PENDAHULUAN
Secara mendasar pulpa memeberi rangsangan bqakteri, kemis, toksin, dan termis serta hal
lain, dengan mengadakan peradangan local. Selama perawatan, semua jaringan pulpa harus
dikeluarkan, saluran akar dibersihkan dan diirigasi, permukaan saluran disterilkan sebagai yang
ditentukan oleh pemeriksaan bakteriologik, dan saluran diobturasi dengan baik untuk mencegah
kemungkinan infeksi kembali. Adapun salah satu perawatan yang akan kita bahas adalah
perawatan Pulcaping, Pulpektomi (Endodontik Intakanal)..
BAB II
PEMBAHASAN
I. PULP CAPPING
Pulpa capping adalah aplikasi selapis atau lebih material pelindung atau bahan untuk perawatan diatas
pulpa yang terbuka, misalnya kalsium hidroksida yang akan merangsang pembentukan dentin
reparative (Harty dan Oston, 1993) . Tujuan Pulp capping adalah untuk menghilangkan iritasi ke
jaringan pulpa dan melindungi pulpa sehingga jaringan pulpa dapat mempertahankan
vitalitasnya. Dengan demikian terbukanya jaringan pulpa dapat terhindari. Bahan yang biasa
digunakan untuk pulp capping adalah kalsium hidroksida karena dapat merangsang
pembentukkan dentin sekunder secara efektif dibandingkan bahan lain.
Indirect Pulp Capping adalah perawatan pada pulpa yang masih tertutup lapisan dentin tipis
karena karies yang dalam. Pada teknik ini obat-obatan yang digunakan tidak berkontak langsung
dengan pulpa.Pulp capping tidak langsung memerlukan lebih dari dua kali kunjungan. Indirect
pulp capping dirasa lebih memberi hasil yang diharapkan dari pada metode direct pulp capping.
Dilakukan bila pulpa belum terbuka, tapi atap pulpa sudah sangat tipis sekali, yaitu pada karies
profunda.
Agar perawatan ini berhasil jaringan pulpa harus vital dan bebas dari inflamasi. Biasanya
atap kamar pulpa akan terbuka saat dilakukan ekskavasi. Apabila hal ini terjadi maka tindakan
selanjutnya adalah dilakukan direct pulp capping atau tindakan yang lebih radikal lagi yaitu
amputasi pulpa (Pulpotomi).
Direct Pulp Capping adalah perawatan sekali kunjungan. Direct Pulp Capping juga
digunakan dalam contoh di mana ada pembusukan yang mendalam mendekati pulpa tapi tidak
ada gejala infeksi. Direct Pulp Capping menunjukkan bahwa bahan diaplikasikan langsung ke
jaringan pulpa. Daerah yang terbuka tidak boleh terkontaminasi oleh saliva, kalsium hidroksida
dapat diletakkan di dekat pulpa dan selapis semen Zinc Okside Eugenol dapat diletakkan di atas
seluruh lapisan pulpa dan biarkan mengeras untuk menghindari tekanan pada daerah perforasi
bila gigi direstorasi. Pulpa diharapkan tetap bebas dari gejala patologis dan akan lebih baik jika
membentuk dentin sekunder. Agar perawatan ini berhasil maka pulpa disekitar daerah terbuka
harus vital dan dapat terjadi proses perbaikan.
Keuntungan Direct Pulp Capping antara lain :
1. Dilakukan pemasangan rubber dam/cotton roll untuk mencegah kontaminasi bakteri pada
karies.
2. Karies dibuang dengan bor atau ekscavator steril.
3. Kavitas dibersihkan dengan air calxyl.
4. Bagian yang tereksponasi ditutup dengan cotton pellet yang sudah dibazahi dengan minyak
cengkeh atau eugenol. Sebaiknya hindari desinfektan yang kaustik seperti fenol, kresol dan
alkohol.
5. Kalau ada perdarahan atau rasa sakit, kontrol dengan cotton pellet dan eugenol yang
dihangatkan.
6. Di atas pulpa yang masih terbuka, aplikasikan preparat Ca (OH)2 tanpa tekanan dengan
Ash 49 atau amalgam carrier. Kelebihan obat dibuang dengan ekscavator.
7. Di atasnya diaplikasikan ZOE kemudian dilapisi semen fosfat kemudian dilapisi tambalan
sementara.
Pada Kunjungan Kedua :
Setelah 8-10 hari, kalau tidak ada keluhan, dengan kata lain gigi bereaksi normal, lakukan
penambalan permanen.
Bahan yang biasa digunakan untuk pulp capping ini adalah kalsium hidroksida karena
dapat merangsang pembentukan dentin sekunder secara efektif dibandingkan bahan lain.
1. Antiseptik
2. Sedatif
3. Tidak mengiritasi
Sifat calxyl :
1.PH 11,5-12,5
2. menetralkan asam
3. sedikit antiseptic
4. tidak mengiritasi
5. menghambat infeksi
6. merangsang pembentukan dentin sekunder.
5. Prosedur Perawatan Pulpa Capping:
2. Isolasi gigi
Selain menggunakan rubber dam, isolasi gigi juga dapat menggunakan kapas dan saliva ejector,
jaga posisinya selama perawatan.
3. Preparasi kavitas
Tembus permukaan oklusal pada tempat karies sampai kedalaman 1,5 mm (yaitu kira-kira 0,5
mm kedalam dentin). Pertahankan bor pada kedalaman kavitas dan dengan hentikan intermitten
gerakan bor melalui fisur pada permukaan oklusal.
Keringkan kavitas dengan cotton pellet lalu tutup bagian kavitas yang dalam termasuk pulpa
yang terbuka dengan pasta kalsium hidroksida.
II. PULPEKTOMI (Ekstirpasi Pulpa)
Pulpektomi adalah tindakan pengambilan seluruh jaringan pulpa dari seluruh akar dan
korona gigi. Pulpektomi merupakan perawatan untuk jaringan pulpa yang telah mengalami
kerusakan yang bersifat irreversible atau untuk gigi dengan kerusakan jaringan keras yang luas.
Meskipun perawatan ini memakan waktu yang lama dan lebih sukar daripada pulp capping atau
pulpotomi namun lebih disukai karena hasil perawatannya dapat diprediksi dengan baik. Jika
seluruh jaringan pulpa dan kotoran diangkat serta saluran akar diisi dengan baik akan diperoleh
hasil perawatan yang baik pula
Indikasi:
Gigi dengan infeksi yang melewati ruang kamar pulpa, baik pada gigi vital, nekrosis
sebagian maupun gigi sudah nonvital.
Saluran akar dapat dimasuki instrument.
Ruang pulpa kering
Pendarahan berlebihan pada pemotongan pulpa (pulpotomi) tidak berhasil
Sakit spontan tanpa stimulasiKeterlibatan tulang interradikular tanpa kehilangan tulang
penyangga
Tanda-tanda/gejala terus menerus setelah perawatan pulpotomiPembengkakan bagian
bukal
Kontra Indikasi
Pembuatan foto Rontgen.Untuk mengetahui panjang dan jumlah saluran akar serta
keadaan jaringan sekitar gigi yang akan dirawat.
Pemberian anestesi lokal untuk menghilangkan rasa sakit pada saat perawatan.
Daerah operasi diisolasi dengan rubber dam untuk menghindari kontaminasi bakteri dan
saliva.
Jaringan karies dibuang dengan bor fisur steril. Atap kamar pulpa dibuang dengan
menggunakan bor bundar steril kemudian diperluas dengan bor fisur steril.
Jaringan pulpa di kamar pulpa dibuang dengan menggunakan ekskavatar atau bor bundar
kecepatan rendah.
Perdarahan yang terjadi setelah pembuangan jaringan pulpa dikendalikan dengan
menekankan cotton pellet steril yang telah dibasahi larutan saline atau akuades selama 3
sampai dengan 5 menit.
Kamar pulpa dibersihkan dari sisa-sisa jaringan pulpa yang telah terlepas kemudian
diirigasi dan dikeringkan dengan cotton pellet steril. Jaringan pulpa di saluran akar
dikeluarkan dengan menggunakan jarum ekstirpasi dan headstrom file.
Saluran akar diirigasi dengan akuades steril untuk menghilangkan kotoran dan darah
kemudian dikeringkan dengan menggunakan paper point steril yang telah dibasahi
dengan formokresol kemudian diaplikasikan ke dalam saluran akar selama 5 menit.
Saluran akar diisi dengan pasta mulai dari apeks hingga batas koronal dengan
,menggunakan jarum lentulo.
Lakukan lagi foto rontgen untuk melihat ketepatan pengisian .
kamar pulpa ditutup dengan semen, misalnya dengan semen seng oksida eugenol atau
seng fosfat.
Selanjutnya gigi di restorasi dengan restorasi permanen.
b. Pulpektomi Devital
Pulpektomi devital sering dilakukan pada gigi posterior yang telah mengalami pulpitis
atau dapat juga pada gigi anterior pada pasien yang tidak tahan terhadap anestesi. Pemilihan
kasus untuk perawatan secara pulpektomi devital ini harus benar-benar dipertimbangkan dengan
melihat indikasi dan kontaindikasinya. Perawatan ini sekarang sudah jarang dilakukan pada gigi
tetap, biasanya langsung dilakukan perawatan pulpektomi vital walaupun pada gigi posterior.
Pulpektomi devital masih sering dilakukan hanya pada gigi sulung, dengan mempergunakan
bahan devitalisasi paraformaldehid, seperti Toxavit, dan lain-lain. Bahan dengan komposisi
As2O3 sama sekali tidak digunakan lagi.
c. Pulpektomi Nonvital (Endo Intrakanal)
Perawatan saluran akar ini sering dilakukan pada gigi anterior yang mempunyai saluran
akar satu, walaupun kini telah banyak dilakukan pada gigi posterior dengan saluan akar lebih
dari satu. Gigi yang dirawat secara pulpektomi nonvital adalah gigi dengan gangrene pulpa atau
nekrosis.
Indikasi:
Mahkota gigi masih dapat direstorasi dan berguna untuk keperluan prostetik (untuk pilar
restorasi jembatan).
Gigi tidak goyang dan periodontal normal.Foto rontgen menunjukkan resorpsi akar tidak
lebih dari sepertiga apical, tidak ada granuloma pada gigi sulung.
Kondisi pasien baik serta ingin giginya dipertahankan dan bersedia untuk memelihara
kesehatan gigi dan mulutnya.Keadaan ekonomi pasien memungkinkan.
Kontra indikasi:
Kunjungan pertama :
Kunjungan kedua :
Kunjungan ketiga :
Teknik Pulpektomi:
2. Karies dibersihkan
7. Beri cotton pelet dengan bahan obar sterilisasi (rotation of medication) seperti CHKM,
CMCP, Creosote, Cresophene dll yang ditaruh di kamar pulpa lalu tutup dengan tmpatan
sementara
8. Setelah 3 hari cek apakah ada keluhan dari pasien atau tidak (kontrol gejala) meliputi
perkusi, druksasi, mobilitas, warna,dan perabaan. Serta dicek dengan K-file nomor
terakhir (pada waktu preparasi preparasi biomekanis) apakah ada ada pus yang keluar
dari saluran akar atau tidak
10. Setelah 3 hari, kontrol gejala kembali. Jika tidak ada keluhan dari pasien maupun gigi
yang sedang dirawat, maka bisa memulai dengan pengisian saluran akar dengan bahan
ZnOE.
14. Ambil bahan sedikit(dengan alat dycal), taruh di bagian orifice saluran akar. Dorong
bahan tersebut dengan cotton pelet (kecil saja) yang dijepit dengan pinset agar masuk.
Lakukan berulang-ulang sampai saluran akar tersebut penuh.
15. Jika sudah penuh, maka bersihkan kamar pulpa dari ZnOE . Tutup bagian orifice
dengan Zinc Pospat setinggi kira-kira 1mm.
16. Jika kontrol gejala juga tidak menunjukkan kelhan setelah pengisian, maka bisa
dilakukan tumpat tetap dengan GIC IX. Gigi tersebut dibangun selayaknya gigi sehat.
Faktor Patologis
Beberapa peneliti melaporkan tidak ada perbedaan yang berarti dalam keberhasilan atau
kegagalan perawatan saluran akar yang melibatkan jaringan pulpa vital dengan pulpa nekrosis.
Peneliti lain menemukan bahwa kasus dengan pulpa nekrosis memiliki prognosis yang lebih baik
bila tidak terdapat lesi periapikal.
Adanya granuloma atau kista di periapikal dapat mempengaruhi hasil perawatan saluran
akar. Secara umum dipercaya bahwa kista apikalis menghasilkan prognosis yang lebih buruk
dibandingkan dengan lesi granulomatosa. Teori ini belum dapat dibuktikan karena secara
radiografis belum dapat dibedakan dengan jelas ke dua lesi ini dan pemeriksaan histologi kista
periapikal sulit dilakukan.
3. Keadaan periodontal
Faktor Penderita
Faktor penderita yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu perawatan
saluran akar adalah sebagai berikut :
1. Motivasi Penderita
Pasien yang merasa kurang penting memelihara kesehatan mulut dan melalaikannya,
mempunyai risiko perawatan yang buruk. Ketidaksenangan yang mungkin timbul selama
perawatan akan menyebabkan mereka memilih untuk diekstraksi.
2. Usia Penderita
Usia penderita tidak merupakan faktor yang berarti bagi kemungkinan keberhasilan atau
kegagalan perawatan saluran akar. Pasien yang lebih tua usianya mengalami penyembuhan yang
sama cepatnya dengan pasien yang muda. Tetapi penting diketahui bahwa perawatan lebih sulit
dilakukan pada orang tua karena giginya telah banyak mengalami kalsifikasi. Hali ini
mengakibatkan prognosis yang buruk, tingkat perawatan bergantung pada kasusnya.
Pasien yang memiliki kesehatan umum buruk secara umum memiliki risiko yang buruk
terhadap perawatan saluran akar, ketahanan terhadap infeksi di bawah normal. Oleh karena itu
keadaan penyakit sistemik, misalnya penyakit jantung, diabetes atau hepatitis, dapat menjelaskan
kegagalan perawatan saluran akar di luar kontrol ahli endodontis.
Faktor Perawatan
1. Perbedaan operator
Dalam perawatan saluran akar dibutuhkan pengetahuan dan aplikasi ilmu biologi serta
pelatihan, kecakapan dan kemampuan dalam manipulasi dan menggunakan instrumen-instrumen
yang dirancang khusus. Prosedur-prosedur khusus dalam perawatan saluran akar digunakan
untuk memperoleh keberhasilan perawatan. Menjadi kewajiban bagi dokter gigi untuk
menganalisa pengetahuan serta kemampuan dalam merawat gigi secara benar dan efektif.
2. Teknik-teknik perawatan
Banyak teknik instrumentasi dan pengisian saluran akar yang tersedia bagi dokter gigi,
namun keuntungan klinis secara individual dari masing-masing ukuran keberhasilan secara
umum belum dapat ditetapkan. Suatu penelitian menunjukan bahwa teknik yang menghasilkan
penutupan apikal yang buruk, akan menghasilkan prognosis yang buruk pula.
Belum ada penetapan panjang kerja dan tingkat pengisian saluran akar yang ideal dan
pasti. Tingkat yang disarankan ialah 0,5 mm, 1 mm atau 1-2 mm lebih pendek dari akar
radiografis dan disesuaikan dengan usia penderita. Tingkat keberhasilan yang rendah biasanya
berhubungan dengan pengisian yang berlebih, mungkin disebabkan iritasi oleh bahan-bahan dan
penutupan apikal yang buruk. Dengan tetap melakukan pengisian saluran akar yang lebih pendek
dari apeks radiografis, akan mengurangi kemungkinan kerusakan jaringan periapikal yang lebih
jauh.
Faktor anatomi gigi dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan suatu perawatan
saluran akar dengan mempertimbangkan :
2. Kelompok gigi
Ada yang berpendapat bahwa perawatan saluran akar pada gigi tunggal mempunyai hasil
yang lebih baik dari pada yang berakar jamak. Hal ini disebabkan karena ada hubungannya
dengan interpretasi dan visualisasi daerah apikal pada gambaran radiografi. Tulang kortikal gigi-
gigi anterior lebih tipis dibandingkan dengan gigi-gigi posterior sehingga lesi resorpsi pada apeks
gigi anterior terlihat lebih jelas. Selain itu, superimposisi struktur radioopak daerah periapikal
untuk gigi-gigi anterior terjadi lebih sedikit, sehingga interpretasi radiografinya mudah
dilakukan. Radiografi standar lebih mudah didapat pada gigi anterior, sehingga perubahan
periapikal lebih mudah diobservasi dibandingkan dengan gambaran radiologi gigi posterior.
Hubungan pulpa dengan ligamen periodontal tidak terbatas melalui bagian apikal saja,
tetapi juga melalui saluran tambahan yang dapat ditemukan pada setiap permukaan akar.
Sebagian besar ditemukan pada setengah apikal akar dan daerah percabangan akar gigi molar
yang umumnya berjalan langsung dari saluran akar ke ligamen periodontal.
Preparasi dan pengisian saluran akar tanpa memperhitungkan adanya saluran tambahan, sering
menimbulkan rasa sakit yang hebat sesudah perawatan dan menjurus ke arah kegagalan
perawatan akhir.
Kecelakaan Prosedural
Kecelakaan pada perawatan saluran akar dapat memberi pengaruh pada hasil akhir
perawatan saluran akar, misalnya :
Birai adalah suatu daerah artifikasi yang tidak beraturan pada permukaan dinding saluran
akar yang merintangi penempatan instrumen untuk mencapai ujung saluran . Birai terbentuk
karena penggunaan instrumen yang terlalu besar, tidak sesuai dengan urutan; penempatan
instrument yang kurang dari panjang kerja atau penggunaan instrumen yang lurus serta tidak
fleksibel di dalam saluran akar yang bengkok.
Birai dan ferforasi lateral dapat memberikan pengaruh yang merugikan pada prognosis selama
kejadian ini menghalangi pembersihan, pembentukan dan pengisian saluran akar yang memadai.
2. Instrumen patah
Patahnya instrumen yang terjadi pada waktu melakukan perawatan saluran akar akan
mempengaruhi prognosis keberhasilan dan kegagalan perawatan. Prognosisnya bergantung pada
seberapa banyak saluran sebelah apikal patahan yang masih belum dibersihkan dan belum
diobturasi serta seberapa banyak patahannya. Prognosis yang baik jika patahan instrumen yang
besar dan terjadi ditahap akhir preparasi serta mendekati panjang kerja. Prognosis yang lebih
buruk jika saluran akar belum dibersihkan dan patahannya terjadi dekat apeks atau diluar
foramen apikalis pada tahap awal preparasi.
Fraktur akar vertikal dapat disebabkan oleh kekuatan kondensasi aplikasi yang berlebihan
pada waktu mengisi saluran akar atau pada waktu penempatan pasak. Adanya fraktur akar
vertikal memiliki prognosis yang buruk terhadap hasil perawatan karena menyebabkan iritasi
terhadap ligamen periodontal.
KESIMPULAN
Baum,Philips,Lund. Buku Ajar Ilu Konservasi Gigi. 1997. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
http://www.adifkgugm.com/2011/08/perawatan-saluran-akar.html
http://www.scribd.com/doc/72755585/En-Do
Louis I. Grosssman, dkk. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Jakarta: EGC.