Anda di halaman 1dari 24

KOPERASI DAN UMKM (EKU 203 C4)

Pertemuan 7 (Pembahasan SAP 7)


“Masalah Usaha pada Koperasi: Kredit Macet dan Partisipasi Anggota beserta
Penyelesaiannya”

DOSEN PENGAMPU: Ida Bagus Sudiksa, S.E., MM.

OLEH:
KELOMPOK 7
Ni Made Win Karoyani (1506305009/Absen 02)
Luh Nyoman Pradnya Cahyani (1506305045/Absen 06)
Ni Luh Komang Sri Noviani (1506305053/Absen 17)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI REGULER


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN AJARAN 2017/2018
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Daftar Isi............................................................................................................................... i

Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang........................................................................................................ 1

Bab II Pembahasan
2.1. Kredit dan Kredit Macet .......................................................................................... 3
2.1.1 Penggolongan Kredit Macet......................................................................... 4
2.1.2 Penyebab Kredit Macet ................................................................................ 5
2.1.3 Teknik Penyelesaian Kredit Macet .............................................................. 9
2.2 Partisipasi Anggota ................................................................................................. 12
2.2.1 Definisi ....................................................................................................... 12
2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Anggota .............. 13
2.2.3 Penyebab Penurunan Partisipasi Anggota .................................................. 15
2.2.4 Upaya Penyelesaian Masalah Penurunan Partisipasi Anggota ................... 16

Bab III Penutup


3.1. Kesimpulan .............................................................................................................. 20
3.2. Saran ........................................................................................................................ 21

Daftar Rujukan .................................................................................................................... 22

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Koperasi merupakan salah satu lembaga keuangan yang memberikan kredit dan
merupakan lembaga keuangan bukan bank berbadan hukum yang sudah lama dikenal di
Indonesia. Undang–undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1992 pasal 1 ayat 1 tentang
perkoperasian dirumuskan bahwa “Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang
atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan”.
Koperasi sering kali timbul suatu masalah seperti kredit bermasalah atau kredit macet.
Kredit macet ini menggambarkan suatu situasi dimana persetujuan pengembalian kredit
mengalami risiko kegagalan bahkan cenderung menuju ke arah dimana koperasi memperoleh
rugi yang potensial. Oleh sebab itu perlu diketahui terlebih dahulu sebab-sebab timbulnya
kredit bermasalah, sebelum mencari alternatif pengelolaannya.
Timbulnya kredit macet ini disebabkan oleh para nasabah atau debitur yang tidak mau
membayar kewajibannya dikarenakan adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya. Kasus
kredit macet ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor ekstern dan faktor intern
dari koperasi itu sendiri. Faktor ekstern yang bisa mempengaruhi terjadinya kredit macet
adalah kondisi ekonomi secara makro, sedangkan faktor intern yang dapat mengakibatkan
timbulnya kredit macet adalah prosedur pemberian kredit yang tidak jelas dan lemahnya
sistem pengawasan.
Masalah kredit macet tidak terlepas dari kurangnya partisipasi anggota. Partisipasi
anggota koperasi berarti anggota memiliki keterlibatan mental dan emosional terhadap
koperasi, memiliki motivasi berkontribusi kepada koperasi, dan berbagai tanggung jawab atas
pencapaian tujuan organisasi maupun usaha koperasi. Partisipasi sangat mempengaruhi
kebersihan suatu organisasi suatu organisasi koperasi, sedangkan pertisipasi pada dasarnya
dipengaruhi oleh mottivasi individu dan komunikasi.
Mengingat betapa pentingnya partisispasi anggota dalam keberlangsungan hidup
koperasi, maka perlu diketahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan menurunnya partisipasi

1
anggota beserta solusi untuk meningkatkan partisipasi anggota koperasi. Hal tersebut
membuat peneliti tertarik untuk membuat sebuah paper yang berjudul “Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kredit Macet dan Penurunan Partisipasi Anggota berserta
Penyelesaiannya”.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Kredit dan Kredit Macet


Kredit berasal dari bahasa Yunani, yaitu “credere” yang berarti kepercayaan, atau dari
bahasa latin, yaitu “creditum” yang berarti kebenaran. Sedangkan di negara kita pengertian
kredit yang lebih baku untuk menunjang proses kegiatan operasional perbankan, yaitu dalam
Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang No. 7 tahun 1992,
yang menyatakan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Kredit macet adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor-
faktor atau unsur kesengajaan atau karena kondisi di luar kemampuan anggota. Kredit
dianggap macet apabila setelah jangka waktu 21 (dua puluh satu) bulan semenjak masa
pengelolaan kredit diragukan, belum terjadi pelunasan atau usaha penyelamatan kredit dan
terdapat tunggakan angsuran pokok/bunga yang telah melampaui 270 hari.
Menurut Gatot Supramono, kredit macet adalah suatu keadaan di mana anggota koperasi
tidak mampu membayar lunas kredit tepat pada waktunya, hal ini dapat berupa:
a) Anggota koperasi sama sekali tidak dapat membayar angsuran kredit beserta
bunganya.
b) Anggota koperasi membayar sebagian angsuran kredit beserta bunganya.
c) Anggota membayar lunas kredit beserta bunganya setelah jangka waktu yang
diperjanjikan berakhir.
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kredit dapat berupa uang atau
tagihan dan kemudian adanya kesepakatan antara koperasi sebagai pemberi pinjaman
dengan anggota koperasi yang mencakup hak dan kewajiban masing-masing pihak,
termasuk jangka waktu serta bunga yang ditetapkan bersama.

3
2.1.1 Penggolongan Kredit Macet
Menurut Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor 20/Per/M.KUKM/XI/2008 Tentang Pedoman Penilaian
Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi, pinjaman
bermasalah terdiri dari:
1) Pinjaman Kurang Lancar
Pinjaman digolongkan kurang lancar apabila memenuhi kriteria dibawah ini
(1) Pengembalian pinjaman dilakukan dengan angsuran, yaitu:
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok sebagai berikut:
a) Tunggakan melampaui 1 bulan dan belum melampaui 2 bulan bagi
pinjaman dengan angsuran harian dan/atau mingguan; atau
b) Melampaui 3 bulan dan belum melampaui 6 bulan bagi pinjaman yang
masa angsurannya ditetapkan bulanan, 2 bulan atau 3 bulan; atau
c) Melampaui 6 bulan tetapi belum melampaui 12 bulan bagi pinjaman
yang masa angsurannya ditetapkan 6 bulan atau lebih; atau
b. Terdapat tunggakan bunga sebagai berikut :
a) Tunggakan melampaui 1 bulan tetapi belum melampaui 3 bulan bagi
pinjaman dengan masa angsuran kurang dari 1 bulan; atau
b) Melampaui 3 bulan, tetapi belum melampaui 6 bulan bagi pinjaman
yang masa angsurannya lebih dari 1 bulan.
c. Pengembalian pinjaman tanpa angsuran, yaitu:
a) Pinjaman belum jatuh tempo. Terdapat tunggakan bunga yang
melampaui 3 (tiga) bulan tetapi belum melampaui 6 (enam) bulan.
b) Pinjaman telah jatuh tempo. Pinjaman telah jatuh tempo dan belum
dibayar tetapi belum melampaui 3 (tiga) bulan.
2) Pinjaman yang Diragukan
Pinjaman digolongkan diragukan apabila pinjaman yang bersangkutan tidak
memenuhi kriteria kurang lancar tetapi berdasarkan penilaian dapat disimpulkan
bahwa:

4
(1) Pinjaman masih dapat diselamatkan dan agunannya bernilai sekurang-
kurangnya 75% dari hutang peminjam termasuk bunganya; atau,
(2) Pinjaman tidak dapat diselamatkan tetapi agunannya masih bernilai sekurang-
kurangnya 100% dari hutang peminjam termasuk bunganya.
3) Pinjaman Macet
Pinjaman digolongkan macet apabila:
(1) Tidak memenuhi kriteria kurang lancar dan diragukan, atau;
(2) Memenuhi kriteria diragukan tetapi dalam jangka waktu 12 bulan sejak
digolongkan diragukan belum ada pelunasan.
(3) Pinjaman tersebut penyelesaiannya telah diserahkan kepada Pengadilan Negeri
atau telah diajukan penggantian kepada perusahaan asuransi pinjaman.

2.1.2 Penyebab Kredit Macet


Kemacetan suatu fasilitas kredit disebabkan oleh 2 faktor (Widodo, 2003) yaitu:
1) Dari Pihak Koperasi
Dalam hal ini analisis kredit kurang teliti menganalisis kelayakan suatu
pengajuan kredit. Kemacetan suatu kredit dapat pula terjadi akibat kolusi dari
pihak analisis kredit dengan pihak debitur sehingga dalam analisisnya dilakukan
secara tidak obyektif. Adanya target yang telah ditetapkan oleh pihak koperasi
mendorong pihak petugas kredit menempuh jalan yang tidak sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan dalam menyalurkan kredit, menyebabkan
kurang selektifnya dalam memilih calon debitur. Jika target tidak dipenuhi
disamping tidak mendapatkan bonus, juga ancaman diberhentikan sebagai
karyawan. Target kredit seakan-akan menjadi beban tersendiri yang menakutkan
bagi pihak karyawan. Sehingga membuat karyawan berlomba-lomba dalam
menyalurkan kredit demi target yang ditetapkan dapat terpenuhi.
2) Dari Pihak Anggota Koperasi
Kemacetan kredit yang disebabkan oleh nasabah diakibatkan 2 hal, yaitu:
(1) Kesengajaan, artinya anggota sengaja tidak mau membayar kewajibannya
sehingga kredit yang diberikan dengan sendirinya macet.

5
(2) Unsur tidak sengaja, artinya anggota memiliki kemauan untuk membayar
akan tetapi tidak mampu dikarenakan usaha yang dibiayai terkena
musibah, misalnya kebanjiran atau kebakaran.
Sedangkan faktor-faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya kredit macet antara lain:
1) Tingkat Suku Bunga Pinjaman
Salah satu faktor penyebab terjadinya kredit bermasalah adalah tingkat suku bunga.
Dimana tingkat suku bunga yang ditetapkan sangat tinggi yang menyebabkan para
anggota tidak sanggup membayarnya. Tetapi jika tingkat suku bunga yang rendah
mungkin akan meringankan usaha anggota dan usahanya dapat berkembang karena
beban biaya modal pinjamannya rendah, sehingga arus pengembalian pinjaman
diharapkan lebih lancar.
2) Jangka Waktu Kredit
Jangka waktu pinjaman adalah waktu yang diberikan oleh pihak koperasi untuk
mengembalikan pokok dan bunga pinjaman. Makin panjang jangka waktu kredit,
makin tinggi risiko yang mungkin muncul, maka koperasi akan membebankan bunga
yang lebih tinggi dibandingkan dengan kredit jangka pendek. Namun semakin
panjang jangka waktu kredit jumlah angsuran yang disetor anggota koperasi semakin
kecil, sehingga hal ini tidak memberatkan bagi anggota koperasi.
3) Stabilitas Penjualan Anggota
Pada umumnya stabilitas penjualan anggota merupakan tingkat penjualan usaha dari
para anggota. Jika barang dagangan atau tingkat penjualan para anggota lancar
(stabil) dan meningkat, maka pengembalian pinjaman ke koperasi akan lancar pula
dan koperasi akan berusaha memberikan kredit dimasa berikutnya. Sebaliknya
apabila penjualan para anggota tidak lancar (tidak stabil), maka pengembalian
pinjaman ke koperasi akan mengalami keterlambatan yang pada gilirannya akan
menimbulkan kemacetan.
4) Kolektibilitas
Kolektibilitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan sejauh mana kemampuan
koperasi mengumpulkan pendapatan bunga dari kredit yang disalurkan. Angka
kolektibilitas kredit mencerminkan kemampuan koperasi dalam memasarkan kredit

6
kepada para anggota untuk sektor-sektor kegiatan yang memang secara ekonomis
layak dibiayai, sehingga mampu memberikan keuntungan lewat membayar bunga
kredit kepada koperasi yang bersangkutan (Permono dan B. Sandro).
5) Komitmen Anggota kepada Koperasi
Komitmen anggota organisasi menjadi hal penting bagi sebuah organisasi dalam
menciptakan kelangsungan hidup sebuah organisasi apapun bentuk organisasinya.
Begitu juga pada koperasi, komitmen anggota kepada koperasi merupakan suatu hal
yang sangat penting bagi perkembangan koperasi itu sendiri (Luthans, 2011).
Komitmen anggota kepada koperasi bisa menjadi salah satu faktor penyebab kredit
macet. Karena jika anggota tidak memiliki komitmen maka pengembalian pinjaman
akan terhambat. Tetapi jika anggota memegang komitmennya terhadap koperasi
maka masalah kredit macet akan teratasi.
Selain itu, penyebab dari kredit macet yang lainnya dapat pula disebabkan oleh dua
faktor, yaitu:
1) Faktor Intern Kredit Macet
(1) Itikad yang Tidak Baik dari Petugas Koperasi
Adanya itikad tidak baik dari petugas koperasi yang memberikan pinjaman pada
debitur atas dasar adanya hubungan keluarga, walaupun sebenarnya pihak debitur
tidak memenuhi persyaratan mendapatkan kredit, dan pada akhirnya kredit
tersebut tidak bisa dilunasi oleh debitur, sehingga menyebabkan kredit macet.
(2) Lemahnya Sistem Pengawasan Kredit
Lemahnya pengawasan kredit yang dilakukan oleh pihak koperasi baik sebelum
maupun setelah pemberian kredit yang diberikan kurang memadai, menyebabkan
koperasi tidak dapat mendeteksi dengan cepat terjadinya penyimpangan dalam
keterlambatan melakukan langkah-langkah pencegahan terjadinya kredit
bermasalah. Lemahnya pengawasan yang dilakukan dapat menyebabkan koperasi
kekurangan informasi yang berkaitan dengan kondisi usaha debitur, dimana
usaha yang dimiliki debitur mengalami kebangkrutan, maka akan mempengaruhi
kelancaran pembayaran kredit sehingga menyebabkan pihak koperasi akan
mengalami kredit macet/ bermasalah.

7
2) Faktor Ekstern Kredit Macet, yaitu:
(1) Penurunan Kondisi Perekonomian
Kredit macet yang disebabkan karena usaha yang dijalankan debitur
menggunakan modal yang diberikan pihak koperasi mengalami kerugian yang
menyebabkan debitur tidak dapat melunasi kewajibannya kepada pihak
koperasi sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Kebanyakan debitur tidak
dapat memenuhi kewajibannya dalam membayar kredit dikarenakan usaha yang
dijalankan mengalami kerugian, sehingga debitur tidak dapat melunasi
kewajibannya. Jika dibiarkan keadaannya seperti ini terus menerus dan tidak
ada penanganan, akan menyebabkan kredit macet untuk koperasi.
(2) Itikad Tidak Baik dari Debitur
Adanya itikad tidak baik dari debitur dengan sengaja tidak memenuhi
kewajibannya dalam pembayaran kredit. Debitur juga mempunyai hutang yang
ditanggung lebih besar dibandingkan dengan jumlah penghasilan debitur, juga
menyebabkan keterlambatan debitur dalam membayar bunga dan pinjaman
kredit. Adanya kesengajaan debitur tidak membayar kewajibannya. Hal ini
banyak terjadi pada kredit harian yang tanpa menggunakan jaminan untuk
memperoleh pinjaman. Dengan tidak adanya jaminan tersebut membuat debitur
menjadi enggan dalam membayar kewajibannya untuk membayar bunga dan
angsuran. Hal ini juga menjadi penyebab kredit macet.
(3) Akibat Adanya Bencana Alam
Bencana alam akan sangat dirasakan oleh debitur dikarenakan bencana alam
tersebut melanda suatu tempat/kawasan tertentu dirasa akan merugikan usaha
debitur. Adanya bencana yang terjadi di suatu desa/daerah tertentu misalkan
terjadinya serangan hama pada pertanian mengakibatkan para debitur yang
memiliki usaha pertanian mengalami gagal panen, sehingga debitur mengalami
kerugian dan secara langsung ataupun tidak langsung akan mengalami kerugian
dan penghasilan berkurang. Kredit yang disalurkan di desa/daerah tersebut
tidak dapat dikembalikan tepat pada waktunya, sehingga mengakibatkan
terjadinya kredit macet.

8
Selain faktor-faktor yang disebutkan di atas, Djiwandono (dalam Kuncoro Mudrajat,
1994: 492) menyatakan faktor-faktor penyebab kredit macet terdiri dari dua, yaitu faktor
intern dan faktor ekstern.
1) Faktor intern terdiri dari empat variabel, yaitu:
(1) Kegagalan mengelola usaha,
(2) Kebijakan perkreditan yang kurang menunjang,
(3) Kelemahan sistem dan prosedur penilaian kredit, dan
(4) Pemberian serta pengawasan yang menyimpang dari prosedur.
2) Faktor ekstern terdiri dari tiga variabel, yaitu:
(1) Lingkungan usaha debitur yang kurang menunjang
(2) Musibah seperti kebakaran, bencana alam, dan
(3) Persaingan antara lembaga keuangan.
Sedangkan menurut Hariyani dan Serfianto (2010:122), kredit macet dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, yaitu:
1) Faktor internal penyebab kredit macet antara lain:
(1) Kebijakan perkredtian yang ekspansif
(2) Penyimpangan dalam pelaksanaan prosedur perkreditan
(3) Ikhtikat kurang baik dari pemilik, pengurus atau pegawai koperasi
(4) Lemahnya sistem informasi kredit macet
2) Faktor eksternal penyebab kredit macet antara lain:
(1) Kegagalan usaha debitur
(2) Pemanfaatan iklim persaingan perbankan yang tidak sehat oleh debitur
(3) Menurunnya kegiatan ekonomi
(4) Tingginya suku bunga kredit

2.1.3 Teknik Penyelesaian Kredit Macet


Menurut Kasmir (2013:109) penyelamatan kredit macet dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut: 1) rescheduling, 2) restructuring, 3) reconditioning, 4)
penyitaan jaminan, 5) penghapusan kredit, serta 6) kombinasi.

9
1) Rescheduling (Penjadwalan Kembali)
Merupakan suatu upaya hukum untuk melakukan perubahan terhadap beberapa
syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran
kembali/jangka waktu kredit termasuk tenggang (grace period), perubahan
jumlah angsuran dan bila perlu dengan penambahan kredit. Cara ini dilakukan
berdasarkan penelitian dan perhitungan yang dilakukan oleh pihak koperasi,
dimana pihak debitur tidak mampu dalam melunasi kewajibannya membayar
angsuran pokok maupun kewajiban lainnya. Rescheduling dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut.
(1) Memperpanjang Jangka Waktu Kredit
Dalam memperpanjang waktu kredit, debitur diberikan keringanan dalam
masalah jangka waktu pelunasan kredit, misalnya perpanjangan jangka
waktu kredit dari enam bulan menjadi delapan bulan, sehingga debitur
mempunyai waktu yang lebih lama dalam mengembalikan pinjamannya.
(2) Memperpanjang Jangka Waktu Angsuran
Hal ini hampir sama dengan jangka waktu kredit, jangka waktu angsuran
kreditnya diperpanjang pembayarannya, misalnya dari 48 kali menjadi 60
kali dan hal ini tentu saja jumlah angsuran pun menjadi kecil seiring dengan
penambahan jumlah angsuran.
2) Restructuring (Persyaratan Kembali)
Melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh persyaratan perjanjian, tidak
terbatas hanya kepada perubahan jadwal angsuran atau jangka waktu kredit,
tetapi perubahan kredit tersebut tanpa memberikan tambahan kredit atau tanpa
melakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadi equity
perusahaan. Kegiatan restructuring (penataan ulang) meliputi: (1) penurunan
suku bunga kredit, (2) pengurangan tunggakan bunga kredit, (3) pengurangan
tunggakan pokok kredit, (4) perpanjangan jangka waktu kredit, dan (5)
pemambahan atau perubahan fasilitas kredit.
3) Reconditioning (Penetapan Kembali Persyaratan Kredit)
Dengan cara mengubah berbagai persyaratan yang ada seperti berikut:

10
(1) Kapitalisasi bunga, yaitu bunga dijadikan utang pokok. Penundaan
pembayaran bunga sampai waktu tertentu, maksudnya hanya bunga yang
dapat ditunda permbayarannya, sedangkan pokok pinjamannya tetap harus
dibayar seperti biasa
(2) Penurunan suku bunga, maksudnya agar lebih meringankan beban nasabah.
Sebagai contoh jika bunga per tahun sebelumnya dibebankan 20%
diturunkan menjadi 18%, hal ini tergantung dari pertimbangan yang
bersangkutan. Penurutan suku bunga akan mempengaruhi jumlah angsuran
yang semakin mengecil sehingga diharapkan dapat membantu meringankan
nasabah
(3) Pembebasan bunga, dalam pembebasan suku bunga diberikan kepada
nasabah dengan pertimbangan nasabah sudah akan mampu lagi membayar
kredit tersebut, akan tetapi nasabah tetap mempunyai kewajiban untuk
membayar pokok pinjamannya sampai lunas.
4) Penyitaan Jaminan
Merupakan penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan oleh debitur
dalam rangka pelunasan hutang. Penyitaan jaminan merupakan jalan terakhir
apabila debitur sudah benar-benar tidak punya itikad baik atau sudah tidak
mampu lagi untuk membayar semua utang-utangnya. Pihak koperasi akan
menyarankan kepada debitur agar menjual barang jaminan tersebut dengan
mencari pembeli yang cukup potensial. Harga penjualan barang jaminan atas
kesepakatan dari kedua belah pihak. Apabila hasil penjualan tersebut melebihi
dari semua hutang debitur kepada koperasi, maka sisa dari penjualan barang
jaminan dapat dikembalikan kepada debitur. Jika harga penjualan tidak cukup
untuk menutupi semua hutang debitur, maka koperasi dapat menempuh dua
kebijakan yaitu: (1) koperasi membebaskan atau menghapus sisa hutang, dan
(2) sisa hutang debitur tetap dibukukan dengan harapan suatu ketika dapat
dilunasi.

11
5) Penghapusan Kredit
Penghapusan kredit merupakan tindakan yang sudah lazim dilakukan untuk
menurunkan rasio kredit bermasalah agar tingkat kesehatan koperasi tetap
terjaga dengan baik. Penghapusan kredit dilakukan dengan dua tahap, yaitu: (1)
hapus buku atau penghapusan secara bersyarat, dan (2) hapus tagih atau
penghapusan secara mutlak. Penghapusan kredit ditujukan untuk mengeluarkan
rekening aset yang tidak produktif seperti kredit macet yang tidak dapat ditagih.
Penghapusan kredit bukan berarti sebatas menghapus kewajiban debitur namun
pihak koperasi tetap memiliki hak dalam melakukan penagihan atas kredit
macet itu sebisa mungkin, dengan harapan debitur bersedia melunasi semua
kewajiban yang dibebankan.
6) Kombinasi
Merupakan kombinasi dari kelima jenis cara diatas.

2.2 Partisipasi Anggota


2.2.1 Definisi
Secara harfiah partisipasi diambil dari bahasa asing participation, yang artinya
mengikutsertakan pihak lain dalam mencapai tujuan. (Hendar & Kusnadi, 2005: 91).
Menurut Davis dan Newstrom (1989) yang dikutip dalam jurnal yang ditulis oleh Achma
Hendra Setiawan (2004), partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional orang-
orang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusi
kepada tujuan kelompok dan ikut berbagi tanggung jawab atas tercapainya tujuan
tersebut.
Partisipasi anggota dalam koperasi dapat dirumuskan sebagai keterlibatan para
anggota secara aktif dan menyeluruh dalam pengambilan keputusan, penetapan
kebijakan, arah dan langkah usaha, pengawasan terhadap jalannya usaha koperasi,
penyertaan modal usaha, dalam pemanfaatan usaha, serta dalam menikmati sisa hasil
usaha. Partisipasi anggota juga dapat diartikan sebagai keikutsertaan anggota dalam
berbagai bentuk kegiatan yang diselenggarakan oleh koperasi, baik kedudukan anggota
sebagai pemilik maupun sebagai pengguna/pelanggan. Keikutsertaan anggota ini

12
diwujudkan dalam bentuk pencurahan pendapat dan pikiran dalam pengambilan
keputusan, dalam pengawasan, kehadiran dan keaktifan dalam rapat anggota, pemberian
kontirbusi modal keuangan, serta pemanfaatan pelayanan yang diberikan oleh koperasi.
Secara umum, Partisipasi anggota koperasi menyangkut partisipasi terhadap
sumberdaya, pengambilan keputusan, dan pemanfaatan, atau seringkali dibuat kategori
partisipasi kontributif, partisipasi insentif. (Hendar & Kusnadi, 2005: 91).
Jadi, menurut penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa partisipasi anggota
adalah keterlibatan mental dan emosional orang-orang yang mendorong mereka untuk
melakukan usaha atau bekerjasama dalam koperasi dengan jalan memberikan kontribusi
atau peran serta mereka pada koperasi dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Anggota


Partisipasi sangat mempengaruhi kebersihan suatu organisasi suatu organisasi
koperasi, sedangkan partisipasi pada dasarnya dipengaruhi oleh motivasi individu dan
komunikasi. Ada juga faktor lain yang yang mempengaruhi partisipasi yaitu pendidikan.
Menurut Mutis (1992:93) tingkat pendidikan bagi anggota koperasi akan melahirkan
kesadaran dan kerja sama kelompok, perencanaan kelompok, dan kegiatan kelompok,
tingkat pendidikan anggota koperasi menimbulkan kegiatan dalam pengembangan
partisipasinya.
Partisipasi anggota merupakan unsur utama dalam memacu kegiatan dan untuk
mempertahankan ikatan pemeratuan didalam koperasi. Dasar pemanfaatan hasil-hasil
dan pelayanan koperasi yang adil dapat juga dilihat sebagai suatu tatanan didalam
menanamkan partisipasi yang baik dari anggota sesuai kebutuhan yang dirasakan. Cara
pandang koperasi sebagai suatu sistem yang hidup, maka perlu dipahami konsep
partisipasi anggota sebagai suatu unsure yang paling utama.Atas dasar itu, partisipasi
anggota dalam koperasi diibaratkan darah dalam tubuh manusia (Mutis,1992:93).
Dipandang dari kenyataan bahwa untuk mempertahankan diri, pengembangan,
dan pertumbuhan suatu koperasi tergantung pada kualitas dan partisipasi anggota-
anggotanya.Para anggota harus memiliki pemahaman yang jelas mengenai visi dari
organisasi, misi, tujuan umum, sasaran, kemampuan untuk menguji kenyataan dalam

13
memecahkan permasalahan dan perubahan-perubahan lingkungan. Sisi yang laian para
anggota kiranya memiliki kesempatan untuk melaksanakan kekuasaan mareka dalam
memperoleh informasi yang benar untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan
keputusan dan mekanisme pengendalian social di dalam masing-masing koperasi
Menurut Mutis, (1992:95) yang mempengarui partisipasi anggota dalam
beberapa koperasi dipengaruhi oleh beberapa faktor negatif, yaitu:
1) Kurangnya pendidikan anggota
2) Feodalisme dan paternalism
3) Kurangnya tindak lanjut yang konsisten dan pengamatan dari rencana-rencana
organisasi yang telah disepakati bersama.
4) Manipulasi yang dibuat oleh bermacam-macam individu menyebabnya timbulnya
erosi rasa ikut serta memiliki dari para anggota terhadap koperasi mereka masing-
masing.
5) Kartu anggota tidak dibuat dengan baik.
6) Kurangnya manajemen yang teratur dan keterampilan manajerial dari pengurus
koperasi.
7) Kurangnya rencana pengembangan profesional untuk mengimbangi perkembangan
dinamika kebutuhan para anggota.
8) Kurangnya penyebaran informasi tentang penampilan koperasi, seperti neraca,
biaya, manfaat, dan laporan statistik lainnya.
9) Pengalaman-pengalaman dan praktek-praktek koperasi yang buruk dimasa lampau.
10) Ketidakcakapan para pengurus koperasi untuk menata pembukuan.

Menurut Swasono ( 1989) terdapat beberapa faktor yang sangat menentukan


tertarik atau tidaknya untuk berpartisipasi, faktor tersebut adalah:
1) Manajemen koperasi,
2) Hubungan koperasi dengan koperasi lain,
3) Perkembangan koperasi,
4) Skala usaha koperasi,
5) Pelayanan koperasi kepada anggota,

14
6) Peran serta organisasi lain.

2.2.3 Penyebab Penurunan Partisipasi Anggota


Swasono (1989) mengemukakan beberapa alasan mengapa anggota tidak
berpartisipasi atau partisipasinya lemah, hal ini disebabkan:
1) Kurangnya pemahaman terhadap konsep koperasi,
2) Tidak ada pendidikan anggota,
3) Kurangnya pengalaman pengalaman dalam melakukan usaha,
4) Tidak ada rangsangan atau motivasi untuk bergabung dengan koperasi,
5) Komunikasi yang tidak efektif,
6) Tingginya biaya operasion
7) Manajemen yang rendah.
Jadi partisipasi anggota adalah keterlibatan mental dan emosional dari anggota
koperasi dalam memberikan inisiatif dan berkreatif terhadap kegiatan yang dilakukan
koperasi dalam rangka mencapai tujuan koperasi, dengan indikator partisipasi anggota
koperasi dalam demokrasi ekonomi, partisipasi anggota dalam permodalan, dan
partisipasi anggota dalam menggunakan jasa koperasi.
Kendala yang menyebabkan kurang berkembangnya koperasi siswa (kopsis)
adalah:
1) Dibuka sistem komunikasi formal maupun informal pada kopsis. Ketika rapat
anggota tahunan dibuka, sistem komunikasi formal telah berjalan, tetapi hanya
dihadiri oleh sebagian tertentu siswa, maka banyak inspirasi yang tidak
tertampung.
2) Sistem pengawasan dan perencanaan. Dalam kegiatan perkoperasian ada beberapa
penyimpangan dalam pengelolaan, oleh karena itu perlu disusun sistem
pengawasan yang melibatkaan siswa secara keseluruhan. Dengan adanya
komunikasi, diharapkan akan dapat ditampung inspirasi tentang prosedur yang
baik dan sesuai untuk kopsis (Anoraga dan Widiyanti, 1998:207).

15
2.2.4 Upaya Penyelesaian Masalah Penurunan Partisipasi Anggota
Dalam buku saku Koperasi (2010: 4) yang ditulis oleh Deputi Pengembangan
SDM terdapat berbagai cara untuk dapat meningkatkan partisipasi anggota baik
menggunakan pendekatan materi maupun non materi. Pendekatan materi yang dimaksud
adalah memberikan komisi dan insentif, pemberian bonus, maupun pemberian tunjangan
atas aktivitas keterlibatan anggota berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan organisasi
maupun layanan barang/jasa yang disediakan koperasi. Selanjutnya pendekatan non
materi yaitu memberikan motivasi kepada semua komponen, dengan jalan
mengikutsertakan seluruh anggota dalam proses pengambilan keputusan secara bersama.
Beberapa cara untuk meningkatkan partisipasi anggota yang termuat dalam buku saku
Koperasi dari Departemen Sumber Daya Manusia (2010: 4) adalah melalui :
1) Upaya pelibatan secara aktif seluruh komponen dan anggota koperasi dalam
perencanaan usaha dan proses pengambilan keputusan.
2) Keterlibatan dan keaktifan anggota dalam perencanaan usaha dan proses
pengambilan keputusan secara langsung bersama segenap anggota merupakan
upaya bersama untuk merancang bangun secara bersama pola dan struktur
pelayanan koperasi terhadap anggota, kerangka kerja perusahaan, dan indikasi
kinerja keberhasilan koperasi sebagai badan usaha.
3) Proses perencanaan usaha dan pengambilan keputusan yang partisipatif dan
kolaboratif dari segenap anggota dan pengurus, pengelola akan meningkatkan
kesadaran pemanfaatan pelayanan dan rasa tanggung jawab semua pihak untuk
memperjuangkan kemajuan dan perkembangan koperasi. Dengan kesadaran,
semangat kebersamaan, dan tanggung jawab segenap anggota inilah yang
meningkatkan partisipasi anggota sehingga pada ujung-ujungnya mampu
menumbuhkembangkan koperasi.
Menurut Hendar & Kusnadi (2005: 101-102) dijelaskan bahwa untuk
meningkatkan partisipasi anggota melalui peningkatan partisipasi insentif dan
kontributif :

16
1. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan partisipasi insentif
adalah:
1) Menyediakan barang-barang atau jasa-jasa yang dibutuhkan oleh anggota
yang relatif lebih baik dari para pesaingnya di pasar.
2) Meningkatkan harga pelayanan kepada anggota, misalnya:
(1) Menetapkan harga jual yang relatif lebih murah dari harga umum
(2) Harga beli yang relatif lebih tinggi dari harga umum
(3) Pemberian bunga kredit yang lebih rendah dari bunga umum
(4) Pemberian bunga tabungan minimal sama dengan tingkat bunga umum
disertai pelayanan yang lebih baik
(5) Pemberian diskon atau potongan harga untuk anggota
3) Menyediakan barang-barang yang tidak tersedia di pasar bebas wilayah
koperasi atau tidak disediakan oleh pemerintah.
4) Berusaha memberikan deviden per anggota (SHU per anggota) yang
meningkat dari waktu ke waktu.
5) Memperbesar alokasi dana dari aktivitas bisnis koperasi dengan non anggota
melalui pemberian kredit dengan bunga yang relatif lebih murah dan jangka
waktu pengembalian lebih lama.
6) Menyediakan berbagai tunjangan (bila mampu) keanggotaan, seperti
tunjangan hari raya, tunjangan kesehatan, dan lain-lain.
2. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan partisipasi
kontributif:
1) Menjelaskan tentang maksud, tujuan perencanaan dan keputusan yang akan
dikeluarkan.
2) Meminta tanggapan dan saran tentang perencanaan dan keputusan yang akan
dikeluarkan.
3) Meminta informasi tentang segala sesuatu dari semua anggota dalam usaha
membuat keputusan dan mengambil keputusan.
Menurut Deputi Pengembangan SDM (2010: 4) secara praktek dan kenyataan di
lapangan, pelibatan atau keterlibatan perencanaan usaha dan proses pengambilan

17
keputusan bersama dalam koperasi tidaklah mudah. Tidak dapat dipungkiri bahwa
proses partisipatif dan kolaboratif dalam menyusun perencanaan usaha dari koperasi
memerlukan waktu, biaya, dan tenaga. Oleh karena itu, penanaman kesadaran diri
terhadap anggota, pengurus, pengelola, dan pengawas terhadap upaya pencapaian tujuan
usaha koperasi secara bersama haruslah dipahami sebagai kebutuhan dan tujuan
bersama. Anggota perlu menyadari tujuan pelayanan usaha yang dilakukan oleh
pengurus dan pengelola, sementara pengurus juga harus menyampaikan secara utuh
perencanaan usaha yang dimaksud sedemikian rupa hingga anggota dapat memahami,
menyadari, dan ikut bertanggung jawab atas upaya pencapaian tujuan usaha termaksud.
Dengan demikian komunikasi yang efektif dari interaksi antara anggota dan perusahaan
koperasi dalam perencanaan usaha dan proses pengambilan keputusan secara bersamaan
dan bertanggung jawab menjadi kebutuhan sekaligus prasyarat bagi partisipasi anggota.
Deputi Pengembangan SDM (2010: 5) juga mengatakan bahwa kepuasan dan nilai
guna juga seringkali menjadi faktor yang mempengaruhi keterlibatan anggota dalam
perencanaan usaha atau proses pengambilan keputusan koperasi. Tidak dapat dipungkiri
bahwa terdapat sekelompok orang yang masih kurang puas atau kurang menerima suatu
keputusan. Oleh karenanya, ada baiknya bagi pihak yang merasa kurang puas dapat
diminta tanggapan atau sarannya atas perencanaan usaha dan keputusan yang akan atau
telah diambil, tentunya disesuaikan dengan situasi, dan kondisi, dan tingkat
relevansinya. Cara ini berarti membuka peluang dan penghargaan terhadap
ketidakpuasan, sehingga tanggapan dan saran yang diajukan dari yang kurang puas
menjadi masukan atau bahan pertimbangan bagi penyempurnaan keputusan yang akan
atau telah diambil oleh koperasi.
Deputi Pengembangan SDM (2010: 5) juga menyatakan bahwa peningkatan
partisipasi anggota berhubungan erat dengan tingkat pelayanan, sementara pelayanan
berhubungan pula dengan beban kerja atau daya dukung yang ada di koperasi. Salah satu
yang berkait dengan ini adalah pengaturan fungsi dan peran dari pengelola dalam
memberikan pelayanan prima bagi anggota, sehingga diperlukan pengaturan atau
pendelegasian kewenangan yang jelas dan proporsional. Semua unsur pengelola
koperasi harus memiliki fungsi dan tugas yang jelas dan merasakan bahwa fungsi

18
tersebut merupakan kepercayaan dari anggota koperasi. Demikian pula, anggota harus
meyakini bahwa apa yang dilakukan oleh pengelola koperasi kepada diri anggota
merupakan tugas yang telah didelegasikan kepada pengurus dan memberikan
kepercayaan kepada pengelola koperasi memberikan pelayanan prima kepada anggota
koperasi.
Dalam Buku Saku Koperasi (2010: 5) yang ditulis oleh Deputi Pengembangan
SDM menyatakan bahwa upaya peningkatan partisipasi anggota akan berhasil manakala
ada kesesuaian antara anggota, manajemen koperasi, dan program koperasi. Kesesuaian
ini dapat dilihat dari unit, tingkat kemauan, dan kemampuan dari pelayanan yang
disediakan oleh koperasi. Kompetensi dan motivasi anggota dalam mengemukakan
minat kebutuhanya kepada koperasi terefleksikan dalam keputusan manajemen koperasi
dalam memberikan layanan barang dan jasa kepada anggota koperasi. Anggota
mengemukakan pendapat, saran dan kritik yang membangun bagi koperasi, dan
selanjutnya manajemen koperasi mampu menindak lanjuti dan menyelesaikannya secara
efektif dan professional hingga dirasakan manfaatnya oleh anggota koperasi. Misalnya
adalah jika unit usaha yang tersedia di koperasi memiliki kesesuaian yang tinggi dengan
kebutuhan anggota, manajemen, maupun program koperasi, maka akan diikuti dengan
tingkat partisipasi anggota yang tinggi pula.

19
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1) Kredit dapat berupa uang atau tagihan dan kemudian adanya kesepakatan antara
koperasi sebagai pemberi pinjaman dengan anggota koperasi yang mencakup hak
dan kewajiban masing-masing pihak, termasuk jangka waktu serta bunga yang
ditetapkan bersama.
2) Menurut Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor 20/Per/M.KUKM/XI/2008 Tentang Pedoman
Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi,
pinjaman bermasalah terdiri dari pinjaman kurang lancar, pinjaman yang
diragukan, dan pinjaman yang macet.
3) Penyebab dari kredit macet pada koperasi secara umum disebabkan karena dua
faktor, (a) intern koperasi, dan (b) ekstern koperasi.
4) Teknik penyelesaian kredit macet dapat dilakukan dengan cara: (a)
rescheduling, (b) restructuring, (c) reconditioning, (d) penyitaan jaminan, (e)
penghapusan kredit, serta (f) kombinasi.
5) Partisipasi anggota adalah keterlibatan mental dan emosional orang-orang yang
mendorong mereka untuk melakukan usaha atau bekerjasama dalam koperasi
dengan jalan memberikan kontribusi atau peran serta mereka pada koperasi dalam
rangka mencapai tujuan yang diharapkan.
6) Partisipasi anggota pada dasarnya dipengaruhi oleh motivasi individu dan
komunikasi, selain itu yang dapat mempengaruhi partisipasi yaitu pendidikan.
7) Penyebab Penurunan Partisipasi Anggota antara lain yaitu kurangnya pemahaman
terhadap konsep koperasi, tidak ada pendidikan anggota, kurangnya pengalaman
pengalaman dalam melakukan usaha, tidak ada rangsangan atau motivasi untuk
bergabung dengan koperasi, komunikasi yang tidak efektif, tingginya biaya
operasional, serta manajemen yang rendah.

20
8) Upaya untuk meningkatkan partisipasi anggota yaitu dapat dengan menggunakan
pendekatan materi maupun non materi.

3.2. Saran
1) Dalam artikel ilmiah sumber pertama terkait hasil dari analisis penyebab kredit
macet pada koperasi, hasil tersebut hanya berdasarkan pada satu sumber yaitu
manajer dari koperasi lokasi penelitian, hendaknya peneliti juga melakukan
penelitian berupa wawancara yang lebih mendalam kepada anggota koperasi agar
mendapatkan persepsi ataupun jawaban lain dari sisi yang berbeda sehingga
seluruh jawaban-jawaban tersebut kemudian dapat disimpulkan dan memperkuat
hasil dari penelitian tersebut.
2) Dalam artikel ilmiah sumber kedua terkait penyelesaian terhadap kredit macet,
dalam pembahasannya peneliti memaparkan hasilnya dari sektor keuangan secara
umum, padahal seharusnya yang lebih ditekankan untuk dijelaskan yaitu dari badan
usaha koperasi tersebut bagaimana proses penyelesaiannya baik dari intern
koperasi maupun yang melibatkan pihak ekstren koperasi. Jadi, untuk ke depannya
peneliti dapat melakukan penelitian yang lebih mendalam dan lebih spesifik ke
badan usaha koperasi tersebut agar pembahasan hasil penelitiannya menjadi lebih
lengkap.
3) Dalam artikel ilmiah sumber ketiga terkait faktor-faktor yang menyebabkan
penurunan partisipasi anggota, dalam pembahasannya peneliti menggunakan ruang
lingkup hanya dari satu ruang lingkup saja, untuk penelitian ke depannya
diharapkan ruang lingkup penelitiannya dapat diperluas sehingga hasil
penelitiannya bisa menyentuh seluruh aspek dari koperasi tersebut.
4) Dalam artikel ilmiah sumber keempat terkait upaya untuk meningkatkan partisipasi
anggota, dalam penelitiannya peneliti telah secara lengkap menjelaskan beserta
ruang lingkup yang luas sehingga hasil jawabannya dapat menyeluruh ke semua
aspek koperasi.

21
DAFTAR RUJUKAN

Suarjaya, I Nyoman. 2015. Analisis Penyelesaian Kredit Macet pada Koperasi Pasar
Srinadi Klungkung. Jurnal Jurusan Pendidikan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Pendidikan Ganesha. Vol. 5.1. Hal 1-11.
Pratama, Gde Dianta Yudi. 2015. Penyelesaian Kredit Macet pada KSU. Tumbuh
Kembang, Pemogan Denpasar Selatan. Skripsi Fakultas Hukum Universitas
Udayana.
Wendi, Prof. Dr. Drs. Khairinal dan Drs.H. Arpizal. 2014. Analisis Faktor-Faktor Penyebab
Rendahnya Partisipasi Anggota Koperasi Siswa Di SMA Negeri 8 Kota Jambi.
Jurnal FKIP Universitas Jambi.
Syaiful, Muhammad Mahasiswa. 2016. Strategi Koperasi Dalam Meningkatkan Kesejahteraan
Anggota. Jurnal Progres Ekonomi Pembangunan Pascasarjana Universitas Halu Oleo,
Kendari. Volume 1.1, Hal 22-27.

22

Anda mungkin juga menyukai