Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi yang pesat telah menimbulkan persaingan

ekonomi yang ketat. Persaingan mengharuskan perusahaan untuk berpikir lebih

kritis dalam pemanfaatan dan pengalokasian sumber dayanya yang berarti untuk

menghadapi pesaing bisnisnya, perusahaan harus memanfaatkan dan

mengalokasikan sumber daya secara lebih efektif dan efisien.

Agar perusahaan dapat bertahan dalam menghadapi persaingan yang

semakin ketat dan kompleks, dibutuhkan pengendalian intern yang memadai,

oleh karena itu manajemen perusahaan membutuhkan bantuan dari fungsi

pemeriksaan intern atau audit internal. Untuk saat ini peran audit internal adalah

lebih mengutamakan peran consulting daripada watchdog (mencari-cari

kesalahan) dikarenakan paradigma lama yang sudah bergeser bahwa peran

audit internal lebih mengedepankan sifat pencegahan (preventif) dan hal ini

tentunya dibutuhkan keterbukaan dari manajemen agar audit internal dapat

mendeteksi dan memberi saran kepada manajemen atas operasional yang ada.

Pada prinsipnya audit internal merupakan pemeriksaan intern yang

independen, yang ada pada suatu perusahaan dengan tujuan untuk menguji dan

mengevaluasi kegiatan perusahaan yang dilaksanakan. Tujuan dari pemeriksaan

ini adalah untuk memastikan apakah ada tugas dan tanggung jawab yang

diberikan telah dilaksanakan sesuai dengan yang seharusnya. Untuk itu audit

internal perlu melakukan pemeriksaan, penilaian dan mencari fakta atau bukti

1
guna memberikan rekomendasi kepada pihak manajemen untuk ditindak lanjuti.

Salah satu temuan auditor internal adalah kecurangan (fraud).

Kecurangan umumnya terjadi karena adanya tekanan (pressure) untuk

melakukan penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan kesempatan

(opportunity) yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum)

terhadap tindakan tersebut. Kecurangan (fraud) sering juga disebutkan dalam

istilah yang lebih umum seperti pencurian, penggelapan, pemalsuan dan lainnya.

Biasanya kecurangan tidak mudah ditemukan. Kecurangan biasanya ditemukan

karena kebetulan maupun karena suatu hal yang disengaja. Dengan demikian

manajemen harus berhati-hati terhadap kemungkinan timbulnya kecurangan

yang mungkin terjadi di perusahaan yang dikelolanya.

Untuk mengatasi potensi timbulnya kecurangan, audit internal diperlukan

keberadaannya di dalam perusahaan. Audit internal bertugas untuk

mengevaluasi suatu sistem dan prosedur yang telah disusun rapih, benar dan

sistematis serta apakah telah diimplementasikan secara benar, melalui

pengamatan, penelitian dan pemeriksaan atas pelaksaan tugas yang telah

diberikan di setiap unit perusahaan.

Pada beberapa perusahaan yang kegiatan utamanya bergerak dalam

bidang pengelolaan, pendistribusian dan penyediaan jasa publik bagi masyarakat

sebagai badan usaha, maka perusahaan harus menjalankan pengelolaan yang

sehat, berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi. Untuk dapat memenuhi fungsi

ekonominya yaitu optimalisasi laba maka perusahaan harus menyadari perlunya

manajemen yang baik.

Pemeriksaan intern yang dilakukan oleh satuan pengawas intern akan

menghasilkan temuan-temuan, dan setiap temuan tersebut akan diberikan

rekomendasi dan saran-saran yang diperlukan. Salah satu jenis pemeriksaan

2
yang dilakukan pada perusahaan yang kegiatan utamanya bergerak dalam

bidang pengelolaan, pendistribusian dan penyediaan jasa publik bagi masyarakat

adalah kemungkinan adanya penyimpangan, baik secara sengaja maupun tidak

disengaja.

Pada tahun 2012 pihak auditor internal PT PLN (persero) Kantor Pusat

Satuan Pengawsan Internal Regional X Sulawesi menemukan suatu indikasi

terjadinya Fraud disalah satu kantor rayon. Fraud yang ditemukan pihak auditor

tersebut berkaitan dengan pembohongan publik yang dilakukan oknum

perusahaan yang memberikan biaya pasang listrik baru kepada pelanggan. Pada

saat mengevaluasi rekapitulasi pasang listrik baru, pihak auditor melakukan

wawancara kepada pelanggan berdaya besar untuk mengetahui berapa biaya

yang dikeluarkan pelanggan tersebut pada saat pasang listrik baru. Pihak auditor

menemukan adanya perbedaan nilai rupiah yang seharusnya dibayarkan pihak

pelanggan kepada perusahaan. Rencana anggaran biaya yang diberikan oknum

perusahaan kepada pihak pelanggan tersebut tidak sesuai dengan peraturan

yang dikeluarkan menteri energi dan sumber daya mineral Republik Indonesia

sehingga merugikan pihak pelanggan. Oknum tersebut dapat dengan mudah

melakukan pembohongan publik ini dikarenakan masyarakat pelanggan tidak

mengetahui betul mengenai peraturan yang dikeluarkan menteri energi dan

sumber daya mineral Republik Indonesia mengenai biaya pasang listrik baru.

Penulis melihat adanya masalah yang perlu dikaji, yaitu peranan dari

audit internal, dengan sejumlah temuan yang kemungkinan atau dapat

diidentifikasi sebagai temuan kecurangan (fraud) pada dunia perusahaan yang

kegiatan utamanya bergerak dalam bidang pengelolaan, pendistribusian dan

penyediaan jasa publik bagi masyarakat, yang diterangkan dalam sebuah karya

ilmiah dengan judul : “Peranan Audit Internal Terhadap Pencegahan

3
Kecurangan (fraud); Studi Kasus pada PT PLN (persero) Kantor Pusat

Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang dikemukakan, penulis

menyadari bahwa akan banyak masalah yang akan timbul pada saat

melaksanakan pembahasan masalah yang akan diteliti. Agar masalah yang

dibahas memperoleh suatu kejelasan dan pembahasannya lebih terarah, maka

penulis mengambil rumusan masalah yang berkaitan dengan bagaimana

perbandingan biaya pasang listrik yang dikeluarkan oleh oknum perusahaan

(manajer kantor PLN Rayon) dengan list biaya resmi dari kementerian energi dan

sumber daya mineral Republik Indonesia pada kasus fraud yang terdeteksi oleh

auditor PT PLN (persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X

Sulawesi.

1.3 Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah yang telah penulis uraikan sebelumnya, maka

tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan biaya pasang listrik

baru yang dikeluarkan oknum perusahaan dengan list biaya resmi dari

kementerian energi dan sumber daya mineral Republik Indonesia pada kasus

fraud yang terdeteksi oleh auditor PT PLN (persero) Kantor Pusat Satuan

Pengawasan Internal Regional X Sulawesi.

4
1.4 Ruang Lingkup Penalitian

Pada penelitian ini peneliti membatasi ruang lingkup penelitian pada

peranan audit internal di PT PLN (persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan

Internal (KPSPI) Regional X Sulawesi dalam menangani kasus pembohongan

publik yang dilakukan oknum perusahaan pada pelanggan yang ingin memasang

listrik baru.

1.5 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dan diharapkan dapat memberikan manfaat baik

secara langsung maupun secara tidak langsung bagi:

1. Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan tentang masalah fraud yang terjadi di PT PLN (persero)

Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi dan cara

kerja sistem pengendalian intern yang sesungguhnya.

2. Perusahaan

Penelitian ini dapat menambah informasi bagi manajemen tentang

pentingnya pengaruh audit internal terhadap pencegahan fraud untuk

dijadikan bahan masukan dalam penyusunan kebijakan perencanaan dan

pengendalian operasi yang lebih efektif.

3. Pihak Lain

Hasil dari penelitian diharapakan akan memberikan ilmu pengetahuan

dan dalam rangka pengembangan disiplin ilmu akuntansi, serta

memberikan referensi khususnya untuk mengkaji topik-topik yang

berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.

5
1.6 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang,

rumusan masalah, tujuan penelitian, dan kegunaan

penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi penjelasan mengenai landasan teori yang

membahas mengenai teori-teori dan konsep-konsep umum

yang akan digunakan dalam penelitian serta penelitian

terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi penjelasan mengenai bagaimana penelitian

ini dilakukan. Dimulai dari rancangan penelitian, kehadiran

peneliti, lokasi penelitian, jenis dan sumber data, teknik

pengumpulan data, teknik analisa data, hingga tahap-

tahap penelitian.

BAB IV HASIL PENELITIAN

Bab ini berisi penjelasan mengenai analisa data dan

informasi yang didapatkan dari hasil wawancara dan studi

kepustakaan. Dengan demikian akan diperoleh suatu hasil

analisa yang akan dijadikan dasar dalam pembuatan

kesimpulan dan saran penelitian ini.

6
BAB V PENUTUP

Bab ini berisi penjelasan mengenai kesimpulan dan saran

dari penelitian ini bagi PT PLN (persero) Kantor Pusat

Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi,

masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Audit

Setiap perusahaan didirikan dengan tujuan utama untuk memperoleh laba

disamping beberapa tujuan lainnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka

semua tahap kegiatan yang akan dilaksanakan harus direncanakan, dianalisa

dan diteliti secara seksama terlebih dahulu oleh mereka yang bertanggung

jawab.

Dengan makin luas dan rumitnya masalah-masalah yang ada pada

perusahaan, maka ruang lingkup dan luasnya tugas yang dipikul oleh

manajemen semakin bertambah besar. Oleh karena itu manajemen memerlukan

alat bantu yang dapat digunakan untuk mengendalikan kegiatan-kegiatan yang

dilaksanakannya. Salah satu alat bantu dalam melaksanakan fungsi utama

manajemen, fungsi pengawasan dan pengendalian adalah aktivitas audit.

Arens et al. (2008:3) mendefinisikan pengertian audit “Auditing adalah

pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan

melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang telah

ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan

independen”.

Untuk melakukan audit harus tersedia informasi dalam bentuk yang dapat

diverifikasi dan beberapa standar (kriteria) yang digunakan auditor untuk

mengevaluasi informasi tersebut dan memiliki banyak bentuk. Para auditor

secara rutin melakukan audit atas informasi yang dapat diukur termasuk laporan

keungan perusahaan dan SPT pajak penghasilan federal perorangan. Auditor


juga mengaudit informasi yang lebih subjektif seperti efektifitas sistem komputer

dan efisiensi operasi manufaktur.

2.1.1 Jenis-jenis Audit

Beberapa jenis audit dilakukan untuk memastikan bahwa proses operasi

didalam perusahaan telah berjalan sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang

berlaku serta pengelolaan terhadap sumber daya dalam proses tersebut berjalan

secara efektif dan efisien.

Menurut Bayangkara (2011:2-3) terdapat beberapa jenis-jenis audit, yaitu:

1. Pada audit kepatuhan (compliance audit), auditor berusaha mendapatkan

dan mengevaluasi informasi untuk menentukan apakah pengelolaan

keuangan, operasi atau aktivitas yang lain dari suatu entitas telah sesuai

denga kriteria, kebijakan atau regulasi yang mendasarinya.

2. Dalam audit internal (internal auditing) auditor melakukan penilaian

secara independen dengan berbagai aktivitas dalam memberikan jasanya

kepada perusahaan. Secara lengkap Institute of Internal Auditing (IIA)

mendefinisikan audit internal sebagai: “an independent appraisal activity

established within an organization to exemine and evaluate is activities as

a service to the organization. The object of Internal Auditing is to assist

members in the organization in the effective discharge of their duties”.

Dari definisi di atas sudah jelas bahwa kegiatan penilai independen yang

dibentuk dalam organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan

sebagai pelayanan kepada organisasi. Tujuan dari audit internal adalah

untuk membantu anggota dalam organisasi dalam melaksanakan

tugasnya dengan efektif.

9
3. Audit operasional (operation auditing) memfokuskan penilaiannya kepada

efisiensi dan efektifitas operasi suatu entitas. Lebih lanjut AICPA

mendefinisikan operational auditing sebagai: “a systematic review of an

organization activities...in relation to specified objective. The purpose of

the engagement may be: (a) to asses performance, (b) to identify

opportunities fot improvement, and (c) to develop recommendation for

improvement or further action”.

Dari definisi di atas sudah jelas bahwa review sistematis dari suatu

kegiatan organisasi dalam kaitannya dengan tujuan tertentu. Tujuan dari

keterlibatan mungkin: (a) untuk menilai kinerja, (b) untuk mengidentifikasi

peluang untuk perbaikan dan (c) untuk mengembangkan rekomendasi

untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut.

4. Audit keuangan (financial auditing) merupakan audit yang paling tua dan

paling populer. Audit ini dilaksanakan dengan melakukan pengkajian dan

penilaian terhadap sistem pelaporaan akuntansi dan keuangan. Dilihat

dari prosedur ketersediaan dan teknik audit, audit jenis ini merupakan

jenis audit yang memiliki prosedur dan teknik yang paling lengkap dan

baku. Disamping pelaksanaan auditnya telah dipimpin dengan norma

audit yang standar, karena dikeluarkan oleh asosiasi profesi dibidangnya,

juga objek yang diaudit telah dipimpin oleh suatu prinsip-prinsip akuntansi

yang berlaku umum (general accepted accounting principle-GAAP).

Dari berbagai jenis audit yang dilakukan kecuali audit keuangan,

keseluruhan audit memiliki tujuan yang (hampir) sama yaitu menilai bagaimana

manajemen mengoprasikan perusahaan, mengelola sumber daya yang dimiliki,

10
meningkatkan efisiensi proses dalam mencapai tujuan perusahaan secara taat

asas.

2.2 Audit Internal

2.2.1 Pengertian Audit Internal

Audit internal mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai

tujuan perusahaan yang telah ditentukan. Perlunya konsep audit internal

dikarenakan bertambah luasnya ruang lingkup perusahaan. Oleh karena itu

semakin besar suatu perusahaan maka semakin luas pula rentang pengendalian

yang dipikul pimpinan, sehingga manajemen harus menciptakan suatu

pengendalian intern yang efektif untuk mencapai suatu pengelolaan yang optimal

dengan mempertimbangkan manfaat dan biayanya. Audit internal yang dilakukan

dalam suatu perusahaan merupakan kegiatan penilaian dan verifikasi atas

prosedur-prosedur, data yang tercatat berdasarkan atas kebijakan dan rencana

perusahaan, sebagai salah satu fungsi dalam upaya mengawasi aktivitasnya.

Aktivitas audit internal menjadi pendukung utama untuk tercapainya tujuan

pengendalian internal. Ketika melaksanakan kegiatannya, audit internal harus

bersifat objektif dan kedudukannya dalam perusahaan adalah independen.

Pengertian audit internal yang didefinisikan The Institute of Internal

Auditors dalam Standards for The Proffesionals Practice of Internal Auditing yang

dikutip oleh Ratliff et al. (1996) dan Moeller dan Witt (1999) : “Internal Audit is an

independent appraisal function established within an organization to exemine and

evaluate its activities as a service to the organization”.

Pengertian tersebut menyatakan bahwa audit internal merupakan suatu

fungsi penilaian yang independen yang ditetapkan dalam organisasi untuk

11
menguji dan mengevaluasi aktivitasnya sebagai suatu pelayanan terhadap

organisasi.

Sedangkan Valery G. Kumat (2011:35) mendefinisikan audit internal

adalah: “Audit internal adalah agen yang paling ‘pas’ untuk mewujudkan internal

control, risk management dan good corporate governance yang pastinya akan

memberi nilai tambah bagi sumber daya dan perusahaan”.

Dari definisi di atas sudah jelas bahwa audit internal merupakan jaminan,

independen, obyektif dan aktivitas konsultasi yang dirancang untuk menambah

nilai dan meningkatkan operasi organisasi. Ini membantu organisasi mencapai

tujuannya dengan membawa pendekatan yang sistematis dan disiplin untuk

mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses manajemen risiko,

pengendalian, dan proses governance.

2.2.2 Tujuan Audit Internal

Menurut Hery (2010:39) tujuan dari audit internal adalah : “Audit internal

secara umum memiliki tujuan untuk membantu segenap anggota manajemen

dalam menyelesaikan tanggung jawab mereka secara efektif, dengan memberi

mereka analisis, penilaian, saran dan komentar yang objektif mengenai kegiatan

atau hal-hal yang diperiksa”.

Untuk mencapai keseluruhan tujuan tersebut, maka auditor harus

melakukan beberapa aktivitas sebagai berikut :

1. Memeriksa dan menilai baik buruknya pengendalian atas akuntansi

keuangan dan operasi lainnya.

2. Memeriksa sampai sejauh mana hubungan para pelaksana terhadap

kebijakan, rencana dan prosedur yang telah ditetapkan.

12
3. Memeriksa sampai sejauh mana hubungan para pelaksana terhadap

kebijakan, rencana dan prosedur yang telah ditetapkan.

4. Memeriksa kecermatan pembukuan dan data lainnya yang dihasilkan

oleh perusahaan.

5. Menilai prestasi kerja para pejabat/pelaksana dalam menyelesaikan

tanggung jawab yang telah ditugaskan.

Adapun aktivitas dari audit internal yang disebutkan di atas digolongkan

kedalam dua macam, diantaranya :

1. Financial auditing

Kegiatan ini antara lain mencakup pengecekan atas kecermatan

dan kebenaran segala data keuangan, mencegah terjadinya kesalahan

atau fraud dan menjaga kekayaan perusahaan.

2. Operational auditing

Kegiatan pemeriksaan ini lebih ditujukan pada operasional untuk

dapat memberikan rekomendasi yang berupa perbaikan dalam cara kerja,

sistem pengendalian dan sebagainya.

2.2.3 Peranan Audit Internal

Mengingat pentingnya peran pengawasan terhadap tindak fraud, maka

audit internal menjadi satu-satunya unit kerja yang paling tepat melakoninya.

Karena itu, peran audit internal yang selama ini selalu berkaitan dengan urusan

physical control harus sudah bergeser dari sekedar terkesan sebagai “provoost”

perusahaan menjadi unit yang mampu berperan dalam pencegahan sekaligus

pendeteksian fraud.

Menurut BPKP (2008:43) peran yang ideal bagi audit internal yaitu

sebagai berikut:

13
1. Peran audit internal dalam pencegahan fraud

2. Peran audit internal dalm pendeteksian fraud

Audit internal dituntut untuk waspada terhadap setiap hal yang

menunjukkan adanya kemungkinan terjadinya fraud, yang mencakup:

1. Identifikasi titik-titik kritis terhadap kemungkinan terjadinya fraud.

2. Penilaian terhadap sistem pengendalian yang ada, dimulai sejak lingkungan

pengendalian hingga pemantauan terhadap penerapan sistem pengendalian.

Seandainya terjadi fraud, audit internal bertanggung jawab untuk

membantu manajemen mencegah fraud dengan melakukan pengujian dan

evaluasi keandalan dan efektivitas dari pengendalian, seiring dengan potensi

risiko terjadinya fraud dalam berbagai segmen. Tidak hanya manajemen puncak,

audit internal juga harus mendapat sumber daya yang memadai dalam rangka

memenuhi misinya untuk mencegah fraud.

Tanggung jawab audit internal dalam rangka mendeteksi kecurangan,

selama penugasan audit termasuk:

1. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang kecurangan, dalam rangka

mengidentifikasi indikasi-indikasi yang mungkin terjadi dan dilakukan oleh

anggota organisasi.

2. Memiliki sensitivitas yang berkaitan dengan kemungkinan adanya

kesempatan terjadi kecurangan.

3. Melakukan evaluasi terhadap indikator-indikator yang mungkin dapat

memberikan peluang terjadinya kecurangan dan menentukan apakah

perlu diadakan investigasi lanjutan.

4. Menentukan prediksi awal terjadinya kecurangan.

14
5. Melakukan penilaian kembali terhadap pelaksanaan pengendalian di

lingkungan dimana terjadinya tindak kecurangan dan selanjutnya

menentukan upaya untuk memperkuat pengendalian di dalamnya.

2.2.4 Kompetensi Audit Internal

Melihat banyak beban yang harus dipikul oleh tim audit internal, maka

dapat diidentifikasi kebutuhan yang sesuai akan kompetensi dasar (basic

competency) yang sama bagi para auditor. Menurut Kumaat (2011: 25-27)

dijelaskan kompetensi audit internal mulai dari head of department hingga para

pelaksana sebagaimana penulis uraikan berikut ini:

1. Soft Competency – Audit Internal : Menentukan Sosok Audit yang Ideal

Kepribadian atau karaktek positif yang kuat sekarang ini diakui sebagai

penentu keberhasilan seseorang dalam meniti karier, lebih dari bekal

pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Sosok audit internal yang ideal

harus memiliki keunikan tersendiri, yaitu perpaduan karakter yang jarang

dijumpai pada posisi/profesi lain. Karena harus independen dalam

mengidentifikasi, menganalisis, menetapkan akar masalah hingga mengeluarkan

rekomendasi solusi, integritas menjadi hal yang tidak dapat ditawar. Secara kasat

mata orang-orang seperti ini umumnya dijumpai dengan kemiripan ciri dalam hal:

a. Sangat berminat dengan topik-topik meyangkut religoisitas, spriritualitas,

humanitas, filsafat, atau tertarik berdiskusi tentang masalah keadilan.

b. Memiliki prinsip hidup dan pendirian teguh, yaitu hasil bentukan dari

pengalaman hidup yang lebih banyak gejolak ketimbang kisah sukses.

c. Menampilkan gaya hidup yang cenderung sederhana dengan tingkat

persistensi dan disiplin diri yang relatif tinggi dan konsisten yang sudah

teruji oleh waktu.

15
Selanjutnya, karena sifat pekerjaan auditor yang harus selalu berinteraksi

dengan berbagai tipe manusia, bahkan mempengaruhi orang lain, auditor mau

tidak mau juga harus memiliki aura kepemimpinan yang memadai. Kumaat

(2011:26) berpendapat bahwa pemimpin bisa berasal dari bakat (borned to be a

leader) maupun hasil pembentukan (leader by learning experience). Secara

umum orang-orang ini terlihat dari ciri-ciri:

a. Minat yang tinggi atau pengalaman yang konsisten, mulai dari masa

sekolah/kuliah hingga meniti karier, terlibat dalam aktivitas organisasi.

b. Relatif dewasa (matured) dibanding rekan sebayanya, serta memiliki

kepercayaan diri (self confidance) dan kemandirian (self-driven) yang

relatif tinggi.

c. Memiliki kemampuan interpersonal relation, empathy, dan teamwork yang

baik, yang juga ditopang oleh lingustic intelligence yang baik, khususnya

fasih secara moral (terlihat saat berdiskusi atau ketika tampil sebagai

public speaker).

2. Hard Competency – Audit Internal : Menentukan Bobot Auditor

Meskipun Soft Competency memegang peranan penting, auditor juga

dituntut memiliki tingkat berpikir, pengetahuan, dan keterampilan (Hard

Competency) di atas rata-rata, tepatnya sebuah kombinasi kompetensi yang

terdiri dari Analytical Thinking, Multi-Dimensional Knowledge, dan Advisory Skill.

Dalam menjalankan perannya, auditor tidak hanya dituntut mengenal

setiap business process (sistem kerja) yang sedang berjalan maupun yang lazim

berlaku, tetapi juga harus mampu:

a. Mengidentifikasi setiap critical point di dalamnya, serta setiap

kemungkinan logis dari praktek yang tidak memadai pada titik-titik

tersebut.

16
b. Menganalisis perubahan, penyimpangan, bahkan potensi risiko yang ada.

c. Membuktikan root cause yang sebenarnya dan mengukur besarnya

negative impact situasi yang sudah/mungkin terjadi.

Tuntutan berpikir analitis ini tidak dapat dihindarkan mengingat audit

internal harus berada di garis depan dalam mengembangkan risk management

perusahaan. Auditor juga dituntut memiliki kapasitas Intellectual Knowledge yang

memadai agar dapat inline dengan wawasan berpikir dan pengetahuan yang

dimiliki para auditee. Pengetahuan yang dikuasai setidaknya harus mampu:

a. Menunjang value added bagi bisnis maupun fungsi audit

b. Mengikuti perkembangan dunia bisnis dan bidang pengawasan dari waktu

ke waktu (contextual).

Karena itu, auditor tidak boleh hanya berbekal pengetahuan dasar auditing saja

(accounting financial management, statistic, dan sebagainya), apalagi sekedar

mengandalkan hasil studi/pelatihan formal (yang terkadang tidak link & match

dengan dinamika kebutuhan bisnis), tetapi juga bersedia menjelajah secara self

learning setiap informasi di luar serta pengalaman di dalam institusi bisnis, baik

yang bersifat technical maupun managerial, terkait seluruh bidang yang ditekuni

para auditee (IT, supply-chain,strategy management, marketing, dan

sebagainya).

Secara umum ada 3 tingkatan yang diharapkan auditee dari diri auditor:

a. Memiliki kecakapan teknis yang baik, paling tidak sepadan dengan yang

dimiliki oleh auditee, khususnya dalam urusan administrasi/pengendalian

pekerjaan atau dalam menjalankan proses sebuah sistem. Auditor harus

dapat menunjukkan metode yang lebih efektif/efisien ketimbang yang

dijalankan oleh auditee.

17
b. Memiliki kecakapan supervisory yang tidak hanya terkait dengan

penguasaan instrumen pengawasan (standar dan peraturan kerja, sistem

reward & punishment, dan sebagainya), tetapi juga pemahaman terhadap

prinsip-prinsip interpersonal skill dan leadership yang baik.

c. Memiliki kecakapan komunikasi yang handal, tidak hanya dalam hal

meyakinkan auditee tentang urgensi persoalan atau potential risk beserta

dampaknya, tetapi juga dapat menunjukkan alasan mengapa

saran/rekomendasi yang diberikan benar-benar applicable, bahkan

sebagai best practice bagi auditee.

2.2.5 Standar Profesional Audit Internal

Menurut Hery (2010:73) standar profesional audit internal terbagi atas

empat macam diantaranya yaitu:

1. Independensi

Audit internal harus mandiri dan terpisah dari berbagai kegiatan yang

diperiksa. Auditor internal dianggap mandiri apabila dapat

melaksanakan pekerjaannya secara bebas dan objektif. Kemandirian

audit internal sangat penting terutama dalam memberikan penilaian

yang tidak memihak (netral). Hal ini hanya dapat diperoleh melalui

status organisasi dan sikap objektif dari para audit internal. Status

organisasi audit internal harus dapat memberikan keleluasaan bagi

audit internal dalam menyelesaikan tanggung jawab pemeriksaan

secara maksimal.

2. Kemampuan Professional

a. Pengetahuan dan kemapuan

18
Kemampuan profesional wajib dimiliki oleh auditor internal. Dalam

setiap pemeriksaan, pimpinan audit internal haruslah menugaskan

orang-orang yang secara bersama-sama atau keseluruhan memiliki

pengetahuan dan kemampuan dari berbagai disiplin ilmu, seperti

akuntansi, ekonomi, keuangan, statistik, pemrosesan data elektronik,

perpajakan, dan hukum yang memang diperlukan unutk

melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas.

b. Pengawasan

Pimpinan audit internal bertanggung jawab dalam melakukan

pengawasan terhadap segala aktivitas pemeriksaan yang dilakukan

oleh para stafnya. Pengawasan yang dilakukan sifatnya

berkelanjutan, yang dimulai dengan perencanaan dan diakhiri dengan

penyimpulan hasil pemeriksaan yang dilakukan. Pengawasan yang

dimaksud mencakup:

a) Memberikan instruksi kepada para staf audit internal pada

awal pemeriksaan dan menyetujui program-program

pemeriksaan.

b) Apakah program pemeriksaan yang telah disetujui

dilaksanakan, kecuali bila terdapat penyimpangan yang

dibenarkan atau disalahkan.

1. Menentukan apakah kertas kerja pemeriksaan telah cukup

untuk mendukung temuan pemeriksaan, kesimpulan-

kesimpulan, dan laporan hasil pemeriksaan.

2. Meyakinkan apakah laporan pemeriksaan tersebut akurat,

objektif, jelas, ringkas, konstruktif dan tepat waktu.

3. Menentukan apakah tujuan pemeriksaan telah dicapai.

19
c. Ketelitian profesional

Audit internal harus dapat berkerja secara teliti dan melaksanakan

pemeriksaan. Audit internal harus mewaspadai berbagai

kemungkinan terjadinya pelanggaran yang dilakukan dengan sengaja,

kesalahan, kelalaian, ketidakefektifan, pemborosan dan konflik

kepentingan.

3. Lingkup pekerjaan

a. Keandalan informasi

Audit internal haruslah menguji sistem informasi tersebut, dan

menentukan apakah berbagai catatan, laporan finansial dan laporan

operasional perusahaan mengandung informasi yang akurat, dapat

dibuktikan kebenarannya, tepat waktu, lengkap, dan berguna.

b. Kesesuaian dengan kebijakan, rencana, prosedur dan ketentuan

perundang-undangan

Manajemen bertanggung jawab untuk menetapkan sistem, yang

dibuat dengan tujuan memastikan pemenuhan berbagai persyaratan,

seperti kebijakan, rencana, prosedur, dan peraturan perundang-

undangan. Audit internal bertanggung jawab untuk menentukan

apakah sistem tersebut telah cukup efektif dan apakah berbagai

kegiatan yang diperiksa telah sesuai dengan kebijakan yang

ditetapkan.

c. Perlindungan aktiva

Audit internal harus meninjau berbagai alat atau cara yang digunakan

untuk melindungi aktiva perusahan terhadap berbagai jenis kerugian,

seperti kerugian yang diakibatkan oleh pencurian dan kegiatan yang

20
illegal. Pada saat memverifikasi keadaan suatu aktiva, audit internal

harus menggunakan prosedur pemeriksaan yang sesuai dan tepat.

d. Penggunaan sumber daya

Audit internal harus dapat memastikan keekonomisan dan keefisienan

penggunaan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Audit

internal bertanggung jawab untuk:

1. Telah menetapkan suatu standar operasional untuk mengukur

keekonomisan dan keefeisienan

2. Standar operasional tersebut telah dipahami dan dipenuhi

3. Berbagai penyimpangan dari standar operasional telah

diidentifikasi, dianalisis dan diberitahukan kepada berbagai

pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan tindakan

perbaikan

4. Tindakan perbaikan dilakukan

e. Pencapaian tujuan

Audit internal harus dapat memberikan kepastian bahwa semua

pemeriksaan yang dilakukan sudah mengarah kepada pencapaian

tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

4. Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan

a. Perencanaan kegiatan pemeriksaan

Audit internal harus terlebih dahulu melakukan perencanaan

pemeriksaan dengan meliputi:

1. Penetapan tujuan pemeriksaan dan lingkup pekerjaan

2. Memperoleh informasi dasar tentang objek yang akan diperiksa

3. Penentuan tenaga yang diperlukan dalam menjalankan

pemeriksaan

21
4. Pemberitahuan kepada pihak yang dipandang perlu

5. Melakukan survei secara tepat untuk lebih mengenali bidang

atau area yang akan diperiksa

6. Penetapan program pemeriksaan

7. Menentukan bagaimana, kapan dan kepada siapa hasil

pemeriksaan disampaikan

8. Memperoleh persetujuan atas rencana kerja pemeriksaan.

b. Pengujian dan pengevaluasian

Audit internal harus melakukan pengujian dan pengevaluasian

terhadap semua informasi yang ada guna memastikan ketepatan dari

informasi tersebut yang nantinya akan digunakan untuk pemeriksaan.

c. Pelaporan hasil pemeriksaan

Audit internal harus melaporkan hasil pemeriksaan yang

dilakukannya. Laporan yang dibuat haruslah objektif, jelas, singkat,

konstruktif dan tepat waktu. Objektif adalah laporan yang faktual, tidak

berpihak, dan terbebas dari distorsi. Laporan yang jelas adalah

laporan yang mudah dimengerti dan logis. Laporan yang singkat

adalah laporan yang diringkas langsung membicarakan pokok

permasalahan dan menghindari berbagai perincian yang tidak

diperlukan. Laporan yang konstruktif adalah laporan yang

berdasarkan isi dan sifatnya akan membantu pihak yang diperiksa

dan organisasi serta menghasilkan berbagai perbaikan yang

diperlukan. Laporan yang tepat waktu adalah laporan yang

pemberitaannya tidak ditunda dan mempercepat kemungkinan

pelaksanaan berbagai tindakan yang koreksi dan efektif. Audit internal

22
juga harus langsung melaporkan hasil pemeriksaannya kepada

pimpinan dan karyawan lain apabila membutuhkan.

d. Tindak lanjut pemeriksaan

Audit internal harus secara terus menerus meninjau dan melakukan

tindak lanjut untuk memastikan apakah suatu tindakan perbaikan

telah dilakukan dan memberikan berbagai hasil yang diharapkan.

Tindak lanjut audit internal didefinisikan sebagai suatu proses untuk

menentukan kecukupan, keefektifan, dan ketepatan waktu dari

berbagai tindakan yang dilakukan oleh menejemen terhadap berbagai

temuan pemeriksaan yang dilaporkan.

2.3 Fraud

2.3.1 Pengertian Fraud

Pada umumnya dikenal dua tipe kesalahan, yaitu kekeliruan (errors) dan

ketidakberesan (irregulatiries). Errors merupakan kesalahan yang timbul sebagai

akibat tindakan yang tidak disengaja yang dilakukan oleh manajemen atau

karyawan perusahaan yang mengakibatkan kesalahan teknis perhitungan,

pemindahbukuan daln lain-lain. Sedangkan irregularities merupakan kesalahan

yang sengaja dilakukan oleh manajemen atau karyawan perusahaan yang

mengakibatkan kesalahan material terhadap penyajian laporan keuangan,

misalnya kecurangan (fraud).

Tindak fraud adalah “manusia” dengan berbagai alasan dari dalam dirinya

untuk melakukan tindakan tercela (Kumaat, 2011:135). Adapun pengertian fraud

menurut BPKP (2008:11) adalah sebagai berikut:

“Dalam istilah sehari-hari, fraud dimaknai sebagai ketidakjujuran. Dalam


terminologi awam fraud lebih ditekankan pada aktivitas penyimpangan perilaku
yang berkaitan dengan konsekuensi hukum, seperti penggelapan, pencurian

23
dengan tipu muslihat, fraud pelaporan keuangan, korupsi, kolusi, nepotisme,
penyuapan, penyalahgunaan wewenang, dan lain-lain”.

Sedangkan Tunggal (2012:169) mengartikan fraud adalah sebagai

berikut:

“Fraud is an advantage gained by unfair or wrong ful means, an infraction of the


rules of fair trade; a false representation of fact made knowingly; without belief in
its truth, recklessly, not caring whether it is true or false”.

Pada dasarnya fraud merupakan tindakan yang melanggar hukum dan

bisa merugikan berbagai pihak. Fraud merupakan suatu hal yang sangat sulit

diberantas, bahkan korupsi di Indonesia sudah dilakukan secara sistematis

sehingga perlu penanganan yang sistematis. Akan tetapi kita harus optimis

bahwa bisa dicegah atau paling tidak bisa dikurangi dengan menerapkan

pengendalian anti fraud.

Dari beberapa uraian di atas dapat diketahui bahwa fraud berarti suatu

item tidak dimasukkan sehingga menyebabkan informasi tidak benar, apabila

suatu kesalahan adalah disengaja maka kesalahan tersebut merupakan fraud

(fraudulent). Fraud auditing hendaknya disebut dengan istilah audit atas fraud ,

yang dapat didefinisikan sebagai audit khusus yang dimaksudkan untuk

mendeteksi dan mencegah terjadinya penyimpangan atau fraud atas transaksi

keuangan. Fraud auditing termasuk dalam audit khusus yang berbeda dengan

audit umum terutama dalam hal tujuan yaitu fraud auditing mempunyai tujuan

yang lebih sempit (khusus) dan cenderung untuk mengungkap suatu fraud yang

diduga terjadi dalam pengelolaan asset/aktiva.

2.3.2 Kondisi Penyebab Fraud

Tunggal (2012:10) menyatakan bahwa terdapat beberapa kondisi

penyebab fraud, diantaranya adalah sebagai berikut:

24
a. Insentif atau tekanan. Manajemen atau pegawai lain merasakan insentif atau

tekanan untuk melakukan fraud.

b. Kesempatan. Situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen atau

pegawai untuk melakukan fraud

c. Sikap atau rasionalisasi. Ada sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis

yang membolehkan manajemen atau pegawai untuk melakukan tindakan

yang tidak jujur, atau mereka berada dalam lingkungan yang cukup menekan

yang membuat mereka merasionalisasi tindakan yang tidak jujur.

Dari pernyataan di atas, jelas bahwa kondisi penyebab fraud itu

diantaranya disebabkan oleh adanya intensif/tekanan, kesempatan, dan juga

sikap atau rasionalisasi. Insentif yang umum bagi perusahaan untuk

memanipulasi laporan keuangan adalah menurunnya prospek keuangan

perusahaan.

2.3.3 Faktor-faktor Pendorong Terjadinya Fraud

Fraud umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan

penyelewengan dan dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada dan

adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut. Faktor

pendorong fraud boleh diartikan sebagai pola pemanfaatan

“kesempatan/peluang” untuk mengambil keuntungan melalui cara-cara yang

merugikan.

Kumaat (2011:139) menyatakan pendapatnya tentang faktor pendorong

terjadinya fraud adalah sebagai berikut:

1. Desain pengendalian internalnya kurang tepat, sehingga meninggalkan

“celah” risiko.

25
2. Praktek yang menyimpang dari desain atau kelaziman (common business

sense) yang berlaku.

3. Pemantauan pengendalian yang tidak konsisten terhadap implementasi

business process.

4. Evaluasi yang berjalan terhadap business process yang berlaku.

Simanjuntak (2008:4) dalam Nur Asiah (2012) menyatakan terdapat

empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan fraud, yang disebut juga

dengan teori GONE, yaitu:

1. Greed (keserakahan).

2. Opportunity (kesempatan).

3. Need (Kebutuhan).

4. Exposure (pengungkapan).

Greed dan need termasuk dalam faktor individu yang merupakan hal

bersifat sangat personal dan diluar kendali perusahaan sehingga sulit sekali

dapat dihilangkan oleh ketentuan perundang-undangan. Dengan adanya alasan

kebutuhan ditambah dengan motivasi yang mendorongnya, maka sikap serakah

seseorang akan cenderung melanggar ketentuan dan aturan.

Opportunity dan Exposure disebut sebagai faktor genetik karena

merupakan faktor yang masih didalam kendali perusahaan sebagai korban

perbuatan fraud. Pada umumnya terdapatnya kesempatan akan mendorong

seseorang untuk berbuat fraud kerena pelaku cenderung berpikir bahwa kapan

lagi ada kesempatan jika tidak sekarang. Sementara exposure berkaitan dengan

proses pembelajaran berbuat curang karena menganggap sanksi terhadap

pelaku fraud tergolong ringan sehingga para karyawan perusahaan tidak merasa

takut apabila melakukan fraud. Pada umumnya faktor pendorong seseorang

melakukan tindakan fraud adalah tekanan, baik itu tekanan finansial maupun non

26
finansial yang didukung dengan adanya kesempatan karena perusahaan tidak

menindak tegas pelaku fraud sehingga tidak membuat efek jera bagi para pelaku

fraud.

2.3.4 Pencegahan Fraud

Kasus fraud yang semakin marak terjadi membuat kerugian yang cukup

besar bagi perusahaan. Apabila fraud tidak bisa dideteksi dan dihentikan, maka

akan berakibat fatal bagi perusahaan. Untuk itu, manajemen perusahaan harus

mengambil tindakan yang tepat untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya

fraud.

Pencegahan fraud menurut BPKP (2008:37) merupakan upaya

terintegrasi yang dapat menekan terjadinya faktor penyebab fraud (fraud triangle)

yaitu:

1. Memperkecil peluang terjadinya kesempatan untuk berbuat kecurangan.

2. Menurunkan tekanan pada pegawai agar ia mampu memenuhi

kebutuhannya.

3. Mengeliminasi alasan untuk membuat pembenaran atau rasionalisasi atas

tindakan fraud yang dilakukan.

Dengan adanya upaya pencegahan yang diterapkan oleh perusahaan

dapat memperkecil peluang terjadinya fraud karena setiap tindakan fraud dapat

terdeteksi cepat dan diantisipasi dengan baik oleh perusahaan. Setiap karyawan

tidak merasa tertekan lagi dan melakukan pembenaran terhadap tindakan fraud

yang dapat merugikan banyak pihak.

2.3.5 Tujuan Pencegahan Fraud

Adanya penerapan Good Corporate Governance membuat sejumlah

perusahaan mengeluarkan kebijakan terkait dengan upaya pencegahan fraud.

27
Salah satu cara tersebut adalah dengan memberikan kesempatan kepada audit

internal untuk mendeteksi dan mencegah fraud yang mungkin terjadi dalam

lingkungan organisasi. Apabila teknik pencegahan fraud berjalan baik dan efektif

akan membuat citra positif bagi perusahaan karena meningkatnya kepercayaan

publik.

Menurut BPKP (2008:38) pencegahan fraud yang efektif memiliki lima

tujuan yaitu:

1. Preventation, yaitu mencegah terjadinya fraud secara nyata pada semua

lini organisasi.

2. Deterence, yaitu menangkal pelaku potensial bahkan tindakan untuk yang

bersifat coba-coba.

3. Discruption, yaitu mempersulit gerak langkah pelaku fraud sejauh

mungkin.

4. Identification, yaitu mengidentifikasi kegiatan beresiko tinggi dan

kelemahan pengendalian.

5. Civil action prosecution, yaitu melakukan tuntutan dan penjatuhan sanksi

yang setimpal atas perbuatan fraud kepada pelakunya.

Fraud merupakan suatu masalah di dalam perusahaan dan harus dicegah

sedini mungkin, Tunggal (2012:59) mengemukakan bahwa terdapat beberapa

tata kelola untuk mencegah fraud diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Budaya Jujur dan Etika yang Tinggi

Riset menunjukkan bahwa cara yang paling efektif untuk mencegah dan

menghalangi fraud adalah mengimplementasikan program serta

pengendalian anti fraud , yang didasarkan pada nilai-nilai inti yang dianut

perusahaan. Nilai-nilai semacam itu menciptakan lingkungan yang

mendukung perilaku dan ekspektasi yang dapat diterima, bahwa pegawai

28
dapat menggunakan nilai itu untuk mengarahkan tindakan mereka. Nilai-

nilai itu membantu menciptakan budaya jujur dan etika yang menjadi

dasar bagi tanggung jawab pekerjaan para karyawan. Menciptakan

budaya jujur dan etika yang tinggi mencakup lima unsur:

a. Menetapkan Tone at the Top

Manajemen dan dewan direksi bertanggung jawab untuk

menetapkan “Tone at the Top” terhadap perilaku etis dalam

perusahaan. Kejujuran dan integritas manajemen akan memperkuat

kejujuran serta integritas karyawan di seluruh organisasi. Tone at

the Top yang dilandasi kejujuran dan integritas akan menjadi dasar

bagi kode etik perilaku yang lebih terinci, yang dapat dikembangkan

untuk memberikan pedoman yang lebih khusus mengenai perilaku

yang diperbolehkan dan dilarang.

b. Menciptakan Lingkungan Kerja yang Positif

Dari riset yang dilakukan terlihat bahwa pelanggaran lebih jarang

terjadi bila karyawan mempunyai perasaan positif tentang atasan

mereka ketimbang bila mereka merasa diperalat, diancam, atau

diabaikan. Tempat kerja yang positif dapat mendongkrak semangat

karyawan, yang dapat mengurangi kemungkinan karyawan

melakukan fraud terhadap perusahaan.

c. Mempekerjakan dan Mempromosikan Pegawai yang Tepat

Agar berhasil mencegah fraud , perusahaan yang dikelola dengan

baik mengimplementasikan kebijakan penyaringan yang efektif

untuk mengurangi kemungkinan mempekerjakan dan

mempromosikan orang-orang yang tingkat kejujurannya rendah,

terutama yang akan menduduki jabatan yang bertanggung jawab

29
atau penting. Kebijakan semacam itu mungkin mencakup

pengecekan latar belakang orang-orang yang dipertimbangkan

akan dipekerjakan atau dipromosikan menduduki jabatan yang

bertanggung jawab atau penting. Pengecekan latar belakang

memverifikasi pendidikan, riwayat pekerjaan, serta referensi pribadi

calon karyawan, termasuk referensi tentang karakter dan integritas.

Setelah seorang pegawai diangkat, evaluasi yang berkelanjutan

atas kepatuhan pegawai itu pada nilai-nilai dan kode perilaku

perusahaan juga akan mengurangi kemungkinan fraud.

d. Pelatihan

Semua pegawai baru harus dilatih tentang ekspektasi perusahaan

menyangkut perilaku etis pegawai. Pegawai harus diberi tahu

tentang tugasnya untuk menyampaikan fraud aktual atau yang

dicurigai serta cara yang tepat untuk menyampaikannya. Selain itu,

pelatihan kewaspadaan terhadap fraud juga harus disesuaikan

dengan tanggung jawab pekerjaan khusus pegawai itu, misalnya,

pelatihan yang berbeda untuk agen pembelian dan penjualan.

e. Konfirmasi

Sebagian perusahaan mengharuskan pegawainya untuk secara

periodik mengkonfirmasikan tanggung jawabnya mematuhi kode

perilaku. Pegawai diminta untuk menyatakan bahwa mereka

memahami ekspektasi perusahaan serta sudah mematuhi kode

perilaku, dan mereka tidak mengetahui adanya pelanggaran.

Konfirmasi tersebut akan membantu mengokohkan kebijakan kode

perilaku dan juga membantu menghalangi pegawai melakukan

fraud atau pelanggaran etika lainnya.

30
2. Tanggung jawab Manajemen untuk Mengevaluasi Pencegahan Fraud

Fraud tidak mungkin terjadi tanpa adanya kesempatan untuk

melakukannya dan menyembunyikan perbuatan itu. Manajemen

bertanggung jawab untuk mengidentifikasi dan mencegah fraud,

mengambil langkah-langkah yang teridentifikasi untuk mencegah fraud,

serta memantau pengendalian internal yang mencegah dan

mengidentifikasi fraud.

3. Pengawasan oleh Komite Audit

Komite audit mengemban tanggung jawab utama mengawasi

pelaporan keuangan serta proses pengendalian internal organisasi.

Dalam memenuhi tanggung jawab ini komite audit memperhitungkan

potensi diabaikannya pengendalian internal oleh manajemen serta

mengawasi proses pencegahan fraud oleh manajemen, dan program

serta pengendalian anti fraud. Komite audit juga membantu menciptakan

“tone at the top” yang efektif tentang pentingnya kejujuran dan perilaku

etis dengan mendukung toleransi nol manajemen terhadap fraud.

2.3.6 Metode Pencegahan Fraud

BPKP (2008:38) menyatakan beberapa metode pencegahan yang lazim

ditetapkan oleh manajemen mencakup beberapa langkah berikut:

1. Penetapan kebijakan anti fraud.

2. Prosedur pencegahan baku.

3. Organisasi.

4. Teknik pengendalian.

5. Kepekaan terhadap fraud.

31
Kebijakan unit organisasi harus memuat a high ethical tone dan harus

dapat menciptakan lingkungan kerja yang kondusif untuk mencegah tindakan-

tindakan fraud dan kejahatan ekonomi lainnya. Seluruh jajaran manajemen dan

karyawan harus mempunyai komitmen yang sama untuk menjalankannya

sehingga kebijaksanaan yang ada akan dilaksanakan dengan baik. Pada

dasarnya komitmen manajemen dan kebijakan suatu instansi/organisasi

merupakan kunci utama dalam mencegah dan mendeteksi fraud. Namun

demikian, harus pula dilengkapi dengan prosedur penanganan pencegahan

secara tertulis dan ditetapkan secara baku sebagai media pendukung.

Adanya komite audit yang independen menjadi nilai plus karena unit audit

internal mempunyai tanggung jawab untuk melakukan evaluasi secara berkala

atas aktivitas organisasi secara berkesinambungan. Bagian ini juga berfungsi

untuk menganalisis pengendalian intern dan tetap waspada terhadap fraud saat

melaksanakan audit.

Sistem yang dirancang dan dilaksanakan secara kurang baik akan

menjadi sumber atau peluang terjadinya fraud, yang pada gilirannya

menimbulkan kerugian finansial bagi organisasi sehingga diperlukan teknik-teknik

pengendalian dan audit yang efektif untuk mengurangi kemungkinan terjadinya

fraud. Kerugian dan fraud dapat dicegah pula apabila organisasi atau instansi

mempunyai staf yang berpengalaman sehingga mereka peka terhadap sinyal-

sinyal fraud.

Karena fraud merupakan suatu masalah di dalam perusahaan dan harus

dicegah sedini mungkin, Pickett (2001:614-618) mengemukakan beberapa

metode pencegahan yang harus dilakukan adalah:

1. Good recruitment procedures

2. Independent checks over work

32
3. Regular staff meetings

4. An employee code of conduct

5. Good communication

Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa beberapa teknik pencegahan

fraud dapat dilakukan dengan prosedur yang tepat dalam perusahaan karena hal

ini merupakan langkah awal untuk mencegah fraud. Prosedur yang tepat tidak

berarti tanpa dukungan karyawan yang berkerja dalam perusahan. Oleh karena

itu, dibutuhkan audit yang independen terhadap karyawan. Untuk menciptakan

hubungan yang baik antara manajemen dengan karyawan, manajemen harus

sering mengadakan pertemuan yang dimanfaatkan untuk menyampaikan

pendapat atau keluhan-keluhan yang dihadapi. Dari pertemuan yang telah

dilakukan, tingkah laku masing-masing karyawan dapat diketahui sehingga

terjalin komunikasi yang baik antara kedua belah pihak.

2.4 Penelitian Terdahulu

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan acuan yang

bersumber dari penelitian-penelitian sebelumnya, yang dijadikan pembanding

untuk pengembangan penelitian ini. Beberapa penelitian yang relevan dengan

penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut.

Penelitian terdahulu dilakukan oleh Amalia (2013) yaitu “Pengaruh Audit

Internal Terhadap Pencegahan dan Pendeteksian Fraud (kecurangan) studi

kasus pada Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GKPRI) Jawa

Barat”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengaruh audit internal terhadap

pencegahan dan pendeteksian fraud di GKPRI Jawa Barat sudah cukup

memadai. Hal ini ditandai dengan terdapat komitmen yang kuat antara pengurus,

pegawai untuk melaksanakan kebijakan anti fraud sehingga pencegahan fraud di

33
unit-unit usaha GKPRI Jawa Barat berjalan efektif dan audit internal (pengawas)

GKPRI Jawa Barat sudah melaksanakan tanggung jawab untuk melakukan

evalusi berkala dan aktivitas organisasi secara berkesinambungan di GKPRI

Jawa Barat. Hal ini memudahkan audit internal (pengawas) dalam melakukan

pengawasan agar tidak terjadi fraud.

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Wardhini (2010) yaitu “Peranan

Audit Internal Dalam Pencegahan Kecurangan (Fraud) Studi Kasus pada PT.PLN

(persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten. Penelitian ini juga menyimpulkan

bahwa peranan audit internal dalam pencegahan kecurangan (Fraud) studi kasus

pada PT.PLN (persero) distribusi Jawa Barat dan Banten sudah memadai, hal ini

dikarenakan kegiatan audit telah dilaksanakan sesuai dengan fungsi dan tujuan

audit dalam menilai keefektifan sistem pengendalian intern. Audit internal juga

telah bertanggung jawab atas penyediaan informasi mengenai cukup efektifnya

sistem pengendalian intern tersebut, audit internal juga sudah mampu

mengidentifikasi kemungkinan terjadinya fraud melalui bukti-bukti yang cukup

dan kompeten.

34
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan studi deskriptif. Studi ini dilakukan untuk

mengetahui peranan audit internal terhadap pencegahan fraud di PT PLN

(Persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi. Studi

deskriptif ini bertujuan untuk memberikan kepada peneliti sebuah riwayat atau

untuk menggambarkan aspek-aspek yang relevan dengan fenomena perhatian

dari persfektif seseorang, organisasi atau lainnya (Sekaran, 2010:159).

Penelitian ini pun termasuk kedalam penelitian terapan (applied

research), dimana penelitian ini dilakukan berkenaan dengan kenyataan-

kenyataan praktis, penerapan, dan pengembangan ilmu pengetahuan yang

dihasilkan oleh penelitian dasar dalam kehidupan nyata. Penelitian ini berfungsi

untuk mencari solusi tentang masalah-masalah tertentu yang hasilnya dapat

secara langsung diterapkan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi.

Jenis investigasi dalam penelitian ini adalah korelasional, dimana

penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan variable penting yang berkaitan

dengan masalah. Studi korelasional yang dilakukan di dalam PT PLN (Persero)

Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi ini disebut juga

studi lapangan atau field study (Sekaran, 2010:170). Penelitian ini dilakukan

dalam situasi tidak diatur, sama seperti studi korelasi pada umumnya. Adapun

unit analisis yang digunakan untuk merujuk pada tingkat kesatuan data yang

dikumpulkan selama tahap analisis data selanjutnya adalah unit analisis

kelompok.
3.2 Kehadiran Peneliti

Penelitian ini merupakan studi korelasional yang dilakukan dalam

lingkungan alami organisasi dengan intervensi minimum oleh peneliti dan arus

kerja yang normal (Sekaran, 2010:166). Sehingga di dalam pelaksanaan

penelitian ini, peneliti bertindak sebagai non-participant observer. Peneliti

bertindak sebagai pengamat penuh. Pengamatan tersebut berbentuk penilaian

terhadap hasil wawancara dan dokumentasi terhadap objek penelitian. Kehadiran

peneliti sebagai pengamat penuh ini sebelumnya telah diketahui oleh objek

penelitian melalui surat izin penelitian.

3.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini yaitu PT PLN (Persero) Kantor Pusat Satuan

Pengawasan Internal Regional X Sulawesi.

3. 4 Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan satu jenis data, yaitu data

kualitatif. Data kualitatif adalah hasil pengamatan yang berbentuk kategori dan

bukan bilangan (Nuryanti, 2012). Dalam penelitian ini data kualitatifnya berupa

dokumentasi dan hasil wawancara terhadap objek penelitian.

Dalam penelitian ini, peneliti juga menggunakan dua sumber data, yaitu:

1. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari hasil

dokumentasi dan wawancara oleh peneliti terhadap objek penelitian.

2. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari hasil dokumentasi

yang dilakukan oleh objek penelitian maupun dari pihak lain yang

memiliki relevansi dengan penelitian yang dilakukan.

36
3. 5 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh informasi dan data yang akan dikelolah dalam

penelitian ini, maka pengumpulan data dilakukan dengan 2 cara, yaitu:

1. Penelitian kepustakaan (library research)

Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan

data sekunder yang diperoleh dengan mempelajari literatur-literatur yang

berkaitan dengan topik yang dipilih.

2. Penelitian lapangan (field research)

Untuk memperoleh data, maka peneliti mengadakan penelitian ke PT PLN

(Persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi

dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Wawancara (interview)

Merupakan suatu tanya jawab langsung kepada informan yang

dilakukan dengan maksud untuk memperoleh data primer dan informasi

yang diperlukan.

b. Dokumentasi (documentation)

Merupakan suatu pengumpulan data dengan menggunakan

dokumentasi dari PT PLN (Persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan

Internal Regional X Sulawesi.

3. 6 Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisa data kualitatif.

pendekatan penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang sifatnya

deskriktif. Prosedur penelitian ini akan menghasilkan data deskriptif berupa

ucapan atau tulisan dan perilaku objek yang diamati. Pendekatan ini diharapkan

mampu menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan dan

37
perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, atau

organisasi tertentu. Penelitian sebuah fenomena berdasarkan dari data yang

ada, bukan dari teori. Landasan teori hanya digunakan sebagai penopang fokus

penelitian. Pendekatan ini berangkat dari suatu teori dan gagasan para ahli,

kemudian dikembangkan menjadi permasalahan-permasalahan beserta

pemecahannya.

3. 7 Tahap-Tahap Penelitian

Tahapan-tahapan penelitian ini menguraikan proses pelaksanaan

penelitian yang terbagi dalam empat tahapan, yaitu:

1. Penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan ini dimulai dengan mengumpulkan data-data

sekunder yang diperoleh dengan mempelajari literatur-literatur yang

berkaitan dengan topik yang dipilih.

2. Pengembangan desain

Pengumpulan data-data sekunder yang diperoleh dengan mempelajari

literatur-literatur yang berkaitan dengan topik yang dipilih inilah yang

dijadikan landasan dalam pengembangan desain penelitian.

3. Penelitian sebenarnya

Setelah tahap penelitian pendahuluan dan pengembangan desain penelitian

selesai, maka tahapan selanjutnya adalah penelitian yang sebenarnya (inti).

Peneliti akan menyusun pertanyaan-pertanyaan yang dihasilkan dari

tahapan-tahapan sebelumnya. Pertanyaan-pertanyaan ini akan diajukan

kepada pihak objek penelitian dalam proses wawancara dan dilengkapi

38
dengan data-data dari proses dokumentasi. Tahapan inilah yang digunakan

untuk menjawab rumusan masalah dalam mencapai tujuan penelitian.

4. Penulisan hasil penelitian

Tahapan ini merupakan tahapan penyelesaian penelitian, dimana tahapan ini

dilakukan dalam bentuk penyusunan dan penulisan hasil penelitian. Hasil

penelitian ini dikomunikasikan dalam bentuk laporan yang berisi kesimpulan

dan saran-saran atau masukan dari peneliti kepada objek penelitian.

39
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum PT PLN (Persero) Kantor Pusat Satuan


Pengawasan Internal Regional X Sulawesi

4.1.1 Sejarah PLN

Berawal diakhir abad ke 19, perkembangan ketenagalistrikan di Indonesia

mulai ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang bergerak

dibidang pabrik gula dan pabrik teh mendirikan pembangkit listrik untuk

keperluan sendiri. Antara tahun 1942-1945 terjadi peralihan pengelolaan

perusahaan- perusahaan Belanda tersebut oleh Jepang, setelah Belanda

menyerah kepada pasukan tentara Jepang diawal Perang Dunia II.

Proses peralihan kekuasaan kembali terjadi diakhir Perang Dunia II pada

Agustus 1945, saat Jepang menyerah kepada sekutu. Kesempatan ini

dimanfaatkan oleh para pemuda dan buruh listrik melalui delegasi

Buruh/Pegawai Listrik dan Gas yang bersama-sama dengan pimpinan KNI pusat

berinisiatif menghadap Presiden Soekarno untuk menyerahkan perusahaan-

perusahaan tersebut kepada pemerintah Republik Indonesia. Pada 27 oktober

1945, Presiden Soekarno membentuk Jawatan Listrik dan Gas di bawah

Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga dengan kapasitas pembangkit tenaga

listrik sebesar 157,5 MW.

Pada tanggal 1 Januari 1961, Jawatan Listrik dan Gas diubah menjadi

BPU-PLN (Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara) yang bergerak

dibidang listrik, gas dan kokas yang dibubarkan pada tanggal 1 Januari 1965.

Pada saat yang sama, 2 (dua) perusahaan negara yaitu Perusahaan Listrik

40
Negara (PLN) sebagai pengelola tenaga listrik milik negara dan Perusahaan Gas

Negara (PGN) sebagai pengelola gas diresmikan.

Pada tahun 1972, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.17, status

Perusahaan Listrik Negara (PLN) ditetapkan sebagai Perusahaan Umum Listrik

Negara dan sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK) dengan

tugas menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum. Seiring dengan

kebijakan pemerintah yang memberikan kesempatan kepada sektor swasta

untuk bergerak dalam bisnis penyediaan listrik, maka sejak tahun 1994 status

PLN beralih dari perusahaan umum menjadi perusahaan perseroan (Persero)

dan juga sebagai PKUK dalam menyediakan listrik bagi kepentingan umum

hingga sekarang.

41
4.1.2 Struktur Organisasi PLN

Struktur organisasi PLN berdasarkan keputusan direksi PT PLN (Persero)

Nomor 273.K/DIR/2013 tanggal 27 Maret 2013.

Gambar 4.1. Struktur Organisasi PLN berdasarkan keputusan direksi PT PLN

(Persero)

4.2 Satuan Pengawasan Internal (SPI)

4.2.1 Sejarah SPI

4.2.1.1 Organisasi SPI Sampai dengan 30 Juni 2012

Sesuai surat keputusan direksi no 061.K/DIR/2010 tanggal 12 februari

2010 tentang susunan organisasi tanggung jawab dan tugas pokok pada SPI,

dimana KSPI berada dibawah direktur utama dan kepala audit internal berada

42
dibawah general manager unit bisnis. Proses reorganisasi SPI mengacu pada

surat direktur utama nomor 00382/402/DIRUT/2010 tanggal 12 mei 2010 tentang

transformasi organisasi SPI, selanjutnya telah ditindaklanjuti dengan nota dinas

KSPI nomor 087/072/KSPI/2011 tanggal 21 juni 2011 perihal tanggapan

reorganisasi SPI, secara operasional pada posisi P1, yang mana secara

koordinasi pekerjaan seluruh Kepala Audit Intern (KAI) dibawah kendali KSPI,

sedangkan secara organisasi masih dibawah kendali general manajer unit

induknya masing-masing.

4.2.1.2 Transformasi SPI

Pada bulan desember 2010 sampai dengan bulan maret 2011, PT

Pricewaterhouse Coopers (PwC) Indonesia, telah melakukan kajian strategi

terhadap SPI PLN. Hasil pelaksanaan uji banding dan kajian strategi memberikan

sebuah dasar rencana kerja, yang bila berhasil diterapkan akan membantu SPI

bergerak maju menuju praktik internal audit terbaik (best practice).

Kajian PwC yang dilaksanakan terhadap SPI, antara lain dengan

membandingkan standar yang dikeluarkan oleh IIA dan praktik terbaik dari

industri yang sejenis seluruh dunia. Rekomendasi yang diberikan oleh konsultan

PwC untuk meningkatkan kinerja SPI menuju praktik internal audit terbaik adalah

sebagai berikut:

1. Strategi
a. Menyusun rencana jangka panjang sesuai piagam audit
b. KPI disusun dengan mempertimbangkan RJP SPI
2. Struktur
a. Menjalankan fungsi audit evaluasi (Audit Quality Assurance)
untuk melaksanakan quality assurance dan memperbaharui
metodologi standar atau proses audit.

43
b. Melakukan review struktur organisasi secara berkala untuk
melihat apakah organisasi SPI masih selaras dengan bisnis
dan risiko perusahaan.
c. Mengharuskan setiap staf SPI untuk melengkapi pernyataan
benturan kepentingan.
d. Melaksanakan audit IT general control dan application control
testing dengan mengacu kepada standar yang umumnya
digunakan Control Objectives For Information And Related
Technology (COBIT).
3. Sumber Daya Manusia (SDM)
a. Melaksanakan dan mendokumentasikan kompetensi gap

analisi untuk mengetahui kebutuhan SDM dan pendidikan

personel SPI.

b. Menyusun rencana pengembangan karir dan talenta serta

berkoordinasi dengan direktur SDM dan pendidikan personel

SPI.

c. Menfinalisasikan rencana training tahun 2011 mengenai 10

pendidikan profesi dan menyampaikan kepada PT PLN

Pusdiklat.

d. Mendorong staf SPI untuk memiliki sertifikat QIA, CIA dan

sertifikasi profesi nasional maupun internasional lainnya.

e. Menyusun manpower planning dalam melaksanakan

mandatnya dan menyampaikan planning tersebut kepada

direktorat SDM.

4. Proses

a. Menetapkan prosedur untuk memperbaharui metodologi SPI

dan melakukan review secara regular terkait metodologi.

44
b. Menyusun standar prosedur untuk penyusunan RJP,

pernyataan conflict of interest dan review periodic struktur SPI.

c. Mendefinisikan jasa konsultasi yang sesuai dan dapat

dilakukan oleh SPI, untuk memberikan nilai dalam

meningkatkan operasi PLN, SPI perlu bekerjasama dengan

organ pendukung perusahaan lainnya, yaitu fungsi

manajemen risiko untuk membuat keterkaitan antara audit

universe SPI dengan peta risiko yang telah disusun oleh fungsi

manajemen risiko.

d. Mengikutsertakan fungsi manajemen risiko dalam PKPT

sebagai objek pemeriksaan untuk memverifikasi proses

manajemen risiko yang telah disusun. Menyusun rolling

forecast Program Kerja pengawasan Tahunan (PKPT) setiap

triwulan untuk mencerminkan perubahaan keadaan di dalam

perusahaan dengan berjalannya waktu.

5. Teknologi

a. SPI perlu menggunakan teknologi informasi dan teknologi

pendukung lainnya seperti Audit Management System (AMS)

dan knowledge management untuk meningkatkan efektifitas

dan efisiensi dari proses audit.

b. Menggunakan kembali Automated Audit Routine (AAR) tools

dan technique dalam pengujian aplikasi data, misalnya e-buril

dalam melakukan pengujian proses bisnis dan validasi data

dalam sistem aplikasi data.

45
Gambaran Tranformasi SPI

Gambar 4.2. Gambaran transformasi SPI

4.2.2. Struktur Organisasi SPI

Sebagai respon manajemen PLN untuk melakukan transformasi SPI,

telah terbit surat keputusan direksi PLN nomor 159.K/DIR/2012 tanggal 03 april

2012 tentang susunan organisasi, tanggung jawab dan tugas pokok pada satuan

pengawasan intern.

Gambar 4.3. Susunan organisasi, tanggung jawab dan tugas pokok pada SPI.

46
Terdapat 17 kepala bidang dan 5 expert yang berada langsung dibawah Kepala

Satuan Pengawasan Intern. 13 kepada bidang berkedudukan di unit, dengan

tugas langsung mengawasi unit bidang regionalnya.

4.2.3 Road MAP 2012 – 2015 (SPI RJP 2012 – 2015)

Rencana jangka panjang SPI tahun 2012 – 2015 dapat dilihat melalui

gambar berikut:

Gambar 4.4 Rencana jangka panjang SPI tahun 2012-2015

1. Tahun 2012: Meminimalkan pemeriksaan kepatuhan, kebijakan

dan mencari kesalahan (watch dog):

a. Membuat landasan strategi untuk mencapai tujuan SPI dan

perusahaan (RJP).

b. Perubahan struktur organisasi, menyelaraskan struktur SPI

sesuai dengan struktur bisnis dan risiko PLN.

47
c. Peningkatan kompetensi dan pengetahuan auditor melalui

profesi yang bersertifikasi (Profesional Certified).

d. Implementasi fokus audit pada risiko.

e. Perubahan persepsi SPI di PLN dan melakukan kaji ulang

terhadap piagam audit.

f. Menjadi wadah pengembangan jenjang karir pegawai.

g. Mengkaji ulang pedoman pengawasan / pemeriksaan internal.

2. Tahun 2013: sebagai konsultan internal dalam peningkatan

opersaional perusahaan dan melakukan peningkatan

pengawasan:

a. Peningkatan effisiensi audit dengan menerapkan Electronic

Working Paper (EWP).

b. Memperkuat jenjang karir dan strategi staf SPI, serta memiliki

sumber daya yang kompeten untuk melaksanakan mandat

dalam piagam audit.

c. Menetapkan dan menjalankan proses dan metodologi yang

seragam guna meyakinkan kualitas jasa yang diberikan oleh

SPI.

3. Tahun 2014: Menjadi agen perubahan dalam implementasi GCG

dan manajemen risiko:

a. Peningkatan berbagi pengetahuan (knowledge sharing)

berbasis AIT.

b. Menggunakan teknologi informasi diberbagai aspek operasi

SPI untuk meningkatkan efektifias dan efisiensi.

c. Peningkatan auditor memiliki sertifikat CIA, CISA, CFE, FRM.

d. Meningkatakan pelaksanaan audit berbasis risiko (RBA).

48
e. Efektifitas RBA menggunakan sistem penilaian audit (audit

rating system).

4. Tahun 2015: Audit berkelanjutan dan menjadi mitra bisnis

strategis:

a. Konsolidasi dan evaluasi aktifitas tahun 2012, 2013 dan 2014.

b. Mencapai world class auditor sesuai standar internasional best

practice.

c. Menyusun RJP SPI tahun 2016 – 2020.

4.3 Prosedur Pemasangan Listrik Baru

4.3.1 Gambaran Tata Usaha Langganan

Prosedur tata usaha langganan diatur dalam SK DIR No. 1336 tahun
2011. Pedoman ini merupakan sistem layanan listrik yang mengakomodir
perkembangan lingkungan baik dari sisi kebutuhan dan keinginan pelanggan
maupun dari kemajuan teknologi yang ada yang meliputi kegiatan pelayanan
kepada pelanggan / calon elanggan dan masyarakat yang membutuhkan tenaga
listrik.Pedoman proses pelayanan pelanggan ini terdiri dari 3 (tiga) jenis kegiatan
utama yaitu:

a. Pelayanan pelanggan (customer service)


b. Baca meter dan tagihan Listrik (meter reading and billing)
c. Penagihan (collecting)

49
Gambaran ketiga aktivitas tersebut sebagai berikut :

Layanan 1 Layanan 2 Layanan 3

Pelayanan Pelanggan Baca Meter & Penagihan


Tagihan Listrik
Penyambungan Membukukan
Baru (PB), Piutang
Perubahan Baca Meter dan Pelanggan
Daya (PD) Pemeriksaan
kWh Meter

Informasi Penagihan
Pelanggan Piutang

Hutang Tagihan
Listrik dan
Tagihan
Keluhan & Lainnya Pengawasan
Pengaduan Piutang
Pelanggan

PELAPORAN (REPORTING)

Gambar 4.5 Gambaran 3 fungsi utama proses pelayanan pelanggan

Fungsi Layanan Listrik 1 - yaitu Fungsi Pelayanan Pelanggan (FPL),

merupakan fungsi yang melaksanakan pelayanan berupa : Pemberian informasi

untuk kebutuhan petugas PLN (Internal), infromasi untuk kebutuhan pelanggan

(Eksternal) antara lain : Informasi tentang tata cara, persyaratan dan informasi

yang berhubungan dengan semua produk layanan PLN baik Penyambungan

Baru (PB), Perubahan Daya (PD), maupun produk layanan lainnya, serta

menerima keluhan dan pengaduan pelanggan yang berkaitan dengan pelayanan

listrik.

50
Fungsi Layanan Listrik 2 - yaitu pembacaan meter dan perhitungan

tagihan listrik adalah fungsi yang melaksanakan pelayanan berupa: Kegiatan

pembacaan, pencataan dan perekaman angka kedudukan meter pada alat

pengukur kWh, kVArh, kVA maksimal di setiap pelanggan serta memastikan

ketepatan dari sakelar waktu dan perhitungan tagihan listrik

Fungsi Layanan Listrik 3 - yaitu fungsi penagihan yang melaksanakan

kegiatan pencatatan piutang pelanggan, pengurusan penagihan, pembayaran

tagihan pelanggan, pemutusan sementara, bongkar rampung bagi pelanggan

yang terlambat membayar tagihan, penyambungan kembali, dan penyelesaian

penghapusan piutang ragu ragu.

Ketiga layanan tersebut tercatat pada sistem terpusat PLN yang disebut

AP2T (Aplikasi Pelayanan Pelanggan Terpusat) yang digunakan sebagai

pelaporan (reporting).

4.3.2 Gambaran Prosedur Pelayanan Penyambungan Baru

Pelayanan Penyambungan Baru (PB) merupakan salah satu bagian dari

fungsi layanan listrik 1 pada tata usaha langganan PLN, dengan prosedur

sebagai berikut :

c. Biaya
a. Pelayanan
b. Surat Jawaban Penyambungan dan
Pendafataran
Pembayaran Biaya

f. Perubahan Data e. Pelaksanaan d. Persetujuan Jual


Pelanggan Penyambungan Beli Tenaga Listrik

Gambar 4.6 Proses penyambungan baru

51
Dengan Penjelasan sebagai berikut :

1. Pelayanan pendaftaran

Bagi setiap calon pelanggan yang mengajukan penyambungan baru

(datang langsung, via email, website PLN, facsmail, telepon, sms,

atau surat) semua informasi mengenai pelanggan dicatat pada

formulir permintaan penyambungan baru (TUL I.01). Adapun data

yang diperlukan pada saat pendaftaran adalah sebagai berikut :

a. Nama pemohon.

b. Surat kuasa dari calon pelanggan yang memberikan kuasa

kepada orang/badan hukum lain.

c. Alamat lengkap lokasi yang akan disambung, kebutuhan daya,

kegunaan peruntukan, nomor telepon pemohon.

2. Surat jawaban

Pada dasarnya setiap permintaan penyambungan baru dapat

dilayani apabila daya mampu dari trafo dilokasi pendaftar tidak

melebihi kapasitas (Overloud) oleh karena itu permintaan

penyambungan baru yang diterima harus segera diterbitkan

persetujuan penyambungan (TUL I.03). Persetujuan penyambungan

dapat berupa surat maupun kode register untuk pembayaran biaya

penyambungan, walaupun survei lapangan belum dilaksanakan.

Survei lapangan untuk memastikan kondisi calon pelanggan

dilakukan setelah pembayaran.

Bagi unit pelayanan yang sudah bergabung dengan sistem Aplikasi

Pelayanan Pelanggan Terpusat (AP2T), maka persetujuan

penyambungan berupa pemberian kode registrasi pembayaran di

52
loket online. Bagi unit pelayanan yang belum bergabung dengan

sistem AP2T, maka persetujuan penyambungan diberikan dalam

bentuk surat. Surat jawaban berisi antara lain :

a. Besarnya Biaya yang dibebankan ke pelanggan.

b. Tarif listrik.

c. Rencana jadwal penyambungan.

d. Surat perjanjian jual beli tenaga listrik yang harus

ditandatangani sebelum penyambungan.

3. Biaya penyambungan dan pembayaran

Dalam hal jaringan listrik yang diperlukan untuk melayani pelanggan

adalah jaringan standar PLN, maka pelanggan hanya dikenakan

biaya penyambungan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan

oleh pemerintah. Apabila pelanggan menghendaki kondisi jaringan

yang lebih handal dari standar layanan PLN maka pelanggan akan

dikenakan biaya penyambungan sesuai dengan aturan PLN yang

ada serta dibuatkan Rencana Anggaran dan Biaya (RAB) yang

disetujui oleh calon pelanggan/pelanggan. Pembayaran biaya

penyambungan menggunakan fasilitas perbankan atau sesuai

dengan kondisi setempat.

4. Persetujuan perjanjian jual beli tenaga listrik

Perjanjian jual beli tenaga listrik harus ditandatangani oleh kedua

belah pihak, paling lambat sebelum penyambungan listrik

dilaksanakan.

5. Pelaksanaan penyambungan

Pekerjaan pelaksanaan penyambungan meliputi kegiatan sebagai

berikut:

53
a. Pembuatan perintah kerja pemasangan sambungan listrik (SL).

b. Penarikan jaringan, pemasangan alat pengukur dan pembatas

(APP) dan pemeriksaan teganggan di APP.

c. Penandatanganan berita acara pemasangan SL oleh PLN dan

pelanggan.

Dalam hal instalasi pelanggan belum memiliki sertifikat layak

operasi, maka saklar alat pembatas (MCB) dikembalikan ke posisi

OFF dan disegel. Setelah instalasi milik pelanggan memiliki

sertifikat Layak operasi, maka segel dilepas dan MCB dirubah ke

posisi ON.

6. Perubahan data pelanggan

Berdasarkan berita acara pemasangan SL, dibuatkan perubahan

data pelanggan sebagai dasar melakukan peremajaan data induk

pelanggan (DIL) di komputer. Seluruh dokumen terkait dengan

pelanggan disimpan di dalam Arsip Induk Pelanggan (AIL).

Hal ini memperlihatkan proses penyambungan baru tenaga listrik PLN telah

memiliki standard operation prosedur yang baku.

4.4 Upaya Pencegahan Fraud Dilingkungan SPI Regional X


Sulawesi

4.4.1 Pemeriksaan Operasional

Pemeriksaan operasional merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh

auditor internal perusahaan untuk mengevaluasi kegiatan operasional yang

dijalankan oleh manajemen. Evaluasi tersebut berguna untuk mengetahui

54
apakah kegiatan operasional yang dilakukan oleh manajemen telah sesuai

dengan rencana dan regulasi yang telah ditetapkan.

Dalam menjalankan proses pemeriksaan operasional di setiap unit

perusahaan PLN, SPI Regional telah menyusun PKPT (Program Kerja

Pemeriksaan Tahunan). PKPT ini disusun oleh setiap regional SPI berdasarkan

risiko korporat dan disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi setempat. PKTP

inilah yang akan menjadi agenda pelaksanaan tugas pemeriksaan operasional

setelah disepakati dan ditanda tangani oleh KSPI (Kepala Satuan Pengawasan

Internal) . Hal-hal yang tercantum didalam PKPT adalah sebagai berikut:

1. Penetapan agenda pemeriksaan.

2. Penetapan unit yang akan diperiksa berdasarkan risk based audit.

3. Penetapan pemeriksaan berdasarkan risiko korporat.

4. Penetapan waktu pemeriksaan.

5. Pembentukan tim audit yang akan memeriksa unit-unit perusahaan.

6. Penetapan anggaran yang dibutuhkan dalam pemeriksaan.

Gambaran siklus pemeriksaan operasional SPI:

55
Gambar 4.7 Siklus kegiatan pemeriksaan SPI

4.4.2 Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan khusus adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap

indikasi kecurangan/permasalahan yang timbul setelah pemeriksaan operasional

dan bisa juga berdasarkan dari laporan pengaduan masyarakat yang menurut

pertimbangan bobot permasalahannya perlu dilakukan pemeriksaan lebih dalam.

Dalam proses pelaksanaan pemeriksaan operasional tidak jarang auditor SPI

menemukan adanya temuan yang perlu dtindak lanjuti lebih dalam, namun

56
dikarenakan terbatasnya waktu pemeriksaan yang telah ditetapkan dalam PKPT

maka diperlukan adanya pemeriksaan khusus.

SPI regional yang menemukan temuan yang perlu dtindak lanjuti lebih

dalam tersebut membuat surat kepada KSPI, dan apabila disetujui KSPI akan

mendisposisikan kepada Kepala Bidang Audit Khusus untuk segera melakukan

pemeriksaan. Tujuan dari pemeriksaan khusus ini adalah untuk memperoleh

informasi dan kebenaran atas laporan pengaduan.

4.4.2.1 Sumber Pemeriksaan Khusus

Dalam pemeriksaan khusus terdapat beberapa sumber pengaduan atau

informasi yang perlu dtindak lanjuti dan dibuktikan kebenaraannya. Berdasarkan

pengaduan dan informasi inilah kepala bidang audit khusus menyusun program

kerja pemeriksaan dan mengutus beberapa auditor untuk melaksanakan

pemeriksaan. Sumber-sumber tersebut adalah sebagai berikut:

1. Internal perusahaan

a. Direksi

b. Komisaris

c. KSPI

d. Lanjutan dari pemeriksaan operasional

e. Pegawai

2. Eksternal perusahaan

a. Lembaga / Departemen / Instansi

b. LSM

c. Masyarakat

57
4.4.2.2 Sasaran Pemeriksaan Khusus

Dalam melakukan kegiatan pemeriksaan khusus, tim auditor memiliki

sasaran sebagai berikut:

1. Membuktikan ada tidaknya kebenaran obyek pengaduan.

2. Mencari siapa yang bertanggungjawab.

3. Mencari ada tidaknya kerugian perusahaan.

4. Mencari ada tidaknya tindakan yang melanggar hukum.

5. Mencari ada tidaknya pelanggaran disiplin pegawai.

6. Melakukan interview kepada pegawai/pejabat terkait dan dibuatkan BAP.

7. Meminta surat pernyataan kepada pegawai/pejabat terkait apabila terbukti

melakukan pelanggaran.

8. Meminta surat pernyataan dari pihak ketiga bila diperlukan.

4.5 Fraud

4.5.1 Kondisi Fraud yang Terjadi

Untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi fraud yang terjadi pada

rayon yang berada dibawah pengawasan SPI regional X Sulawesi dalam

penetapan harga pasang listrik baru, penulis mengajukan pertanyaan kepada

auditor yang menangani kasus ini. Berdasarkan jawaban yang diberikan oleh

auditor, penulis menyimpulkan bahwa meskipun PT.PLN (persero) telah

menetapkan standar harga dalam pasang listrik baru yang diatur oleh

kementerian energi dan sumber daya mineral Republik Indonesia, masih ada

saja tindakan fraud yang terdeteksi oleh para auditor internal perusahan yang

berkaitan dengan biaya pasang listrik baru. Dalam penelitian ini, kasus fraud

yang terdeteksi oleh auditor SPI Regional X Sulawesi terjadi di salah satu kantor

58
rayon yang berada dibawah Pengawasan SPI Regional X Sulawesi, adapun

masalah Fraud terdeteksi berdasarkan laporan masyarakat (konsumen) yang

secara kebetulan didapati oleh Auditor pada saat dilakukan sampling buril untuk

pasangan baru berdaya besar. Dalam melakukan pemeriksaan tersebut auditor

melihat rencana anggaran biaya (RAB) pasang listrik baru untuk salah satu

pelanggan berdaya besar B2 66.000 VA terlihat janggal dan bagi para auditor

SPI Regional X Sulawesi hal tersebut dapat diidentifikasikan sebagai fraud.

Pihak auditor SPI Regional X Sulawesi menemukan indikiasi adanya

suatu kerjasama atau kesepakatan dalam mengatur rencana anggaran biaya

pasang listrik baru yang terjalin antara manajer rayon PLN yang bersangkutan

dengan direktur perusahaan kontraktor listrik yang menjadi perantara pelanggan

dengan pihak kantor PLN rayon tersebut. Berikut rincian anggaran dan biaya

yang dikeluarkan oleh pihak kontraktor listrik setelah adanya kesepakatan

dengan manajer kantor PLN rayon tersebut:

Harga Jumlah
No Uraian Pekerjaan Satuan Satuan Volume Harga Keterangan
Rp Rp

1 Biaya Penyambungan VA 775 66.000 51.150.000 KepDir


2 Utang Jaminan Langganan VA 165 66.000 10.890.000 424.K/DIR/
3 Materai Tempel 6.000 2011
4 Biaya Administrasi Bank 5.000 31mei 2011
5 Pengurusan Anggaran 13.000.000
Wilayah
6 Sertifikan Layak Operasi Set 1 1.575.000 1.575.000
7 Surat Jaminan Instalasi Set 350 66.000 23.100.000
8 Jasa 1.500.000 1 1.500.000

Material JTR
1 LVCT 3x35+50mm2 Mtr 45.000 75 3.375.000
2 Large Angel Assembly for Set 85.000 2 170.000
LVCT
3 Piercying Tap Connector Set 37.500 4 150.000
Double

59
Total 104.921.000

Gambar 4.8 Rincian anggaran dan biaya yang dikeluarkan pihak kontraktor setelah a
ndanya kesepakatan dengan manajer kantor PLN rayon yang bersangkutan

Terlihat RAB yang dikeluarkan pihak kontraktor listrik tersebut memiliki

suatu unsur yang dapat dikatakan sebagai fraud, hal ini terlihat pada point 5 yaitu

biaya pengurusan anggaran wilayah dengan nominal sebesar Rp 13.000.000.

Dalam aturan dan prosedur yang berlaku di PLN tidak pernah ada aturan yang

mengatakan atau menyebutkan bahwa dalam mengurus anggaran suatu

pekerjaan ada Biaya Pengurusan yang dibebankan kepada konsumen sesuai

peraturan menteri energi dan sumber daya mineral Republik Indonesia Nomor:

09 tahun 2011, tanggal 13 Mei 2011, Sehingga terjadi pembengkakan biaya yang

harus dibayarkan oleh pihak pelanggan yaitu dari Rp 91.921.000 menjadi Rp

104.921.000. Hal inilah yang menjadi temuan auditor SPI Regional X Sulawesi

dan hal ini sudah memenuhi unsur/kriteria fraud.

4.5.2 Penyebab Terjadinya Fraud

Setelah mengetahui bagaimana kondisi fraud yang terjadi, penulis

kemudian mengajukan pertanyaan kepada pihak auditor mengenai penyebab

terjadinya fraud tersebut, dan penulis menyimpulkan bahwa kasus fraud yang

terjadi pada kantor PLN rayon ini terjadi karena kurangnya informasi yang

diberikan oleh pihak perusahaan kepada para calon pelanggan mengenai biaya

atau tarif yang seharusnya dikeluarkan dalam pasang listrik baru, sehingga para

calon pelanggan tidak mengetahui secara pasti berapa biaya yang seharusnya

mereka keluarkan untuk melakukan pasang listrik baru. Berdasarkan peraturan

60
menteri energi dan sumber daya mineral Republik Indonesia Nomor: 09 tahun

2011, tanggal 13 Mei 2011, pelanggan tidak harus mengeluarkan biaya

pengurusan anggaran wilayah seperti yang tercantum dalam RAB yang

dikeluarkan pihak kontraktor listrik setelah adanya kesepakatan dengan manajer

rayon, hal seperti inilah yang tidak diketahui oleh para pelanggan sehingga

menjadi kesempatan bagi oknum perusahaan memainkan atau memanipulasi

biaya yang akan dibebankan kepada para pelanggan.

4.5.3 Dampak yang Ditimbulkan Oleh Fraud yang Terjadi

Fraud atau kecurangan yang terjadi dalam suatu perusahaan pasti

memiliki dampak yang tidak baik. Dampak dari fraud yang terjadi dalam suatu

perusahaan dapat berupa kerugian material maupun non material. Kerugian non

material yang dimaksud seperti buruknya citra perusahaan dimata publik dan

terhambatnya kegiatan operasional perusahaan.

Oleh karena itu penulis mengajukan pertanyaan kepada auditor mengenai

apa saja dampak yang dirasakan dari kasus fraud yang ditemukan oleh auditor

tersebut. Dari jawaban yang diberikan auditor, penulis memperoleh informasi

bahwa dalam kasus fraud yang terjadi di kantor PLN rayon ini, kerugian

dirasakan oleh pihak perusahaan dan pelanggan yang bersangkutan. Bagi pihak

PLN, dampak yang dirasakan karena kasus ini adalah citra perusahaan akan

buruk dimata pelangg an, dimana saat ini PLN sedang gencar-gencarnya

melakukan sosialisasi pencitraan Pelayanan yang terbaik sesuai permintaan

Pemerintah (GCG). Sedangkan dampak yang dirasakan oleh pelanggan adalah

kerugian material dengan nominal Rp 13.000.000,-.

61
4.5.4 Upaya Pengungkapan Fraud Oleh Pihak SPI Regional X
Sulawesi

Dalam proses tanya jawab ini penulis mengajukan pertanyaan terakhir

kepada auditor mengenai upaya pihak SPI regional X Sulawesi dalam

mengungkap kasus fraud yang terjadi pada kantor PLN rayon yang

bersangkutan. Berdasarkan jawaban auditor, penulis mengetahui bahwa pihak

auditor SPI Regional X Sulawesi melakukan langkah-langkah pemeriksaan

operasional yang terdiri dari desk work dan field work dalam mengungkapkan

kasus ini.

1. Desk Work

Desk work merupakan langkah awal yang dilakukan auditor SPI dalam

melaksanakan pemeriksaan operasional. Dalam kegiatan ini pihak auditor

melakukan pemeriksaan buril. Pemeriksaan buril adalah data dasar/awal

yang diperiksa oleh auditor untuk mengetahui gambaran umum unit

perusahaan yang akan diaudit, untuk menentukan cakupan atau luas

area pengujian pada saat melakukan kegiatan pemeriksaan operasional

tahap selanjutnya yaitu field work. Contoh dari data-data buril yang akan

diperiksa seperti laporan keuangan, struktur organisasi unit yang diaudit,

daftar pasang listrik baru, termasuk juga sampling data pelanggan.

Apabila data dari hasil pemeriksaan buril yang dilakukan lemah atau

kurang andal maka luas area pengujian pada saat field work akan

menjadi lebih besar. Sebaliknya, jika data dari hasil pemeriksaan buril

yang dilakukan kuat dan dapat diandalkan maka luas area pengujian saat

melakukan field work akan kecil.

Melalui pemeriksaan buril inilah auditor SPI Regional X Sulawesi

menemukan tindakan fraud yang dilakukan manajer kantor PLN rayon

62
tersebut. Dari hasil sampling data pelanggan berdaya besar, SPI

Regional X Sulawesi mendapati rencana anggaran dan biaya (RAB)

pasang listrik baru salah satu pelanggan yang tidak wajar. Ketidak

wajaran tersebut disebabkan adanya biaya yang tidak seharusnya

dibebankan kepada pelanggan.

2. Field Work

Field work adalah kegiatan pengujian yang dilakukan dengan langsung

turun ke lapangan atau unit perusahaan yang diaudit. Kegiatan ini

merupakan lanjutan dari tahap desk work. Pada kasus fraud yang terjadi

pada kantor PLN rayon ini, auditor SPI Regional X Sulawesi melakukan

penelusuran untuk memastikan kebenaran dari hasil pemeriksaan buril

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Memastikan pelanggan yang bersangkutan telah terdaftar sebagai

pelanggan PLN melalui sistem niaga PT.PLN (persero).

b. Meminta klarifikasi dari manajer kantor PLN area yang

membawahi rayon bersangkutan apakah mengetahui kasus fraud

yang terjadi tersebut. Hasilnya, manajer area tersebut

mengklarifikasi bahwa dia belum mengetahui perihal kasus

tersebut.

c. Meminta klarifikasi dari pihak pelanggan bersangkutan mengenai

berapa biaya yang dikeluarkan untuk pasang listrik baru agar bisa

dibandingkan dengan hasil pemeriksaan buril yang dilakukan

diawal. Hasil yang didapat dari klarifikasi tersebut adalah benar

bahwa pelanggan telah mengeluarkan biaya yang tercantum

dalam RAB pasang listrik baru yang dikeluarkan pihak PLN

dengan nominal Rp 104.921.000.

63
d. Meminta klarifikasi dari manajer kantor PLN rayon bersangkutan.

Hasil yang didapat dari klarifikasi tersebut adalah manajer rayon

tersebut mengakui tindakannya yang berkerjasama dengan pihak

kontraktor listrik atas ketidak wajaran RAB pasang listrik baru

tersebut.

e. Meminta klarifikasi dari pihak kontraktor listrik. Hasil yang didapat

dari klarifikasi tersebut adalah benar RAB pasang listrik baru yang

tidak wajar untuk pelanggan yang bersangkutan dibuat sesuai

kerjasama atau kesepakatan dengan manajer rayon yang

bersangkutan.

f. Setelah auditor merasa yakin berdasarkan bukti-bukti yang

terungkap dan valid auditor akan membuat kertas kerja

pemeriksaan dan memberikan rekomendasi sesuai dengan aturan

yang berlaku di PLN (disiplin pegawai / reward and punishment)

kepada manajemen unit diatasnya dalam hal ini unit induk atau

wilayah yang membawahi area tersebut.

g. Adapun tindak lanjut dari temuan dan rekomendasi auditor

menjadi tanggung jawab unit wilayah dan SPI Regional X akan

memonitor hasil tindak lanjut tersebut dan apabila tindak lanjut

tersebut tidak dilakukan maka SPI Regional X akan melakukan

eskalasi (membuat laporan ketingkat yang lebih tinggi dalam hal

ini direksi).

64
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Langkah-langkah yang dilakukan oleh SPI Regional X Sulawesi dalam

melakukan pencegahan dan pengungkapan fraud yang terjadi dalam perusahaan

PLN telah berjalan dengan baik dan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan

oleh kantor pusat. Hal ini terlihat dari kasus fraud yang terdeteksi oleh auditor

SPI Regional X Sulawesi di salah satu kantor PLN rayon yang berada dibawah

pengawasannya. Dengan menjalankan prosedur pemeriksaan operasional yang

diawali dengan desk work kemudian dilanjut dengan kegiatan field work, pihak

auditor menemukan suatu kerjasama atau kesepakatan antara manajer kantor

PLN rayon tersebut dengan pihak kontraktor listrik dalam pembuatan RAB

pasang listrik baru yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh

PT.PLN (Persero) yang diatur dalam peraturan menteri energi dan sumber daya

mineral Republik Indonesia Nomor: 09 tahun 2011, tanggal 13 Mei 2011 kepada

pihak pelanggan. Biaya yang seharusnya dikeluarkan oleh pelanggan tersebut

untuk pasang listrik baru adalah Rp.91.921.000 tetapi realisasi biaya yang

dikeluarkan pelanggan tersebut adalah Rp 104.921.000, hal ini menyebabkan

kerugian bagi pihak pelanggan sebesar Rp 13.000.000.

5.2 Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti memiiliki pembahasan yang terbatas.

Pembahasan hanya mengenai peranan audit internal terhadap pencegahan

65
fraud yang dilakukan oleh PT.PLN (Persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan

Internal Regional X Sulawesi. Ruang lingkup dalam penelitian ini hanya dilakukan

pada satu kasus fraud saja, dimana masih terdapat kasus lain yang terjadi pada

unit-unit yang berada dibawah pengawasan PT.PLN (Persero) Kantor Pusat

Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi. Oleh karena itu diharapkan

pada penelitian berikutnya yang akan membahas topik yang sama, agar meneliti

kasus fraud lainya yang terjadi pada unit-unit yang dibawahi oleh PT.PLN

(Persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi.

5.3 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang bisa

diberikan oleh peneliti, yaitu:

1. PT. PLN (Persero) harus melakukan sosialisasi yang baik atau

memberikan informasi kepada calon pelanggan mengenai hal-hal yang

berkaitan dengan pasang listrik baru. Seperti, bagaimana prosedur yang

harus dilakukan para calon pelanggan dalam mendaftarkan diri untuk

pasang listrik baru dan menginformasikan berapa biaya yang harus

dikeluarkan para calon pelanggan bila ingin melakukan pasang listrik baru

yang sesuai dengan standar PT.PLN (Persero) yang diatur dalam

peraturan kementerian energi dan sumber daya mineral Republik

Indonesia, agar para calon pelanggan mengetahui secara pasti berapa

biaya yang harus mereka keluarkan sehingga menyulitkan oknum-oknum

perusahaan yang ingin memainkan harga pasang listrik baru tersebut.

2. PT. PLN (Persero) harus memberikan pengawasan yang lebih kepada

kantor-kantor area maupun kantor-kantor rayon yang bertanggung jawab

dalam proses pasang listrik baru yang diajukan para calon pelanggan dan

66
memberikan disiplin pegawai yang tegas sehingga memberikan efek jera

kepada setiap oknum yang melakukan tindakan fraud tersebut agar

kejadian seperti kasus fraud yang dibahas dalam penelitian ini tidak

terulang lagi.

3. Pihak pelanggan harus jeli jika ingin menggunakan jasa perusahaan

kontraktor listrik yang akan menjadi perantara mereka dengan pihak PLN

dalam proses pasang listrik baru. Pelanggan harus berkerja sama dengan

perusahaan kontraktor listrik yang memiliki reputasi baik dimata

masyarakat agar pelanggan tersebut tidak dibodohi oleh perusahan

kontraktor listrik yang menawarkan jasanya.

67
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Ratna. 2013. Peranan Audit Internal Dalam Pencegahan Kecurangan


Pendeteksian Fraud (Kecurangan) Studi Kasus Pada GKPRI Jawa Barat.
Desertasi tidak diterbitkan. Bandung: Program S1 Fakultas Ekonomi
Universitas Pasundan.

Arens, Alvin A, Elder, Rondal J., dan Beasly, Mark S. 2008. Auditing and
Assurance Service and Integrated Approach, 13th Edition, New Jersey :
Pearson Education In Upper Sadle River.

Asiah, Nur. 2012. Pengaruh Penerapan Whistleblowing Sytem Terhadap


Pencegahan Fraud. Tidak dipublikasikan.

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. 2008. Fraud Auditing. Edisi


kelima. Bogor: Pusdiklatwas BPKP.

Bayangkara, IBK. 2011. Audit Manajemen. Edisi keenam. Jakarta: Salemba


Empat.

Hery. 2010. Potret Audit Internal. Bandung: Alfabeta.

Institute of Internal Auditor’s. 1995. The Proffesional Practices Frame Work, USA:
The IIA Global Practices Center.

Komarudin. 1994. Ensiklopedia Manajemen. Edisi kedua. Jakarta: Bina Aksara.

Kumaat, Valery G. 2011. Internal Audit. Jakarta: Erlangga.

Moeller Robert dan Witt, Helbert N. 1999. Brink’s Modern Internal Auditing. 5th
Edition, New York: A.Ronald Press Publication.

Nuryanti, Dewi. 2012. Pengertian Data Kualitatif dan Kuantitatif,


(Online),(http://www.dewinuryanti.com/2012/12/data-kualitatifpengertian-
data-kualitatif-kuantitatif.html, diakses 27 Oktober 2013).

Picket, K. H. Spencer. 2001. The Internal Auditing Handbook. USA: John Walley

Ratliff, Richard L., Wallace, Wanda A., Loebbecke, James K. 1996. Internal
Auditing Principles and Techniques 2th Edition, Altamonte Springs, Fla:
The Institute of Internal Auditors.

Sekaran, Uma. 2010. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Jakarta: Salemba


Empat.

Tunggal, Amin Widjaja. 2012, The Fraud Audit Mencegah dan Mendeteksi
Kecurangan Akuntansi. Jakarta: Harvarindo.

68
Wardhini, Meta. 2010. Pengaruh Audit Internal Terhadap Pencegahan dan
(Fraud) Studi Kasus Pada PT.PLN Persero Distribusi Jawa Barat dan
Banten. Desertasi tidak Diterbitkan. Bandung: Program S1 Fakultas
Ekonomi Universitas Widyatama.

69

Anda mungkin juga menyukai