Anda di halaman 1dari 13

BAB IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan ( DARIS )

Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan nilai RF (Faktor Retardasi) yakni:


Replikasi penotolan Nilai Rf
R1.1 0,235
R1.2 0,529
R2.1 0,235
R2.2 0,47

Perhitungan :

R1.1 = = 0,235

R1.2 = = 0,529

R2.2 = = 0,235

R2.2 = = 0,47
Tiap replikasi (R1,R2) terdapat masing-masing 2 noda.

4.2. Pembahasan

Infusa adalah sediaan air yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air
pada suhu 90ºC selama 15 menit. Hal-hal yang harus diperhatikan untuk membuat sediaan
infusa adalah:
1. Jumlah simplisia
Kecuali dinyatakan lain, infus yang mengandung bukan bahan berkhasiat keras dibuat
dengan menggunakan 10% simplisia.

2. Derajat halus simplisia


Yang digunakan untuk infus harus mempunyai derajat halus sebagai berikut:
Serbuk (5/8) Akar manis, daun kumis kucing, daun sirih, daun
sena
Serbuk (8/10) Dringo, kelembak
Serbuk (10/22) Laos, akar valerian, temulawak, jahe
Serbuk (22/60) Kulit kuni, akar ipeka, sekale kornutum
Serbuk (85/120) Daun digitalis
3. Banyaknya ekstra air
Umumnya untuk membuat sediaan infusa diperlukan penambahan air sebanayak 2 kali
berat simplisia. Air ekstra ini perlu karena simplisia yang kita gunakan pada umumnya dalam
keadaan kering.

4. Cara menyerkai
Pada umumya infusa diserkai selagi panas, kecuali infusa simplisia yang mengandung
minyak aktsiri, diserkai setelah dingin.

5. Penambahan bahan-bahan lain


Pada pembuatan infus kulit kina ditambahkan asam sitrat 10% dari bobot bahan
berkhasiat dan pada pembuatan infus simplisia yang mengandung glikosida antrakinon,
ditambahkan natrium karbonat 10% dari bobot simplisia.

Derajat halus perlu diketahui untuk menentukan simplisia tersebut dipotong-potong


dengan ukuran sesuai derajat halusnya selain itu dapat juga untuk menentukan alat
penyaringnya, dengan kain flannel atau kapas.

Banyaknya air yang dibutuhkan untuk pembuatan infusa adalah (Anonim, 1997,
Farmakope Indonesia Edisi IV):
1. Untuk simplisia segar : sejumlah infusa yang dibuat
2. Untuk simplisia ½ kering : sejumlah infusa yang dibuat + ( 1 x berat simplisia)
3. Untuk simplisia kering : sejumlah infusa yang dibuat + ( 2 x berat simplisia)

Teknik infusa mempunyai beberapa keuntungan bila dibandingkan dengan teknik


pembuatan ekstrak yaitu karena teknik infusa lebih murah, lebih cepat, dan alat serta caranya
sederhana. Sedangkan dalam pembuatan ekstrak, kandungan dari bahan tumbuhan dan pelarut
yang paling tepat untuk masing-masing kandungan harus diketahui lebih dahulu. Dengan zat
pelarut yang tepat, zat aktif yang diinginkan akan terpisah dari bahan aslinya dan bercampur
dengan pelarut yang digunakan. Selanjutnya pemisahan zat aktif dari pelarutnya dengan lebih
mudah dilakukan untuk memperoleh zat aktif yang benar-benar murni.

Khasiat daun sirih adalah sebagai antisariawan, antibatuk, dan antisepyik. Selain itu
juga sebagai antiradang, peluruh kentut, dan menghilangkan gatal. Efek zat aktif eugenol
(pada bagian daun) berguna untuk mencegah ejakulasi, mematikan cendawan Candida
albicans yang merupakan penyebaba keputihan, antikejang, analgetik, dan anestetik. Tanin
(pada bagian daun) berguna untuk mengurangi sekresi cairan pada vagina, pelindung hati,
antidiare, dan antimutagenik (Hariana, 2006 dan Yudha 2009).
Daun sirih memilki efek sebagai antibakteri karena mengandung banyak senyawa
fenol sehingga dapat membunuh kuman-kuman penyebab penyakit. Salah satu komponen
minyak atsiri adalah karvakrol yang bersifat sebagai desinfektan dan anti jamur sehingga bisa
digunakan untuk obat antiseptik pada bau mulut dan keputihan. Zat yang lainnya yaitu
eugenol dan metil eugenol yang dapat digunkan untuk mengurangu rasa sakit pada gigi
(Depkes RI. Dirjen BPOM, 2000 dalam Yudha 2009).

Pembuatan infusa daun sirih diawali dengan memotong kecil-kecil daun sirih dengan
gunting, kemudian ditimbang 10 g. Pemotongan daun ini bertujuan untuk memperkecil
ukuran partikel agar pelepasan bahan khasiat lebih maksimal. Infusa daun sirih ini dibuat
dengan kadar 10%, sehingga daun sirih yang ditimbang 10 g dan air yang digunakan sebanyak
100 ml air. Dibuat dengan kadar 10% ini sesuai dengan ketentuan sediaan infusa yang
tercantum dalam “Acuan Sediaan Herbal Volume Kelima” yang dikeluarkan oleh BPOM RI
dimana kecuali dinyatakan lain infusa yang mengandung bukan bahan berkhasiat keras, dibuat
dengan menggunakan 10% simplisia.

Air sebanyak 100 ml dimasukkan ke dalam panci infus yang berisi potongan daun
sirih. Panci kemudian dipanaskan di atas penangas air (waterbath) hingga suhu cairan
o
mencapai 90 C, panaskan selama 15 menit. Angkat panci infusa kemudian segera serkai
selagi panas infusa ke dalam botol dengan bantuan kain flanel dan corong gelas. Infusa
diserkai saat panas untuk menhindari pengendapan dari infusa tersebut, karena saat dingin
dimungkinkan infusa sirih akan mengendap sehingga ketika dimasukkan ke dalam botol kadar
yang diinginkan kurang dari 10%. Terakhir untuk mencukupi kekurangan air, ditambahkan air
masak ke dalam botol hingga volume infusa menjadi 100 ml.

Selanjutnya dilakukan tahap analisis KLT terhadap infusa daun sirih yang dihasilkan,
serta dilakukan pula penentuan nilai Rf pada senyawa yang terkandung dalam daun sirih
dengan menggunakan metode KLT.

Daun sirih adalah salah satu bahan yang dapat digunakan untuk kepentingan fumigasi,
karena mengandung zat anti mikroorganisme dan zat penyamak. Senyawa fenol yang
merupakan komponen utama minyak atsiri berperan dalam menghambat pertumbuhan
mikroba (Pelezar dan Chan, 1988). Zat anti mikroorganisme berupa polyfenol yaitu kavibetol
dan kavikol (Bambang Sarwono, 1996).

Analisis kromatografi lapis tipis (KLT) digunakan untuk mengetahui kandungan


senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak infusa daun sirih (Piper betle). Hasil KLT yang
telah dielusi dengan fase gerak kloroform:methanol (90:10) sebanyak 10 ml kemudian dilihat
pada sinar UV 254 nm. Berdasarkan naskah publikasi dari Tri Wahyuning Lestari tentang sirih
merah, penggunaan fase gerak kloroform dan methanol digunakan untuk mendeteksi adanya
senyawa-senyawa yang terdapat pada sirih merah. Dari jurnal tersebut diketahui pula nilai Rf
dari masing-masing pembanding, yaitu :

Sedangkan berdasarkan jurnal dari Ririn Lispita Wulan dan Yulias Ninik Windriyati
tentang sirih merah juga, menunjukkan bahwa penggunaan fase gerak kloroform dan
methanol digunakan untuk mendeteksi senyawa saponin pada ekstrak daun sirih. Berdasarkan
jurnal tersebut terdapat nilai Rf dari senyawa pembanding saponin yaitu sebesar 0,48; 0,61;
0,83.

Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan bahwa pada lempeng menunjukkan beberapa


bercak noda saat diamati pada sinar UV 254 nm. Dari dua replikasi penotolan infusa daun
sirih masing-masing menunjukkan dua spot noda setelah elusi dan diamati pada sinar UV 254
nm. Dua spot dari masing-masing totolan menunjukkan nilai Rf yang berbeda. Pada replikasi
pertama, spot 1 menunjukkan nilai Rf sebesar 0,235 dan spot dua dengan Rf 0,529, sedangkan
pada replikasi kedua, spot 1 menunjukkan nilai Rf sebesar 0,235 dan spot 2 dengan Rf sebesar
0,470.

Berdasarkan hasil tersebut, untuk spot 1 pada masing-masing replikasi dengan nilai Rf
yang sama yaitu sebesar 0,235 menunjukkan nilai yang mendekati dengan nilai Rf dari
senyawa fenolik yaitu sebesar 0,21 berdasarkan tabel diatas. Nilai ini cukup mendekati
dengan nilai Rf senyawa fenolik sehingga dapat disimpulkan daun sirih memiliki kandungan
senyawa fenolik. Sementara untuk spot 2, pada Rf noda yang pertama menunjukkan nilai Rf
sebesar 0,529 dan Rf kedua menunjukkan Rf sebesar 0,47. Dilihat dari nilai Rf yang kedua
yaitu 0,47 yang mendekati nilai Rf dari pembanding saponin yaitu 0,48 sehingga dapat
dibilang daun sirih mengandung senyawa saponin namun jika dilihat dari Rf pertama
menunjukkan nilai yang cukup berbeda yaitu 0,529. Perbedaan nilai Rf ini dapat disebabkan
karena beberapa faktor, yaitu :
1) Jenis dan mutu kertas, daya jerap, kelembaban.
2) Susunan pelarut, meliputi :
a. Kemurnian pelarut dan,
b. Stabilitas campuran pelarut selama pemakain dan penyimpanan
3) Temperatur ruang
4) Kelembaban ruang
5) Kejenuhan ruang akan uap pelarut
6) Konsentrasi (banyaknya) zat
7) Jarak bercak awal (tempat penetesan zat) ke permukaan pelarut
8) Adanya zat lain atau pencemaran

Untuk mengurangi pengaruh faktor-faktor yang sukar diatur tersebut maka sering kali
ditentukan nilai Rx statu zat A terhadap zat x sebagai pembanding.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN (HUSNA)

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :


1) Nilai Rf spot 1 pada kedua replikasi sebesar 0,235 mendekati nilai Rf dari senyawa
fenolik yaitu sebesar 0,21, maka infusa daun sirih yang kami buat memiliki kandungan
senyawa fenolik yang sama.
2) Senyawa fenol merupakan komponen utama minyak atsiri yang berperan dalam
menghambat pertumbuhan mikroba. Zat anti mikroorganisme berupa polifenol yaitu
kavibetol dan kavikol.
3) Nilai Rf spot 2 replikasi kedua yaitu 0,47 mendekati nilai Rf dari pembanding saponin
yaitu 0,48 sehingga dapat dibilang infusa daun sirih yang kami buat mengandung
senyawa saponin.
4) Nilai Rf spot 2 replikasi pertama menunjukkan nilai yang cukup berbeda yaitu 0,529,
perbedaan nilai Rf ini dapat disebabkan karena beberapa faktor.
5) Saponin dan tannin bersifat sebagai antiseptik pada luka permukaan, bekerja sebagai
bakteriostatik yang biasanya digunakan untuk infeksi pada kulit, mukosa dan melawan
infeksi pada luka.

( marwah )
5.2. Saran

1) Supaya hasil analisis yang didapat optimal mungkin sebaiknya dilakukan validasi
metode terlebih dahulu.
2) Dilakukan pengendalian faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil analisis.
LAMPIRAN

Pembuatan Infusa

Gambar 1 Pemotongan beberapa lembar Gambar 2 Hasil potongan beberapa


daun sirih lembar daun sirih

Gambar 3 Penimbangan sejumlah Gambar 4 10 g daun sirih


10 g daun sirih yang telah dalam panci infus
dipotong kecil-kecil dan ditambah air
sebanyak 100ml

Gambar 5a Gambar 5b
Gambar 5c Gambar 5d

Gambar 5e Gambar 5f

Gambar 5 Pemanasan panci infus hingga suhu cairan mencapai 90ºc, selama 15 menit

Gambar 6 Panci infus selesai Gambar 7 Menyerkai atau menyaring


dipanaskan dan infus dalam keadaan agak
didiamkan hingga panas
suhu sedikit turun
Gambar 8 Hasil saringan infus
dalam botol yang
telah dikalibrasi

Gambar 9 Menambahkan air masak panas ke dalam botol hingga tanda batas (100ml)

Pembuatan Profil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Infusa

Gambar 10 2ml larutan infus Gambar 11 a


dalam vial yang
telah dikalibrasi 1ml
Gambar 11 b Gambar 11 c

Gambar 11 Pembuatan eluen = Kloroform : Metanol (90 : 10)

Gambar 12 Memasukkan fase Gambar 13 Menjenuhkan chamber


gerak ke dalam chamber

Gambar 14 a Gambar 14 b
Gambar 14 c Penotolan larutan infus sebanyak Gambar 15 Eluasi lempeng KLT
10µl

Gambar 16 Sediaan Infusa Daun Sirih


DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, Nuri., C. Hanny Wijaya., Cahyono , Didik Tri. 1996. Aktivitas Antioksidan dari
Daun Sirih (Piper betle L.). Bul. Tek. Dan Industri Pangan, Vol. VII. No. 1.______.

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Arishandy, D.N. 2010. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dari Daun Sirih Merah
(Piper betle L. Var Rubrum). Skripsi. Malang: Jurusan Kimia, Fakultas Sains Dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

Bhalerao, Satish A et al. 2013. Phytochemistry, Pharmacological Profile and Therapeutic


Uses of Piper betle Linn. RRJPP. Volume 1. Issue 2.

Chakraborty, D. , Shah, Barkha. 2011. Antimicrobial, Antioxidative


and Antihemolytic Activity of Piper betle Leaf Extracts. International Journal of
Phamaceutical Sciences 3(3) : 192-199.

Hermawan, Anang. 2007. Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) Terhadap
Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan Metode Difusi
Disk. Surabaya: Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

Hermiati et al. 2013. Ekstrak Daun Sirih Hijau dan Merah Sebagai Antioksidan pada Minyak
Kelapa. Sumatra Utara: Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Sumatera Utara.

Khan, Jahir Alam, et al. 2011. Evaluation of Antibacterial Properties of Extract of Piper betle
Leaves. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Science 11 (01).

Maisuthisakul, Pitchaon. ___. Phenolic Antioxidants from Betel Leaf (Piper betle Linn.)
Extract Obtained with Different Solvents and Extraction Time. School of Science,
University of the Thai Chamber of Commerce.

Mayasari, et al. 2011. Betel Leaf Toothpastes Inhibit Dental Plaque Formation on Fixed
Orthodontic Patients. Dental Journal, Vol. 44. No. 4.

Parwata , I Made O A., et al. 2011. Aktivitas Larvasida dari Daun Sirih (Piper betle
Linn.) Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti. Jurnal Kimia 5 (1): 88-93.

. 2009. Sirih (Piper betle Linn.) Secara Spektroskopi Ultra Violet-Tampak. JURNAL
KIMIA 3 (1), 7-13.

Pritasari. 2012. Efek Pemberian Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) pada Jumlah Leukosit
Darah Tepi Model Hewan Coba Tikus Wistar Jantan yang Dipapar Candida albicans
Secara Intrakutan. Jember: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember.

Rahmadani, Puji. 2014. Aktivitas Antifungi Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle
L.) Terhadap Candida tropicalis. Bogor: Departemen Biokimia FMIPA IPB.

Santoso, S. 1993. Perkembangan Obat Tradisional dalam Ilmu Kedokteran di Indonesia dan
Upaya Pengembangannya Sebagai Obat Alternatif. Jakarta: FKUI.

Soemiati, A., Elya, B. 2002. Uji Pendahuluan Efek Kombinasi Antijamur Infus Daun Sirih
(Piper betle L.), Kulit Buah Delima (Punica granatum L.), dan Rimpang Kunyit
(Curcuma domestica Val.) Terhadap Jamur Candida albicans. Makara, Seri Sains 6
(3): 150-154.

Tri Wahyuning Lestari. 2013. Aktivitas Antibakteri Kombinasi Ekstrak Etanol Daun Sirih
Merah (Piper Crocatum Ruiz And Pav.) Dan Amoksisilin Terhadap Bakteri
Streptococcus Pneumoniae, Pseudomonas Aeruginosa, Dan Salmonella Typhi Serta
Bioautografinya. Surakarta : Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Wardhana, A.H., S. Muharsini, S. Santosa, L.S.R. Arambewela dan S. P.W. Kumarasinghe.


2010. Studi In Vitro Efek Larvasidal Minyak Atsiri Daun Sirih (Piper betle L) Sri
Lanka dan Bogor Terhadap Larva Chrysomya bezziana. Jitv 15 (4): 297-307.

Widyaningtias, N. M. S. R., Yustiantara, P. S., Paramita, N. L. P.V. 2012. Uji Aktivitas


Antibakteri Ekstrak Terpurifikasi Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Terhadap Bakteri
Propionibacterium acnes. Bali: Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Udayana.

Windriyati , Yulias Ninik, Budiarti, Aqnes, Dan Syahida, Igustin Azmi. AKTIVITAS
MUKOLITIK IN VITRO EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH (Piper Crocotum
Ruiz Dan Pav.) PADA MUKOSA USUS SAPI DAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN
KIMIANYA. Semarang : Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim.

Anda mungkin juga menyukai