Anda di halaman 1dari 8

15

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI JAMUR KAYU DARI HUTAN PENDIDIKAN


UNIVERSITAS HASANUDDIN DI BENGO-BENGO KECAMATAN CENRANA
KABUPATEN MAROS
Isolation and Identification of Wood decayed-Fungy from the Hasanuddin University Experimental Forest
at Bengo-Bengo, Cenrana Subdistrict, Pangkep Regency

Astuti Arif, Musrizal Muin, Tutik Kuswinanti dan Rahmawati

ABSTRACT

Wood deterioration were generally occured by the activities of biological agents. Fungal can attack wood
and lignoselullosic substances and cause staining and decaying. Its damage levels were vary depending
on the attacking fungal species. Eventhough it poses some disadvantages, actually fungy have potential
benefits for human life such as nutrient, energy resources, medicine, etc. Fungy from the Hasanuddin
University Experimental Forest were collected, isolated, and identified in this study. Identification was
conducted throughout their macroscopic and microscopic characteristics. The result showed that the
amount of fungal species were fourteen species, i.e: Trichoderma sp., Phymatotrichum sp., Pycnoporus
cinnabarinus, Pleurotus sp., Verticillium sp., Schizophyllum sp., Clavariadelphus truncates, Beuveria sp,
Dendryphion sp., Penicillium sp., Amanita junguilea (jamur kikik), Auricularia auricularis (jamur kuping
pimir), Amanita fuliginea Hongo, and Fusarium sp.

Key words: Wood fungy, deterioration, Hasanuddin University Experimental Forest

PENDAHULUAN tidak dapat dimanfaatkan lagi untuk penggunaan


seperti konstruksi bangunan.
Kayu merupakan bahan organik yang disusun Kondisi iklim dan letak geografis yang berbeda
oleh polimer selulosa, hemiselulosa dan lignin. akan memberikan pengaruh yang berbeda pada
Dalam praktek penggunaannya, kayu sangat pertumbuhan mikroorganisme. Ditinjau dari
mudah mengalami perubahan kualitas oleh faktor kerusakan akibat pelapukan jamur, temperatur dan
lingkungan (Doi and Horisawa, 2001). Perubahan presipitasi merupakan faktor iklim yang sangat
fisik dan kimia dapat disebabkan oleh kombinasi penting (Hasegawa, 2001). Mengetahui hal
faktor-faktor pencuacaan/weathering seperti air, tersebut maka diduga terdapat perbedaan
panas, cahaya, sinar ultraviolet (UV), oksigen dan mikroorganisme terutama jamur perusak kayu dari
ozon di udara, serta aktivitas mikroorganisme. satu lokasi dengan lokasi lainnya, khususnya yang
Jasad renik atau mikroorganisme merupakan berada di Hutan Pendidikan Bengo-Bengo,
salah satu faktor yang banyak menimbulkan Kabupaten Maros.
kerusakan pada kayu, yang bervariasi tergantung Selain dikenal sebagai perusak kayu, jamur
pada sifat-sifat kayu. Mikroorganisme ini dapat juga memiliki manfaat bagi bidang pangan dan
dibedakan dalam empat golongan berdasarkan medis. Kandungan protein dan gizi yang tinggi
sifat perkembangan dan tipe kerusakan yang sangat baik untuk dikonsumsi, sedangkan
ditimbulkan, yaitu jamur perusak kayu, jamur keberadaan zat antibiotik yang dihasilkannya
pewarna kayu, dan bakteri penyerang kayu. seperti penicilium sangat berguna bagi bidang
Untuk mempertahankan hidupnya, mikroorganisme pengobatan. Bagi ilmu pengetahuan yaitu sebagai
tersebut memanfaatkan polimer kayu dan zat lain sumber informasi tentang unsur-unsur yang
dalam kayu sebagai nutrisi dengan cara dirombak terdapat pada jamur yang kemudian dapat
menjadi senyawa sederhana. Proses perombakan diaplikasikan, baik untuk pengendalian bagi jamur
dilakukan secara biokimia dengan bantuan enzim. perusak kayu, juga bagi pembudidayaannya.
Akibat aktivitas perombakan inilah yang Berdasarkan hal tersebut, maka perlu kiranya
menyebabkan sifat-sifat kayu berubah, baik fisik penelitian ini dilaksanakan, agar kita lebih
maupun kimia, sehingga kayu menjadi rusak dan mengenal jamur kayu yang selanjutnya dapat

Jurnal Perennial, 5(1) : 15-22


16

diaplikasikan berdasarkan peruntukannya masing- Kemudian larutan medium tumbuh dituang dalam
masing. cawan steril, selanjutnya dibiarkan pada laminator
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi, air flow sampai memadat.
mengisolasi jamur kayu di Hutan Pendidikan
Bengo-Bengo dan mengidentifikasi jenis jamur Isolasi Jamur di Laboratorium
kayu berdasarkan ciri makroskopis dan Isolasi dan identifikasi jenis-jenis jamur yang
mikroskopisnya. Hasil penelitian ini diharapkan diperoleh dari lapangan dilaksanakan di
bermanfaat sebagai sumber informasi tentang Laboratorium Bioteknologi Pertanian, Pusat
keanekaragaman jenis jamur kayu, sebagai Kegiatan Penelitian, Universitas Hasanuddin,
sumber pangan, dapat digunakan untuk penilaian dengan tahapan:
efektivitas tindakan pengawetan kayu, dan untuk
memacu pengembangan biopulping dan Isolasi Jamur dari kayu/pohon
bioenergy. Metode ini digunakan pada sampel jamur yang
sudah membentuk tubuh buah. Sampel jamur
BAHAN DAN METODE yang sudah dipotong kecil-kecil sebelum dibiakkan
dilakukan sterilisasi permukaan dengan
menggunakan air steril dan alkohol 70%.
Pengambilan Sampel Jamur di Lapangan Pembiakannya bisa dilakukan dengan kertas
saring atau langsung pada media biakan (PDA).
Sampel jamur diambil dengan menggunakan
Pemindahan koloni baru dilakukan berulang-ulang
metode purposif pada kayu yang terserang jamur
sampai diperoleh isolat murni.
dan tanah yang mengandung serasah atau bahan
organik di beberapa lokasi pada Hutan Pendidikan Isolasi dengan Pengenceran
Universitas Hasanuddin di Bengo-Bengo,
Metode ini digunakan pada sampel jamur yang
Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, Sulawesi
berasal dari tanah dan belum berbentuk tubuh
Selatan. Pengambilan sampel dilakukan menjelang
buah. Prosedur isolasi diawali dengan
akhir musim hujan. Sebelum dibawa ke
pengambilan sampel tanah sebanyak 2 gram yang
laboratorium, setiap sampel jamur diamati secara
dilarutkan ke dalam 18 ml air steril kemudian
visual dan didokumentasikan untuk melihat warna
dikocok dengan vortex selama + 20 menit.
dan bentuk tubuh buahnya.
Pengenceran dilakukan dengan cara
mensuspensikan 1 ml, melarutkan stok dalam 9 ml
Persiapan Medium Tumbuh
air steril dan seterusnya sampai pada pengenceran
Medium tumbuh yang digunakan adalah yang diinginkan (untuk cendawan 10-1 sampai 10-2)
Potato Dextrose Agar (PDA). Medium tumbuh untuk actinomycetes 10-3 sampai 10-5, untuk
dibuat dengan campuran bahan-bahan yaitu bakteri 10-6 sampai 10-8). Sebanyak 0,5 ml dari
kentang yang telah dikupas 200 g, gula pasir 20 g, setiap konsentrasi, dituang pada cawan Petri yang
tepung agar 16 g, aquades 1000 ml. Pembuatan berisi media biakan, selanjutnya diratakan. Metode
medium didasarkan pada prosedur Dharmaputra, lain yang dapat dilakukan adalah dengan
dkk. (1989), yaitu: kentang diiris-iris setebal 1 cm, mengambil suspensi pada konsentrasi yang
direbus sampai diperoleh air rebusan yang diinginkan, kemudian dicampurkan pada media
kekuning-kuningan yaitu ketika kentang mulai yang masih hangat (45oC), selanjutnya dituang
lunak. Air rebusan kentang disaring dengan pada cawan petri.
menggunakan kain saring. Filtrat hasil saringan air
Identifikasi Jamur
rebusan kentang tersebut ditambahkan dengan
gula pasir dan tepung agar kemudian semua Identifikasi dilakukan dengan mengamati ciri
bahan dipanaskan dan diaduk sampai larut. makroskopis dan mikroskopis jamur. Ciri
Setelah semua bahan-bahan larut, medium makroskopis yang diamati adalah warna jamur,
tumbuh tersebut disterilkan di autoclave selama ± koloni jamur dan bentuk tubuh buah jamur.
15 menit pada suhu 121oC dengan tekanan 1,5 Pengamatan ciri mikroskopis mencakup hifa,
atm. Saat medium tumbuh dalam keadaan hangat spora, sporangium, konidia dan konidiofor dan ciri
diberi streptomycin sulfate yang berfungsi sebagai khusus yang akan menentukan jenis jamur
antibiotik penghambat bakteri kontaminan. tersebut. Mendokumentasikan sampel dengan

Jurnal Perennial, 5(1) : 15-22


17

menggunakan mikroskop berkamera. Identifikasi Coffea sp., Pinus merkusii, Serasah Pinus, “Lento-
dilakukan dengan mengacu pada buku identifikasi lento”, “Lobe-lobe”, “Bunja”, dan ”Mali-mali”. Selain
jamur, yaitu: Barnett and Hunter (1998), Streets ditemukan di kayu, jamur juga diperoleh di tanah.
(1980), Fassatiova (1986), Dharmaputra, dkk. Melalui pengamatan makroskopis atau
(1989), Sastrahidayat (1990), Savonius (1973), mikroskopis, serta dari keduanya, jamur-jamur
KEHATI (2000). tersebut dapat dikenal dan diidentifikasi
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1, 2
HASIL DAN PEMBAHASAN dan 3.
Penentuan jenis yang disajikan pada Gambar
Jamur yang dikumpulkan dari Hutan 1, 2 dan 3 didasarkan pada pengamatan
Pendidikan Bengo-Bengo ditemukan pada makroskopis dan mikroskopis dengan rincian
beberapa jenis kayu, yaitu: Ficus sp. “Parang”, sebagai berikut:

Pleurotus Amanita junguilea Amanita fuliginea

Figure 1. Identified fungal by macroscopic characteristics

Trichoderma Phymatotrichum

Verticilium Beauveria

Fusarium Dendryphion
Figure 2. Identified fungal by microscopic characteristics: (A) Mycellium growth, and (B) microscopic
appearence with 200 X magnification.

Jurnal Perennial, 5(1) : 15-22


18

Schizophyllum

Clavariadelphus truncatus

Stilbum

Auricularia auricularis Pycnoporus cinnabarinus

Figure 3. Identified fungal by both of macroscopic and microscopic characteristics: (A) Macroscopic
appearance, (B) Mycellium growth, and (B) microscopic appearance with 200 X magnification.

tidak melingkar. Segmen pucuk membentuk


Trichoderma sp.
kelompok-kelompok konidia yang berbentu oval
Pengamatan makroskopis specimen dan berwarna hijau gelap jika berjumlah banyak.
memperlihatkan adanya miselium yang sangat Pertumbuhannnya cepat sekali. Ciri-ciri tersebut
halus, berwarna putih pada awal pertumbuhannya oleh Streets (1980) adalah karakteristik
kemudian berangsur-angsur berwarna hijau gelap Trichoderma.
setelah miselium bertambah banyak dan jika telah
tua. Dharmaputra dkk. (1989) mengemukakan Phymatotrichum sp.
bahwa mula-mula koloni Trichoderma berwarna
Jamur ini tergolong fungi imperfek dengan
hialin, kemudian tampak seperti adanya bintik-
pertumbuhan miselium yang teratur dan tebal,
bintik kecil atau bantalan-bantalan yang sering
berwarna putih dengan hifa yang panjang. Setiap
menjadi hijau karena konidium yang telah
helaian hifa agak tebal sehingga terlihat sangat
terbentuk. Ciri mikroskopis menunjukkan adanya
jelas. Miselium rebah ke salah satu arah secara
konidiofor yang memiliki banyak cabang, tetapi
bersamaan dengan penyebaran ke samping dan

Jurnal Perennial, 5(1) : 15-22


19

ke atas atau membentuk hifa udara. Ciri Verticilium sp.


mikroskopis menunjukkan adanya konidiofor yang
Ciri-ciri mikroskopis jamur ini adalah konidiofor
diproduksi dalam jumlah besar dalam “permadani
ramping dan bercabang-cabang secara melingkar.
spora” (spora-mat) pada tanah lembab, cabangnya
Konidia tunggal atau berkelompok di pucuk. Jika
tak teratur dan ujung-ujungnya menggembung
dibiakkan miseliumnya berwarna putih diawal
dengan spora-spora seperti Botrytis. Spora ini
pertumbuhannya kemudian berwarna hijau
berwarna kuning kecoklatan jika banyak jumlahnya
menggumpal. Ciri lainnya mempunyai mikro-
dan berkecambah. Sclerotia berwarna gelap dan
sclerotina yang hitam dan banyak jumlahnya. Ciri
kecil (2-4 mm), kadang-kadang membentuk
ini oleh Streets (1980) adalah karakteristik khas
benang-benang hifa. Ciri-ciri tersebut menurut
dari Verticilium sp.
Streets (1980) dan Barnett and Hunter (1998)
adalah ciri Phymatotricum sp. Schizophyllum sp.
Pycnoporus cinnabarinus Ciri-ciri makroskopis dari jamur ini adalah
memiliki tubuh buah dalam jumlah yang banyak,
Jamur ini ditemukan menempel pada kayu
berukuran sangat kecil, berwarna putih kusam
mati dengan tubuh buah yang lebar dan tipis
dengan bentuk seperti kipas. Tumbuh berkelompok
seperti kapas, berwarna orange dengan
pada batang kayu “lobe-lobe” yang telah mati. Jika
permukaan yang bergaris-garis dan mengerut.
dibiakkan miseliumnya halus, putih agak hijau
KEHATI (2000) mengemukakan ciri-ciri yang sama
dengan pertumbuhan agak lambat. Sedangkan ciri
dengan ciri yang diamati pada P. cinnabarinus,
mikroskopisnya yaitu sporanya putih dengan
sehingga jamur ini dapat diidentifikasi langsung
sporohore kering yang memiliki bagian-bagian.
dari makroskopisnya, yaitu kelompok jamur kayu
Streets (1980) menguraikan bahwa Schizophyllum
yang berbentuk kipas dengan permukaan yang
berukuran sangat kecil, tipis, bentuknya berlapis-
lebar, berukuran sekitar 15 x 20 cm.
lapis (shelf-like) dan sangat umum ditemukan pada
Permukaannya berkerut dan agak bergaris pada
bagian-bagian jaringan mati dari pohon-pohon
bagian tepi karena penebalan warna orange dari
yang masih hidup. Seringkali jumlah tubuh buah
jamur. Bagian bawah tidak rata dan berporus
sangat banyak, lebarnya 2,5 sampai 3,25 cm,
halus. Tangkai tidak kelihatan karena ujung
bentuknya seperti kipas, warna putih sampai
karkopora langsung menyatu pada substrat kayu.
kelabu di permukaan atas dan insang-insang
berwarna kelabu berbentuk seperti garpu di
Pleurotus sp.
permukaan bawah. Jika kering maka insang-
Ciri-ciri makroskopis yang terlihat dari jamur ini insangnya terpisah dan setiap setengah bagian
adalah tubuh buah berwarna putih, licin, lunak, insang akan menggulung ke atas, yang merupakan
tidak bertangkai, ditemukan berkelompok pada ciri khas Schizophyllum sp.
pohon “lento-lento” lapuk yang berada di Petak I
(hutan alam). Ciri mikroskopis menujukkan adanya Clavariadelphus truncates
basidiospora berbentuk bola dengan satu basidium
Jamur ini ditemukan pada tanah di sekitar
yang memiliki 4 stigma. Dharmaputra dkk (1980)
pepohonan pada jalan setapak perbatasan antara
menguraikan bahwa Pleurotus memiliki ciri tudung
petak I dengan petak II. Ciri mikroskopis
jamur secara lateral yang tidak bertangkai atau
menunjukkan adanya tubuh buah yang unik yaitu
bertangkai secara eksentrik, tumbuh pada
berbentuk seperti benang berwarna kuning sampai
ranting/kulit kayu yang telah mati, permukaan
orange. Tumbuh berkelompok di sekitar perakaran
tudung berwarna putih, licin dan lunak.
pohon, bentuknya hampir mirip dengan Clavia
Basidiosporanya kebanyakan berbentuk seperti
inequalis, namun tangkai dari atas sampai dasar
bola tetapi pada beberapa species berbentuk bulat
memiliki ukuran yang sama dan ujungnya
panjang satu basidium memiliki 4 strigma, hidup
meruncing. Panjangnya 4-10 cm dengan lebar 0,5
sebagai saprofit dan cenderung ditemukan
cm. Ciri-ciri ini sama dengan yang diuraikan dalam
mengelompok. Jamur ini dapat dimakan dan
KEHATI (2000). Jika dibiakkan pertumbuhan
memiliki rasa yang tidak enak.
miseliumnya tergolong cepat, berwarna putih
diawal pertumbuhannya, selanjutnya berwarna
hijau gelap pada miselium yang bertumpuk dan

Jurnal Perennial, 5(1) : 15-22


20

yang sudah tua. Konidiofor tidak memiliki cabang lengket, bagian bawah berbilah berwarna putih dan
bahkan ada juga yang tidak bercabang. Segmen agak lembab, tangkai di tengah tudung berwarna
pucuk membentuk kelompok-kelompok konidia putih, volva berbentuk bolbus kenyal, tanpa cincin,
berwarna hijau. Karakteristik ini oleh Barnett and panjang 4-8 cm dengan diameter 0,5 cm.
Hunter (1998) merupakan ciri C. truncates.
Auricularia auricularis
Beauveria sp.
Karakteristik makroskopis jamur ini yang
Jamur ini merupakan jamur yang menyerang ditemukan pada kulit kayu mati adalah warna
serangga. Pertumbuhannya sangat cepat. Ciri tubuh coklat bening dengan permukaan yang licin,
miroskopis yaitu spora hialin, bundar dan lebih karkopranya lunak dan melekat langsung di kulit
kecil dari fusarium. Konidiofor berbentuk zig-zag kayu dan tidak memiliki peruratan seperti jenis
dan pada ujungnya membentuk konidia. Konidia jamur kuping yang lainnya, berukuran antara 408
hialin bulat lonjong terdiri atas satu sel kering dan cm, koloninya ditemukan dalam jumlah yang tidak
kecil menonjol. Miselium berwarna putih dengan begitu banyak pada substrat tempat jamur ini
penampakan seperti tepung dan membentuk hidup, seperti umumnya jenis jamur kuping, jamur
gelembung pada pangkalnya serta berkelompok. ini dapat dimakan. Ciri-ciri ini identik dengan yang
Konidia berukuran antara 2,0 - 2,5 mm sampai 2,0 diuraikan oleh KEHATI (2000) dan Dharmaputra
- 3,0 μm. Karakteristik ini oleh Steinhaus (1963) dkk. (1989).
dan Tanada (1987) adalah ciri-ciri Beauveria sp.
Amanita fuligenia Hongo
Dendryphion sp.
Jamur ini diidentifikasi langsung dari ciri
Jamur ini memiliki miselium tergolong lambat, makroskopisnya, dimana tubuh buah dari jamur ini
berwarna putih sangat halus, berwarna hijau gelap berukuran kecil sampai ukuran medium, lebar
untuk miselium yang sudah tua, memiliki konidiofor tudung antara 30-60 mm, berbentuk cembung,
tegak, berwarna gelap dengan banyak konidia berwarna abu-abu hingga nampak hitam, bagian
berwarna gelap dan bersekat, bersifat saprofit atas lebih gelap, serabutnya lebih halus, biasanya
pada kayu. Ciri-ciri ini merupakan ciri yang sama globorus, garis tepi pada tudung jamur lembut dan
yang dikemukakan oleh Barnett and Hunter (1998). tanpa appendicute kemudian penghubung tudung
berwarna putih hingga agak keputih-putihan.
Penicillium sp. Jamur ini ditemukan di pangkal pohon Coffea sp.
Karakterik yang diamati pada jamur ini adalah yang telah lapuk yang terletak di sekitar sumber
koloni berwarna hijau kebiru-biruan pada media mata air di perbatasan petak I dan II.
PDA, hifa bersepta, konidiofor tegak dan
Fusarium sp.
bercabang melingkar secara tunggal. Phialid
berbentuk bulat seperti botol dengan ujung yang Jamur ini memiliki miselium berwarna putih
tumpul dan konidia berbentuk bulat. seperti kapas kemudian berangsur-angsur
berwarna keungu-unguan (nampak jelas jika
Amanita junguilea diperhatikan pada dasar media tumbuh),
Jamur ini dapat diidentifikasi langsung melalui pertumbuhannya tergolong lambat dengan
ciri makroskopisnya. Jamur ini ditemukan tumbuh penyebaran arah samping. Dharmaputra dkk.
pad tanah di antara tumpukan serasah Pinus pada (1989) menguraikan bahwa Fusarium pada media
jalan menanjak pada petak 3. Ciri-ciri yang diamati biakan memiliki miselium seperti kapas, berwarna
yaitu tubuh buah berwarna putih, bertangkai, di merah, merah lembayung, orange, ungu dan lain-
tengah tudung ada butiran-butiran halus yang lain. Jamur ini ditemukan dalam bentuk miselium
melengket. KEHATI (2000) menguraikan bahwa pada jaringan kayu Ficus sp. yang selanjutnya
Amanita junguilea memiliki ciri-ciri tumbuh di ditumbuhkkan media PDA. Pengamatan di bawah
permukaan tanah yang lembab pada daerah yang mikroskop menunjukkan adanya konidiofor kecil
tinggi, tubuh buah berwarna putih kekuningan, dan sederhana, ada yang besar, pendek,
tudung berdiameter 3-6 cm berwarna kuning pada bercabang dan bergerombol pada sprodochia.
bagian tepi dan terdapat butiran-butiran yang Makrokonidia terdiri atas lebih dari satu sel yang
berbentuk bulat telur. Hal ini sesuai dengan uraian

Jurnal Perennial, 5(1) : 15-22


21

Streets (1980) bahwa Fusarium sp. mempunyai ciri heterotrof, jamur tersebut lebih banyak ditemukan
yaitu konidiofor kecil dan sedrhana, ada yang pada bagian pohon yang telah mati atau tidak
besar, pendek bercabang dan bergerombol pada melakukan lagi aktivitas fisiolgis, seperti kayu,
sporodachia. Konidia hialin dan terdiri atas dua cabang dan serasah.
yaitu makrokonidia dan mikrokonidia. Makro-
konidia terdiri atas lebih dari satu sel yang KESIMPULAN
berbentuk lonjong dan menyerupai bulan sabit dan
makrokonidia terdiri atas satu sel yang berbentuk Berdasarkan hasil yang didapatkan pada
bulat telur. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan
Pada dasarnya, jenis-jenis jamur yang sebagai berikut :
ditemukan di Hutan Pendidikan Bengo-Bengo 1. Jamur yang dapat diidentifikasi ada 14 (empat
dapat digolongkan atas jamur pewarna belas) jenis, di antaranya yaitu: Trichoderma
(Phymatotrichum sp., Verticilium sp., dan sp., Phymatotrichum sp., Pycnoporus
Penicillium sp.) dan jamur pelapuk kayu cinnabarinus, Pleurotus sp, Verticilium sp.,
(Pycnoporus cinnabarinus, Pleurotus sp., Schizohyllum sp., Clavariadelpus truncatus,
Szhizophyllum sp., Clavariadelphus truncates, Beauveria sp., Dendryphion sp., Penicillium sp.,
Amanita junguilea, Auricularia auricularis, dan Amanita junguilea, Auricularia auricularis,
Amanita fuliginea Hongo). Beberapa jenis jamur Amanita fuliginea Hongo, dan Fusarium sp.
yang ditemukan belum diketahui hubungannya 2. Dari 14 (empat belas) jenis jamur yang
dengan deteriorasi kayu, yaitu Trichoderma sp., tergolong sebagai jamur pewarna adalah
Beauveria sp., dan Dendryphion sp.). Jamur yang Phymatotrichum sp., Verticilium sp.,
diidentifikasi tersebut juga ada yang dapat Dendryphion sp., Penicillium sp., dan Fusarium
dikonsumsi (Pleurotus sp. dan Auricularia sp.; sedangkan jamur yang tergolong sebagai
auricularis), sebagai obat antibiotik (Penicillium jamur pelapuk kayu yaitu Pycnoporus
sp.), sebagai pengendali hayati (Trichoderma sp. cinnabarinus, Pleurotus sp., Clavariadelpus
dan Beauveria sp.), sebagai jamur patogen truncatus, Amanita junguilea, Auricularia
(Verticillium sp., Schizophillium sp., dan Fusarium auricularis, dan Amanita fuliginea Hongo.
sp.), dan ada yang beracun (Amanita junguilea dan
Amanita fuliginea). Pengelompokan jamur menurut
kemampuan merusak kayu dapat dilihat pada DAFTAR PUSTAKA
Tabel 1. Pada table tersebut terlihat bahwa jamur-
jamur yang telah diidentifikasi ini ada yang Barnett, H.L. dan B.B. Hunter. 1998. Illustrated
ditemukan pada sumber makanan yang beragam. Genera of Imperfect Fungi. The American
Namun, sebagai mikrooorganisme yang bersifat Phytopathological Society St. Paul, Minnesota.

Table 1. Fungal classification based on wood damage characteristics


Classification
No. Fungal species Wood staining Wood decaying Location Class
fungi fungi
1. Trichoderma sp. - - Serasah di tanah Deuteromycetes
2. Phymatotrichum sp. √ - Ficus sp. Deuteromycetes
3. Pycnoporus cinnabarinus - √ Ficus sp. Basidiomycetes
4. Pleurotus sp. - √ “Lento-lento” lapuk Basidiomycetes
Ficus sp., “Lobe-lobe”
5. Verticillium sp. √ - Deuteromycetes
dan angsana mati
6. Schizophillium sp. - √ Batang “lobi-lobi” mati Basidiomycetes
7. Clavariadelphus truncatus - √ Tanah Basidiomycetes
8. Beauveria sp. - - Kayu “parang” Deuteromycetes
9. Dendryphion sp. - - Kayu “bunja” Zygomycetes
10. Penicillium sp. √ - Kayu “parang” mati Deuteromycetes
11. Amanita junguilea - √ Serasah Pinus Ascomycetes
12. Auricularia auricularis - √ Kayu “mali-mali” Basidiomycetes
13. Amanita fuliginea Hongo - √ Coffea sp. lapuk Ascomycetes
14. Fusarium sp. √ - Pinus lapuk Deuteromycetes

Jurnal Perennial, 5(1) : 15-22


22

PHKA Departemen Kehutanan dan Yayasan


Dharmaputra O.S; W.G. Agustin dan Nampiah. Keanekaragaman Hayati. Sumatera Selatan.
1989. Penuntun Praktikum: Mikologi Dasar. Hasegawa, M., 2001. Climate Index of Wood
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Decay in Japan and Togawa Prefecture. In:
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat High-Performance Utilization of Wood for
Antar Universitas Ilmu Hayati. IPB. Bogor. Outdoor Uses. Y. Imamura (Ed). Wood
Doi, S. and S. Horisawa, 2001. Fungi Isolated Research Institut, Kyoto University. Kyoto.
from The Sugi (Cryptomeria Japanica) Sastrahidayat, I.R., 1990. Ilmu Penyakit
Heartwood Lumbers Exposed at Six Test Tumbuhan. Usaha Nasional Surabaya.
Sites of Japanese Island. In: High- Surabaya.
Performance Utilization of Wood for Outdoor Savonius, M. 1973. All Colour Book of Mushrooms
Uses. Y. Imamura (Ed). Wood Research and Fungi. Octopus Books. London.
Institute, Kyoto University. Tokyo.
Streets, R.B. 1980. Diagnosis Penyakit Tanaman.
Fassatiova, O. 1986. Moulds and Filamentous The University of Arizona Press. Tuskon-
Fungi in Technical Microbiology. Department Arizona, USA. (Alih bahasa: Imam Santoso).
of Cryptogamic Botany Charles University.
Prague. Steinhaus, E.A. 1963. Insect Pathology. Academic
Press. New York.
KEHATI. 2000. Jamur Makroskopis (Cendawan) di
TNKS, Small Research 1999/2000. Dirjen Tanada, Y. 1987. Insect Pathology. Academic
Press. New York.

Diterima : 07 Oktober 2008

Astuti Arif, Musrizal Muin, dan Fatmawati


Lab. Keteknikan dan Diversifikasi produk Hasil Hutan
Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin
Kampus Tamalanrea, Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10, Makassar 90245
Telp./Fax. 0411-585917. Indonesia

Tutik Kuswinanti
Lab. Bioteknologi Pertanian
Pusat Kegiatan Penelitian, Universitas Hasanuddin
Kampus Tamalanrea, Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10, Makassar 90245
Telp./Fax. 0411-585917. Indonesia

Jurnal Perennial, 5(1) : 15-22

Anda mungkin juga menyukai