Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN IDENTIFIKASI PESTISIDA

TL-3106 LABORATORIUM LINGKUNGAN


ORGANOFOSFAT

Oleh
Anisa Rahma W.
Joanna Adeline
Samuel Yustinus
Maurit Samosir
Melati Amalia

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2019
BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Petani dan pestisida adalah dua sisi yang sulit untuk dipisahkan.

Peningkatan hasil produk pertanian merupakan harapan petani ditengah

gencarnya serangan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). Pestisida

merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan OPT

sehingga dapat meningkatkan hasil tanam petani. Penggunaan pestisida oleh

petani semakin hari kian meningkat, namun tidak diimbangi dengan

peningkatan pemahaman petani dalam menggunakan pestisida. Dampak

dari pemakaian pestisida adalah pencemaran air, tanah, udara serta

berdampak pada kesehatan petani, keluarga petani serta konsumen.

Banyak penelitian yang telah menunjukkan hubungan antara

penggunaan pestisida dengan gangguan kesehatan yang diderita pekerja.

Menurut WHO, keracunan pestisida baik yang disengaja maupun tidak

disengaja merupakan masalah yang serius pada komunitas pertanian di

Negara miskin dan berkembang. Diperkirakan sekitar 250.000 kematian

terjadi karena keracunan pestisida setiap tahunnya.

Penggunaan pestisida masih banyak dilakukan oleh petani, sementara

tanaman yang disemprot oleh pestisida mayoritas tertanam didalam tanah.

Secara tidak langsung, pestisida yang digunakan untuk membunuh hama

pada tanaman akan mengontaminasi tanah sebagai media tumbuhan

tumbuh. Maka dari itu, penting untuk megetahui dampak pestisida terhadap

tanah.
I.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah untuk mengetahui dampak
yang ditimbulkan oleh pestisida terhadap tanah sebagai media tumbuhan,
dan akan dilakukan identifikasi terhadap jenis-jenis pestisida serta transport
kontaminan dalam tanah.
BAB II
ISI

II.1 Definisi Pestisida


Pestisida adalah subtansi yang digunakan untuk membunuh atau
mengendalikan berbagai hama. Kata pestisida berasal dari kata ‘pest’
yang berarti hama dan ‘cida’ yang berarti pembunuh. Jadi secara
sederhana pestisida diartikan sebagai pembunuh hama yaitu tungau,
tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi,
bakteri, virus, nematode, siput, tikus, burung dan hewan lain yang
dianggap merugikan.
Menurut Permenkes RI, No.258/Menkes/Per/III/1992 Semua zat
kimia/bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk
membrantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak
tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil pertanian, memberantas
gulma, mengatur/merangsang pertumbuhan tanaman tidak termasuk
pupuk, mematikan dan mencegah hama-hama liar pada hewan- hewan
piaraan dan ternak, mencegah/memberantas hama-hama air,
memberantas/mencegah binatang-binatang dan jasad renik dalam
rumah tangga, bangunan dan alat-alat angkutan, memberantas dan
mencegah binatang-binatang termasuk serangga yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu
dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air.

II.2 Penggolongan Pestisida


Pestisida dapat digolongkan menurut penggunaannya dan
disubklasifikasi menurut jenis bentuk kimianya. Dari bentuk komponen
bahan aktifnya maka pestisida dapat dipelajari efek toksiknya terhadap
manusia maupun makhluk hidup lainnya dalam lingkungan yang
bersangkutan. Serta efeknya terhadap lingkungan seperti air,tanah dan
udara.
Tabel I.1 Kelas Pestisida
Kelas Pestisida Kegunaan Asal kata
Akarisida Membunuh tungau Gr. akari, kutu atau tungau
Algisida Membunuh ganggang L. alga, ganggang
Membunuh/ menolak
Avisida L. aves, burung
burung
Bakterisida Membunuh bakteri L. bacterium, Gr. baktro
Fungisida Membunuh jamur L. fungus, Gr. spongos
Herbisida Membunuh gulma L. herba, tumbuhan semusim
Insektisida Membunuh serangga L. insectum, berbuku
Larvisida Membunuh larva L. lar. Topeng atau hantu
Mitisida Membunuh tungau Gr. akari, kutu atau tungau
Molukisida Membunuh bekicot L. molluscus, kerang luna
L. nematoda, Gr. nema,
Nematisida Membunuh nematoda
benang
Ovisida Membunuh telur L. ovum, telur
Pedikulisida Membunuh kutu/caplak L. pedis, caplak
Piscisida Membunuh ikan L. piscis, ikan
Predisida Membunuh predator L. praeda, predator
Rodentisida Membunuh roden L. rodere, mengerat
Silvisida Mematikan pohon L. silva, hutan
Termitisida Membunuh rayap L. termes, penggerek kayu

II.3 Identifikasi jenis pestisida


a. Pestisida Golongan Organoklor (Dicofan 460 EC; Keltane 250 EC)
Pestisida golongan organoklor bekerja mempengaruhi sistem syaraf
pusat. Tanda dan gejala keracunan pestisida organoklor dapat berupa
sakit kepala, rasa pusing, mual, muntah-muntah, mencret, badan lemah,
gugup, gemetar, kejang-kejang dan kesadaran hilang.
b. Pestisida Golongan Organofostat (Basta 150 EC; Eagle 480 AS)
Apabila masuk kedalam tubuh, baik melalui kulit, mulut dan saluran
pernafasan maupun saluran pencernaan, pestisida golongan organofosfat
akan berikatan dengan enzim dalam darah yang berfungsi mengatur
bekerjanya saraf, yaitu kholonesterase. Apabila kholonesterase terikat,
maka enzim tersebut tidak dapat melaksanakan tugasnya sehingga syaraf
terus-menerus mengirimkan perintah kepada otot-otot tertentu. Dalam
keadaan demikian otot-otot tersebut senantiasa bergerak tanpa dapat
dikendalikan
Disamping timbulnya gerakan-gerakan otot-otot tertentu, tanda dan
gejala lain dari keracunan pestisida organofosfat adalah pupil atau celah
iris mata menyempit sehingga penglihatan menjadi kabur, mata berair,
mulut berbusa atau mengeluarkan banyak air liur, sakit kepala, rasa
pusing, berkeringat banyak, detak jantung yang cepat, mual, muntah-
muntah, kejang pada perut, mencret, sukar bernafas, otot-otot tidak dapat
digerakkan atau lumpuh dan pingsan.
c. Pestisida Golongan Karbamat (Sevin 85 S; Darmafur 3 G)
Cara kerja pestisida Karbamat sama dengan pestisida organofosfat,
yaitu menghambat enzim kholonesterase. Tetapi pengaruh pestisida
Karbamat terhadap kholonesterase hanya berlangsung singkat karena
pestisida Karbamat cepat mengurai dalam tubuh.
d. Pestisida Golongan Senyawa / dipiridil (Top Star 300 EW)
Senyawa dipirindi dapat membentuk ikatan dan merusak jaringan
epithel dari kulit, kuku, saluran pernafasan dan saluran pencernaan,
sedangkan larutan yang pekat dapat menyebabkan peradangan. Tanda
dan gejala keracunan senyawa dipirindil selalu terlambat diketahui atau
disadari karena gejala baru timbul setelah beberapa lama, 24-72 jam
setelah keracunan baru terlihat gejala yang ringan seperti sakit perut,
mual, muntah, dan diare karena ada iritasi pada saluran pencernaan, 48-
72 jam baru timbul gejala-gejala kerusakan ginjal seperti albunuria,
proteinnura, haematuria dan peningkatan kretanin lever, 72 jam-24 hari,
tanda-tanda kerusakan pada paru-paru.
e. Pestisida Golongan Arsen (Score 250 EC)
Keracunan pestisida Arsen pada umumnya melalui mulut walaupun
bisa juga diserap melalui kulit dan saluran pencernaan. Tanda dan gejala
keracunan akut pestisida golongan Arsen adalah nyeri pada perut,
muntah, dan diare, sedang keracunan sub akut akan timbul gejala seperti
sakit kepala, pusing dan banyak keluar ludah.
f. Pestisida Golongan Antikoagulan (Klerat)
Pestisida golongan koagulan bekerja menghambat pembekuan darah
dan merusak jaringan-jaringan pembuluh darah. Hal ini mengakibatkan
terjadinya pendarahan, terutama di bagian dalam tubuh.
Tanda dan gejala keracunan yang ditimbulkan oleh pestisida
antikoagulan meliputi rasa nyeri pada punggung, lambung, dan usus,
muntah-muntah, pendarahan pada hidung dan gusi, timbul bintik-bintik
merah pada kulit, terdapat darah dalam air seni dan tinja, timbul lebam
pada bagian sekitar lutut, sikut, dan pantat serta kerusakan ginjal.
II.4 Identifikasi organofosfat
Pada petisida golongan organofosfat termasuk pestida yang mudah
terdegradasi. Di dalam lingkungan, pestisida diserap oleh berbagai
komponen lingkungan, kemudian terangkut ke tempat lain oleh air, angin
atau organisme yang berpindah tempat. Ketiga komponen lingkungan ini
kemudian mengubah pestisida tersebut melalui proses kimiawi atau
biokimiawi menjadi senyawa lain yang masih beracun atau senyawa
yang bahkan telah hilang sifat beracunnya. Yang menjadi perhatian
utama dalam toksikologi lingkungan ialah berbagai pengaruh dinamis
pestisida dan derivat-derivatnya setelah mengalami perubahan oleh
faktor lingkungan secara langsung atau oleh faktor hayati terhadap sistem
hayati dan ekosistemnya (Prijanto, 2015).
Organofosfat adalah zat kimia sintesis yang terkandung pada
pestisida untuk membunuh hama (serangga, jamur, atau gulma).
Organofosfat juga digunakan dalam produk rumah tangga, seperti
pembasmi nyamuk, kecoa, dan hewan pengganggu lainnya.
Organofosfat dapat menimbulkan keracunan karena menghambat
enzim kolinesterase. Enzim ini berfungsi agar asetilkolin terhidrolisis
menjadi asetat dan dan kolin. Organofosfat mampu berikatan dengan sisi
aktif kolinesterase sehingga kerja enzim ini terhambat. Asetilkolin
terdapat di seluruh sistem saraf. Asetilkolin berperan penting pada sistem
saraf autonom yang mengatur berbagai kerja, seperti pupil mata, jantung,
pembuluh, darah. Asetilkolin juga merupakan neurotransmiter yang
langsung memengaruhi jantung serta berbagai kelenjar dan otot polos
saluran napas.
Pestisida yang termasuk ke dalam golongan organofosfat antara lain:
Azinophosmethyl, Chloryfos, Demeton Methyl, Dichlorovos, Dimethoat,
Disulfoton, Ethion, Palathion, Malathion, Parathion, Diazinon,
Chlorpyrifos.

II.4.1 Struktur Komponen Organofosfat


Organofosfat disintesis pertama di Jerman pada awal perang
dunia ke II. Pada awal sintesisnya diproduksi senyawa tetraethyl
pyrophosphate (TEPP), parathion dan schordan yang sangat
efektif sebagai insektisida, tetapi juga cukup toksik terhadap
mamalia. Penelitian berkembang terus dan ditemukan komponen
yang protein terhadap insekta tetapi kurang toksik terhadap
manusia seperti malathion, tetapi masih sangat toksik terhadap
insekta.
Tabel II.2 Struktur komponen beberapa senyawa organofosfat
Nama Struktur

Tetraethylpyrophosphate (TEPP)

Parathion

Malathion

Sarin
II.4.2 Mekanisme toksisitas
Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik di antara
jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada
manusia. Bila tertelan, meskipun hanya dalam jumlah sedikit,
dapat menyebabkan kematian pada manusia.
Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam
plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada
sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis
acetylcholine menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim
dihambat, mengakibatkan jumlah acetylcholine meningkat dan
berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system
saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya
gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.
Tabel II.3 Nilai LD50 insektisida organofosfat
Komponen LD50 (mg/Kg)
Akton 146
Corozon 12
Diazinon 100
Dichlorovos 56
Ethion 27
Malathion 1375
Mecarban 36
Methyl parathon 10
Parathion 3
Sevin 274
Systox 2,5
TEPP 1
(Sumber: Darmono, Toksisitas Pestisida)

II.4.3 Gejala keracunan


Pestisida organofosfat yang masuk ke dalam tubuh manusia
mempengaruhi fungsi syaraf dengan jalan menghambat kerja enzim
kholinesterase, suatu bahan kimia esensial dalam menghantarkan
impuls sepanjang serabut syaraf.
Pestisida organofosfat masuk ke dalam tubuh, melalui alat
pencernaan atau digesti, saluran pernafasan atau inhalasi dan melalui
permukaan kulit yang tidak terlindungi atau penetrasi. Pengukuran
tingkat keracunan berdasarkan aktifitas enzim kholinesterase dalam
darah, penentuan tingkat keracunan adalah sebagai berikut ; 75% -
100% katagori normal; 50% - < 75% katagori keracunan ringan;
25% -
Gejala keracunan organofosfat sangat bervariasi. Setiap gejala
yang timbul sangat bergantung pada adanya stimulasi asetilkholin
persisten atau depresi yang diikuti oleh stimulasi saraf pusat
maupun perifer. Gejala awal seperti salivasi, lakrimasi, urinasi dan
diare (SLUD) terjadi pada keracunan organofosfat secara akut
karena terjadinya stimulasi reseptor muskarinik sehingga
kandungan asetil kholin dalam darah meningkat pada mata dan otot
polos.
Organofosfat nantinya akan menghambat aksi
pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel
darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal
menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan kholin. Pada saat
enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat
dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada
system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan
timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian
tubuh.
Semua senyawa OF (organofosfat, organophospates) dan KB
(karbamat, carbamates) bersifat perintang ChE (ensim choline
esterase), ensim yang berperan dalam penerusan rangsangan
syaraf.
Peracunan dapat terjadi karena gangguan dalam fungsi susunan
syaraf yang akan menyebabkan kematian atau dapat pulih kembali.
Umur residu dari OF ini tidak berlangsung lama sehingga
peracunan kronis terhadap lingkungan cenderung tidak terjadi
karena faktor-faktor lingkungan mudah menguraikan senyawa-
senyawa OF menjadi komponen yang tidak beracun. Walaupun
demikian senyawa ini merupakan racun akut sehingga dalam
penggunaannya faktor-faktor keamanan sangat perlu diperhatikan.
Karena bahaya yang ditimbulkannya dalam lingkungan hidup tidak
berlangsung lama, sebagian besar insektisida dan sebagian
fungisida yang digunakan saat ini adalah dari golongan OF.

Tabel II.4 Efek dan gejala penggunaan organofosfat


Efek Gejala
Muskarinik Salivasi, lacrimzasi, urinasi, diare,
kejang perut, nausea, vomitus.
bradicardia, miosis dan berkeringat.
Nikotinik Pegal-pegal, lemah tremor,
paralysis, dyspnea dan tachicardia
Sistem saraf pusat Bingung, gelisah, insomnia,
neurosis, sakit kepala, emosi tidak
stabil, bicara terbata-bata,
kelemahan ummuconvuls, depresi
dan gangguan jantung.
BAB III
KESIMPULAN
III.1 Kesimpulan
Organofosfat dapat menimbulkan keracunan karena menghambat
enzim kolinesterase. Enzim ini berfungsi agar asetilkolin terhidrolisis
menjadi asetat dan dan kolin. Organofosfat mampu berikatan dengan sisi
aktif kolinesterase sehingga kerja enzim ini terhambat. Organofosfat
adalah insektisida yang paling toksik di antara jenis pestisida lainnya dan
sering menyebabkan keracunan pada manusia. Pada petisida golongan
organofosfat termasuk pestida yang mudah terdegradasi. Di dalam
lingkungan, pestisida diserap oleh berbagai komponen lingkungan,
kemudian terangkut ke tempat lain oleh air, angin atau organisme yang
berpindah tempat. Ketiga komponen lingkungan ini kemudian mengubah
pestisida tersebut melalui proses kimiawi atau biokimiawi menjadi senyawa
lain yang masih beracun atau senyawa yang bahkan telah hilang sifat
beracunnya.
DAFTAR PUSTAKA

https://core.ac.uk/download/pdf/11717590.pdf (diakses pada 26 november


2019 pukul 11.51)
http://jdih.pom.go.id/produk/peraturan%20menteri/PERMENKES_NO.258_
Menkes_Per_III_1992_Tentang%20PERSYARATAN%20KESEHA
T_1992.pdf (diakses pada 26 november 2019 pukul 12.00)
Prijanto, T. B. (2015). Analisis Faktor Risiko Keracunan Pestisida
Organofosfat Pada Keluarga Petani Hortikultura di Kecamatan
Ngablak Kabupaten Magelang. Jurnal Kesehatan Lingkungan
Indonesia, 8(2), 76–81. https://doi.org/10.14710/jkli.8.2.76-81

Anda mungkin juga menyukai