Anda di halaman 1dari 8

Analisis unsur intrinsik novel

Padang ilalang di belakang rumah


(Nh. Dini)
 Sinopsis
Zaman berubah. Belanda di usir dari nusantara. Bangsa
jepang semula dianggap sebagai pemenang dan penyelamat,
segera tampak kebingisannya: rakyat lapar dan telanjang.
Penyakit busung lapar dan bahan karung atau tenunan jerami
yang dinamakan bagor merupakan penutup tubuh yang umum
di desa dan pinggiran kota.
Dalam suasana kemiskinan yang menyeluruh itu, Dini kecil
tumbuh, direngkul oleh kearifan kedua orangtuanya,
dipedulikan dua kakak perempuan yang bertindak sebagai
pengasuhnya, dibingungkan oleh kedinamisan yang bercampur
bibit-bibit keegoisan pria remaja dua kakak lelakinya, kemudian
ditambah kehadiran dua adik sepupu perempuan yang untuk
waktu lama akan menjadi sahabat-sahabatnya.
Persengketaan antara para pemuda yang tergabung
dalam pasukan pembela tanah air (PETA) dengan pengajarnya,
ialah militer jepang, meletus menjadi serangan bersenjata.
Kekacauan itu di kota Semarang menjadi bagian sejarah tanah
air yang dinamakan pertempuran lima hari.
Periode ini meneruskan perkembangan kepekaan Dini,
baik dalam menanggapi sifat-sifat manusia di lingkungannya
maupun arahan pendidikan kemanusiaan dan kebudayaan dari
orangtuanya.
Padang ilalang di belakang rumah keluarga merupakan
dunia lain bagi dirinya, karena dia melintasi pagar kebun untuk
memasuki bagian alam yang lenih “berbahaya”. Namun dia
melakukannya demi menangkap belalang untuk binatang
kesayangan.....
1. Tema
Kehidupan keluarga sederhana di tengah hiruk pikuk peperangan melawan
penjajah
2. Alur
Maju, keluarga yang memperjuangkan kehidupan mereka untuk hari esok.
3. Penokohan
 Dini
Gadis yang ceria,penurut dan cerdas
1. Maryam dan aku sendiri boleh dikatakan tidak mengganggu. Kami
membantu seperlunya, mencuri adonan sebisanya pula (hal 11)
2. Kami tertawa berbisik-bisik, mengenangkan kembali cara teguh
dalam usahanya mencapai batang yeng lebih rendah (hal 26)
 Nugroho
Patuh, terkadang jahil tetapi baik
1. “benar! Haaaaa, itu benar!” ketawa nugroho lagi, semakin keras,
terlalu senang mendengar olokan baru (hal 21)
2. “sudah!sudah! nug, jangan mengganggu adikmu saja. Ayo, kamu
menyusul bapak ke pendrikan. Katakan agar cepat pulang! Jangan
mampir-mampir. Terus pulang!” (hal 21)
 Ayah
Bijaksana, bertanggung jawab, tidak pernah putus asa, dan rela
berkorban
1. Bapak dan ibu dengan sabar mendengarkan. (hal 2)
2. “ya, betul!” sahut ayah. “dan akan kupotong bagian dekat kepala
teguh. Jadi dipotong sedikit saja, hanya buat melebarkan lubang.”
3. Memang, bapak selalu mempunyai gagasan lain daripada yang lain
(hal 22)
 Ibu
Baik hati, penyayang, bijaksana, dan pemurah
1. Bapak dan ibu dengan sabar mendengarkan. (hal 2)
2. ”ah, mbakyu. Sekarang zamannya sudah berubah. Menjadi apa saja
asal mencari nafkah dengan halal.” (hal 5)
3. Jadi untuk menolong ibu hanya bersedia membeli kain-kain anduk.
(hal 58)

 Heratih
Baik dan keras kepala
1. Heratih yang pandai memasak dan membatik, menyanggupi akan
memberikan bantuan (hal 7)
2. Kakakku sulung itu bersuara asal bersuara. Dalam hatinya, aku tahu,
dia khawatir betul memikirkan nasib adiknya. (hal 21)
 Pak yadi
Tutur sapanya baik dan sopan
1. Ia tampan berbadan sedang. Caranya berbicara halus dan sopan
 Teguh
Lincah, sedikit nakal, dan terkadang jahil
1. Dengan sifatnya yang gigih serta kemaunnya yang kuat, dia akan
mampu melepaskan diri (hal 15)
 Maryam
Penurut dan baik
1. Maryam dan aku sendiri boleh dikatakan tidak mengganggu. Kami
membantu seperlunya, mencuri adonan sebisanya pula (hal 11)
 Mbok
Penyayang
1. Menurut cerita, simbok sebagai salah seorang pamong nenek,
pernah menyusui ayah dan saudara-saudaranya ketika masih bayi.
(hal 2)
 Edi
Lucu, ceria, dan pintar
1. Edi berlarian kesana kemari memunguti buah-buah yang
berjatuhan. Kadang-kadang ada yang tepat menimpa dirinya. Lalu
dia berteriak atau kaget dan terlompat. Tubuhnya yang kecil
bagaikan kupu-kupu, berpindah-pindah dengan gerak yang lincah
namun lembut dan ringan. (hal 17)
2. “hati-hati tempat tidurnya! Edi jangan sampai menjebolkan kasur!
Menari di atas lantai saja.” (hal 35)

4. Latar
 Tempat
1. Padang ilalang
Nugroho melihat mereka memotong ilalang yang membatasi kebun
kami dengan sungai. (hal ix)
Setiap sore pada waktu udara cerah, kami pergi ke padang ilalang di
belakang rumah buat mengangkap belalang. (hal 42)
Kadang-kadang panas hati , mengikuti seekor belalang yang lolos
dari terkaman di satu tempat dan meloncat ke tempat lain, masuk
lebih jauh ke dalam rumpun ilalang. (hal 43)
2. Kampung
Di kampung kami, sering lewat seorang laki-laki setengah umur......
(hal 14)
3. Di bawah pohon belimbing
Edi berlarian kesana kemari memunguti buah-buah yang
berjatuhan. Kadang-kadang ada yang tepat menimpa dirinya. Lalu
dia berteriak atau kaget dan terlompat. Tubuhnya yang kecil
bagaikan kupu-kupu, berpindah-pindah dengan gerak yang lincah
namun lembut dan ringan. (hal 17)
4. Kamar
“hati-hati tempat tidurnya! Edi jangan sampai menjebolkan kasur!
Menari di atas lantai saja.” (hal 35)
5. Kota gajah
Ketika kereta api sampai di sana, pak seten dan bakal iparku telah
menunggu. Kami berjalan kaki menuju ke rumah, tidak jauh dari
stasiun (hal 60)
6. Sekolah
Di sekolah, teman-teman tidak berhentinya membicarakan
peristiwa itu. pertempuran, pembunuhan, dan penculikan. (hal 83)
7. bagian belakang rumah
Sejak itu, rumah kami bagian belakang menjadi sanggar batik dan
pabrik makanan kering (hal 7)
8. dapur
didalam dapur ada sebuah amben panjang meminggir ke dinding
(hal 9)
9. rumah kami masuk ke dalam rumah (hal 88)
 Suasana
1. Serius
Ibu mendengarkannya sambil mendekatkan kepala (hal 15)
2. Sedih
Dengan iba aku melihat mata kakakku mulai gugup, berkaca-kaca.
(hal 19)
3. Khidmat
“ssssst, diam! Nanti keselek! Makan dulu baik-baik! (hal 26)
4. Tenang
Dalam suasana tenang itu kudengar lagi ibu berbicara kepada mbok
blanjan (hal 36)
5. Tegang dan mencekam
o Dari ranjang, tiba-tiba aku mendengar suara senjata api (hal
76)
o Orang-orang berlarian, berteriak, dari arah tangsi polisi
menuju ke areah sungai di belakang (hal 76-77)
o Disusul oleh suara derap sepatu tentara yang berlarian di
jalan kampung di samping rumah. Lalu siutan peluru dari
segala penjuru (hal 79)

6. Gembira
o Edi berlarian kesana kemari memunguti buah-buah yang
berjatuhan. Kadang- kadang ada yang tepat menimpa
dirinya. Lalu dia berteriak atau kaget dan terlompat.
Tubuhnya yang kecil bagaikan kupu-kupu, berpindah-pindah
dengan gerak yang lincah namun lembut dan ringan. (hal 17)
o Kami tertawa berbisik-bisik, mengenangkan kembali cara
teguh dalam usahanya mencapai batang yeng lebih rendah
(hal 26)
o Ibu tertawa sambil mengembalikan burung ke dalam
kurungan (hal 42)

 Waktu
1. Pagi
Yang kami dekati pagi itu sederhana sekali (hal 69)
2. Siang
Hingga datanglah siang itu (hal 2)
Siang itu aku menikmati minuman dingin bersirop merah (hal 71)
3. Sore
Sore itu bersama ayah aku melihat tulisan olok-olok terhadapku
(hal 45)
Sorenya kang harjo dan isterinya mengungsi ke rumah kami (hal
78)
4. Sabtu
Pada suatu hari sabtu siang yang telah ditentukan, kakak sulungku
dan aku naik kereta api, menuju kendal. (hal 68)
5. Malam
Pada suatu malam, aku terbangun oleh kesibukan yang terjadi di
rumah (hal 76)
Malamnya aku tak bisa tidur. (hal 83)
6. Minggu dinihari
Minggu dinihari, tiba-tiba pintu halaman yang menghadap ke jalan
kampung diketuk orang (hal 87)
7. Suatu hari
Pada suatu hari, lima orang serdadu jepang tiba-tiba berada di
belakang kampung (hal ix)
8. Sejak itu
Sejak itu, rumah kami bagian belakang menjadi sanggar batik dan
pabrik makanan kering (hal 7)
5. Sudut pandang
Orang pertama pelaku utama
1. Pada suatu malam, aku terbangun oleh kesibukan yang terjadi di
rumah (hal 76)
2. Maryam dan aku sendiri boleh dikatakan tidak mengganggu. Kami
membantu seperlunya, mencuri adonan sebisanya pula (hal 11)
6. Gaya bahasa
o Personifikasi
 Keadaan dan sistem sosial bergerak bersama dengan
propaganda bahwa semua orang sama derajatnya (hal xi)
 Udara yang terang mulai muram, seperti berselubungkan kain
tipis yang berwarna kelabu (hal 6)
 Kelihatan warna-warni gambaran sampingnya yang berkeliaran
seperti kunang-kunang (hal 6)
 Seakan-akan hendak mengukur sampai di mana keperkasaan
tanaman yang berani memenjarakan anaknya itu (hal 19)
 Begitu kami sentuh, tertutuplah daun-daun itu bagaikan mata
yang kemalu-maluan (hal 43)
 Kebun kami yang tidak teratur, merupakan kawan yang setia dan
dermawan (hal 53)
o hiperbola
 Sebentar kalimat kakakku itu jatuh ke lubang yang dalam, tak
terdengarkan sentuhan dasarnya (hal 2)
 Tidak mengherankan berita itu merupakan bom yang dahsyat
bagi ibu (hal 3)
 Janji itu merupakan letusan kembang api yang indah bagiku (hal
63)
7. Amanat
Kebersamaan keluarga adalah kekuatan terbesar dalam mengarungi
samudera kehidupan. Menghadapi rintangan bersama keluarga akan terasa
lebih mudah.
( suasana di rumah padat dan tegang.bersama pembantu, ibu melihat
dan menghitung kembali jumlah bahan makanan yang kami miliki. Lalu
berangkat ke depok, ke toko cina yang dia kenal dengan baik. Aku membantu
nugroho mengangkut tong ke kamar belakang sebelah timur, lalu pipa karet
buat mengalirkan air ke dalamnya. Siangnya kami berdua bergiliran ke warung
koperasi untuk mengganti simbok yang sudah lama berdiri di bawah terik
matahari. Giliranku selesai tapi belum mencapai loket penjualan, aku pulang
makan.
Ayah belum juga kembali.
Kelihatan sekali betapa hati ibu tidak tentram. Dari depok dia hanya
mendapat tiga kilo beras karena mahal. Lain-lain berupa kacang hijau dan
menir, keduanya berulat, dan jagung yang hancur penuh kotoran. Tidak ada
gula pasir. Ibu membeli gula aren beberapa buah yang bisa terbeli oleh
dompetnya. Ketika pulang melalui pinggiran sungai, berkali-kali kepalanya
melongok ke arah jembatan-jembatan yang menuju ke kampung batan.) hal
90-91.
Analisis Unsur Intrinsik Novel
Padang Ilalang Di Belakang Rumah
(Nurhayati Sri Hardini)

Disusun oleh:
Aan yuliyanto
Guru pembimbing:
Dra. D.P Sagala
SMA NEGERI 3 KABUPATEN TEBO
Tahun Ajaran 2014/2015

Anda mungkin juga menyukai