Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH HUKUM KEBENDAAN PERDATA

GADAI

Anggota :

Anna Patricia Haga

Manggar Ariska Riza 1206209740

Rosyida Octavia 1206209476

Zarina Martha Dahlia 1206209652

Azyyati 1206209601

Naomi Renata

Riski Wibowo 1206209564

Ikhsan Hidayat 1206209570

Taufik Nur Romadhon 1206209753

Sabilla Firdaus Ghasanni 1206209444

Zenitha Syafira 1206209734

Ike Yeni Kartika Sari 1206209721

Prastayanti

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK, 2013

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah hukum kebendaan perdata
mengenai gadai ini, dengan baik dan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Shalawat serta
salam tak lupa kami ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya dan para
sahabatnya.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas hukum kebendaan perdata yang diberikan
oleh tim pengajar hukum islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Secara umum penulisan mengenai makalah ini diharapkan dapat memberikan nilai-
nilai positif kepada para penulis maupun pembaca, terutama mengenai pemahaman dan
pengetahuan akan jaminan terhadap benda bergerak yakni gadai beserta berbagai
perbandingannya dari berbagai segi hukum. Disini kami menyadari bahwa luasnya ilmu
pengetahuan yang ada di bumi, dan materi dalam makalah ini hanyalah sebagian kecil dari
sesuatu yang sangat besar itu.

Dalam kesempatan ini, tidak lupa kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dosen pembimbing kami Ibu Endah Hartati S.H.,M.H. karena tanpa bimbingan dari
beliau makalah hukum islam ini tidak dapat terselesaikan dengan baik dan tepat.

Jakarta,5 November 2013

Ttd.

Penulis

ii
DAFTAS ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................... I

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... II

DAFTAR ISI...........................................................................................................................III

BAB I

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Manfaat Penulisan .................................................................................................. 2
D. Ruang Lingkup.........................................................................................................2

BAB II

A. Landasan Teori….....................................................................................................3
A.1 Pengertian ......................................................................................................... 3
A.2 Objek Gadai ...................................................................................................... 5
A.3 Subjek Gadai ..................................................................................................... 6
A.4 Sifat-Sifat Gadai..............................................................................................8
A.5 Cara Mengadakan Gadai ................................................................................... 9
A.6 Hak Dan Kewajiban Penerima Dan Pemberi Gadai… .................................... 11
A.7 Hapusnya Gadai .............................................................................................. 13
A.8 Kendala-Kendala Pengikatan Hak Gadai Di Lembaga Perbankan ................. 13
A.9 Gadai (Pand) Menurut KUH Perdata dan Gadai/Cekelan Dalam Hukum Adat
13
B. Contoh Kasus dan Analisis Kasus. ........................................................................ 16
C. Analisis Kasus ....................................................................................................... 16
D. Yurisprudensi ........................................................................................................ 20

BAB III

A. Kesimpulan ......................................................................................................... 22
B. Saran ....................................................................................................................22

LAMPIRAN

iii
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Seperti yang diketahui definisi tentang benda yang terletak didalam pasal 499
KUHPerdata yaitu bahwa benda merupakan tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang
dapat dikuasai oleh hak milik. Barang memiliki pengertian yang sempit karena
bersifat konkrit dan berwujud artinya dapat dilihat dan diraba, akan tetapi hak
menunjuk pada pengertian benda yang tidak berwujud. Makalah ini akan lebih
membahas mengenai salah satu hak yang dimiliki oleh kebendaan.
Hak kebendaan sendiri memiliki pengertian sebagai hak yang melekat pada
suatu benda yang memberikan kekuasaan langsung atas benda tersebut dan dapat
dipertahankan oleh setiap orang artinya bahwa hak kebendaan bersifat absolut. Hak
kebendaan ini dapat dibedakan menurut fungsinya menjadi hak kebendaan yang
memberikan suatu kenikmatan dan hak kebendaan yang memberikan suatu jaminan.
Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan yaitu hak atas benda milik
sendiri yang diatur didalam buku ke II KUHPerdata yakni hak menguasai dan hak
milik. Sedangkan hak kebendaan yang memberikan jaminan, artinya hak kebendaan
pada dasarnya terjadi atas benda milik orang lain. Hak jaminan tersebut yakni
gadai(pand) dan hipotek(hypotheek). Dengan demikian, dalam makalah ini penulis
akan menjelaskan lebih lanjut mengenai gadai yang termasuk dalam hak kebendaan
yang memberikan suatu jaminan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan KUHPerdata tentang gadai serta landasan teori apa saja
yang mengatur tentang gadai?
2. Bagaimana yurisprudensi mengatur tentang gadai dan bagaimana analisa
penyelesaian kasus mengenai gadai?
3. Bagaimana penerapan teori-teori gadai dalam penyelesaian kasus ?

1
C. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini, yaitu ;
1. Mengetahui lebih mendalam mengenai Gadai menurut KUHPerdata dan berbagai
landasan teori
2. Memberikan pemahaman kepada pembaca dan juga penulis mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan gadai serta penerapannya dalam kasus dan aturannya
didalam yurisprudensi
3. Memenuhi kompetensi tugas mata kuliah Hukum Kebendaan Perdata

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari makalah ini yaitu :
1. Pengertian Gadai
2. Penyelesaian kasus tentang gadai
3. Penerapan teori-teori gadai dalam kasus

2
BAB 2

ISI

A. LANDASAN TEORI

A.1 Pengertian
Ketentuan mengenai gadai diatur didalam pasal 1150 KUHPerdata hingga
pasal 1160 KUHPerdata. Gadai mengatur benda-benda bergerak sehingga pasal
tersebut dinyatakan masih berlaku. Menurut pasal 1150 KUHPerdata, gadai memiliki
arti yakni
“Gadai merupakan suatu hak yang diperoleh berpiutang atas suatu barang
bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang berutang atau orang lain atas
namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil
pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang
lainnya, kecuali haruslah didahulukan biaya untuk melelang barang serta biaya yang
telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang yang digadaikan tersebut.”
Mr. Vollmar menyatakan bahwa hak gadai dalam pasal 1150 KUHPerdata
diberi definisi sebagai suatu hak atas benda bergerak milik orang lain, yang tujuannya
bukan untuk memberi kenikmatan atas benda tersebut kepada orang yang berhak
(pemegang gadai), melainkan hanya untuk memberi jaminan tertentu bagi pemenuhan
suatu tagihan. 1
Prof. Subekti berpendapat bahwa hak gadai akan memberikan kewenangan
untuk menyerahkan bezit atas suatu benda, dengan tujuan untuk mengambil pelunasan
hutang dari pendapatan penjualan benda itu lebih dahulu dari penagih-penagih
lainnya. 2
Berdasarkan pendapat ini maka, dalam gadai penguasaan atas suatu benda
akan diserahkan oleh pemiliknya kepada pihak kreditur dan bukan hak milik atas
benda tersebut. Akibatnya, hak milik akan tetap secara hukum pada pemilik benda,
hanya saja secara factual penguasaan atas benda tersebut berada ditangan pihak
kreditur.
1
H.F.A Vollmar, Hukum Benda, disadar oleh Chidir Ali, Tarsito, Bandung, 1980, halaman 185.
2
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Hak-Hak Atas Benda, PT. Pembimbing Masa, Jakarta, 1963,
halaman 181.

3
Hal ini dipertegas oleh ketentuan pasal 1152 KUHPerdata yang menyatakan sebagai
berikut :
“Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang-piutang bawa
diletakkan dengan membawa barangnya gadai dibawah kekuasaan si berpiutang atau
seorang pihak ketiga, tentang siapa disetujui oleh kedua belah pihak.”

Dengan demikian, secara umum unsur-unsur gadai adalah sebagai berikut :


 Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang
bergerak. Pada dasarnya gadai itu merupakan suatu hak kebendaan bagi pihak
yang berpiutang atau kreditur. Hak kebendaan hanya meliputi barang-barang
yang bergerak dan tidak meliputi barang-barang yang tidak bergerak.
 Hak gadai atau pandrecht merupakan suatu hak accessoir artinya adanya hak
itu tergantung dari adanya suatu perjanjian pokok, ialah perjanjian hutang
piutang yang dijamin dengan hak tersebut. Hak ini semata-mata diadakan
karena perjanjian dan karenanya gadai menurut hukum tidak akan dapat
terjadi.
 Hak gadai tidak hanya dapat diadakan oleh debitur sendiri, tetapi juga oleh
pihak lain atas benda-benda yang mereka miliki. Kata-kata “atas namanya
sendiri” dalam pasal 1150 KUHPerdata dalam pasal tersebut tidak boleh
ditarik kesimpulan bahwa pihak lain yang dimaksud hanya dapat bertindak
sebagai wakil dari debitur, sebab maksudnya adalah pihak tersebut dapat
bertindak sebagai penggadai.
Menurut pasal 1152 ayat 1 KUHPerdata, hak gadai atas benda-benda
bergerak dan atas piutang-piutang kepada pembawa diletakkan dengan
membawa barang gadainya dibawah kekuasaan si berpiutang atau seorang
pihak ketiga, yang telah disetujui oleh kedua belah pihak.
Pasal 1153 KUHPerdata menyatakan bahwa hak gadai atas benda-
benda bergerak yang tak bertubuh, kecuali surat-surat tunjuk atau surat-surat
bawa, diletakkan dengan pemberitahuan perihal penggadaiannya, kepada
orang terhadap siapa hak yang digadaikan itu harus dilaksanakan. Tentang
pemberitahuan dan izin si pemberi gadai, orang yang bersangkutan dapat
meminta suatu bukti tertulis.

4
Dan, yang terpenting dalam perjanjian gadai ialah bahwa benda yang
dijadikan jaminan haruslah dilepaskan dari kekuasaan si pemberi gadai dan
diserahkan kepada penerima gdai, hal ini disebut inbezitstelling.
 Barang bergerak tersebut diserahkan kepadanya oleh seseorang berutang atau
seseorang lain atas namanya. Perolehan dan penyerahan barang bergerak
tersebut adalah dari pihak yang berutang atau debitur ataupun dari pihak
ketiga. Penyerahan bisa dilakukan secara nyata maupun melalui sebuah akta.
 Memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan
dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang
lainnya. Melalui hak kebendaan berupa gadai ini, pihak yang berpiutang atau
kreditur konkuren terhadap kreditur-kreditur lainnya dalam hal pelunasan
hutang-hutang pihak yang berutang atau debitur.
 Walaupun pihak yang berpiutang atau kreditur memiliki hak konkuren
dibandingkan dengan kreditur lainnya, namun terdapat hak lain yang lebih
tinggi yaitu hak yang dimiliki oleh balai lelang atas biaya-biaya pelelangan
barang bergerak dan biaya pemeliharaan barang bergerak yang digadaikan.
Pelunasan biaya-biaya tersebut harus didahulukan dari pelunasan atau hak-hak
yang lain.

A.2 Objek Gadai

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1150 jo. Pasal 152 KUHPerdata, benda yang
dapat dijadikan sebagai objek gadai ialah benda bergerak. Perlu diperhatikan bahwa
suatu benda akan dapat dikategorikan sebagai benda bergerak karena sifatnya atau
karena ketentuan undang-undang.

Suatu benda bergerak karena sifatnya adalah benda yang tidak tergabung
dengan tanah atau dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan. Contohnya
barang perabotan rumah. Sedangkan benda bergerak karena penetapan undang-
undang. Misalnya surat-surat sero dari suatu perseroan perdagangan, surat-surat
obligasi negara dan sebagainya. Selanjutnya hak atas suatu karangan dan hak atas
suatu pendapatan dalam ilmu pengetahuan juga dikategorikan sebagai benda bergerak.

Disamping merupakan benda yang bergerak, objek gadai juga harus dapat
dipindahtangankan (dijual, diwariskan dan sebagainya) dan bukan milik kreditur

5
sendiri.3 Dengan adanya penyebutan secara khusus dan berturut-turut dalam pasal
1152 ayat 1 KUHPerdata tentang, “Hak gadai atas benda-benda bergerak dan
piutang-piutang atas bawa/tunjuk.”, dapat disimpulkan bahwa gadai juga dapat
diletakkan, baik atas barang-barang bergerak bertubuh(berwujud) maupun yang tidak
bertubuh(tidak berwujud), termasuk dalam hal ini adalah suatu tagihan atau surat
piutang sebagaimana juga diatur dalam pasal 1153, pasal 1152 bis dan pasal 1158
KUHPerdata. Surat piutang-piutang tersebut dibedakan menjadi:

1. Surat Piutang atas tunjuk (order) atau atas bawa (tonder)


Surat piutang atas tunjuk (vordering aan order), yaitu surat/akta yang didalamnya
nama kreditur disebut dengan jelas dengan tambahan kata-kata “atau pengganti”.
Contoh : wesel (Pasal 1152 bis KUHPerdata)
2. Surat piutang atas bawa (Vordering op naarn), yaitu surat/akta yang didalamnya
nama kreditur tidak disebut, atau disebut dengan jelas didalam akta namun dengan
tambahan kata-kata “atau pembawa” (lihat pasal 1152 ayat 1 KUHPerdata).
Contoh : Cek (pasal 182 KUHDagang dan UU Kepailitan).
3. Surat piutang atas nama (Vordering op naarn)
Yaitu surat atau akta yang didalamnya nama kreditur disebut dengan jelas tanpa
tambahan apa-apa (lihat pasal 1153 KUHPerdata).

A.3 Subjek Gadai


Menurut ketentuan pasal 528 KUHPerdata siapapun baik setiap manusia
selaku pribadi (natuurliijke person) dan setiap badan hukum (rechts person)
berhak menggadaikan bendanya yang penting merupakan orang atau pembawa
hak yang cakap bertindak, atau orang yang berhak berbuat bebas terhadap suatu
benda(beschikkingsbevoegd). Transaksi pegadaian dapat dilakukan antara orang
perseorangan dapat juga melalui perusahaan umum(perum).
Salah satu bentuk dari badan hukum yang menjalankan transaksi gadai yakni
pegadaian. Pegadaian menurut Susilo (1990) adalah suatu hak yang diperoleh oleh
seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak.
Perusahaan umum (perum) pegadaian adalah suatu badan usaha indonesia
yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga

3
Kartono, Hak-Hak Jaminan Kredit, Pradnya Paramita, Jakarta, 1977, halaman 18.

6
keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana masyarakat atas
dasar hukum gadai.
Landasan hukum pegadaian sendiri diatur didalam Undang-Undang Nomor 9
tahun 1969 pasal 6 bahwa sifat usaha pegadaian adalah menyediakan pelayanan
bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip
pengelolaan perusahaan. Dan tujuan dari pegadaian sendiri menurut UU tersebut
yakni:
a. Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan menengah
kebawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai dan jasa dibidang
keuangan lainnya berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b. Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktek riba dan pinjaman tidka
wajar.

Manfaat pegadaian sendiri secara umum yakni agar masyarakat yang sedang
membutuhkan uang tidak jatuh ke tangan rentenir yang bunganya relatif tinggi.
Perusahaan pegadaian sendiri menyediakan pinjaman uang dengan jaminan
barang-barang berharga. Secara khusus, manfaat pegadaian yaitu:

 Bagi nasabah
Prosedurnya yang relative lebih sederhana dan dalam waktu yang lebih
cepat terutama apabila dibandingkan dengan kredit perbankan. Selain itu,
manfaat bagi nasabah yakni penitipan suatu barang bergerak pada tempat
yang aman dan dapat dipercaya.

 Bagi perum pegadaian


- Penghasilan yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh
peminjam dana
- Penghasilan yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh
nasabah yang memperoleh jasa tertentu dari perum pegadaian
- Pelaksanaan misi perum pegadaian sebagai suatu badan usaha milik
negara yang bergerak dalam bidang pembiayaan berupa pemberian
bantuan kepada masyarakat yang memerlukan dana dengan prosedur
dan cara yang relative sederhana.

7
Produk dan jasa perum pegadaian itu sendiri yakni terdiri atas:
1. Pemberian Pinjaman Atas Dasar Hukum Gadai
Yaitu mensyaratkan pemberian pinjaman atas dasar penyerahan barang
bergerak oleh penerima pinjaman. Sehingga nilai pinjaman yang diberikan
dipengaruhi oleh nilai barang bergerak yang akan digadaikan.

2. Penaksiran nilai barang


Barang-barang yang akan ditaksir pada dsarnya meliputi semua barang
bergerak yang bisa digadaikan, terutama emas, berlian dan intan. Atas jasa
pegadaian ini perum pegadaian memperoleh penerimaan dari pemilik
barang berupa ongkos penaksiran.

3. Penitipan barang
Perum pegadaian dapat melakukan jasa tersebut karena perum pegadaian
mempunyai tempat yang memadai.

4. Jasa lain
Seperti kredit pada pegawai, tempat penjualan emas dan lain-lain.

A.4 Sifat-sifat Gadai


Hak gadai memiliki sifat kebendaan pada umumnya yaitu hak absolute, droit
de suite, droit de preference, hak menggugat dan lain-lain. Dalam pasal 1152 ayat 3
KUHPerdata dinyatakan antara lain bahwa apabila barang gadai hilang dari tangan
penerima gadai atau kecurian, maka ia berhak menuntutnya sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 1977 ayat 2 KUHPerdata.
Dan pasal ini mencerminkan adanya sifat droit de suite karena hak gadai terus
mengikuti bendanya ditangan siapapun. Demikian juga didalamnya terkandung suatu
hak menggugat karena si penerima gadai berhak menuntut kembali barang yang
hilang tersebut.
Selain dari sifat-sifat umum kebendaan diatas, hak gadai juga memiliki sifat khusus
antara lain sebagai berikut :
a. Accesoir yaitu berlakunya hak gadai tergantung pada ada atau tidaknya perjanjian
pokok atau hutang piutang, artinya jika perjanjian hutang piutang sah, maka

8
perjanjian gadainya juga sah. Dengan demikian, jika perjanjian hutang-piutangnya
beralih, maka hak gadai otomatis juga beralih dan sebaliknya.
b. Berdasarkan ketentuan pasal 1160 KUHPerdata, barang gadai tidak dapat dibagi-
bagi(ondeelbaar), sekalipun utangnya diantara para waris si berhutang atau
diantara para waris si berpiutang dapat dibagi-bagi. Dengan demikian, gadai
meliputi seluruh benda sebagai satu kesatuan, artinya sebagian hak gadai tidak
menjadi hapus dengan dibayarnya sebagian hutang.
c. Barang yang digadaikan merupakan jamainan bagi pembayaran kembali hutang
debitur kepada kreditur. Jadi, barang jaminan tidak boleh dipakai, dinikmati
apalagi dimiliki. Kreditur hanya sebagai houder bukan burgerlijk bezitter.
d. Barang gadai berada dalam kekuasaan kreditur atau penerima gadai sebagai akibat
adanya syarat inbezitstelling.

A.5 Cara Mengadakan Gadai

Menurut pasal 1151 KUH Perdata, persetujuan gadai dapat dibuktikan dengan
segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian persetujuan pokoknya

1. Benda Bergerak Berwujud


Menggadaikan benda bergerak berwujud ada dua tahap, yaitu:
a. Tahap pertama, dilakukan perjanjian antara pihak yang berisikan kesanggupan
kreditur untuk meminjam sejumlah uang pada debitur dan kesanggupan
debitur untuk menyerahkan sejumlah benda bergerak sebagai jaminan.
Perjanjian masih bersifat obligatoir konsensual karena baru meletakkan hak
dan kewajiban pada para pihak. Undang-Undang tidak mensyaratkan bentu
tertentu maka perjanjian dapat dilakukan secara tertulis artinya otentik atau
dibawah tangan dan juga secara lisan.
b. Tahap kedua, diadakan perjanjian kebendaan. Yaitu kreditur menyerahkan
sejumlah uang kepada debitur, sedangkan debitur sebagai pemberi gadai
menyerahkan benda bergerak yang digadaikan kepada kreditur penerima
gadai. Penyerahan nyata ini mengisyaratkan bahwa secara yuridis, gadai telah
terjadi. Jika debitur tidak menyerahkan benda kepada kreditur, maka gadai
tersebut tidak sah, sesuai pasal 1152 ayat 2 KUH Perdata.

9
2. Benda Bergerak tidak berwujud
Jika yang digadaikan adalah benda bergerak tidak berwujud, maka tergantung
pada bentuk surat piutang yang bersangkutan. Namun terjadinya hak gadai atas
surat piutang yang digadaikan itu pada dasarnya juga dilakukan melalui dua tahap,
yaitu :
a. Gadai piutang kepada pembawa
Gadai piutang kepada pembawa melaui dua tahap :
1. Para pihak melakukan perjanjian gadai yang dapat dilakukan secara
tertulis, bawah tangan, ataupun lisan. Sesuai pasal 1151 KUH Perdata
2. Mengacu pada pasal 1152 ayat 1, hak gadai dilakukan dengan
menyerahkan surat piutang atas bawa kepada pemegang gadai atau pihak
ketiga yang disetujui kedua belah pihak.
b. Gadai piutang atas tunjuk
1. Diadakan perjanjian gadai berupa persetujuan kehendak untuk
mengadakan hak gadai dan dinyatakan oleh para pihak.
2. Berdasarkan pasal 1152 bis, KUH Perdata hak gadai terhadap surat
piutang atas tunjuk dilakukan dengan endorsement atas nama pemegang
gadai sekaligus penyerahan suratnya. Endorsement adalah suatu catatan
punggung dibalik surat wesel atau cek yang mengandung pernyataan
penyerahan atau pemindahan suatu tagihan wesel atau cek kepada orang
lain, dan dibubuhi tanda tangan.
c. Gadai piutang atas nama
1. Pada tahap ini, debitur dan kreditur mengadakan perjanjian gadai yang
bentuknya harus tertulis. Perjanjian ini masih bersifat obligatoir dan
konsensual.
2. Pasal 1153 KUH Perdata mengatakan hak gadai atas benda bergerak yang
tidak bertubuh kecuali surat atas tunjuk dan surat atas bawa dilakukan
dengan pemberitahuan tentang telah terjadinya gadai.

Disamping gadai piutang atas nama juga dikenal cessie peiutang atas nama
yang diatur pada pasal 613 ayat 1 KUH Perdata. Cessie dilakukan dengan cara
membuat akta otentik atau di bawah tangan yang menyatakan bahwa piutang
dilimpahkan kepada orang lain. Kemudian 613 ayat 2 KUHPer mengatakan

10
cessie tidak mempunyai akibat apapun bagi debitur sebelum diberitahukan
secara resmi oleh juru sita kepada debitur.

Perbedaan antara cessie dan gadai adalah bahwa pada cessie dilakukan
pemberitahuan secara tegas oleh juru sita sedangkan pada gadai dapat
dilakukan dengan bebas oleh pemberi gadai.

A.6 Hak dan Kewajiban Penerima dan Pemberi Gadai

1. Hak penerima/pemegang gadai (kreditur)


a. Seorang kreditur dapat melakukan parate executie yaitu menjual atas
kekuasaan sendiri benda-benda debitur dalam hal apabila debitur lalai atau
wanprestasi, seperti yang tertuang pada pasal 1155 KUHPerdata.
Penjualan oleh kreditur atas benda gadai debitur apabila debitur
wanprestasi adalah sebagai jaminan pelunasan suatu hutang dan dapat
dilakukan tanpa perantaraan hakim atau pengadilan atau tanpa suatu titel
eksekutorial
b. Kreditur berhak menjual benda bergerak milik debitur melalui perantaraan
hakim dan disebut rieel executie, seperti yang diatur dalam Pasal 1156
KUH Perdata.Jadi, dalam rieel executie, kreditur dapat melakukan tuntutan
pada hakim melalui dua cara, yaitu:
 Atas izin Hakim, kreditur menjual benda debitur untuk mendapat
pelunasan hutang ditambah bunga dan biaya lain.
 Atas izin Hakim, kreditur tetap memegang benda gadai sampai
ditetapkan suatu jumlah sebesar hutang debitur kepada kreditur
ditambah bunga dan biaya lain.
c. Sesuai dengan Pasal 1157 ayat 2 KUH Perdata, kreditur berhak mendapat
pergantian dari debitur semua biaya yang bermanfaat yang dikeluarkan
oleh kreditur untuk keselamatan benda gadai.
d. Pasal 1158 KUH Perdata menyatakan jika suatu piutang digadaikan dan
piutang itu menghasilkan bunga, maka kreditur berhak memperhitungkan
bunga piutang tersebut untuk dibayarkan kepadanya.
e. Kreditur mempunyai hak retentie, yaitu hak kreditur untuk menahan hak
debitur sampai sebitur membayar sepenuhnya utang pokok ditambah
bunga dan biaya lain sesuai pada pasal 1159 KUH Perdata.

11
2. Kewajiban Penerima Gadai
a. Hanya menguasai benda selaku houder bukan bezitter, serta menjaga
keselamatannya. Jadi debitur tidak boleh menikmati atau
memindahtangankan benda yang dijaminkan.
b. Kreditur wajib memberitahu debitur bila benda gadai akan dijual selambat-
lambatnya pada hari berikutnya apabila ada suatu perhubungan pos harian
atau suatu perhubungan suatu telegram, atau jika tidak dapat dilakukan,
diperbolehkan melalui pos yang berangkat pertama (Pasal 1156 ayat 2
KUH Perdata)
c. Kreditur bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya nilai benda
gadai yang terjadi karena kelalaiannya. (Pasal 1157 KUH Perdata)
d. Kreditur wajib mengembalikan benda gadai setelah piutang pokok,
bunga, biaya, untuk menyelamatkan benda yang bersangkutan dibayar
lunas (Pasal 1159 ayat 1 KUH Perdata).

3. Hak Pemberi/Pemilik Gadai (Debitur)


a. Jika hasil penjualan barang gadai telah diperhitungkan untuk pelunasan
pembayaran hutang debitur termasuk beban bunga dan biaya lain
masih berlebih maka debitur mendapatkan sisa hasil penjualan barang
tersebut.
b. Bila barang gadai diserahkan debitur pada kreditur menghasilkan
pendapatan sehingga dapat untuk mengurangi hutang debitur maka
dimungkinkan debitur yang bersangkutan meminta diperhitungkan ke
dalam pembayaran utangnya.

4. Kewajiban Pemberi Gadai


a. Pemberi gadai wajib menyerahkan fisik benda yang digadaikan kepada
penerima gadai.
b. Debitur pemberi gadai menyerahkan kelengkapan dokumen sebagai bukti
kepemilikan barang gadai.
c. Pemberi gadai wajib mengganti yang berguna dan diperlukan yang telah
dikeluarkan oleh penerima gadai untuk keselamatan barang gadai.

12
A.7 Hapusnya Gadai

1. Hak gadai hapus dengan hapusnya perikatan pokok, yaitu perjanji8an


hutang piutang sehubungan dengan telah dibayarnya hutang pokok ditambah
bunga dan biaya lainnya.
2. Jika benda gadai lepas dan tidak lagi berada dalam kekuasaan pemegang
gadai.

A.8 Kendala-Kendala Pengikatan Hak Gadai di Lembaga Perbankan

Walau tidak ada larangan, namun pengikat jminan dengan gadai pada umumnya tidak
digunakan dalam dunia perbankan, hal ini disebabkan beberapa alasan sebagai
berikut:

1. Sifat dan bidang operasional dari lembaga perbankan berbeda dengan lembaga
pergadaian, antara lain :
- Bank berorientasi pada tujuan pemberian kredit dalam arti melalui kemitraan
baik dari segi usaha produkstif maupun konsumtif, maka yang beralihadalah
haknya saja sedangkan penguasaan benda jaminan tetap berada di tangan debitur.
- Pegadaian dalam menjalankan usahanya berorientasi hanya untuk member uang
tanpa melihat tujuan penggunaan. Uang yang diberikan oleh pihak gadai dinilai
berdasarkan barang yang diserahkan, sehingga penguasaan barang jaminan beralih
pada pihak pegadaian.

2. Pengalihan penguasaan barang yang dijaminkan seperti pada gadai dinilai bank
tidak dapat memajukan potensi tapi justru mematikan usaha calon debitur. Dengan
demikian sasaran pemberian kredit oleh bank yaitu dapat membangun citra finansiil
serta keyakinan masyarakat untuk menitipkan uangnya di bank.

3. Memerlukan tempat yang luas untuk menyimpan benda-banda jaminan pada


umumnya dan benda berwujud pada khususnya.

A.9 Gadai (Pand) Menurut KUH Perdata dan Gadai/Cekelan Dalam Hukum

Adat

Istilah gadai juga dikenal dalam Hukum Adat dan dikenal dengan Cekelan.
Meskipun memiliki persamaan dengan gadai menurut Hukum Perdata tetapi pada

13
prinsipnya sangat berbeda.Persamaan antara keduanya adalah sama-sama merupakan
pemberian jaminanyang bendanya diserahkan di dalam kekuasaan si kreditur.
Keduanya memiliki sifat droit de suite yaitu walaupun sudah diulanggadaikan oleh
penerima gadai, namun benda itu tetap dapat ditebus ditangan siapapun benda tersebut
berada. Lalu pada keduanya ada larangan bagi si penerima gadai untuk memiliki
bendanya.

Namun demikian dalam gadai adatdimungkinkan untuk diperjanjian jika


benda yang objeknya berupa tanah tidak ditebus pada waktunya oleh debitur, maka
kreditur dapat menjadi pemilik tanah. Tetapi dalam prakteknya, tanah yang
digadaikan tidak dapat otomatis menjadi pemilik kreditur sekalipun diperjanjikan,
karena biasanya selalu diperlukan suatu transaksi baru beupa penambahan uang gadai.
Demikian juga dalam gadai menurut hukum perdata, jika debitur tidak menebus benda
jaminannya pada waktu yang telah ditentukan, kreditur tidak otomatis menjadi
pemilik benda. Tetapi benda yang tidak ditebus menurut pasal 1155 ayat 1 KUHPer
demi hukum dapat dilaksanakan eksekusi oleh krreditur dengan cara melelang atau
menjual benda di muka umum menunrut kebiasaan setempat dan syarat lazim yang
berlaku dan hasilnya diberikan kepada kreditur yang berhak dan sisanya diserahkan
kepada debitur.

Perbedaan prinsipil antara kedua bentuk gadai adalah sebagai berikut :

1. Pada gadai/pand merupakan suatu perjanjian yang didahului perjanjian


hutang-piutang dengan jaminan benda bergerak,sedangkan pada gadai
adat,bukan merupakan perjanjian pinjam-meminjam tetapi merupakan suatu
transaksi tanah.
2. Gadai/pand merupakan suatu perjanjian accessoir(tambahan)untuk menjamin
terlaksananya atau terpenuhinya perjanjian pokok. Pada gadai dat perjanjian
yang diadakan antara para pihak merupakan transaksi yang berdiri sendiri.
3. Objek jaminan gadai/pand adalah benda bergerak sedangkan objek gadai adat
adalah tanah.
4. Hak menebus pada gadai/pand ada batasnya yaitu dengan perjanjian. Pada
gadai adat,dulu hak menebus tidak ada batasnya artinya tidak ada daluwarsa.
Tetapi dengan berlakunya PERPU No 56/1960 sebagai pelaksanaan pasal 7
UUPA penguasaan atas tanah dibatasi. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa

14
untuk tidak merugikan kepentingan umum,maka pemilikan dan penguasaan
tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan dan ditetapkan bahwa tanah
pertanian yang berlangsung 7 tahun lebih harus dikembalikan kepada
pemiliknya tanpa uang tebusan. Kemudian melalui keputusan Mhkamah
Agung No.810 K/Sip/1970 tanggal 6 Maret 1971 diputuskan bahwa ketentuan
PERPU itu bersifat memaksa dan tidak dapat dilunakkan walaupun telah
diperjanjikan antara kedua pihak yang bersangkutan. PERPU tersebut
sebenarnya bermaksud melindungi pihak yang ekonomis lemah seperti petani
yang karena memerlukan uang terpaksa menggadaikan tanahnya. Alasannya
ialah bahwa setelah menguasai tanah(sawah) selama 7 tahun, si penerima
gadai telah cukup menikmati sawah iti sehingga telah memperoleh kembali
uang gadai yang telah dikeluarkan. Menurut R.Soebekti, Perpu tersebut
mengandung kelemahan yaitu menyamaratakan semua gadai sawah dengan
tidak mengingat besar kecilnya uang yang telah diterima pihak yang
menggadaikan sawahnya. Demikian juga dilupakan bahwa dibeberapa daerah
justru pihak yang ekonomis kuatlah yang menggadaikan sawah mereka kepada
orang-orang yang ekonomisnya lemah yang memerlukan tanah garapan untuk
mencari nafkah.
5. Walaupun dimungkinkan, pada gadai/pand jarang penerima gadai
mengulanggadaikan (herverpanden) benda jaminan. Sedangkan pada gadai
adat si penerim gadai selalu berhak untuk mengulang gadaikan tanahnya.
6. Apabila dalam jangka waktu yang ditentukan benda gadai tidak ditubus,maka
penerima gadai/pand demi hokum dapat melaksanakan eksekusi seperti
menjual atau melelangnya tanpa melalui pengadilan untuk dijadikan jaminan
pelunasan hutang. Sedangkan pada gadai adat,tanah yang digadaikan tidak
bisa secara otomatis dimiliki si penerima gadai jika tanah tersebut tidak
ditebus oleh si pemberi gadai.

15
B. Contoh Kasus dan Kasus Posisi

Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 480 K/Pdt.Sus/2012

Kasus :

Yang berpekara : Perum Pegadaian (dulu penggugat di pengadilan sekarang pemohon kasasi)
lawan Martha Sitorus (dulu tergugat di pengadilan sekarang termohon kasasi).

Kasus posisi :

Awal gadai tersebut dimulai pada tahun 2008, pada saat itu Martha sudah hampir melakukan
kelalaian dengan tidak membayar angsuran kemudian pegadaian melakukan lelang pertama,
pegadaian akan melakukannya pada tanggal 19 September 2008, pemberitahuan surta
tersebut dikirim tanggal 17 September 2008, isinya bahwa Martha harus membayar angsuran
paling lambat pada tanggal 22 September 2008 karena pada tanggal 23 September akan
dilakukan lelang, tapi Martha tidak datang, kemudian pegadaian mengundur lelang menjadi
tanggal 7 Oktober 2008, namun pada saat itu Martha datang dan memperpanjang jangka
waktu gadai sehingga pelaksanaan lelang dibatalkan.

Jatuh tempo lelang tanggal 20 Juli 2009, Martha sudah diberi tahu oleh pegadaian dan
tidak datang atau memperpanjang jangka waktu gadai, kemudian pegadaian dengan itikad
baik memperpanjang sendiri menjadi tanggal 6 Agustus 2009, hal itu juga diberitahukan
melalui surat dan telepon kepada pihak Martha, namun Martha masih tidak datang juga,
kemudian diperpanjang lagi sampai tanggal 28 Agustus 2009. Tetapi Martha tidak juga
datang dan akhirnya pada tanggal 28 Agustus 2009 lelang dilakukan oleh pihak pegadaian.

C. Analisis Kasus

Yang dipermasalahkan sah atau tidak lelang yang dilakukan pegadaian pada saat itu?

I. Putusan Pertama oleh BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) Kota Medan
: bahwa Martha sebagai konsumen, gugatannya dikabulkan dan Perum Pegadaian
sebagai pihak yang kalah tertanggal 19 April 2011. Putusan pada saat itu bahwa
lelang yang dilkukan oleh pegadaian cacat hukum, merugikan konsumen, dan barang
lelang dikembalikan kepada konsumen (Martha).
II. Putusan Kedua oleh Pengadilan Negeri Medan :

Gugatan Pegadaian :

16
 Pegadaian menyangkal dia (dengan tidak memberitahu mengenai pelelangan)
dan menyatakan konsumennyalah yang lalai karena sudah diberitahu tetapi
tidak datang atau memperpanjang .
 Pegadaian membantah surat dikirim dan diterima tanggal 19 September 2009,
karena kirimannya tanggal 23 Juli 2009 (isinya bahwa lelang diadakan tanggal
6 Agustus 2009) dan diterima Sdr Jenny tanggal 24 Juli 2009.
 Keberatan dengan putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
karena diputus dengan tipu muslihat konsumen.
 Sejak lelang pengambilan uang kelebihan lelang selama satu tahun, pengadilan
menyangkal putusan BPSK yang menyamakan itu (Peraturan Gadai).

Putusannya : Permohonan tersebut dikabulkan dan putusan BPSK dibatalkan


(Pegadaian menang).

III. Putusan Ketiga oleh Pengadilan Hubungan Industrial :


Konsumen (Martha) mengajukan eksepsi mengenai gugatan seperti diatas : bahwa si
Pegadaian telah daluwarsa dalam menggugat, harusnya maksimal 14 hari (aturan
dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen). Hal itu tidak sesuai dengan hukum,
maka harusnya ditolak.
Putusan Pengadilan Hubungan Industrial :
 Terhadap putusan Pengadilan Negeri Medan : menolak permohonan
Pegadaian (Pegadaian kalah dalam putusan ini).
 Terhadap eksepsi Martha : juga ditolak.

Kemudian kuasa hukum pegadaian melalui kuasa tanggal 16 September 2011,


mengajukan banding lisan tanggal 19 September 2011. Memori kasasi diterima
Panitera 22 September 2011. 21 November 2011 konsumen diberitahu dan dibalas
dan diterima Panitera tanggal 24 November 2011.

Memori kasasi yang diajukan pegadaian :

1. Judex facti pengadilan negeri salah menerapkan hukum dengan menolak


alasasn pegadaian yang menyatakan putusan BPSK diambil berdasarkan tipu
muslihat.
2. Tipu muslihatnya, bahwa konsumen menyangkal adanya pemberitahuan
lelang (bahwa yang diterima tanggal 17 September 2008, itu tidak untuk kredit

17
bulan Mei atau Juni 2008) logikanya Pegadaian : masa perjanjian gadai 120
hari, jika tidak ditebus maka dilelang, jika dibayar sewa dan administrasi maka
diperpanjang 120 hari kedepan.
3. Yang dimaksud diperpanjang jika nasabah membayar sewa dan administrasi
(barang ditebus) dan saat itu digadaikan kembali dengan gadai baru,dahulu
hapus karena ada perjanjian baru dengan barang sama berlaku 120 hari.
4. Pegadaian tidak mengirim surat pada tanggal 17 sep 2009,
5. Tidak setuju dengan judex facti yg menyatakan seyogyanya memberitahu 2x
padahal hal itu sudah terbukti dilakukan
6. Pemberitahuan di terima jenny (adik Martha) 23 juli 2009,isi dan tanggal
berubah lelang tgl 23 juli 2009 menjadi 17 sep 2008,hp tidak aktif dan
ternyata bukan no nya.
7. Judex facti salah menghitung kerugian krn tanpa dasar.
8. Judex facti salah menerapkan hokum krn ada perjanjian sah yg menyatakan
jika terjadi sengketa musyawarah atau di pn bukan di bpsk
9. Pacta sun servanda

Putusan kasasi :

 Alasan 1, 2, dan 3 tidak diterima dan judex facti tidak salah.


 Gugatan mengenai adanya tipu muslihat pada putusan BPSK ditolak oleh
Mahkamah Agung karena Pegadaian tidak dapat membuktikan.
 Membenarkan gugatan mengenai lelang (lelang yang dilakukan adalah sah).
 Akhirnya kasasi ditolak dan Pegadaian dihukum membayar biaya perkara.

Menurut pendapat kelompok kami pihak yang salah adalah Martha karena sudah secara jelas
lalai dengan tidak datang mengansur atau memperpanjang, dan Pegadaian adalah pihak yang
benar karena sudah melakukan pemberitahuan berkali-kali bahkan dengan itikad baik
memperpanjang waktu lelang, berdasarkan pasal 1155 ayat (1) KUHPer.

Tindakan pegadaian dengan menggadaikan barang sebenarnya sudah benar dikarenakan


pihak pegadaian sudah memberikan peringatan kepada pemberi gadai (konsumen) secara
berulang.

18
Sehingga berdasarkan ketentuan pasal 1155 ayat 1 “Apabila oleh para pihak tidak telah
diperjanjikan lain, maka si berpiutang adalah berhak jika si berutang atau si pemberi gadai
bercedera janji,setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau, atau jika tidak telah
ditentukan suatu tenggang waktu,setelah dilakukannya suatu tenggang waktu, setelah
dilakukannya suatu peringatan untuk membayar, menyuruh menjual barang gadainya di muka
umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang lazim berlaku,
dengan maksud untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga dan biaya dari
pendapatan penjualan.

Jika barang gadainya terdiri atas barang-barang perdagangan atau efek-efek yang dapat
diperdagangkan di pasar atau di bursa, maka penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat
tersebut, asal dengan perantaraan dua orang makelar yang ahli dalam perdagangan barang-
barang itu.

Sehingga berdasarkan pasal 1155 ayat 1 KUHPerdata yaitu bahwa benar si konsumen
(pemberi gadai) telah bercedera janji yaitu dengan tidak melakukan pembayaran angsuran
sesuai waktu jatuh tempo. Lalu pegadaian melakukan lelang yang sebelumnya telah
mengirimkan surat pemberitahuan kepada konsumen. Jatuh tempo lelang tanggal 20 Juli
2009, Martha (konsumen) sudah diberi tahu oleh pegadaian dan tidak datang atau
memperpanjang,kemudian pegadaian dengan itikad baik memperpanjang sendiri mejadi 6
Agustus 2009 hal itu juga sudah diberitahukan melalui surat dan telepon, namun Martha
.masih tidak datang juga,kemudian diperpanjang lagi 28 Agustus 2009. Masih tidak datang
lagi sehingga barang konsumen dilelang pada saat itu. Sehingga persyaratan pasal 1155 ayat
1 bahwa pihak penerima gadai harus memberikan peringatan terlebih dahulu kepada pemberi
gadai sudah terpenuhi. Sehingga pelelangan tersebut adalah sah.

19
E. Yurisprudensi

Beberapa contoh yurisprudensi mahkamah agung tentang gadai tanah:

1. Putusan Mahkamah Agung No. 121 K/Sip/1960 tanggal 20 April 1960


Kaidah Hukum: “Status jual gadai tanah tidak berubah dengan telah
meninggalnya pemberi gadai dan meninggalnya penerima gadai dan tidak
mungkin akhli waris dari penerima gadai menjadi pemilik dari pada tanah
yang digadaikan dari sebab pemberi dan penerima gadai semula telah
meninggal dunia.”
2. Putusan Mahkamah Agung No. 21 K/Sip/1975 tanggal 6-5-1975
Kaidah Hukum: “Karena tanah Luo Rapeua telah terbukti sebagai tanah
gadaian maka tanah harus dikembalikan kepada penggugat tanpa penebusan
kembali, karena tergugat telah menikmati hasil sawah tersebut sudah sekian
lamanya dan basil dari pada sawah itu melebihi harga seekor sapi (yang dulu
diterima oleh penggugat atas penyerahan sawah tersebut).”
3. Putusan Mahkamah Agung No. 38 K/Sip/1961 tanggal 17-5-1976
Kaidah Hukum: “Walaupun dalam perkara ini yang digugatkan adalah
tanah pekarangan dengan rumah diatasnya menurut Mahkamah Agung pasal
7 No. 5o/1960 dapat diperlakukan anoloog sehingga pekarangan dan rumah
haruslah dikembalikan kepada pemiliknya tanpa pemberian kerugian.”
4. Putusan Mahkamah Agung No. 903 K/Sip/1972 tanggal 10-10-1974
Kaidah Hukum: “Istilah hak gadai yang dimuat dalam Peraturan Pemerintah
No. 56 tahun 1960 pasal 7 adalah sama halnya dengan jual beli sende (sawah)
tanah, oleh karenanya tanah tersebut harus dikembalikan tanpa uang
tebusan.”
5. Putusan Mahkamah Agung No. 1272 K/Sip/1973 tanggal 1-4-1975
Kaidah Hukum: “Pasal 7 ayat 1 Perpu No. 56/1960 adalah bersifat
memaksa yakni gadai tanah pertanian yang telah berlangsung 7 tahun atau
lebih, harus dikembalikan kepada pemliknya tanpa pembayaran uang tebusan
dan hal ini tidak dapat dilemahkan karena telah diperjanjikan oleh kedua
pihak yang berperkara, karena hal itu bertentangan dengan prinsip lembaga
gadai.”
6. Putusan Mahkamah Agung No. 420 K/Sip/1968
Kaidah Hukum: “Sesuai dengan pasal 7 Undang-Undang No. 56 Drt tahun
1960 tanah pertanian yang telah digadaikan lebih dari 7 tahun, harus
dikembalikan kepada pemliknya tanpa uang tebusan.”

20
Lampiran yurisprudensi:

1. Putusan Mahkamah Agung No. 420 K/Sip/1968


2. Putusan Mahkamah Agung No. 903 K/Sip/1972

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurt pasal 1150 KUHPersdata Gadai merupakan suatu hak yang diperoleh
berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang
berutang atau orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si
berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari
pada orang-orang berpiutang lainnya, kecuali haruslah didahulukan biaya untuk
melelang barang serta biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang yang
digadaikan tersebut
Objek gadai adalah benda bergerak yang dapat dipindahtangankan sedangkan
subjek gadai adalah manusia perseorangan dan juga badan hukum. Selain memiliki
sifat-sifat kebendaan pada umumnya gadai juga memiliki sifat kebendaan khusus yaitu
eccesoir, ondeelbaar, Barang yang digadaikan merupakan jamainan bagi pembayaran
kembali hutang debitur kepada kreditur dan Barang gadai berada dalam kekuasaan
kreditur atau penerima gadai sebagai akibat adanya syarat inbezitstelling
Cara mengadakan gadai dibedakan antara benda bergerak berwujud dan benda
bergerak tidak berwujud, masing-masing pihak yang melaksanakan gadai baik phak
kreditur maupun debitur memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dalam
pelaksanaan gadai. Gadai terhapus apabila kedua belah pihak telah memenuhi
kewajibannya atau jika barang yang digadaikan sudah tidak berada di bawah kekuasaan
pemberi gadai.

Terdapat beberapa kasus mengnai gadai sepertti konsumen yang merasa bahw
pelelangan yang dilkukn adalah cact hukum dan merugikan konsumen, dalam gadai juga
terdapat yurisprudensi seperti Putusan Mahkamah Agung No. 420 K/Sip/1968, Putusan
Mahkamah Agung No. 903 K/Sip/1972 dll.

B. Saran
Seharusnya dalm pelaksanaan gadai masing-masing pihak, baik penerima
maupun pemberi gadai mengetahui hak dan kewajiban yang dimilikinya sehingga tidak
terjadi ketidakpuasan dalam pelaksanaan gadai yang berujung kepada pengadilan

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Kartono, Hak-Hak Jaminan Kredit, Pradnya Paramita, Jakarta, 1977, halaman 18.
2. H.F.A Vollmar, Hukum Benda, disadar oleh Chidir Ali, Tarsito, Bandung, 1980,
halaman 185.
3. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Hak-Hak Atas Benda, PT. Pembimbing
Masa, Jakarta, 1963, halaman 181.

23

Anda mungkin juga menyukai