2001 tentang syarat dan tata cara pendaftaran
pestisida, dan keputusan menteri pertanian nomor 517 tahun 2002 tentang
pengawasan pestisida.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui Defenisi pestisida
2. Untuk mengetahui Uraian tentang pestisida
3. Untuk mengetahui Contoh senyawa kimia pestisida
4. Untuk mengetahui Contoh produk pestisida
5. Untuk mengetahui Mekanisme toksik pestisida
6. Untuk mengetahui Penanganan efek klinik pestisida
BAB II
ISI
A. Pengertian Pestisida
Pestisida adalah semua bahan racun yang digunakan untuk membunuh
organisme hidup yang mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang
dibudidayakan manusia untuk kesejahteraan hidupnya. Menurut PP No. 7
tahun 1973, yang dimaksud pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain
serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :
a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang
merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.
b. Memberantas rerumputan atau tanaman pengganggu/gulma.
c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan.
d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian
tanaman, tidak termasuk pupuk.
e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan
peliharaan dan ternak.
f. Memberantas atau mencegah hama-hama air.
g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik
dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan.
h. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi
dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air.
Dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman, yang dimaksud dengan Pestisida adalah zat pengatur dan
perangsang tumbuh, bahan lain, serta organisme renik, atau virus yang
digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman.
Pestisida merupakan bahan yang telah banyak memberikan manfaat
untuk keberlangsungan dunia produksi pertanian. Banyaknya Organisme
Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang dapat menurunkan hasil panen, dapat
diminimalisir dengan pestisida. Sehingga kehilangan hasil akibat OPT tidak
terlalu besar. Selain bidang pertanian, pestisida juga memberikan banyak
manfaat untuk membantu masalah yang timbul akibat adanya organisme
pengganggu di tingkat rumah tangga. Seperti pembasmian nyamuk misalnya,
dengan adanya pestisida maka proses pembasmian nyamuk akan menjadi
lebih cepat dan efisien. Bahkan masih banyak lagi peranan pestisida bagi
kehidupan manusia di berbagai bidang.

B. Uraian Tentang Pestisida


BAHAN AKTIF JENIS GOLONGAN
BAHAN AKTIF
Abamektin Insektisida Amidin,
Akarisida Avermectin
Alfametrin
(Alfasipermetrin) Insektisida Piretroid
Almunium fosetil Fungisida Organofosfat
Amitraz Insektisida Amidin
Akarisida
Amorphous Insektisida Difenil
Asam fosfit Fungisida -
Asam oksoklinik Bakterisida Antibiotik
Asam tolklofos Fungisida Pirimidin
Asefat Insektisida Organofosfat
Asetamiprid Insektisida Piridin
Asibensolar-s-metil Fungisida Tiadiazol
Azakonazol Fungisida Triazol
Azoksistrobin Fungisida Pirimidin
Belerang Fungisida Anorganik
Benfukarb Insektisida Karbamat
Benomil Fungisida Benzimidazol,
MBC
Bensultap Insektisida Tiofulfonat
Betasiflutrin Insektisida Piretroid
Betasipermetrin Insektisida Piretroid
Bifentrin Insektisida Piretroid
Bisultap Insektisida Neristoksin
BPMC (fenobukarb) Insektisida Karbamat
Bupirimat Fungisida Pirimidin
Buprofezin Insektisida Tiadiazin
Deltametrin Insektisida Piretroid
Diafentiuron Insektisida Tiourea
Diazinon Insektisida Organofosfat
Difenokonazol Fungisida Azol
Diflubenzuron Insektisida Urea
Diklorfos Insektisida Organofosfat

C. Contoh Senyawa Kimia Pestisida


a) Senyawa Organofospat
Racun ini merupakan penghambat yang kuat dari enzim
cholinesterase pada syaraf. Asetyl cholin berakumulasi pada
persimpangan-persimpangan syaraf (neural jungstion) yang disebabkan
oleh aktivitas cholinesterase dan menghalangi penyampaian rangsangan
syaraf kelenjar dan otot-otot. Golongan ini sangat toksik untuk hewan
bertulang belakang. Organofosfat disintesis pertama kali di Jerman pada
awal perang dunia ke-II.
Bahan tersebut digunakan untuk gas syaraf sesuai dengan
tujuannya sebagai insektisida. Pada awal sintesisinya diproduksi senyawa
tetraethyl pyrophosphate (TEPP), parathion dan schordan yang sangat
efektif sebagai insektisida tetapi juga toksik terhadap mamalia.
Penelitian berkembang tersebut dan ditemukan komponen yang paten
terhadap insekta tetapi kurang toksik terhadap manusia (misalnya :
malathion). Organo fosfat adalah insektisida yang paling toksik diantara
jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang.
Termakan hanya dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian,
tetapi diperlukan beberapa milligram untuk dapat menyebabkan kematian
pada orang dewasa. Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase
dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah. Organofosfat
dapat terurai di lingkungan dalam waktu 2 minggu.
Pestisida yang termasuk dalam golongan organofosfat antara lain
1. Asefat
Diperkenalkan pada tahun 1972. Asefat berspektrum luas untuk
mengendalikan hama-hama penusuk-penghisap dan pengunyah seperti
aphids, thrips, larva Lepidoptera (termasuk ulat tanah), penggorok daun
dan wereng. LD50 (tikus) sekitar 1.030 1.147 mg/kg; LD50 dermal
(kelinci) > 10.000 mg/kg menyebabkan iritasi ringan pada kulit (kelinci).
2. Kadusafos
Merupakan insektisida dan nematisida racun kontak dan racun
perut. LD50 (tikus) sekitar 37,1 mg/kg; LD50 dermal (kelinci) 24,4
mg/kg tidak menyebabkan iritasi kulit dan tidak menyebabkan iritasi
pada mata.
3. Klorfen vinfos
Diumumkan pada tahun 1962. Insektisida ini bersifat nonsistemik
serta bekerja sebagai racun kontak dan racun perut dengan efek residu
yang panjang. LD50 (tikus) sekitar 10 mg/kg; LD50 dermal (tikus) 31
108 mg/kg.
4. Klorpirifos
Merupakan insektisida non-sistemik, diperkenalkan tahun 1965,
serta bekerja sebagai racun kontak, racun lambung, dan inhalasi. LD50
oral (tikus) sebesar 135 163 mg/kg; LD50 dermal (tikus) > 2.000
mg/kg berat badan.
5. Kumafos
Ditemukan pada tahun 1952. Insektisida ini bersifat non-sistemik
untuk mengendalikan serangga hama dari ordo Diptera. LD50 oral (tikus)
16 41 mg/kg; LD50 dermal (tikus) > 860 mg/kg.
6. Diazinon
Pertama kali diumumkan pada tahun 1953. Diazinon merupakan
insektisida dan akarisida non-sistemik yang bekerja sebagai racun
kontak, racun perut, dan efek inhalasi. Diazinon juga diaplikasikan
sebagai bahan perawatan benih (seed treatment). LD50 oral (tikus)
sebesar 1.250 mg/kg.
7. Diklorvos (DDVP)
Dipublikasikan pertama kali pada tahun 1955. Insektisida dan
akarisida ini bersifat non-sistemik, bekerja sebagai racun kontak, racun
perut, dan racun inhalasi. Diklorvos memiliki efek knockdown yang
sangat cepat dan digunakan di bidang-bidang pertanian, kesehatan
masyarakat, serta insektisida rumah tangga.LD50 (tikus) sekitar 50
mg/kg; LD50 dermal (tikus) 90 mg/kg.
8. Malation
Diperkenalkan pada tahun 1952. Malation merupakan pro-
insektisida yang dalam proses metabolisme serangga akan diubah
menjadi senyawa lain yang beracun bagi serangga. Insektisida dan
akarisida non-sistemik ini bertindak sebagai racun kontak dan racun
lambung, serta memiliki efek sebagai racun inhalasi. Malation juga
digunakan dalam bidang kesehatan masyarakat untuk mengendalikan
vektor penyakit. LD50 oral (tikus) 1.375 2.800 mg/lg; LD50 dermal
(kelinci) 4.100 mg/kg.
9. Paration
Ditemukan pada tahun 1946 dan merupakan insektisida pertama
yang digunakan di lapangan pertanian dan disintesis berdasarkan lead-
structure yang disarankan oleh G. Schrader. Paration merupakan
insektisida dan akarisida, memiliki mode of action sebagai racun saraf
yang menghambat kolinesterase, bersifat non-sistemik, serta bekerja
sebagai racun kontak, racun lambung, dan racun inhalasi. Paration
termasuk insektisida yang sangat beracun, LD50 (tikus) sekitar 2 mg/kg;
LD50 dermal (tikus) 71 mg/kg.
10. Profenofos
Ditemukan pada tahun 1975. Insektisida dan akarisida non-
sistemik ini memiliki aktivitas translaminar dan ovisida. Profenofos
digunakan untuk mengendalikan berbagai serangga hama (terutama
Lepidoptera) dan tungau. LD50 (tikus) sekitar 358 mg/kg; LD50 dermal
(kelinci) 472 mg/kg.
11. Triazofos
Ditemukan pada tahun 1973. Triazofos merupakan insektisida,
akarisida, dan nematisida berspektrum luas yang bekerja sebagai racun
kontak dan racun perut. Triazofos bersifat non-sistemik, tetapi bisa
menembus jauh ke dalam jaringan tanaman (translaminar) dan digunakan
untuk mengendalikan berbagai hama seperti ulat dan tungau. LD50
(tikus) sekitar 57 59 mg/kg; LD50 dermal (kelinci) > 2.000 mg/kg.
b) Senyawa Organoklorin
Golongan ini paling jelas pengaruh fisiologisnya seperti yang
ditunjukkan pada susunan syaraf pusat, senyawa ini berakumulasi pada
jaringan lemak. Secara kimia tergolong insektisida yang toksisitas relatif
rendah akan tetapi mampu bertahan lama dalam lingkungan. Racun ini
bersifat mengganggu susunan syaraf dan larut dalam lemak. Contoh
insektisida ini pada tahun 1874 ditemukan DDT (Dikloro Difenil Tri
Kloroetana) oleh Zeidler seorang sarjana kimia dari Jerman. Pada tahun
1973 diketahui bahwa DDT ini ternyata sangat membahayakan bagi
kehidupan maupun lingkungan, karena meninggalkan residu yang terlalu
lama dan dapat terakumulasi dalam jaringan melalui rantai makanan.
DDT sangat stabil baik di air, di tanah, dalam jaringan tanaman dan
hewan.
c) Senyawa Arsenat
Pada keadaan keracunan akut ini menimbulkan gastroentritis dan
diare yang menyebabkan kekejangan yang hebat sebelum menimbulkan
kematian. Pada keadaan kronis menyebabkan pendarahan pada ginjal dan
hati.
d) Senyawa Karbamat
Merupakan ester asam N-metilkarbamat atau turunan dari asam
karbamik HO-CO-NH2. Pengaruh fisiologis yang primer dari racun
golongan karbamat adalah menghambat aktifitas enzym cholinesterase
darah dengan gejala-gejala seperti senyawa organofospat, tetapi
pengaruhnya jauh lebih reversible dari pada efek senyawa organofosfat.
e) Senyawa Piretroid
Piretroid merupakan senyawa kimia yang meniru struktur kimia
(analog) dari piretrin. Piretrin sendiri merupakan zat kimia yang bersifat
insektisida yang terdapat dalam piretrum, kumpulan senyawa yang di
ekstrak dari bunga semacam krisan piretroid (bunga Chrysantheum
cinerariaefolium) memiliki beberapa keunggulan, diantaranya
diaplikasikan dengan takaran relatif sedikit, spektrum pengendaliannya
luas, tidak persisiten, dan memiliki efek melumpuhkan yang sangat baik.
Namun karena sifatnya yang kurang atau tidak selektif, banyak piretroid
yang tidak cocok untuk program pengendalian hama terpadu. Insektisida
tanaman lain adalah nikotin yang sangat toksik secara akut dan bekerja
pada susunan saraf. Piretrum mempunyai toksisitas rendah pada manusia
tetapi menimbulkan alergi pada orang yang peka.
D. Contoh Produk Pestisida
Faedah Jaya menyediakan berbagai macam Produk Pestisida Dari jenis
Fungisida, Insektisida, Herbisida, Bakterisida, Moluskisida, Akraisida, Pupuk
Daun, Pelekat/Pembasah, dan Calsium Super untuk mengendalikan Hama dan
Penyakit pada tanaman. Pestisida juga bisa digunakan untuk membasmi
organisme pengganggu tikus, gulma, burung, mamalia, ikan, atau mikrobia
dan hewan yang dianggap mengganggu.
Berikut ini Produk Pestisida yang kami sediakan :
1. Produk Fungisida
Fungisida merupakan bahan pestisida yang di gunakan
untuk mengendalikan penyakit akibat jamur dan cendawan pada
tumbuhan. Jenis penyakit yang di timbulkan oleh jamur dan
cendawan ini diantaranya meliputi Penyakit Antraknosa (
Colletotrichum capsici ), Busuk Daun ( Phytophthora ), Bercak
Ungu ( Alternaria porii ), Penyakit Moler ( Fusarium oxysporum ),
dan lain-lain. Biasanya Jenis penyakit ini menggagalkan panen para
petani pada musim Hujan dengan curah hujan yang Tinggi.
2. Produk Insektisida
Insektisida merupakan Bahan pestisida yang di gunakan
untuk mengendalikan hama dan serangga. Jenis Hama dan
serangga saat ini ada bermacam - macam seperti hama Thrips
penyebab penyakit Kriting, Hama Wereng coklat ( Nilaparvata
lugens ), Kutu daun ( Myzus persicae ), Lalat Buah ( Decus
ferrugineus ), Ulat Grayak ( Spodoptera exigua ), Penggerek Buah (
Heliothis armigera ), Tungau Merah ( Tetranychus sp ), dan lain
sebagainya. dari sekian banyak hama dan serangga masing-masing
di butuhkan insektisida yang benar dan secara tepat agar hama dan
serangga tersebut dapat di kendalikan.
3. Produk Herbisida
Herbisida merupkan salah satu pestisida yang berfungsi
mengendalikan gulma. Untuk keperluan pengendaliannya, gulma
dibedakan menjadi 3 golongan. 1) gulma berdaun lebar, seperti
Boreria alata, Chromolaena odorata, Mikania sp.; 2) gulma berdaun
sempit (golongan rumput), seperti Axonopus, Paspalum, Panicum
repens. 3) golongan teki, seperti Cyperus rotundus, Cyperus
kilinga.
4. Produk Moluskisida
Moluskisida adalah jenis pestisida untuk membunuh
moluska, yaitu siput, bekicot dan trisipa dsb. Moluskisida hanya
bisa digunakan untuk mengendalikan dan membunuh jenis hama
tersebut, cara menggunakannya pun sangat berbeda dengan
pestisida lainnya.. Cara kerja dan reaksi pestisida ini melalui
kontak perut terhadap hama seperti Siput Babi dan Siput lintah
Bulan yang senantiasa mengganggu tanaman pertanian,
persawahan, ladang serta sekitar pekarangan rumah dan lain-lain.
5. Produk Bakterisida
Bakterisida adalah pestisida untuk memberantas bakteri
atau virus yang menyerang tanaman. Bakterisida rata-rata berbahan
sistemik karena bakteri melakukan perusakan dalam tubuh inang.
Umumnya bakteri yang telah menyerang suatu tanaman sukar
diberantas. Pemberian obat biasanya segera diberikan kepada
tanaman lainnya yang masih sehat sesuai dengan dosis tertentu.
6. Produk Akarisida
Akarisida adalah sering disebut MITISIDA adalah bahan
yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk
membunuh tungau, caplak dan laba-laba.
7. Produk Pupuk Daun
Pupuk Daun adalah bahan-bahan atau unsur-unsur yang
diberikan melalui daun dengan cara penyemprotan atau penyiraman
pada mahkota tanaman agar langsung dapat diserap guna
mencukupi kebutuhan bagi pertumbuhan dan perkembangannya.
8. Produk Perekat & Pembasah
Pelekat/Pembasah Maupun Penembus adalah Zat yang
digunakan untuk membantu kinerja pada pestisida, sehingga dapat
masuk ke jaringan sel tanaman dan menjaga pestisida di saat curah
hujan dan cuaca yang kurang mendukung.
9. Produk Calsium Super
Calsium adalah pestisida yang dapat membantu datangnya
penyakit jamur, Mencegah kerontokan Bunga, Buah, Penyakit
Layu, akibat kekukarang Calsium. Juga menjaga kesehatan dan
melindungi tanaman pada serangan penyakit
E. Mekanisme Toksik
Mekanisme masuknya pestisida ke dalam tubuh melalui tiga cara, yaitu
melalui penghirupan, pencernaan dan kulit. Pestisida terdistribusi ke seluruh
jaringan terutama sistem saraf pusat. Beberapa diantaranya mengalami
biotransformasi, dirubah menjadi intermediet yang lebih toksik (paraoxon)
sebelum dimetabolisir (Lu, 1995). Semuanya mengalami degradasi hydrolysis
di dalam hati dan jaringan-jaringan lain, biasanya dalam waktu hitungan jam
setelah absorbsi. Waktu paruh organofosfat berkisar antara 1-2 hari. Produk
degradasinya mempunyai toksisitas yang rendah dan dikeluarkan /
diekskresikan dalam bentuk urin dan faeces.
Toksisitas atau daya racun pestisida adalah sifat bawaan yang
menggambarkan potensi pestisida tersebut untuk membunuh secara langsung
pada hewan atau manusia. Toksisitas dinyatakan dalam LD50 (lethal dose),
yakni jumlah pestisida yang menyebabkan kematian 50% dari binatang
percobaan yang umumnya digunakan adalah tikus. Dosis dihitung dalam mg
per kilogram berat badan (mg/kg). Namun ada perbedaan antara LD50 oral
dan LD50 dermal. LD50 oral adalah dosis yang menyebabkan kematian pada
binatang percobaan tersebut diberikan secara oral atau melalui makanan,
sedangkan LD50 dermal ialah dosis yang terpapar melalui kulit (Depkes RI,
2003).
Pestisida meracuni manusia melalui berbagai proses seperti :
1. Melalui kulit
Hal ini dapat terjadi apabila pestisida terkena pada pakaian atau
langsung pada kulit. Ketika petani memegang tanaman yang baru saja
disemprot, ketika pestisida terkena pada kulit atau pakaian, ketika petani
mencampur pestisida tanpa sarung tangan, atau ketika anggota keluarga
mencuci pakaian yang telah terkena pestisida. Untuk petani atau pekerja
lapangan, cara keracunan yang paling sering terjadi adalah melalui kulit.
2. Melalui pernapasan
Hal ini paling sering terjadi pada petani yang menyemprot
pestisida atau pada orang-orang yang ada di dekat tempat penyemprotan.
Perlu diingat bahwa beberapa pestisida yang beracun tidak berbau.
3. Melalui mulut
Hal ini terjadi bila seseorang meminum pestisida secara sengaja
ataupun tidak, ketika seseorang makan atau minum air yang telah
tercemar, atau ketika makan dengan tangan tanpa mencuci tangan terlebih
dahulu setelah berurusan dengan pestisida.
F. Penanganan Efek Klinik
Penanganan keracunan : menjaga fungsi organ dan menghindarai
absorpsi lebih lanjut, mempercepat eliminasi, dan menormalkan fungsi tubuh.
a. Melalui mulut :
o mengurangi absorbsi dengan merangsang muntah (sirup ipeca).
o menguras lambung (air hangat dengan tube nasogantrik).
o karbon aktif, membersihkan usus ( laksan).
o pemberian antidotum.
o meningkatkan eliminasi ( diuretic asam atau basa).
o transfuse penukar.
o dialysis.
o hemodialisis.
o hemoperfusi.
b. Melalui hidung : memindahkan penderita dari ruangan yang tercemar
racun, trakeotomi, resuscitator.
c. Kontaminasi kulit : siram dengan air.
d. Kontaminasi mata : dibilas dengan air/laritam Na Cl fisiologis.
e. Sengatan/gigitan binatang berbisa : diikat didaerah luka gigitan, beri
antidotum, pendinginan local, mengisap dari luka.
Antidotum yaitu zat yang memiliki daya kerja bertentangan dengan
racun, dapat mengubah sifat kimia racun, atau mencegah absorbsi racun. Jenis
antidotum yang digunakan pada keracunan :
a. Keracunan insektisida (alkali fosfat), asetilkolin, muskarin : atropine,
reaktivator kolinesteras (pralidoksin, obidoksin).
b. Keracunan sianida : 4 dimetilaminofenol HCl (4-DMAP) dan natrium
tiosulfat.
c. Keracunan methanol dengan etanol.
d. Keracunan methenoglobin : tionin.
e. Keracunan besi : deferoksamin
f. Keracunan As,Au, Bi, Hg, Ni, Sb : dimerkaprol(BAL =british anti
lewisit).
g. Keracunan glikosida jantung : antitoksin digitalis.
h. Keracunan Au,Cd,Mn,Pb,Zn : kalsium trinatrium pentetat.
Mekanisme kerja antidotum :
a. Membentuk senyawa kompleks dengan racun : dimerkaprol, EDTA,
penisilamin, dikobal edetat, pralidoksin.
b. Mempercepat detoksifikasi racun : natrium tiosulfat,dll.
c. Berkompetisi dengan racun dalam interaksi dengan reseptor : oksigen,
nalokson.
d. Memblokade reseptor esensial : atropine.
e. Efek antidot melampaui efek racun : oksigen, glukagon.
f. Mempercepat pengeluaran racun : NaCl untuk meningkatkan pengeluaran
urin pada keracunan bromide
g. Mengabsorpsi racun : karbon.
h. Menghambat absorpsi racun : MgSO4.
i. Perangsang muntah : sir. Ipeca.
j. Menginaktifkan racun : natrium tiosulfat, antibisa, antitoksin botulinus.
k. Pengendap racun : natrium sulfat, kalsium laktat.
l. Antidot universal (campuran karbon, asam tanat, MgO (1:1:2): asam
,alkali, logam berat, glikosida.
m. Antidot multiple (campuran besi sulfat, Mg S04, air, karbon) : As, opium,
Zn, digitalis, Hg, strihnin.
n. Serum anti bisa ular : neurotoksis, hemotoksis.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pestisida adalah semua bahan racun yang digunakan untuk membunuh
organisme hidup yang mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya
yang dibudidayakan manusia untuk kesejahteraan hidupnya.
2. Contoh Senyawa Kimia Pestisida adalah Senyawa Organofospat,
Senyawa Organoklorin, Senyawa Arsenat, Senyawa Karbamat, Senyawa
Piretroid
3. Contoh produk pestisida Produk Fungisida, Produk Insektisida, Produk
Herbisida, Produk Moluskisida, Produk Bakterisida, Produk Akarisida,
Produk Pupuk Daun, Produk Perekat & Pembasah dan Produk Calsium
Super
4. Mekanisme masuknya pestisida ke dalam tubuh melalui tiga cara, yaitu
melalui penghirupan, pencernaan dan kulit. Pestisida terdistribusi ke
seluruh jaringan terutama sistem saraf pusat.
5. Penanganan keracunan : menjaga fungsi organ dan menghindarai absorpsi
lebih lanjut, mempercepat eliminasi, dan menormalkan fungsi tubuh.
B. Saran
1. Untuk mencegahan agar terhindar dari keracunan racun tikus di rumah
seperti yang terjadi di China tersebut dapat diperhatikan beberapa hal
yaitu :
a. Sebelum menggunakannya bacalah label yang ada dikemasan.
b. Jaga label jangan sampai rusak karena didalamnya terdapat
informasi mengenai cara menggunakannya, penyimpanan,
bahayanya dan pertolongan pertama jika terjadi keracunan serta
informasi lainnya.
c. Racun tikus hendaklah disimpan dan dipasang ditempat yang aman (
di tempat yang tidak terjangkau oleh anak-anak seperti dilemari yang
terkunci atau tempat yang agak tinggi) sebelum dan setelah
digunakan. Jangan menyimpan dan memasang dekat dengan bahan-
bahan makanan dan minuman.
d. Simpan dalam wadah aslinya dan jangan di pindahkan ke dalam
wadah lain terutama ke dalam wadah bekas makanan/minuman.
e. Jangan sekali-kali menggunakan bekas wadah untuk tempat
makanan atau minuman sekalipun untuk hewan peliharaan.
f. Jangan menggunakan racun tikus dengan tangan kosong, gunakanlah
alat seperti sendok plastik dan cuci tangan setelah menyediakan
racun tersebut.
2. Selain itu perlu sangsi hukum tegas yang tertuang dalam peraturan
maupun perundang-undangan yang mengatur terhadap pelanggaran tata
cara pebuatan, penjualan, penyimpanan dan penggunaan racun tikus agar
tidak membahayakan terhadap nyawa manusia, misalnya bagi orang yang
menyimpan, memasang dan membuang kemasan bekas racun tikus secara
sembarangan dan tidak mentaati aturan yang berlaku di hukum dengan
hukuman perdata yang berat.
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Pupuk dan Pestisida, Pestisida Untuk Pertanian dan Kehutanan, Dit
Pupuk dan Pestisida Ditjen Bina Sarana Pertanian Deptan RI, Jakarta,
2001.

Direktorat Pupuk dan Pestisida, Pestisida Higiene Lingkungan, Dit Pupuk dan
Pestisida Ditjen Bina Sarana Pertanian Deptan RI, Jakarta, 2001. Olson
K.R.,

Poisoning and Drug Overdosis 4th ed. Appleton & Lange, USA. 2004.
Sentra Informasi Keracunan, Pedoman Penatalaksanaan Keracunan Untuk
Rumah

Sakit, Sentra Informasi Keracunan DitJen POM Depkes RI, Jakarta, 2001.

National Poisons Information Centre, Management Guidelines for Pesticides


Poisonings, National Poisons Information Centre Department of
Pharmacology, New Delhi, 1995.

Fong T.S. et all, Management of Drug Overdose & Poisoning, Ministry of Health
Singapore, Singapore, 2001.

National Poisons Information Centre, Management Guidelines for Pesticides


Poisonings, National Poisons Information Centre Department of
Pharmacology, New Delhi, 1995.

Fong T.S. et all, Management of Drug Overdose & Poisoning, Ministry of Health
Singapore, Singapore, 2001.

Modul Pelatihan Pengendali Hama (Pest Control) Tingkat Supervisor Dinas


Kesehatan DKI Jakarta bekerjasama dengan DPP IPPHAMI tanggal 10-15
Maret 2003

Anda mungkin juga menyukai