Anda di halaman 1dari 12

Media Litbang Sulteng IV (2) : 137 – 141 , Desember 2011 ISSN : 1979 - 5971

PENGGUNAAN 2,4-D UNTUK INDUKSI KALUS KACANG TANAH


Oleh :
Mirni Ulfa Bustami*

ABSTRAK
Induksi kalus merupakan salah satu metode kultur jaringan yang dilakukan dengan jalan memacu pembelahan sel secara
terus menerus dari bagian tanaman tertentu seperti daun, akar, batang, dan sebagainya dengan menggunakan zat pengatur tumbuh
hingga terbentuk massa sel. Massa sel (kalus) tersebut selanjutnya akan beregenerasi melalui organogenesis ataupun embriogenesis
hingga menjadi tanaman baru. Salah satu zat pengatur tumbuh yang digunakan untuk induksi kalus adalah 2,4-D. Penelitian ini
bertujuan untuk menentukan konsentrasi 2,4-D yang paling efektif untuk menginduksi kalus pada eksplan daun kacang tanah yang
berasal dari kecambah steril. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Media dasar yang digunakan adalah media
MS yang ditambahkan berbagai konsentrasi 2,4-D yaitu M1 = 1,0 mg/l, M2 = 1,5 mg/l, M3 = 2,0 mg/l, M4 = 2,5 mg/l, M5 = 3,0 mg/l,
M6 = 3,5 mg/l. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian 2,4-D pada konsentrasi 1,0 mg/l sampai 3,5 mg/l dapat menginduksi
kalus pada eksplan daun kacang tanah. Semakin rendah konsentrasi 2,4-D maka pembentukan kalus semakin cepat, dan semakin
tinggi konsentrasi 2,4-D maka pembentukan kalus semakin lambat. Kalus yang terbentuk pada semua perlakuan memiliki tekstur yang
sama (keras dan kompak) dengan warna putih kehijauan. Konsentrasi 2,4-D yang efektif untuk induksi kalus dari daun kacang tanah
adalah 1,5 mg/l dan 3,5 mg/l

Kata kunci: induksi kalus, kacang tanah, 2,4-D.

I. PENDAHULUAN Salah satu upaya untuk meningkatkan


produktivitas kacang tanah adalah dengan
penyediaan dan pengunaan bibit kacang tanah
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) bermutu baik. Perbanyakan tanaman melalui
merupakan salah satu komoditas pangan yang kultur jaringan dapat menyediakan bibit dalam
banyak digunakan dan dikonsumsi masyarakat. waktu relatif singkat dengan jumlah yang
Dalam penggunaan sehari-hari, biji kacang memadai dan tidak tergantung musim, serta
tanah umumnya dikonsumsi langsung dalam tanaman yang dihasilkan lebih seragam dan
bentuk kacang goreng, kacang rebus, bumbu bebas patogen (Wattimena (1987). Beberapa
dan sebagainya sedangkan sebagai bahan baku teknik kultur jaringan antara lain yaitu fusi
industri, kacang tanah diolah menjadi minyak protoplas, keragaman somaklonal, seleksi in
goreng. Dalam proses pembuatan minyak vitro dan transformasi genetik, dimana langkah
goreng juga dihasilkan bungkil kacang yang awal dari semua kegiatan tersebut adalah
sangat berguna untuk pakan ternak (Najiyati menginduksi kalus yang bersifat embrionik.
dan Danarti, 1999). Induksi kalus dilakukan dengan jalan memacu
Dewasa ini kebutuhan akan kacang pembelahan sel secara terus menerus dari
tanah jauh lebih besar dibandingkan dengan bagian tanaman tertentu seperti daun, akar,
laju peningkatan produksi sehingga negara kita batang, dan sebagainya dengan menggunakan
harus mengimpor hingga puluhan ribu ton zat pengatur tumbuh hingga terbentuk massa
setiap tahunnya untuk dapat memenuhi sel. Massa sel (kalus) tersebut selanjutnya akan
kebutuhan kacang tanah dalam negeri (Najiyati beregenerasi melalui organogenesis ataupun
dan Danarti, 1999). Menurut Baharsjah dan embriogenesis hingga menjadi tanaman
Azhari (1980) penyebab utama rendahnya lengkap.
produksi kacang tanah di Indonesia adalah Menurut Vasil (1987) keberhasilan
rendahnya produktivitas. Rendahnya pelaksanaan kultur jaringan ditentukan oleh
produktivitas ini disebabkan beberapa faktor, beberapa faktor antara lain komposisi zat
antara lain teknik budidaya, serangan hama dan pengatur tumbuh, sumber eksplan dan jenis
penyakit, mutu benih rendah dan penggunaan tanaman. Selanjutnya Vasil (1987)
varietas lokal yang berdaya tumbuh rendah. menjelaskan bahwa zat pengatur tumbuh
berguna untuk menstimulasi pembentukan
1) Staf Pengajar pada Program Studi Agroteknologi, Fakultas
Pertanian Universitas Tadulako Palu.
kalus dan organ tanaman.

137
Zat pengatur tumbuh yang sering perlakuan diulang sebanyak empat kali
digunakan untuk menginduksi pembentukan sehingga terdapat 24 unit percobaan.
kalus adalah auksin. Diatara golongan auksin Pembuatan media tanam dilakukan
yang umum digunakan pada media kultur dengan mencampur semua bahan hara makro,
jaringan adalah 2,4-dichlorophenoxy Acetic hara mikro, vitamin, gula, myo-inositol dan
Acid (2,4-D) dan Indole Acetic Acid (IAA). 2,4-D sesuai perlakuan ke dalam labu takar. pH
Dibanding dengan IAA, 2,4-D memiliki sifat media ditepatkan 5,8 kemudian media
lebih stabil karena tidak mudah terurai oleh dipadatkan dengan 8 gr agar. Sterilisasi media
enzim-enzim yang dikeluarkan oleh sel dilakukan menggunakan autoclave pada suhu
tanaman ataupun oleh pemanasan pada proses 121oC dan tekanan 15 psi selama 30 menit.
sterilisasi (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Sterilisasi Bahan Tanam. Bahan tanam yang
Menurut Soeryowinoto (1996) hasil penelitian dipergunakan adalah daun kacang tanah yang
Suprapto (1987) menunjukkan penambahan berasal dari kecambah steril. Daun tersebut
2,4-D pada media MS padat dapat diperoleh dari biji yang dikecambahkan pada
menstimulasi pembentukan kalus pada eksplan media MS tanpa penambahan zat pengatur
daun tebu. tumbuh (MS0). Sterilisasi biji kacang tanah
Hingga saat ini, informasi tentang dilakukan dengan merendam biji secara
teknik kultur jaringan pada tanaman kacang berturut-turut kedalam larutan alkohol 70%
tanah khususnya yang berhubungan dengan selama dua menit, clorox 20% selama 15 menit,
penggunaan 2,4-D untuk menstimulasi clorox 10% selama 10 menit dan selanjutnya
pembentukan kalus yang berasal dari eksplan dibilas dengan aquadest steril sebanyak empat
daun belum banyak diketahui. Berdasarkan hal kali.
tersebut, maka dilakukan penelitian yang Penanaman. Eksplan daun (diameter
bertujuan untuk menentukan konsentrasi 2,4-D 0,5-1 cm) yang tumbuh dari kecambah steril
yang paling efektif untuk menginduksi kalus ditanam pada media kultur sesuai perlakuan.
pada eksplan daun kacang tanah yang berasal Daun diambil dengan pinset kemudian kedua
dari kecambah steril. ujung daun dipotong dan langsung ditanam
pada media kultur. Kultur disimpan dalam
II. BAHAN DAN METODE ruang inkubasi dengan suhu antara 22oC sampai
25oC.
Waktu penelitian dilaksanakan di Parameter yang diamati adalah saat
Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas muncul kalus (hari setelah tanam), warna kalus,
Pertanian. Bahan tanam yang digunakan adalah tekstur kalus, dan ada tidaknya akar.
daun kacang tanah yang berasal dari kecambah
steril. Bahan kimia yang digunakan sesuai III. HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan komposisi media dasar Murashige dan
Skoog (1962), 2,4-D, gula, pemadat media Saat Muncul Kalus (Hari Setelah
agar, aquadest, alkohol 70%, spritus, chlorox, Tanam). Hasil sidik ragam menunjukkan
kertas saring, tissue, dan kertas label. Alat yang bahwa masing-masing perlakuan 2,4-D yang
digunakan adalah Laminar Air Flow Cabinet, dicobakan berpengaruh sangat nyata terhadap
lemari pendingin, autoclave, aluminium foil, saat munculnya kalus.
oven listrik, scalpel dan blade, pinset,
handsprayer, pembakar Bunsen, timbangan Tabel 1. Saat munculnya kalus pada berbagai konsentrasi 2,4-D
(Hari Setelah Tanam/HST)
analitik, batang pengaduk, labu takar, pipet,
botol kultur, Petri dish, gelas ukur, Erlenmeyer, Perlakuan Rata-rata BNJ 5%
dan pH meter. 1,0 mg/l 2,4-D (M1) 4,0a
1,5 mg/l 2,4-D (M2) 4,0a
Penelitian disusun dalam Rancangan 2,0 mg/l 2,4-D (M3) 4,5ª 0,74
Acak Lengkap dengan komposisi media dasar 2,5 mg/l 2,4-D (M4) 5,5b
3,0 mg/l 2,4-D (M5) 6,0b
MS yang ditambahkan berbagai konsentrasi 3,5 mg/l 2,4-D (M6) 6,0b
2,4-D sebagai berikut : M 1 = 1,0 mg/l,
M2 = 1,5 mg/l, M3 = 2,0 mg/l, M4 = 2,5 mg/l, Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada
kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf
M5 = 3,0 mg/l, M6 = 3,5 mg/l. Setiap uji 5%.

138
Gambar 2. Kalus pada Eksplan Daun Kacang Tanah umur 7 Hari
7 Setelah Tanam
6

Hari Setelah Tanam


5 Meskipun perlakuan 2,4-D dengan
4 konsentrasi 1,0 mg/l (M1), 1,5 mg/l (M2) dan
3
2,0 mg/l (M3) menunjukan pembentukan kalus
lebih cepat, yaitu rata-rata hanya 4 hari sampai
2
4,5 hari setelah tanam, tetapi massa kalus yang
1 terbentuk relatif lebih kecil dibandingkan pada
0 perlakuan konsentrasi 2,4-D yang lebih tinggi.
M1 M2 M3 M4 M5 M6 Perlakuan 2,4-D dengan konsentrasi 3,0 mg/l
(M5) dan 3,5 mg/l (M6) menunjukan
Perlakuan munculnya kalus terlama, yaitu rata-rata 6 hari
setelah tanam, namun masa kalus terbentuk
Gambar 1. Histogram Saat Munculnya Kalus pada Hari Setelah
lebih besar (Gambar 3).
Tanam

Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa


semua perlakuan yang dicobakan dapat
menginduksi kalus. Keefektifan 2,4-D dalam
menginduksi kalus juga telah dilaporkan oleh
Alexander (1973). Meskipun semua
konsentrasi 2,4-D yang dicobakan dapat
menginduksi kalus, namun penggunaan 2,4-D
pada konsentrasi rendah (1,0-2,0 mg/l)
menstimulasi pembentukan kalus lebih cepat
dibanding penggunaan 2,4-D pada konsentrasi
lebih tinggi (2,5-3,5 mg/l). Gambar 3. Kalus dari Eksplan Daun Kacang Tanah Umur 4
Minggu Setelah Tanam
Awal munculnya kalus pada bagian
yang terluka, yaitu pada bagian bekas irisan,
dan kemudian menyebar pada permukaan luar Terbentuknya kalus pada seluruh
eksplan. Adanya pelukaan ini memudahkan perlakuan 2,4-D yang dicobakan menunjukkan
2,4-D berdifusi kedalam jaringan tanaman. konsentrasi 2,4-D yang ditambahkan kedalam
Dengan berdifusinya 2,4-D ke dalam jaringan media (1,0-3,5 mg/l) termasuk dalam “kisaran
tanaman, terutama melalui jaringan yang konsentrasi” yang dapat menstimulasi
terluka tersebut, akan menstimulasi pembelahan pembentukan kalus. Pada konsentrasi tersebut,
sel terutama sel-sel yang berada disekitar auksin eksogen (2,4-D yang ditambahkan ke
daerah yang terluka. Inisiasi kalus ditandai dalam media) dapat berinteraksi dengan auksin
dengan munculnya gumpalan sel-sel yang endogen (auksin yang terdapat dalam eksplan)
berwarna putih kehijauan. Selanjutnya untuk merangsang pembelahan sel. Menurut
gumpalan-gumpalan tersebut berkembang George dan Sherrington (1984), pembentukan
membentuk massa sel yang disebut kalus kalus sangat dipengaruhi oleh interaksi dan
(Gambar 2). keseimbangan antara zat pengatur tumbuh yang
ditambahkan ke dalam media dan zat pengatur
tumbuh yang terdapat dalam sel-sel yang
dikulturkan (zat pengatur tumbuh endogen).
Warna Kalus. Hasil pengamatan
warna kalus tertera pada Tabel 2.

139
Tabel 2. Warna kalus pada berbagai konsentrasi 2,4-D (Minggu beberapa kalus telah berwarna kecoklatan yang
Setelah Tanam).
menandakan terjadinya penuaan sel. Sel-sel
Minggu Setelah Tanam (MST) yang telah tua memiliki daya regenerasi yang
Perlakuan Ulangan
1 2 3 4 rendah.
1 + ++ ++ +++ Tekstur Kalus. Hasil pengamatan
2 + ++ ++ ++
M1
3 + ++ ++ ++ menunjukan bahwa semua kalus yang terbentuk
4 + ++ ++ ++ pada seluruh perlakuan memiliki tekstur yang
1 + ++ ++ ++ keras dan kompak. Menurut Dood (1993) kalus
2 + ++ ++ ++
M2
3 + ++ ++ ++ yang memiliki tekstur demikian umumnya
4 + ++ ++ ++ memiliki ukuran sel yang kecil dengan
1 + ++ ++ ++ sitoplasma yang padat, mempuyai inti sel yang
2 + ++ ++ ++
M3 besar dan butir pati (kandungan karbohidrat)
3 + ++ * *
4 + ++ ++ ++ yang banyak. Sel yang demikian memiliki
1 + ++ ++ ++
2 + ++ ++ ++
potensi regenerasi yang tinggi.
M4 Ada tidaknya Akar. Perubahan-
3 + ++ ++ *
4 + ++ ++ * perubahan morfologis dalam pembentukan akar
1 + ++ ++ +++
2 + ++ ++ ++
dimulai dengan terbentuknya tonjolan sel-sel
M5 berwarna putih pada permukaan kalus dan
3 + ++ ++ ++
4 + ++ ++ ++ selanjutnya membentuk organ berbentuk
1 + ++ ++ ++
2 + ++ ++ ++ silinder. Hasil pengamatan terhadap ada
M6
3 + ++ ++ ++ tidaknya akar yang berbentuk tertera pada
4 + ++ ++ * Tabel 3.
Keterangan : + = Putih Kehijauan
++ = Putih Kekuningan
+++ = Putih Kecoklatan Tabel 3. Pembentukan akar pada berbagai konsentrasi 2,4-D
*= Coklat tua
Persentase
Pembentukan
Perlakuan Ulangan Pembentukan
Tabel 2 menunjukan bahwa pada Akar
Akar (%)
minggu pertama semua kalus yang terbentuk MI 1 V
2 V
berwarna putih kehijauan. Namun pada minggu 3 V
100,00
kedua sampai ketiga, kalus yang terbentuk pada 4 V
semua perlakuan berubah perlahan-lahan dari M2 1 X
warna putih kehijauan menjadi putih 2 V
50,00
3 X
kekuningan. Selanjutnya pada minggu keempat, 4 V
sebagian kalus telah berwarna putih kecoklatan. M3 1 V
Pada beberapa botol juga dijumpai beberapa 2 V
66,67
3 *
kalus yang berwarna coklat tua. 4 X
Berdasarkan pengamatan terhadap M4 1 V
warna kalus tersebut, diketahui bahwa kalus 2 V
100,00
3 *
berwarna putih kehijauan hanya dijumpai pada 4 *
saat satu minggu pertama (warna tersebut M5 1 V
berlangsung sampai seminggu setelah 2 X
50,00
3 V
pembentukan kalus). Kalus putih kehijauan ini 4 X
merupakan sel-sel yang aktif membelah, dan M6 1 X
merupakan tipe kalus yang baik untuk 2 X
0,00
diregenarasi. Sehingga untuk meregenerasi 3 X
4 *
kalus yang terbentuk dari daun tanaman kacang
tanah sebaiknya kalus dipindahkan ke media Keterangan: V = Terbentuk Akar
regenerasi pada saat ini, yaitu pada saat kalus X = Tidak terbentuk Akar
*= Kalus telah berwarna coklat tua (nekrosis)
berumur sekitar satu minggu. Kalus yang telah
berumur dua minggu atau lebih memiliki warna Tabel 3 menunjukan bahwa semakin
putih kekuningan yang menunjukan gejala rendah konsentrasi 2,4-D, kalus cenderung
penuaan sel. Pada minggu keempat atau lebih membentuk akar. Hal ini dapat dilihat pada

140
konsentrasi 2,4-D yang terendah (1,0 mg/l), II. KESIMPULAN DAN SARAN
semua kalus membentuk akar (100%).
Sebaliknya, pada konsentrasi 2,4-D yang Berdasarkan hasil percobaan dapat
tertinggi (3,5 mg/l) kalus tidak membentuk akar disimpulkan bahwa pemberian 2,4-D pada
(0%) sedangkan pada perlakuan lainnya, konsentrasi 1,0 mg/l sampai 3,5 mg/l dapat
terbentuk akar pada kalus bervariasi (ada yang menginduksi kalus pada daun kacang tanah.
terbentuk dan ada yang tidak). Hasil ini Semakin rendah konsentrasi 2,4-D maka
menunjukkan bahwa keberadaan 2,4-D dalam pembentukan kalus semakin cepat, dan semakin
konsentrasi yang tinggi pada media kultur tinggi konsentrasi 2,4-D maka pembentukan
jaringan dapat menekan organogenesis, dalam kalus semakin lambat. Kalus yang terbentuk
hal ini pembentukan akar pada kalus. Untuk pada semua perlakuan memiliki tekstur yang
tujuan regenerasi, terbentuknya akar tidak sama (keras dan kompak) dengan warna putih
dikehendaki karena apabila akar telah lebih kehijauan. Konsentrasi 2,4-D yang efektif
dulu terbentuk maka tunas akan sulit untuk untuk induksi kalus dari daun kacang tanah
terbentuk. adalah 1,5 mg/l dan 3,5 mg/l.

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, 1973. Sugarcane Physiol; A Comprehensive Study of Saccharum Source to Sink System. 752 Elsevier Scientivist
Publishing Company, Amsterdam.

Baharsjah, J.S dan Azhari, D.H., 1980. Posisi Kacang-Kacangan di Indonesia. Ringkasan Hasil Penelitian Fakultas Pertanian IPB,
Bogor.

Dodd, B., 1993. Plant Tissue Culture for Horticulture. School of Life Science. Queensland University of Technology.

George, E.F., dan Sherrington, P.D., 1984. Plant Propagation By Tissue Culture. Exegatica Ltd. England.

Gunawan, L.W., 1988. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Pusat Antar Universitas (PAU)
Bioteknologi-IPB, Bogor.

Hendaryono dan Wijayani, 1994. Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif Modern. Kanisius, Yogyakarta.

Murashige, T. and Skoog, F., 1962. A Revised Medium for Rapid Growth and Bioassays with Tobacco Tissue Cultures. Physiol.
Plantarum.

Najiyati, S. dan Danarti, 1999. Pemanfaatan Lahan Tidur untuk Tanaman Pangan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Soeryowinoto, M., 1996. Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro. Kanisius, Yogyakarta.

Vasil, I. K., 1987. Developing Cell and Tissue Culture Systems for The Improvement of Cereal and Grass Crops. J. Plant Physiol.

Wattimena, G.A., 1992. Bioteknologi Tanaman. Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.

141
Media Litbang Sulteng IV (2) : 142 – 148 , Desember 2011 ISSN : 1979 - 5971

MENUJU KEBIJAKAN PENGELOLAAN TELUK PALU YANG HARMONIS

Oleh :
ANSAR

ABSTACT

Tulisan ini mencoba menggagas kebijakan pengelolaan teluk palu yang harmonis, di tengah tingginya potensi sumber daya
alam di teluk Palu tentu saja banyak pihak kepentingan yang akan mengambil keuntungan di dalamnya. Nelayan tradisional yang
secara turun temurun mengadu dan menyandarkan kehidupannya di teluk Palu, pengusaha, dan pemerintah adalah tiga aktor penting
dalam pemanfaatan dan pengelolaan teluk Palu. Namun pada kenyataannya terjadi GAB antara harapan dalam pengelolaan dan
kenyataan sesungguhnya di teluk Palu. Kerusakan ekologi dan daya dukung teluk palu akibat eksploitasi yang berlebihan, sampah dan
limbah yang tidak terkontrol, berbanding lurus dengan merosotnya daya dukung dan penghasilan nelayan tradisional teluk Palu. Dalam
pembangunan yang harmonis tentunya tidaklah mempertentangkan 3 aktor utama dalam pemanfaatan teluk Palu, tetapi bagaimana
mensinergikan ke tiga aktor tersebut kedalam kue pembangunan yang merata demi terwujutnya cita-cita pengelolaan teluk Palu yang
harmonis.

I. PENDAHULUAN
dan ketahanan nasional. Berdasarkan hal ini,
Dalam kepustakaan dikenal konsep maka kawasan pesisir pantai merupakan
“milik bersama” dalam pemanfaatan sumber persentuhan langsung ketiga unsur (darat, laut
daya perikanan “milik semua berarti bukan dan udara) dalam pembentukan ruangnya.
milik satu orang” (everibody’s property is Dengan penataan ruang kawasan daerah pesisir
nobody property) konsep milik bersama dalam diharapkan dapat menjadi arahan
perikanan diajukan oleh Christy, menurutnya pengembangan pesisir, baik sebagai kawasan
adalah dalam penggunaannnya di ikuti sifat lindung, kawasan budidaya maupun kawasan
terbuka babas untuk sekolomnpok pemakai atau tertentu sehingga dapat meningkatkan
calon pemakai. Wilayah pesisir merupakan lingkungan yang lestari dan kondusif terhadap
wilayah yang menjadi tumpuan harapan pengembangan kesejahteraan masyarakat
masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan berkelanjutan. Pembangunan perikanan dan
hidupnya. Wilayah ini merupakan daerah yang kelautan hendaknya diarahkan untuk meraih
sangat subur, produktif, dinamis, padat empat tujuan yang seimbang yakni (1)
penduduk dan banyak kegiatan. Sekitar 60% pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan, (2)
penduduk tinggal dan menggantungkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
hidupnya di wilayah pesisir dan laut. Lebih dari kemandirian masyarakat pesisir, (3)
90% produk ikan dihasilkan dari daerah pesisir terpeliharanya kelestarian lingkungan dan
atau daerah perairan pantai oleh nelayan tanpa sumberdaya kelautan, dan (4) menjadikan laut
perahu, perahu motor dan perahu motor tempel. sebagai perekat kesatuan dan persatuan bangsa.
Akan tetapi sangat ironis 85% penduduk di Berdasarkan beberapa konsep ini, maka
wilayah pesisir yang sangat subur dan produktif pemberian wewenang kepada daerah untuk
masih miskin, terutama di wilayah pesisir yang mengelola dan memanfaatkan sumberdaya
tingkat aksebiliasnya sangat rendah. kelautan dan perikanan dalam batas-batas yang
Pengelolaan wilayah pesisir perlu dilakukan telah ditetapkan. Hal ini dimaksudkan agar
secara terkordinasi, dimana pelaksanaannya manfaat sumberdaya kelautan dan perikanan
harus tetap berada dalam satu kesatuan semakin dirasakan oleh pemerintah daerah dan
lingkungan yang dinamis serta memelihara masyarakat setempat.
kelestarian fungsi dan wewenang lingkungan
1) Staf Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Tadulako
Palu.

142
Kabupaten Donggala 1.763,56 km2. Kawasan
II. PROFIL TELUK PALU darat teluk Palu terdiri dari tujuh kecamatan, 3
kecamatan di kota palu yaitu : kecamatan Palu
Teluk Palu memiliki potensi yang Utara, kecamatan Palu Timur, dan kecamatan
sangat baik untuk pengembangan kegiatan Palu Barat sedangkan untuk kabupaten
perikanan. Wilayah pesisir pantai Teluk Palu Donggala, yaitu kecamatan Banawa, kecamatan
terdiri atas 26 Desa/ Kelurahan yang masuk Sindue, kecamatan Tanantovea, dan kecamatan
dalam wilayah administrative Kab. Donggala Tawaili. Yang terdapat di dua puluh empat (24)
dan Kota Palu dengan potensi SDA yang cukup kelurahan/desa.
besar, baik yang berada disepanjang pesisir Dari jumlah 2000 KK Masyarakat
maupun yang ada diwilayah laut teluk Palu. nelayan, di pemukiman komunitas nelayan
Secara administrasi daerah Pantai Teluk Palu kecil disepanjang pesisir teluk Palu tidaklah
dipisahkan oleh dua wilayah administrasi yaitu merata aktifitas mereka disektor yang
Kabupaten Donggala memanjang mulai dari disandangnya. 50% nelayan yang sehari-
kelurahan Loli sampai desa Tanjung Karang, harinya turun kelaut mencari Ikan (Mayoritas
kemudian mulai dari Desa Wani hingga sampai Laki-laki). 40% berjualan ikan hasil tangkapan
Desa Toaya. Sementara wilayah Kota Palu (mayoritas Perempuan) 10% selebihnya
mulai dari Kelurahan Watusampu sampai beraktifitas sebagai petani, buruh bangunan,
Kelurahan Pantoloan. Dualisme perwilayahan buruh pabrik, sopir dan karnet angkutan umum
ini menjadikan kawasan pesisir Teluk Palu serta pegawai Negeri Sipil (PNS). Sekitar
menjadi kurang mendapatkan perhatian dari ±1800 nelayan yang menggantungkan hidupnya
pemerintah daerah, ini dapat dilihat dari kawasan di teluk Palu, secara klasifikasi
tumpang tindihnya kebijakan pada leading nelayan di teluk Palu dibedakan menjadi Empat
sector pada tiap-tiap pemerintahan khususnya bagian : Pertama nelayan penuh yang
Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas menggantungkan hidupnya murni kepada teluk
Parawisata, serta Dinas Pertambangan. Teluk Palu. Kedua, nelayan sampingan utama dan
Palu mempunyai ekosistim pesisir yang sangat sampingan tambahan. Ketiga, pedagang ikan
kompleks dengan memiliki ekosistim estuaria, segar, dan Keempat nelayan pengelolaan ikan.
mangrove, terumbu karang, dan padang lamun secara turun temurun nelayan tradisional telah
menjadikan teluk Palu kaya akan organisme memanfaatkan teluk Palu dengan berprofesi
perairan, hal ini dibarengi dengan makin nelayan “topebau” sebagai salah satu sumber
meningkatnya populasi manusia tinggal dan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga
mendiami wilayah pesisir sepanjang teluk Palu. sehari-hari. Setiap harinya dengan
Daerah estuaria dapat kita temukan pada menggunakan alat tangkap yang sederhana,
dimuara sungai teluk Palu serta sungai-sungai nelayan tradisonal teluk Palu mendapatkan Rp.
kecil lainnya yang terdapat hampir diseluruh 25000 – sampai dengan Rp. 50.000, Nelayan
kelurahan/desa disepanjang wilayah pesisir teluk Palu mayoritas adalah nelayan tradisional
teluk Palu. Ekosistim mangrove banyak yang menggunakan alat tangkap sederhana
dijumpai di sepanjang pantai Loli Tasiburi seperti Panjuyu, sero-sero, Pukat, dan
sampai Tanjung Batu, namun daerah Kabonga Kail/pancing, dan jenis-jenis tangkapan berupa
(tanjung kabonga) adalah yang paling produktif Cakalang, Katombo, Baubara, Katamba Udang
dan kompleks, wilayah timur daerah mangrov halus, Rono, Hiu dasar. Data trakhir tahun 2002
dapat dijumpai disepanjang pantai Labuan jumlah produksi tangkapan teluk Palu setiap
hingga Toaya. Bentangan ekosistim karang tahunnya berjumlah 2.700 Kg .
dimulai dari kelurahan Tipo sampai dengan
Tanjung Karang bahkan sampai desa III. KONTEK MASALAH DAN POLA
Salubomba, Ekosistim karang tersebut berjarak PEMBANGUNAN PENGELOLAAN
10 – 20 meter dari pasang tertinggi. Kawasan TELUK PALU
teluk Palu terletak antara 03.13 – 00.51 lintang
selatan dan antar 119.34 – 120.10 bujur timur. A. Kontek Masalah Pengelolaan Teluk Palu
Sementara luas daratan kawasan teluk Palu Penulis dari berbagai sumber baik
2.158,62 km2 ditambah luas dari 4 kecamatan di berupa kumpulan tulisan, berita dan hasil

143
penelitian memetakan Anatomi masalah- Pola konflik juga terjadi akibat
masalah pengelolaan teluk Palu menjadi 3 Kesenjangan akibat kerusakan ecology.
bagian. Pertama, pada level kebijakan dan Munculnya bentuk-betuk eksrtraktif di kawasan
implementasinya. Kedua, ketidakadilan hulu, dampak tambang yang ekstraktif
pemanfaatan ruang di teluk Palu. Ketiga, berpengaruh terhadap debit air dan keruhnya
kerusakan ekologi di teluk Palu. wilayah teluk Palu dan berakibat kepada kurang
Pada level kebijakan dan baiknya pertumbuhan ikan dan karang, berbagai
implementasinya terjadi ketidakkonsistesinan. buangan limbah dan sampah pabrik, rumah
Ada beberapa peraturan daerah yang mengatur tangga, hotel/wisata dan rumah sakit serta
tentang teluk Palu yang tidak di tegakkan. Dari bengkel, serta pengkaplingan yang eskratif
hasil monitoring penulis : Pertama, Perda No. pesisir pantai di kawasan Kelurahan
02 Tahun 2005 tentang pengelolaan teluk Palu, Watusampu, Buluri, Tipo, Silae, sepanjang
Modus pelanggaran Melakukan pembiaran kelurahan Kampung Lere sampai Talise,
terhadap pelanggaran yang menurut peraturan Mamboro dan Kayumalue, mengakibtakan
dilarang bahkan diberikan sanksi, daya dukung ekologi Teluk Palu semakin
Pembangunan tidak berdasarkan tata ruang, menurun.
Memberi izin kepada pengusaha/pemodal tanpa Penulis juga mencatat Dampak dan
mempertimbangan kesinambungan Pemerintah ancaman dari ketiga anatomi konflik diatas
Kota Palu dan Kabupaten Donggala tidak mengakibatkan masalah sebagai berikut ;
melakukan apapun terhadap pelanggaran ini. Pertama, meningkatnya konflik sosial dan
Kedua, Perda No. 7 tahun 2005 retribusi ekonomi di nelayan teluk Palu yang hingga kini
pelayanan usaha perikanan Modus pelanggaran telah terjadi. Mengingat, semakin sempitnya
Melakukan diskriminasi terhadap alat tangkap wilayah kelola nelayan teluk Palu yang
bangang. Ketiga, Perda No. 9 tahun 2005 dirampas oleh pemodal dan praktek illegal.
tentang pemakaian alat tangkap dan alat Bantu Kedua, nelayan teluk Palu terancam
penangkapan ikan dalam pengelolaan perikanan kekuarangan pendapatan penghasilan di teluk
Modus pelanggaran Melakukan pembiaran dan Palu di karenakan menurunnya daya dukung
tidak menindak terhadap pelanggaran yang dan akibat praktek illegal fishing yang
menurut peraturan dilarang bahkan diberikan destruktif. Hasil studi Lembaga Yayasan
sanksi, Memberi izin kepada Pendidikan Rakyat tahun 2005, prilaku illegal
pengusaha/pemodal melakukan Illegal Fishing. fishing di teluk Palu nelayan di daerah
Pola lain dari konflik pengelolaan SDA Mamboro, Tondo, Lere, Talise, Tipo, Buluri,
di Teluk Palu ialah Kesenjangan dan dan kelurahan Pantaloan mengalami penurunan
ketidakadilan pemanfataan ruang; Pertama, pendapatan sebanyak 50-70 % setiap harinya.
maraknya pelaku illegal fishing di teluk Palu Ketiga, kondisi yang terparah menimpa bagi
yang dilakukan secara terang-terangan di kaum perempuan dan anak-anak sebagai
daerah kelurahan Tondo, kelurahan Mamboro dampak dari penurunan pendapatan nelayan di
di desa Wani, Salubomba, dll. Kedua, teluk Palu. Banyak ibu-ibu nelayan yang
penambangan-penambangan yang ekstraktif di kehilangan pekerjaannya sebagai penjual ikan
daerah : kelurahan Watusampu, kelurahan di pasar lokal karena tidak adanya pendapatan
Buluri, kelurahan Mamboro, Lambara dan ikan dari suaminya atau orang lain yang
Taipa hasil catatan penulis ada 14 perusahaan mempercayakan kepadanya. Keempat,
tambang galian C yang masih aktif beroperasi rusaknya ekologi teluk Palu, hilangnya garis
di teluk palu. Ketiga, izin-izin pendirian pantai, abrasi, sedimentasi, pencemaran, hancur
bangunan seperti hotel, dermaga pegangkutan dan rusaknya terumbu karang, menurunnya
material sirtukil, rumah makan dan tempat potensi ikan, dll menjadi ancaman bagi
wisata dimana dijalankan dengan melakukan kelestarian dan kesinambungan sistem ekologi
reklamasi pada wilayah-wilayah pesisir pantai. di teluk Palu.
Keempat, nelayan di teluk Palu juga untuk di
beberapa wilayah dilarang beroperasi karena B. Pola Pembangunan Pengelolaan Teluk
dianggap mengganggu ketertiban. Palu

144
1. Tambang SIRTU Kesenjangan sosial juga terjadi ketika
daerah/ wilayah penangkapan ikan bagi nelayan
Kegiatan penambangan pasir, batu dan tradisional yaitu di Kel. Tondo yang diklaim
kerikil yang beroprasi tidak jauh dari badan oleh pengusaha (baca: pengusaha etnis cina)
sungai-sungai dan pantai teluk Palu tidak sebagai bagian dari kegiatan usahanya sehingga
memperhatikan etika pemanfaatan tentang pengusaha tersebut berhak menguasai daerah
sempadan pantai dan sempadan sungai yang perairan dan melarang nelayan melakukan
seharusnya 100 meter dari sisi kiri dan kanan aktivitas penangkapan ikan, sementara secara
badan pantai dan sungai, penambangan ini turun temurun Salutua (sebuatan masyarakat
memicu banyak hal yang dapat mengganggu setempat terhadap wilayah tersebut) adalah
kosentrasi keseimbangan lingkungan diwilayah basis produksi ekonomi nelayan di Kelurahan
pesisir, dan dapat mengakibatkan sungai Tondo
menjadi lebar hal ini berdampak pada
perkebunan serta pemukiman masyarakat. Pada 3. Teluk Palu sebagai Keranjang Sampah
kawasan pesisir dapat mengakibatkan
penimbunan terhadap beberapa ekosistim Selain persoalan diatas sampah juga
seperti terumbu karang, dan vegatasi hutan dihasilkan oleh rumah tangga bagi penduduk
mangrove, dan didaerah lainnya akan terjadi yang mendiami badan sungai serta pesisir teluk
abrasi pantai. Palu, ini dapat dilihat bagaimana penduduk
Debit sedimentasi yang dibawah oleh memanfaatkan sungai sebagai sarana
sungai masuk ke teluk Palu berdasarkan (keranjang sampah) untuk pembuangan akhir,
penelitian yang melibatkan masyarakat dari hasil studi Tahun 2004 yang dilakukan
setempat pada tahun 2004 sudah mencapai pada YPR bersama Penduduk yang bermuikm mulai
titik yang memprihatinkan yaitu mencapai dari pasar Inpres/Manonda, Pasar Tua,
16.000 meter kubik perhari yang dihasilkan Kampung Baru, sampai Kampung Lere (yang
oleh 8 (delapan) sungai yang berada dalam mendiami pinggir Sungai) semuanya
kota palu (Sungai Loli, Sungai Buluri, Sungai menggunakan sungai untuk
Sombelewara, Sungai Palu, Sungai Poboya, mengangkut/membawa sampah mereka hingga
Sungai Taipa, Sungai Lambara, Sungai akhirnya sampai ke-Laut Teluk Palu, dan
Pantoloan). Untuk sungai Palu sendiri, luas diperparah lagi dengan adanya limbah kimia
Deltanya sudah mencapai 7,4 Ha. yang dihasilkan oleh bengkel, beberapa rumah
sakit yang juga menggunakan air sungai dan
2. Industri Dan Kawasan Wisata selokan/ drainnase sebagai media yang praktis
Dengan dibukanya jalan lingkar untuk untuk membuang limbah hal ini-pun semuanya
kawasan wisata teluk Palu maka minat untuk bermuara ke-Laut Teluk Palu.
membuka penginapan, hotel, serta tempat
santai/ persinggahan mulai menjamur, ini dapat IV. ASPEK SOSIAL PENGELOLAAN
dilihat disepanjang pantai Tondo, Talise sampai KAWASAN PESISIR TELUK
Tipo. Persoalan yang timbul adalah PALU.
pembuangan sampah baik itu sampah industri
maupun sampah yang diakibatkan oleh tempat Nelayan kota Palu, hampir tidak sama
refresing/ santai yang tidak terkonsentrasi dengan pesisir yang lainnya bahwa nelayan
dengan baik, apa lagi sampai didominasi oleh terdapat di kampung-kampung . Akan tetapi di
sampah ang-organik. Hal serupa terjadi pada pesisir kota palu adalah nelayan yang juga
kawasan industri yang mendiami kawasan merupakan bagian dari masyarakat Kota Palu
pesisir teluk Palu, semuanya menjadikan laut yang berinteraksi langsung dengan masyarakat
teluk Palu sebagai tempat pembuangan akhir kota lainnya.
sampah. Persoalan diatas telah meresahkan Model pengelolaan dan pemanfaatan laut
nelayan tradisional khususnya yang mendiami sebagai sumber pendapatan nelayan masih
Kel. Silae, Lere, Baru, Besusu, Talise, Tondo, tergolong dalam nelayan tradisional, sehingga
Kayumalue Pajeko, dan Pantoloan. perlu penanganan tersendiri atau metode
tersendiri dalam mensejahterakan nelayan

145
tersebut. Baik di tingkat pendidikan maupun V. KEBIJAKAN/ PERDA YANG
kesejahteraan dan kedaulatan mereka dalam DILAHIRKAN OLEH PEMERINTAH
mengakses sumber informasi, kebijakan daerah DAERAH KOTA PALU :
maupun penerapan akses teknologi yang sesuai
dengan kondisi perairan dan kebersamaan Pemerintah Daerah Kota Palu
masyarakat. melahirkan kebijakan-kebijakan dalam bentuk
Sampai saat ini dikenal berbagai Peraturan Daerah yang didominasi oleh Pajak
kebijaksanaan pemerintah antara lain dan Retribusi, dan tidak satu-pun Peraturan
kebijakan pemerintah dalam menghimpun Daerah Kota Palu yang mengatur tentang
dana, kebijakan pengaturan tentang kondisi pengelolaan pesisir dan laut teluk Palu yang
kehidupan negara dan masyarakat, lebih menekankan kepada kepentingan
kebijaksanaan pemerintah untuk masyarakat pesisir teluk Palu dan lingkungan
mengalokasikan dana atau fasilitas yang hidup demi penghidupan yang berkelanjutan.
dikuasainya dan kebijaksanaan pemerintah Adapun Perda Kota Palu yang tujuannya untuk
dalam bersikap untuk mewujudkan PAD, diantaranya :
keteraturan. Dari berbagai pertemuan dengan 1. Perda No. 20 /2001-Retribusi Tanda Daftar
pemerintah kota samapai saat ini untuk Perusahaan
pengembangan kawasan teluk Palu sendiri 2. Perda No. 27/2001 - Izin Usaha
cendrung di arahkan sebagai daerah wisata . Pertambangan
Sedangkan sektor perikanan sepertinya tidak 3. Perda No. 33/2001 - Penyusunan Dokumen
menjadi harapan besar bagi pengembangan AMDAL Atau Upaya Pengelolaan
kawasan tersebut. Disatu sisi Pemerintah Lingkungan dan Upaya Pemantauan
merencanakan Kota Palu menjadi kota yang Lingkungan
berbasis industri sebagaimana layaknya kota– 4. Perda No. 11/2002 - Pajak Pengambilan
kota lainnya disatu sisi masyarakat nelayan Bahan Galian C
tidak menjadi prioritas untuk dapat bersaing 5. Perda No 13/2002 - Perubahan Atas Perda
dalam meningkatkan kesejahteraan mereka. Kota Madya Daerah Tingkat II Palu No.
Sebagaimana di paparkan oleh nelayan di 27/1998 Tentang Retribusi Izin Peruntukan
Kelurahan Silae : Penggunaan Tanah
6. Keputusan Wali Kota Palu No. 42/2002 -
Bahwa mereka walaupun diberi bantuan Penetapan Nilai Pasar Pengambilan Bahan
pemerintah akan tetapi kalau tempat Galian Golongan C Dalam Wilayah Kota
penambatan perahu mereka telah di Palu.
tembok oleh pengusaha restoran, di 7. Dan Perda atau kebijakan lainnya yang
mana kasian mereka menyimpan perahu bertujuan untuk Pendapatan Asli Daerah
mereka, sedangkan di Silae sampai saat (PAD) yang berdampak pada percepatan
ini sudah sempit tempat mereka pengrusakan lingkungan hidup kawasan
menambat perahu mereka. teluk Palu.

Walaupun diketahui bahwa nelayan II. MENUJU KEBIJAKAN


tradisional tersebut adalah golongan minoritas PENGELOLAAN TELUK PALU
yang lemah akan tetapi Kebijakan yang YANG HARMONIS
demokratik dan transformasi pengetahuan yang
dilakukan tidak semata-mata hanya Teluk Palu mempunyai ekosistim
mengikuti analisis ekonomi semata-mata pesisir yang sangat kompleks dengan memiliki
untuk kepentingan kenaikan devisa/ ekosistim estuaria, mangrove, terumbu karang,
pendapatan daerah, artinya bahwa begitu dan padang lamun menjadikan teluk Palu kaya
jelaslah substansi kebijakan publik tidak akan organisme perairan, hal ini dibarengi
memenuhi kualifikasi rasa keadilan dan dengan makin meningkatnya populasi manusia
demokrasi. yang tinggal dan mendiami wilayah pesisir
sepanjang teluk Palu. Masyarakat nelayan yang
bermukim disepanjang pesisir teluk Palu

146
merupakan komunitas masyarakat yang dinamis terus terjadi akan sangat mempengaruhi
serta mempunyai keinginan untuk selalu populasi ikan diwilayah pesisir teluk Palu.
melakukan perubahan baik perubahan sosial Kebijakan daerah yang ada saat ini
maupun ekonomi. Hal ini terlihat jelas pada merupakan kebijakan yang berorientasi
karekter nelayan yang keras baik dalam bentuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang
individu maupun kelembagaan. Komunitas berdampak pada percepatan penghancuran
masyarakat nelayan teluk Palu tidak lingkungan disekitar pesisir dan laut teluk Palu.
terhegemoni dengan konsepsi otonomi dan Tidak satu-pun kebijakan daerah yang isinya
ruang administrasi pemerintahan daerah yang menyangkut perlindungan terhadap lingkungan
diributkan oleh banyak orang. Dalam strata dan hak-hak masyarakat setempat sebagai
kehidupan sosial nelayan teluk Palu terbagi kebijakan payung dari semua konsep
kedalam tiga bagian pertama nelayan pengelolaan kawasan pesisir pantai dan laut
cultural/penuh, kedua nelayan sambilan utama, teluk Palu.
ketiga nelayan sambilan tambahan. Masyarakat Tinjau dan cabut izin perusahaan
nelayan teluk Palu secara turun temurun telah tambang galian C yang telah melakukan
memanfaatkan sumberdaya pesisir teluk Palu eksploitasi dengan tidak memperhatikan aspek
dengan menangkap ikan (berprofesi nelayan) lingkungan dan aspirasi masyarakat.
sebagai salah satu sumber untuk memenuhi Perusahaan yang dimaksud adalah perusahan
kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Alat yang beroprasi pada muara sungai, pada badan
penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan sungai, serta bibir pantai dan juga melakukan
teluk Palu didominasi oleh alat tangkap ikan- pembuangan sampah dan limbah ke teluk Palu.
ikan pelagis terkesan sederhana dan belum Hal ini karena pertimbangan bahwa
mengalami sentuhan modernisasi serta sampah, limbah, sedimentasi yang cukup besar
teknologi seperti konstruksi dan bahan alat dapat menurunkan kualitas serta fungsi
tangkap (fishing gear construction), efektifitas sumberdaya hayati dan ekosisitim pendukung
metode pengoprasian alat (fishing method), pada kawasan pesisir teluk Palu. Debit sedimen
Tingkah laku ikan (fish behafior), pola yang masuk ke Teluk Palu melalui sungai-
perpindahan ikan (migration). Ada beberapa sungai mencapai 16.000 meter kubik perhari,
jenis alat tangkap yang sering digunakan dengan jumlah debit sedimen sebesar itu akan
nelayan tradisional teluk Palu seperti pancing dapat membunuh beberapa ekosisitim pesisir
(hand line), pukat/jarring (gillnet, beach seine), Teluk Palu dengan demikian akan berpengaruh
bagan (lift net), Bubu (potable traps), sero pada populasi ikan di Teluk Palu.
(fishing with areal traps), serta panah/senjata Meninjau kembali izin bangunan
(wounding gear). terhadap bangunan di sepanjang sempadan
Ekosistim yang kompleks dimiliki teluk pantai, termasuk mencabut izin bangunan yang
Palu mempunyai ancaman yang sangat besar diterbitkan/ dikeluarkan oleh Pemerintah
dimana tidak adanya keterpaduan penataan Daerah setelah diberlakukannya UU
ruang pemanfaatan dari kawasan Up land dan Lingkungan Hidup Tahun 1997 dan
Law land, selain itu ada beberapa ancaman menghentikan pemberian izin bangunan
yang sangat serius karena sudah disepanjang bantaran sungai Palu dan pesisir
memperlihatkan dampak pada beberapa pantai Teluk Palu (sempadan pantai dan
ekosistim pendukung dikawasan pesisir teluk sempadan sungai).
Palu diantaranya, adalah tambang galian “C”, Pembuatan Peraturan Daerah
limbah industri, sedimen yang terbawa banjir Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Pantai dan
akibat erosi, serta sampah Laut Teluk Palu yang akomodatif, partisipatif,
Laju sedimen, limbah, dan sampah konservatif, serta mengakui zona penangkapan
bukan hanya dapat membunuh ekosistim tradisional nelayan Teluk Palu.
karang dan ekosisitim mangrove akan tetapi, Dengan adanya kebijakan yang disusun
dapat mengganggu kualitas air serta intensitas oleh masyarakat pesisir pantai Teluk Palu maka
cahaya yang masuk yang dipergunakan biota diharapkan kebijakan ini dapat diterima dan
laut lainnya untuk bereproduksi, dan hal ini dijadikan dasar dalam pembangunan pesisir dan
laut Teluk Palu dengan mengakomodir seluruh

147
kepentingan stakehoulders (utamanya Adanya zona konservasi (jalur hijau)
komunitas nelayan dan komunitas penambang dikawasan teluk Palu, sebagai kawasan yang
tradisional), bagian terpenting dari semua itu diperuntukkan bagi daerah pemijahan, daerah
adalah : Pertama bagaimana kita dapat asuhan, daerah adaptasi, serta merupakan
memulihkan kondisi teluk Palu walaupun kawasan pengembangan penelitan.
dalam jangka waktu yang cukup lama, Kedua Perlu pengkajian tekhnologi terapan untuk
akan adanya pengakuan terhadap hak kelola diaplikasikan dalam setiap bidang usaha yang
komunitas nelayan dan komunitas penambang berpotensi memberi dampak buruk terhadap
tradisional tentang basis penangkapan ikan pesisir dan laut Teluk Palu dengan tidak
serta basis produksi ekonomi masyarakat mengesampingkan lingkungan perairan dan
lainnya. permasalahan sosial di masyarakat.
Ketiga Terakomodirnya seluruh kepentingan Pemerintah Daerah (Propinsi, Kota dan
manusia di bumi ini yang mempunyai Kabupaten) harus konsisten melaksanakan
aksebilitas terhadap kawasan pesisir dan laut semua perundang-undangan yang mengatur
teluk Palu. tentang Lingkungan Hidup dan Hak-hak
masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

DR. Surahman saad, M.Hum politik hukum perikanan indonesia tahun 2005

Yayasan Pendidikan Rakyat (YPR) Palu. 2004. Studi Partisipati Tentang Sistem Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Kawasan
Pesisir Pantai dan Laut Teluk Palu Yang Juga Dikaitkan Dengan Kondisi Geologi Kota Palu.

Yayasan Pendidikan Rakyat (YPR) Palu. 2004-2006. Demokratisasi Pengelolaan Kawasan Pesisir Pantai dan Laut Teluk Palu.

SNTP Tahun 2000-2003. Kumpulan Surat Pernyataan Sikap. SNTP.

SNTP Tahun 2005. Kongres SNTP ke 3 Tahun 2005.

BPS Kota Palu Tahun 2004. Kota Palu Dalam Angka.

Republik Indonesia, UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Republik Indonesia, PP Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

Republik Indonesia, Kepres Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.

Peraturan Daerah Kota Palu No. 17 Tahun 2000 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Palu.

Peraturan Daerah Kota Palu No. 18 tahun 2003 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Umum Daerah.

Peraturan Daerah Kota Palu No. 2 tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Pesisir Pantai dan Laut Teluk Palu

Peraturan Daerah Kota Palu No. 5 tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Kota Palu yang Transparansi dan Partisipatif.

Perda No. 27/2001 - Izin Usaha Pertambangan

Perda No. 33/2001 - Penyusunan Dokumen AMDAL Atau Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan

Perda No. 11/2002 - Pajak Pengambilan Bahan Galian C

YPR, SPRA, Jatam. Mereka yang dipinggirkan. “Sengketa Tambang Galian C di Sulawesi Tengah.

KP.03/WALHI/09/04. Hak Atas Lingkungan Hidup Sebagai Hak Asasi Manusia. WALHI 2004.

148

Anda mungkin juga menyukai