Anda di halaman 1dari 74

HUBUNGAN STRES DENGAN KEJADIAN TINGKAT

HIPERTENSI DI PUSKESMAS NUSA INDAH


KOTA BENGKULU TAHUN 2012

Skripsi

Oleh

ALI MAHMUDI
NPM : 102426067 SP

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DEHASEN
BENGKULU 2012
HUBUNGAN STRES DENGAN KEJADIAN TINGKAT
HIPERTENSI DI PUSKESMAS NUSA INDAH
KOTA BENGKULU TAHUN 2012

Skripsi

Diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada


Program S 1 Keperawatan Stikes Dehasen Bengkulu

Oleh

ALI MAHMUDI
NPM : 102426067 SP

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DEHASEN
BENGKULU 2012
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui dan diperiksa untuk dipertahankan dihadapan Tim penguji
Skripsi Program Studi S I keperawatan Stikes Dehasen

Bengkulu, Juli 2012

Pembimbing I

Ns. Yusran Hasymi, S.Kep. M.Kep. Sp. KMB.

Pembimbing II

Dessy Sundari, S.Kp. M.Pd


ABSTRAK

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang sangat besar dan
serius. Hipertensi merupakan gangguan kesehatan di mana keadaan ini tidak dapat di
sembuhkan tetapi dapat di kontrol dengan pola hidup yang sehat. Faktor lingkungan yang
berhubungan dengan tekanan darah tinggi diantaranya adalah stres. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui hubungan stres dengan kejadian tingkat hipertensi di Puskesmas
Nusa Indah.
Jenis penelitian ini adalah survey analitik dengan menggunakan desain cross-
sectional. Dengan jumlah sampel yang diambil sebanyak 91 orang dengan tehnik
pengambilan sampel menggunakan accidental sampling yaitu teknik penentuan sampel
secara kebetulan bertemu dengan peneliti yang berobat di puskesmas Nusa Indah.
Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret – April. Data yang di analisa adalah stress dah
tingkat hipertensi.
Dari hasil analisa 91 responden maka diperoleh bahwa responden yang mengalami
stress sebanyak 77 orang, 14 orang lainnya tidak strres dan yang mengalami hipertensi
berat 49, hipertensi sedang 28, hipertensi ringan 14 orang. Sedangkan dari hasil analisis
Chi Square diperoleh nilai p = 0,029 < α = 0,05, sehingga secara statistik Ha di terima
berarti ada hubungan yang signifikan antara stress dengan kejadian tingkat hipertensi.
Disarankan kepada pihak puskesmas di harapkan dapat mengembangkan organisasi
lebih lanjut dan dapat meningkatkan pelayanan terutama dalam bidang promosi
kesehatan, agar dapat menambah pengetahuan tentang penyakit hipertensi.

Kata kunci : Stres dan Hipertensi.


KATA PENGATAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nyalah maka

penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan

Program S-1 Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesahatan Dehasen Bengkulu yang

berjudul “Hubungan Stres Dengan Kejadian Tingkat Hiperensi di Puskesmas Nusa Indah

Kota Bengkulu Tahun 2012”.

Dalam penyusunan Skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan

yang bermanfaat dari berbagai pihak, oleh karena itu perkenankanlah penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Ibu Hj. Dra. Ice Rakizah Syafrie, M. Kes. selaku Ketua STIKES Dehasen Benguklu.

2. Bpk Ns. Yusran Hasymi, S.Kep. M.Kep. Sp. KMB. selaku Pembimbing I yang telah

memberi masukan dan dukungan dalam penyusunan Skripsi ini.

3. Ibu Dessy Sundari, S.Kp. M.Pd selaku Pembantu Ketua I STIKES Dehasen Bengkulu

dan pembimbing II yang selalu memberikan motivasi dengan penuh perhatian

sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Bpk Heru Laksono, SKM. MPH selaku penguji I yang telah menyediakan waktu dan

arahan beserta kritik dan saran dalam penyelesaiaan skripsi.

5. Bpk A. Tarmizi Daud, S. Sos. SKM. M.Kes selaku penguji II yang telah menyediakan

waktu dan arahan beserta kritik dan saran dalam penyelesaiaan skripsi.

6. Kedua orang tuaku yang telah memberikan dorongan baik materil maupun do’a dan

semangat kepada penulis.


7. Seluruh Dosen dan Staf Institusi Pendidikan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Dehasen

Bengkulu yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan untuk penulis dalam

mengikuti pendidikan di STIKES Dehasen Bengkulu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas mereka yang

telah memberikan bantuan kepada penulis untuk penyusunan Skripsi ini. Penulis

menyadari sepenuhnya bahwa pembuatan dan penyusunan Skripsi ini masih banyak

kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat

penulis harapkan untuk kesempurnaan Skripsi ini.

Bengkulu, Juli 2012


DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................................. ii

ABSTRAKS .............................................................................................................. iii

KATA PENGANTAR .............................................................................................. iv

DAFTAR ISI ............................................................................................................. vi

DAFTAR TABEL ..................................................................................................... ix

DAFTAR BAGAN ................................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 5

1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 5

1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep hipertensi ......................................................................... 7

2.1.1 Pengertian Hipertensi ........................................................ 7

2.1.2 Penyebab dan jenis-jenis Hipertensi .................................. 7

1.1.3 Klasifikasi .......................................................................... 8

2.1.4 Tanda dan gejala ................................................................ 9

2.1.5 Patofisiologi ....................................................................... 10


2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik ..................................................... 12

2.1.7 Penatalaksanaan ................................................................ 12

2.1.8 Epidemiologi Hipertensi .................................................. 15

2.1.9 Faktor Risiko Hipertensi ................................................... 17

2.2 Stres ............................................................................................. 22

2.2.1 Pengertian Stres ................................................................ 22

2.2.2 Psikofisiologi Stres ........................................................... 23

2.2.3 Penyebab Stres dan Stresor Psikososial .......................... 24

2.2.4 Tahapan Stres ................................................................... 28

2.2.5 Reaksi Tubuh Terhadap Stres .......................................... 31

2.2.6 Cara Mengukur Tingkat Stres .......................................... 32

2.2.7 Dampak Stres .................................................................. 33

2.2.8 Hubungan Stres Dengan Kejadian Hipertensi .................. 37

2.3 Kerangka Konsep ......................................................................... 39

2.4 Hipotesis ....................................................................................... 39

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian ......................................................................... 40

3.2 Definisi Operasional .................................................................... 41

3.3 Populasi dan Sampel .................................................................... 41

3.4 Tekhnik Pengumpulan Data ........................................................ 42

3.5 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 43

3.6 Etika Penelitian ............................................................................ 43

3.7 Pengolahan, dan Analisa Data ..................................................... 45


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil penelitian ................................................................................ 48

4.1.1. Jalannya Penelitian ............................................................... 48

4.1.2. Hasil Penelitian .................................................................... 48

4.2. Pembahasan ...................................................................................... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ....................................................................................... 54

5.2. Saran ................................................................................................. 54

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL

No Tabel Judul Tabel Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi 8

Tabel 3.1 Definisi Operasional 40

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi berdasarkan stress pasien yang berobat 48


di puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu Tahun 2012
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi berdasarkan tingkat hipertensi pasien 48
yang berobat di puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu
Tahun 2012
Tabel 4.3 Hubungan Stress dengan kejadian tingkat hipertensi di 49
Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu Tahun 2012.
DAFTAR BAGAN

No Bagan Judul Bagan Halaman

Bagan 2.1 Variable penelitian 38

Bagan 3.1 Desain penelitian 39


DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul lampiran

Lampiran 1 Permohonan menjadi responden

Lampiran 2 Pernyataan menjadi responden

Lampiran 3 Kuisioner alat ukur tingkat stress

Lampiran 4 Surat pra penelitian/izin pengambilan data

Lampiran 5 Surat Kesbanglinmas Propinsi Bengkulu

Lampiran 6 Surat Kesbanglinmas Kota Bengkulu

Lampiran 7 Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Bengkulu

Lampiran 8 Surat selesai penelitian

Lampiran 9 Pengumpulan data

Lampiran 9 Master table penelitian

Lampiran 10 Hasil pengolahan data

Lampiran 11 Jadwal penelitian

Lampiran 11 Daftar riwayat hidup


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari

berbagai indikator, yang meliputi indikator angka harapan hidup, angka kematian,

angka kesakitan dan status gizi masyarakat (Bustan, 2007).

Pengaruh globalisasi di segala bidang, perkembangan teknologi dan industri

telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta

situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

aktivitas fisik, dan meningkatnya pencemaran lingkungan. Perubahan tersebut tanpa

disadari telah memberi kontribusi terhadap terjadinya transisi epidemiologi dengan

semakin meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular seperti Hipertensi

(Bustan, 2007).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang sangat besar dan

serius. Di samping prevalensinya yang tinggi dan cenderung meningkat di masa yang

akan datang, hipertensi merupakan gangguan kesehatan di mana keadaan ini tidak

dapat di sembuhkan tetapi dapat di kontrol dengan pola hidup yang sehat. (Lumenta,

2007)

Hipertensi adalah the silent killer, karena hipertensi merupakan si pembunuh

diam-diam, Seseorang baru merasakan dampak gawatnya hipertensi ketika telah


terjadi komplikasi. Hipertensi pada dasarnya mengurangi harapan hidup para

penderitanya, penyakit ini menjadi muara beragam penyakit degeneratif yang bisa

mengakibatkan kematian. Dalam hal ini dapat kita sebut terjadinya komplikasi

kardiovaskular akut. Data yang dikumpulkan dari berbagai literature menunjukkan

jumlah penderita hipertensi dewasa seluruh dunia pada tahun 2005 adalah 975-978

juta orang. Prevalensi ini diduga akan semakin meningkat setiap tahunnya sampai

mencapai angka 1,56 milyar atau 60% dari populasi orang dewasa pada tahun 2025.

(Bethesda, 2007).

WHO 2007 menetapkan hipertensi sebagai faktor resiko nomor tiga penyebab

kematian didunia, hipertensi bertanggung jawab terhadap 62 % timbulnya kasus

stroke, 49 % timbul serangan jantung, 7 juta kematian prematur tiap tahun

disebabkan oleh hipertensi ( Corwin, 2007 ). Menurut WHO 2003 prevalensi

hipertensi di negara maju sekitar 10% - 20%, ( Depkes, RI, 2003).

Hipertensi lebih sering ditemukan pada pria terjadi setelah usia 31 tahun

sedangkan pada wanita terjadi setelah umur 45 ( setelah menopause). Di Jawa Barat

prevalensi hipertensi pada laki – laki sekitar 23,1% sedangkan pada wanita sekitar

6,5%. Pada usia 50 – 59 tahun prevalensi hipertensi pada laki – laki sekitar 53,8%.

sedangkan pada wanita sekitar 29% dan pada usia lebih dari 60 tahun prevalensi

hipertensi sekitar 64,5%. Menurut Indonesian Society of Hypertension tahun 2007,

secara umum prevalensi hipertensi di Indonesia pada orang dewasa berumur lebih

dari 50 tahun adalah antara 15%-20%. Survei faktor resiko penyakit kardiovasculer

oleh WHO di Jakarta menunjukkan di Indonesia prevalensi hipertensi berdasarkan

jenis kelamin dengan tekanan darah 160/90 mmHg pada pria tahun 1988 sebesar
13,6%, tahun 1993 sebesar 16,5% dn pada tahun 2000 sebesar 12,1%. Sedangkan

pada wanita prevalensi tahun 1988 mencapai 16%, tahun 1993 sebesar 17% dan

tahun 2000 sebesar 12,2% (Kurnia, 2007).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Bengkulu tahun 2007 penderita

hipertensi adalah 5.714 orang, pada tahun 2008 penderita hipertensi meningkat

menjadi 7.175, dan pada tahun 2009 penderita hipertensi meningkat kembali menjadi

9.375, sedangkan pada tahun 2010 terjadi peningkatan juga sebesar 10.887 (Profil

Dinas Kesehatan Kota Bengkulu 2007-2010). Berdasarkan hal tersebut angka

kejadian hipertensi dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan yang signifikan.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Bengkulu tahun tahun 2010 yang

terdiri dari 8 kecamatan dan 19 Puskesmas, Puskesmas Nusa Indah merupakan

Puskesmas dengan penderita hipertensi paling banyak di Kota Bengkulu yang

berjumlah 1.542 orang atau 26,7% dari jumlah penduduknya yaitu 5.772 orang,

sedangkan penderita hipertensi paling rendah adalah Puskesmas Suka Merindu yang

berjumlah 100 orang. Berdasarkan survey awal 5 responden yang diwawancarai

menderita hipertensi yang berada di Puskesmas Nusa Indah, diketahui bahwa 4 klien

merasakan tekanan darah tinggi naik ketika mereka dalam keadaan stress emosional

misalnya sedang ada masalah yang berat.

Faktor lingkungan yang berhubungan dengan tekanan darah tinggi diantaranya

adalah stres. Stres dan aktivasinya pada sistem saraf simpatis, salah satu bagian dari

sistem saraf otonom (tidak disadari), yang mendominasi saat stres, memegang peran

penting dalam menciptakan tekanan darah tinggi. Telah menjadi semakin jelas bahwa
perubahan gaya hidup bisa menurunkan kadar kotekolamin, bahan kimia yang

berpotensi negatif yang meningkat saat stres. Kecemasan dan stres emosional

meningkatkan tekanan darah pada banyak orang, namun tidak semua orang, dan

walaupun ketegangan tidak selalu identik dengan hipertensi. Penelitian berulang-

ulang menunjukkan bahwa kecemasan adalah salah satu emosi yang menyebabkan

melonjaknya tekanan darah. Banyak penelitian telah diketahui hubungan antara stress

dan hipertensi. Seperti misalnya pasien yang mengalami stress kecemasan sebelum

dilakukan operasi dapat mengalami peningkatan tekanan darah secara mendadak.

Tidak heran pula bila kita pernah mendengar seseorang mengalami serangan jantung

maupun stroke pada saat orang tersebut tidak dapat mengontrol emosi negatif, seperti

amarah (Braverman E. R, 2008).

Hasil penelitian Sugiharto (2007) terdapat hubungan antara stress dengan kejadian

hipertensi yaitu orang yang stress kejiwaan mengalami hipertensi. Permasalahan lain

adalah pada beberapa keadaan seringkali emosi negatif seperti cemas dan depresi

timbul secara perlahan tanpa disadari dan individu tersebut baru menyadari saat

setelah timbul gejala fisik, seperti misalnya hipertensi. Jadinya dari uraian di atas,

jelaslah bahwa pengobatan hipertensi tidak hanya mengandalkan obat-obat dari

dokter maupun mengatur diet semata, namun penting pula untuk membuat tubuh kita

selalu dalam keadaan rileks dengan memberikan stimulus emosi positif ke otak kita.

Berbagai terapi telah diketahui dapat memberikan stimulus positif pada otak kita,

seperti misalnya meditasi, yoga, maupun terapi musik. Berbeda dengan yoga dan

meditasi ,terapi musik lebih mudah diaplikasikan tanpa batasan apapun.


Berdasarkan hal tersebut diatas peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan

stres dengan kejadian tingkat hipertensi di Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu

Tahun 2012.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas masalah dalam penelitian ini adalah masih tingginya

angka kejadian hipertensi di Puskesmas Nusa Indah Bengkulu. Maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara stress dengan

kejadian tingkat hipertensi di Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan stres dengan

kejadian tingkat hipertensi di Puskesmas Nusa Indah.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Diketahui distribusi frekuensi berdasarkan stres di Puskesmas Nusa Indah

Kota Bengkulu.

b. Diketahui distribusi frekuensi kejadian tingkat hipertensi di Puskesmas Nusa

Indah Kota Bengkulu.

c. Diketahui hubungan stress dengan kejadian tingkat hipertensi di Puskesmas

Nusa Indah Kota Bengkulu.


1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi puskesmas Nusa Indah Bengkulu

Sebagai masukan dalam peningkatan dalam pelayanan kesehatan terutama

pendidikan kepada penderita hipertensi yang di harapkan dapat mengontrol

keadaan stress emosional.

1.4.2. Bagi akademik

Sebagai literatur untuk pengetahuan kurikulum dalam pembahasan tentang

hipertensi terutama tentang hubungan stress terhadap kejadian tingkat hipertensi.

1.4.3. Bagi peneliti selanjutnya

Dari hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan literatur dan

dapat memberikan informasi serta dapat dijadikan perbandingan bila ingin

melakukan penelitian tentang hipertensi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Konsep Hipertensi

2.1.1. Pengertian

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah (TD), tekanan sistol lebih dari 140

mmHg dan tekanan diastole lebih dari 90 mmHg (Batubara, 2008)

Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah kondisi medis dimana

tekanan darah dalam arteri melebihi batas normal (Hariwijaya, 2007).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan

pembuluh darah yang di tandai dengan peningkatan tekanan darah, hipertensi tak

ubahnya bom waktu, dia tidak mengirimkan sinyal-sinyal terlebih dahulu

(Marliani, 2007).

2.1.2. Penyebab dan Jenis-jenis Hipertensi

Menurut Hariwijaya (2007) Hipertensi dapat dikelompokkan menjadi 2

jenis yaitu :

1. Hipertensi primer atau esensial

Hipertensi primer artinya hipertensi yang belum di ketahui penyebabnya

dengan jelas. Berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab

hipertensi primer, seperti bertambahnya usia, stres psikologis, pola konsumsi

yang tidak sehat, kegemukan dan heriditas (keturunan). Stres cenderung

menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu, jika stres telah
berlalu, maka tekanan darah kembali normal. Sekitar 90 % pasien hipertensi

termasuk dalam kategori ini.

2. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder yang penyebabnya telah di ketahui umumnya

berupa penyakit atau kerusakan organ yang berhubungan dengan cairan tubuh,

misalnya ginjal yang tidak berfungsi, pemakaian kontrasepsi oral, dan

terganggunya keseimbangan hormon yang merupakan faktor pengatur tekanan

darah. Dapat di sebabkan oleh penyakit endokrin, penyakit jantung. Penyebab

hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada

kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon efinefrin (adrenalin) atau

norepinefrin (noradrenalin).

2.1.3. Klasifikasi

Di Indonesia sendiri berdasarkan konsensus yang dihasilkan pada Pertemuan

Ilmiah Nasional Pertama Perhimpunan Hipertensi Indonesia pada tanggal 13-14

Januari 2007 belum dapat membuat klasifikasi hipertensi sendiri untuk orang

Indonesia. Hal ini dikarenakan data penelitian hipertensi di Indonesia berskala

nasional sangat jarang. Karena itu para pakar hipertensi di Indonesia sepakat untuk

menggunakan klasifikasi WHO dan JNC 7 (Joint National Committee 7) sebagai

klasifikasi hipertensi yang digunakan di Indonesia.

Table. 2.1. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO


Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

Optimal < 120 < 80

Normal < 130 < 85

Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99

Sub grup : perbatasan 140-149 90-94

Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109

Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110

Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90

Sub grup : perbatasan 140-149 < 90

2.1.4. Tanda dan Gejala

Jika hipertensi karena faktor genetik tidak dikendalikan dengan baik, maka

dapat menyebabkan kelainan pada jantung, otak, ginjal, dan pembuluh darah

tubuh berupa aterosklerosis kapiler. Karena ada hubungan antara hipertensi,

penyakit jantung koroner, dengan gagal ginjal khususnya gagal ginjal kronis.

Munculnya hipertensi, tidak hanya di sebabkan oleh tingginya tekanan darah.

Akan tetapi, ternyata juga karena adanya faktor risiko lain seperti komplikasi

penyakit dan kelainan pada organ target, yaitu jantung, otak, ginjal, dan pembuluh

darah. Hipertensi memang jarang muncul sendiri, lebih sering muncul dengan

faktor lain. Bila satu atau lebih faktor resiko tersebut ada pada penderita hipertensi

tentu akan meningkat resiko akibat hipertensi.

Adapun gejala hipertensi yang mungkin di alami antar lain :


1). Sering pusing kepala

2). Gampang marah

3). Sulit tidur dan sering gelisah

4). Sesak nafas

5). Leher belakang sering kaku

6). Gangguan penglihatan

7). Sulit berkomunikasi.

(Hariwijaya, 2007)

2.1.5. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar

dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.

Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke

bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron

preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca

ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin

mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan

ketakutan dapat mempengaruhirespon pembuluh darah terhadap rangsang

vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin,

meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat
bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai

respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan

tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang

menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid

lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.

Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan

pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian

diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya

merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan

retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume

intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi untuk

pertimbangan gerontology. Perubahan struktural dan fungsional pada sistem

pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi

pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas

jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang

pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh

darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam

mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup ),

mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (

Brunner & Suddarth, 2002 ).

2.1.6. Pemerikasaan Diagnostik


Hipertrofi ventrikel kiri dapat dikaji dengan elektrikardiografi, protein

dalam urine dapat di deteksi dengan urinalisa. Dapat terjadi ketidakmampuan

untuk mengonsentrasikan urine dan peningkatan nitrogen urea darah. Pemeriksaan

khusus seperti renogram, pielogram intravena, arteriogram renal, pemerikasaan

fungsi ginjal terpisah, dan penentuan kadar urine dapat juga di lakukan untuk

mengidentifikasi klien dengan penyakit renovaskuler. Adanya faktor resiko

lainnya juga harus dikaji dan di evaluasi (Nurachmach, 2009).

2.1.7. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan medis pada klien dengan hipertensi adalah

mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas dengan mencapai dan

mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg. Efektivitas setiap

program di tentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan dan

kualitas sehubungan dengan terapi.

a. Modifikasi Gaya Hidup

Beberapa penelitian menunjukkan pendekatan nonfarmakologi yang dapat

mengurangi hipertensi adalah sebagai berikut ;

1. Teknik-teknik mengurangi stres.

2. Penurunan berat badan.

3. Pembatasan alkohol, natrium dan tembakau.

4. Olahraga/latihan (meningkatkan lipoprotein berdensitas tinggi).

5. Relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap

terapi antihipertensi.
b. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)

Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi

yang beredar saat ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan

menghubungi dokter.

1. Diuretik

Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan

tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang

mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh

obatannya adalah Hidroklorotiazid.

2. Penghambat Simpatetik

Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf

simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ). Contoh obatnya

adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin

3. Betabloker

Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan

daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita

yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma

bronkial. Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol.

Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi

gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun


menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya).

Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran

pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati.

4. Vasodilator

Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan

relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam

golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang

kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala

dan pusing.

5. Penghambat enzim konversi Angiotensin

Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat

Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah).

Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping

yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan

lemas.

6. Antagonis kalsium

Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara

menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan

obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang

mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.


7. Penghambat Reseptor Angiotensin II

Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat

Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya

pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah

Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit

kepala, pusing, lemas dan mual. Dengan pengobatan dan kontrol yang

teratur, serta menghindari faktor resiko terjadinya hipertensi, maka angka

kematian akibat penyakit ini bisa ditekan. (Corwin, 2001).

2.1.8. Epidemiologi Hipertensi

a. Orang

Pada negara yang sudah maju, hipertensi merupakan masalah kesehatan yang

memerlukan penanganan yang baik karena angka morbiditas dan mortalitasnya

yang tinggi. Hipertensi lebih sering ditemukan pada pria terjadi setelah usia 31

tahun sedangkan pada wanita terjadi setelah umur 45 ( setelah menopause). Di Jawa

Barat prevalensi hipertensi pada laki – laki sekitar 23,1% sedangkan pada wanita

sekitar 6,5%. Pada usia 50 – 59 tahun prevalensi hipertensi pada laki – laki sekitar

53,8% sedangkan pada wanita sekitar 29% dan pada usia lebih dari 60 tahun

prevalensi hipertensi sekitar 64,5%. Menurut Indonesian Society of Hypertension

tahun 2007, secara umum prevalensi hipertensi di Indonesia pada orang dewasa

berumur lebih dari 50 tahun adalah antara 15%-20%. Survei faktor resiko penyakit

kardiovasculer oleh WHO di Jakarta menunjukkan di Indonesia prevalensi

hipertensi berdasarkan jenis kelamin dengan tekanan darah 160/90 mmHg pada pria

tahun 1988 sebesar 13,6%, tahun 1993 sebesar 16,5% dn pada tahun 2000 sebesar
12,1%. Sedangkan pada wanita prevalensi tahun 1988 mencapai 16%, tahun 1993

sebesar 17% dan tahun 2000 sebesar 12,2% (Kurnia, 2007).

b. Tempat

Prevalensi hipertensi ditiap daerah berbeda-beda tergantung pada pola

kehidupan masyarakatnya. Dari hasil riskesda (riset kesehatan dasar) 2007

diketahui prevalensi nasional hipertensi pada penduduk umur > 18 tahun sebesar

29,8%. Secara nasional 10 kabupaten/kota dengan prevalensi hipertensi pada

penduduk umur > 18 tahun tertinggi adalah Natuna (53,3%), Mamasa (50,6%),

Katingan (49,6%), Wonogiri (49,5%), Hulu sungai Selatan (48,2%), Rokan Hilir

(47,7%), Kuantan Sengigi (46,3%), Bener Meriah (46,1%), Tapin (46,1%) dan

Kota Salatiga (45,2%). Sedangkan prevalensi terendah terdapat di Jaya Wijaya

(6,8%), Teluk Wondama (9,4%), Bengkulu Selatan (11,0%), Kepulauan Mentawai

(11,1%), Tolikara (12,5%), Yahukimo (13,6%), Pegunungan Bintang (13,9%),

Seluma (14,6%), Sarmi (14,6%), Tulang Bawang (15,9%). Penduduk yang tinggal

di daerah pesisir lebih rentan terhadap penyakit hipertensi karena tingkat

mengonsumsi garam lebih tinggi dibandingkan daerah pegunungan yang lebih

banyak mengonsumsi sayuran dan buah-buahan (Kurnia, 2007).

c. Waktu

Penderita hipertensi berdasarkan waktu berbeda pada setiap tahunnya.

Studi morbiditas Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), 2001 menunjukkan

bahwa prevalensi hipertensi mengalami peningkatan dari 96 per 1000 penduduk

pada tahun 1995 naik menjadi 110 per 1000 penduduk tahun 2001.
2.1.9. Faktor Risiko Hipertensi

Faktor risiko hipertensi adalah faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya

penyakit hipertensi pada masyarakat. Faktor risiko hipertensi terbagi dua yaitu

faktor risiko yang dapat diubah dan faktor risiko yang tidak dapat diubah. Faktor

risiko yang dapat diubah adalah faktor risiko yang dapat dicegah atau

dikendalikan, sedangkan faktor risiko yang tidak dapat diubah adalah faktor risiko

yang tidak dapat dicegah atau dikendalikan.

a. Faktor Risiko Hipertensi Yang Tidak Dapat Diubah

1. Genetika

Dinyatakan bahwa pada 70-80% kasus hipertensi essensial, didapatkan riwayat

hipertensi didalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua

orang tua, maka dugaan hipertensi esensial lebih besar. Hipertensi juga banyak

dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur) apabila salah satunya

menderita hipertensi. Dugaan inilah yang menyokong bahwa faktor genetik

mempunyai peran didalam terjadinya hipertensi.

2. Umur

Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat. Meskipun

hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai pada

orang berusia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila tekanan darah sedikit

meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh perubahan

alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut
disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi (Gunawan,

2001).

3. Jenis Kelamin

Prevalensi penderita hipertensi lebih sering ditemukan pada kaum pria daripada

kaum wanita, hal ini disebabkan pada umumnya yang bekerja adalah pria, dan

pada saat mengatasi masalah pria cenderung untuk emosi dan mencari jalan

pintas seperti merokok, mabuk minum – minuman alkohol, dan pola makan yang

tidak baik sehingga tekanan darahnya dapat meningkat. Sedangkan pada wanita

dalam mengatasi, masih dapat mengatasinya dengan tenang dan lebih stabil.13

Tetapi tekanan darah cenderung meningkat pada wanita setelah menopause

daripada sebelum menopause, hal ini disebabkan oleh faktor psikologi dan

adanya perubahan dalam diri wanita tersebut. Hipertensi lebih sering ditemukan

pada pria terjadi setelah usia 31 tahun sedangkan pada wanita terjadi setelah

umur 45 ( setelah menopause). Di Jawa Barat prevalensi hipertensi pada laki –

laki sekitar 23,1% sedangkan pada wanita sekitar 6,5%. Pada usia 50 – 59 tahun

prevalensi hipertensi pada laki – laki sekitar 53,8% sedangakan pada wanita

sekitar 29% dan pada usia lebih dari 60 tahun prevalensi hipertensi sekitar

64,5%.

4. Ras atau Suku Bangsa

Banyak penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah berbeda pada tiap -tiap ras

atau suku bangsa .Di Amerika Serikat, kaum negro mempunyai prevalensi

hipertensi 2 kali lipat lebih tinggi daripada kelompok kulit putih. Prevalensi ini 3

kali lebih besar pada pria kulit hitam dan 5 kali lebih besar untuk wanita kulit
hitam. Hal ini kemungkinan disebabkan perbedaan genetik antara ras yang

berbeda sehingga membedakan kerentanan terhadap hipertensi.

b. Faktor Risiko Hipertensi Yang Dapat Diubah

1. Obesitas

Mereka yang memiliki lemak yang bertumpuk didaerah sekitar pinggang dan

perut lebih mudah terkena tekanan darah tinggi bila dibandingkan dengan

mereka yang memiliki kelebihan lemak dipanggul dan paha. Indeks Massa

Tubuh (IMT) adalah kombinasi antara tinggi dan berat badan untuk mengukur

kadar kegemukan yang melibatkan seluruh berat badan. Perhitungannya adalah

sebagai berikut :

Berat Badan (Kg)

Indeks Massa Tubuh (IMT) = -------------------------------------------------

Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)

Dimana dikatakan kurus bila IMT ≤ 20, berat badan ideal bila IMT 20-25,

kawasan peringatan bila IMT 25-27 dan obesitas bila IMT ≥ 27.

2. Konsumsi Garam

Garam merupakan hal yang sangat netral dalam patofisiologis hipertensi.

Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada golongan suku bangsa dengan

asupan garam yang minimal. Apabila asupan garam kurang dari 3 gr perhari

prevalensi hipertensi akan beberapa persen saja, sedangkan asupan garam 5 – 15

g per hari, prevalensi hipertensi meningkat 15 – 20 %. Pengaruh asupan garam

terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah

jantung dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti ole peningkatan eksresi
kelebihan garam sehingga akan kembali pada keadaan hemodinamik yang

normal.

3. Konsumsi Rokok dan Kopi

Berhenti merokok merupakan perubahan gaya hidup yang paling kuat untuk

mencegah penyakit kardiovasculer dan non kardiovasculer pada penderita

hipertensi. Merokok dapat menghapus efektifitas beberapa obat antihipertensi,

misalnya pengobatan hipertensi yang menggunakan terapi beta blocker dapat

menurunkan risiko penyakit jantung dan stroke hanya bila pemakainya tidak

merokok. Rokok mengandung nikotin sebagai penyebab ketagihan yang akan

merangsang jantung, saraf, otak, dan organ tubuh lainnya bekerja tidak normal,

juga merangsang pelepasan adrenalin sehingga meningkatkan tekanan darah,

denyut nadi dan tekanan kontraksi otot jantung. Kopi juga berakibat buruk pada

penderita hipertensi karena kopi mengandung kafein yang meningkatkan debar

jantung dan naiknya tekanan darah. Minum kopi lebih dari empat cangkir kopi

sehari dapat meningkatkan tekanan darah sistolik sekitar 10 mmHg dan tekanan

darah diastolik sekitar 8 mmHg.

4. Konsumsi Alkohol

Alkohol juga sering dihubungkan dengan hipertensi. Orang yang minum alkohol

terlalu sering atau terlalu banyak memiliki tekanan darah yang lebih tinggi

daripada individu yang tidak minum atau minum sedikit. Menurut Hendra

Budiman dari FK-UNIKA Atmajaya, pada penelitian epidemiologi dengan

pendekatan cross sectional rata-rata tekanan darah meningkat bila intake alkohol

diatas tiga gelas per hari. Pada penderita hipertensi yang konsumsi alkoholnya

tinggi, tekanan darah akan menurun dengan menurunnya konsumsi alkohol.


5. Stres

Stres bisa bersifat fisik maupun mental, yang menimbulkan ketegangan dalam

kehidupan sehari –hari dan mengakibatkan jantung berdenyut lebih kuat dan

lebih cepat, kelenjar seperti tiroid dan adrenalin juga akan bereaksi dengan

meningkatkan pengeluaran hormon dan kebutuhan otak terhadap darah akan

meningkat yang pada akhirnya akan mengakibatkan kenaikan tekanan darah.

Hubungan antara stres dan penyakit bukanlah hal baru, selama ber abad-abad

para dokter telah menduga bahwa emosi dapat mempengaruhi kesehatan

seseorang secara berarti. Diawal tahun 1970, ada dugaan bahwa semua penyakit

kesakitan yang terjadi, 60% nya berkaitan dengan stres. Berdasarkan temuan

terbaru tentang interaksi pikiran –tubuh, diperkirakan bahwa sebanyak 80% dari

dari semua masalah yang berkaitan dengan kesehatan disebabkan atau

diperburuk oleh stres.

6. Olahraga

Meskipun tekanan darah meningkat secara tajam, ketika berolah raga secara

teratur anda akan lebih sehat dan memiliki tekanan darah yang lebih rendah

daripada mereka yang tidak melakukan olah raga. Hal ini sebagian disebabkan

karena mereka yang berolah raga makan secara lebih sehat, tidak merokok, dan

tidak minum banyak alkohol, meskipun olah raga juga tampaknya memiliki

pengaruh langsung terhadap menurunnya tekanan darah . Sebaiknya melakukan

olah raga yang teratur dengan jumlah yang sedang daripada melakukan olah raga

berat tetapi hanya sesekali. Dengan melakukan gerakan yang tepat selama 30-45

menit atau lebih dari 3-4 hari perminggu dapat menurunkan tekanan darah

sebanyak 10 mm Hg pada bacaan sistolik maupun diastolik. Selain dapat


menurunkan tekanan darah,olah raga juga dapat menurunkan berat

badan,membakar lebih banyak lemak dalam darah dan memperkuat otot (Kurnia,

2007).

2.2. Stress

2.2.1. Pengertian

Stres adalah suatu tekanan fisik maupun psikis atau kejadian yang tidak

menyenangkan yang terjadi pada diri dan lingkungan di sekitar berlangsung terus

menerus sehingga kita tidak dapat mengatasinya secara efektif. (Marliani, 2007).

Stres adalah apabila seseorang mengalami beban atau tugas yang berat

tetapi orang tersebut tidak dapat mengatasi tugas yang di bebankan itu, maka

tubuh akan berespon dengan tidak mampu terhadap tugas tersebut, sehingga orang

tersebut dapat megalami stres. Stres adalah tanggapan tubuh yang sifatnya non

spesifik terhadap tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu

berlebihan, maka hal ini yang dinamakan distres. Tubuh akan berusaha

menyelaraskan rangsangan atau manusia akan cukup cepat untuk pulih kembali

dari pengaruh-pengaruh pengalaman stres. Manusia mempunyai suplai yang baik

dari energi penyesuaian diri untuk dipakai dan di isi kembali bilamana perlu

(Yosep, 2009 ).

2.2.2. Psikofisilogi Stres

Menurut shelly (2009) stres merupakan tanggapan non spesefik terhadap

setiap tuntutan yang di berikan kepada suatu organisme yang digambarkan

sebagai GAS (General Adaptation Syndrome). Konsep ini menunjukkan reaksi


stres dalam 3 fase, yaitu fase sinyal (alarm), fase perlawanan (resistance), dan

fase keletihan (exhaustion). Ilustrasi dari ketiga fase tersebut dapat dilihat dari

gambar di bawah ini.

Gambar 1. Fase reaksi stres

A B C

Alarm Resistance Exhaustion

Dikutip dari : (Taylor, 1991)

Tahap sinyal adalah mobilisasi awal dimana badan menemui tantangan

yang diberikan oleh penyebab stres. Ketika penyebab stres ditemukan, otak

mengirimkan suatu pesan biokimia kepada semua sistem tubuh. Pernafasan

meningkat, tekanan darah naik, anak mata menjadi membesar, ketegangan otot

naik, dan seterusnya, jika penyebab stres terus aktif, GAS (General Adaptation

Syndrome) beralih ke tahap perlawanan. Tanda-tanda masukya tahap perlawanan

termasuk keletihan, ketakutan, dan ketegangan.

Pribadi yang mengalami tahap tersebut selanjutnya melawan penyebab

stres. Sementara perlawanan terhadap suatu penyebab stres khusus mungkin

tinggi selama tahap ini, perlawanan terhadap stres lainnya mungkin rendah,

seseorang hanya memiliki sumber energi terbatas, konsentrasi dan kemampuan


untuk menahan penyebab-penyebab stres. Induvidu-individu sering lebih mudah

sakit selama priode stres ketimbang pada waktu lainnya.

Tahap terakhir GAS (General Adaptation Syndrome) adalah keletihan.

Perlawanan terhadap penyebab stres yang sama dalam jangka panjang dan terus

menerus mungkin akhirnya menaikkan penggunaan energi penyesuaian yang bisa

dipakai, dan sisitem menyerang penyebab stres menjadi letih.

2.2.3. Penyebab stres dan stresor psikososial

Menurut Yosep (2009), Stresor psikososial adalah setiap keadaan atau

peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang (anak,

remaja, atau dewasa), sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi atau

menaggulangi stresor yang timbul. Namun, tidak semua mampu mengadakan

adaptasi dan mampu menanggulanginya, sehingga timbulah keluhan-keluhan

kejiwaan, antara lain depresi. Pada umumnya jenis stressor psikososial dapat

digolongkan sebagai berikut :

a. Perkawinan

Berbagai permasalahan perkawinan merupakan sumber stres yang di alami

seseorang, misalnya pertengkaran, perpisahan (saparation), perceraian,

kematian salah satu pasangan, ketidaksetiaan, dan lain sebagainya. Stresor

perkawinan ini dapat menyebabkan seseorang jatuh dalam depresi dan

kecemasan.
b. Problem orang tua

Permasalahan yang dihadapi orangtua, misalnya tidak punya anak,

kebanyakan anak, kenakalan anak, anak sakit, hubungan yang tidak baik

dengan mertua, ipar, besan, dan lain sebagainya. Permasalahan tersebut di atas

merupakan sumber stres yang pada gilirannya seseorang dapat jatuh dalam

depresi dan kecemasan.

c. Hubungan interpersonal

Gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat yang

mengalami konflik, konflik dengan kekasih, antara atasan dan bawahan, dan

lain sebagainya. Konflik hubungan interpersonal ini dapat merupakan sumber

stres bagi seseorang, dan yang bersangkutan dapat mengalami depresi dan

kecemasan karenanya.

d. Pekerjaan

Masalah pekerjaan merupakan sumber stres kedua setelah masalah

perkawinan. Banyak orang yang menderita depresi dan kecemasan karena

masalah pekerjaan ini, misalkan pekerjaan telalu banyak, pekerjaan tidak

cocok, mutasi, jabatan, kenaikan pangkat, pensiun, kehilangan, pekerjaan

(PHK), dan lain sebagainya.

e. Lingkungan hidup

Kondisi lingkungan yang buruk besar pengaruhnya bagi kesehatan

seseorang, misalnya soal perumahan, pindah tempat tinggal, penggusuran,

hidup dalam lingkungan yang rawan (kriminalitas) dan lain sebagainya. Rasa
tercekam dan tidak merasa aman ini amat mengganggu ketenangan dan

ketentraman hidup, sehingga tidak jarang orang jatuh ke dalam depresi dan

kecemasan.

f. Keuangan

Masalah keuangan (kondisi sosial ekonomi) yang tidak sehat, misalnya

pendapatan jauh lebih rendah dari pengeluaran, terlibat hutang, kebangkrutan

usaha, soal warisan, dan lain sebagainya. Problem keuangan amat

berpengaruh tehadap kesehatan jiwa seseorang dan seringkali masalah

keuangan ini merupakan faktor yang membuat sesorang jatuh dalam depresi

dan kecemasan.

g. Hukum

Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan sumber

stres pula, misalnya tuntutan hukum, pengadilan, penjara dan lain sebagainya.

Stres dibidang hukum sesorang jatuh dalam depresi dan kecemasan.

h. Perkembangan

Yang di maksud disini adalah masalah perkembangan baik fisik maupun

mental seseorang, misalnya masa remaja, masa dewasa, menopouse, usia

lanjut, dan lain sebagainya. Kondisi setiap perubahan fase-fase tersebut diatas,

untuk sebagian individu dapat menyebabkan depresi atau kecemasan, terutama

pada mereka yang mengalami menopause atau usia lanjut.

i. Penyakit fisik atau cidera


Sumber stres yang dapat menimbulkan kecemasan dan depresi disini

antara lain ; penyakit, kecelakaan, operasi/pembedahan, aborsi, dan lain

sebagainya. Dalam hal ini penyakit yang banyak menimbulkan depresi dan

kecemasan adalah penyakit kronis, jantung, kanker, dan sebagainya.

j. Faktor keluarga

Yang di maksud disini adalah faktor stres yang dialami oleh anak dan

remaja yang di sebabkan karena kondisi keluarga yang tidak baik (yaitu sikap

orang tua), misalnya :

1. Hubungan kedua orang tua yang dingin, atau penuh ketegangan, atau acuh

tak acuh.

2. Kedua orang tua jarang dirumah dan tidak ada waktu untuk bersama

dengan anaknya.

3. Komunikasi antara orang tua dan anaknya tidak baik.

4. Kedua orang tua berpisah atau bercerai.

5. Salah satu orang tua menderita gangguan jiwa/kepribadian.

6. Orangtua dalam pendidikan anak kurang sabar, pemarah, keras, dan

otoriter, dan lain sebagainya.

k. Lain-lain

Stresor kehidupan lainnya juga dapat menimbulkan depresi dan

kecemasan adalah antara lain, bencana alam, kebakaran, pemerkosaan,

kehamilan di luar nikah, dan lain sebagainya.

2.2.4. Tahapan stres


Menurut Yosep (2009), gangguan stres biasanya timbul secara lamban,

tidak jelas kapan timbulnya dan seringkali kita tidak menyadari. Namun meskipun

demikian dari pengalaman praktik psikiatrik, parah ahli mencoba membagi stres

tersebut dalam enam tahapan. Setiap tahapan memperlihatkan sejumlah gejala-

gejala yang di rasakan oleh yang bersangkutan, hal mana berguna bagi seseorang

dalam rangka mengenali gejala stres sebelum memeriksakannya ke dokter.

Petunjuk-petunjuk tahapan stres tersebut sebagai berikut :

1. Stres tingkat 1

Tahapan ini merupakan tingkat stres yang paling ringan dan bisa disertai

dengan perasaan-perasaan sebagai berikut :

a. Semangat besar.

b. Penglihatan tajam tidak sebagai mana biasanya.

c. Energi dan gugup berlebihan, kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih

dari biasanya.

Tahapan ini biasanya menyenangkan dan orang lalu bertambah semangat, tapi

tanpa disadari bahwa sebenarnya cadangan energinya sedang menipis.

2. Stres tingkat II

Dalam tahapan ini dampak stres yang menyenangkan mulai menghilang

dan timbul keluhan-keluhan dikarenakan cadangan energi tidak lagi cukup

sepanjang hari. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan sebagai berikut :

a. Merasa letih sewaktu bangun pagi.

b. Merasa lelah sesudah makan siang.


c. Merasa lelah menjelang sore hari.

d. Terkadang gangguan dalam sistem pencernaan (gangguan usus, perut

kembung), kadang-kadang pula jantung berdebar-debar.

e. Perasaan tegang pada otot-otot punggung dan tengkuk (belakang leher).

f. Perasaan tidak bisa santai.

3. Stres tingkat III

Pada tahap ini keluhan keletihan semakin nampak disertai dengan gejala-

gejala :

a. Gangguan usus lebih terasa (sakit perut, mulas, sering ingin ke belakang)

b. Otot-otot terasa lebih tegang.

c. Perasaan tegang yang semakin meningkat.

d. Gangguan tidur (sukar tidur, sering terbangun di malam hari dan sukar

tidur kembali,, atau bangun terlalu pagi).

e. Badan terasa oyong, rasa-rasa mau pingsan (tidak sampai jatuh pingsan)

Pada tahap ini penderita sudah harus berkonsultasi pada dokter, kecuali

kalau beban stres atau tuntutan-tuntutan harus di kurangi, dan tubuh dapat

kesempatan untuk beristirahat atau relaksasi, guna memulihkan suplai energi.

4. Stress tingkat IV

Tahapan ini sudah menunjukan keadaan yang lebih buruk yang ditandai

dengan ciri-ciri sebagai berikut :

a. untuk bisa bertahan sepanjang hari terasa sangat sulit.

b. Kegiatan-kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit.


c. Kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi, pergaulan sosial, dan

kegiatan-kegiatan rutin lainnya terasa berat.

d. Tidur semakin sukar, mimpi-mimpi menegangkan, dan seringkali

terbangun dini hari.

e. Perasaan negativistik.

f. Kemampuan berkonsentrasi menurun tajam.

g. Perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan, tidak mengetahui mengapa.

5. Stress tingkat V

Tahapan ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dari tahapan IV di atas,

yaitu :

a. Keletihan yang mendalam (physical and psychological exhaition )

b. Untuk pekerjaan-pekerjaan yang sederhana saja terasa kurang mampu.

c. Gangguan sistem pencernaan (sakit maag dan usus) lebih sering, sukar

buang air besar atau sebaliknya feses cair dan sering ke belakang.

d. Perasaan takut yang semakin menjadi, mirip panik.

6. Stress tingkat VI

Tahapan ini merupakan tahapan puncak yang merupakan keadaan gawat

darurat. Tidak jarang penderita dalam tahapan ini dibawa ke ICCU. Gejala-

gejala pada tahapan ini cukup mengerikan :

a. Debar jantung terasa amat keras,hal ini disebabkan zat adrenalin yang

dikeluarkan, karena stress tersebut sangat tinggi dalam peredaran darah.

b. Nafas sesak, megap-megap.

c. Badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran.


d. Tenaga untuk hal-hal yang ringan sekalipun tidak kuasa lagi, pingsan, atau

collaps

2.2.5. Reaksi tubuh terhadap stres

Stres yang di alami seseorang dapat menimbulkan reaksi yang ada pada

tubuh baik fisiologis maupun psikologi. Di antara reaksi tubuh tersebut seperti

terjadi perubahan warna rambut yang semula hitam lambat laun dapat mengalami

perubahan warna menjadi kecoklatan dan kusam, perubahan ketajaman mata

seringkali menurun karena kekenduran pada otot-otot mata sehungga

mempengaruhi fokus lensa mata, pada telinga terjadi gangguan seperti adanya

suara berdenging, pada daya pikir sering kali adanya penurunan konsentrasi dan

keluhan sering sakit kepala dan pusing, ekspresi wajah tampak tegang, mulut dan

bibir terasa kering, reaksi kulit yang dapat di temui sering berkeringan dan

kadang-kadang panas, dingin dan juga akan dapat menjadi kering atau gejala

lainnya seperti urtikaria, pada sistem pernafasan, sedangkan pada sistem

kardiovaskuler terjadi gangguan seperti berdebar-debar, pembuluh darah melebar

atau menyempit kadang-kadang terjadi kepucatan atau kemerahan pada muka dan

terasa kedinginan dan kesemutan pada daerah pembuluh darah perifer seperti pada

jari tangan atau kaki, sistem pencernaan juga mengalami gangguan seperti

lambung terasa kembung, mual, pedih, karena peningkatn asam lambung, pada

sistem perkemihan terjadi gangguan seperti adanya frekuensi buang air kecil yang

sering, pada otot dan tulang terjadi ketegangan dan terasa di tusuk-tusuk,

khusunya pada persendian dan terasa kaku. Pada sistem endokrin atau hormonal
seringkali di jumpai adanya peningkatan kadar gula dan terjadi penurunan libido

dan penurunan kegairahan pada seksual. (Sriati. A, 2007).

2.2.6. Cara mengukur tingkat stres

Tingkatan stres ini di ukur dengan menggunakan Depression Anxiety

Stress Scale 42 (DASS 42) oleh Livibond dan Lovobond (1995). Psychometric

Properties of The Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS) yang terdiri dari 42

item. DASS adalah seperangkat skala subyektif yang dibentuk untuk mengukur

status emosional negatif dari depresi, kecemasan dan stres. DASS 42 dibentuk

tidak hanya untuk mengukur secara konvensional mengenai status emosional,

tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan

pengukuran yang berlaku di manapun dari status emosional, secara signifikan

biasanya di gambarkan sebagai stres. DASS dapat di gunakan baik itu oleh

kelompok atau individu untuk tujuan penelitian.

Tingkatan stres pada instrumen ini berupa normal, ringan, sedang, berat,

sangat berat. Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stress Scale 42

(DASS) terdiri dari 42 item. Jumlah skor dari pernyataan item tersebut memiliki

makna 0-29 (normal), 30-59 (ringan), 60-89 (berat), >120 (sangat berat). (Sriati A.

2008)

2.2.7. Dampak stres

Orang yang mengalami stres dapat mengalami hanya untuk sementara waktu saja

atau dapat untuk waktu lama. Pada tahap yang terakhir stres psikologik akan

menampakkan diri dalam bentuk fisik dan sakit psikis. Kesehatan jiwa
terrganggu. Orang dapat menjadi agresif, dapat menjadi depresi, dapat menderita

neurosis cemas, dapat menderita gangguan psikosomatik, dapat tidak sehat badan,

yaitu menderita penyakit fisik :

1) Rambut

Warna rambut yang semula hitam pekat, lambat laun mengalami perubahan

warna menjadi kecoklat-coklatan serta kusam. Ubanan (rambut memutih)

terjadi sebelum waktunya, demikian pula dengan kerontokan rambut.

2) Mata

Ketajaman mata seringkali terganggu misalnya kalau membaca tidak jelas

karena kabur. Hal ini disebabkan karena otot-otot bola mata mengalami

kekenduran atau sebaliknya sehingga mempengaruhi fokus lensa mata.

3) Telinga

Pendengaran seringkali terganggu dengan suara berdenging (tinitus).

4) Daya pikir

Kemampuan bepikir dan mengingat serta konsentrasi menurun. Orang menjadi

pelupa dan seringkali mengeluh sakit kepala pusing.

5) Ekspresi wajah

Wajah seseorang yang stres nampak tegang, dahi berkerut, mimic nampak

serius, tidak santai, bicara berat, sukar untuk senyum/tertawa dan kulit muka

kedutan (tic facialis).

6) Mulut
Mulut dan bibir terasa kering sehingga seseorang sering minum. Selain

daripada itu pada tenggorokan seolah-olah ada ganjalan sehingga ia sukar

menelan, hal ini disebabkan karena otot-otot lingkar di tenggorokan mengalami

spasme (muscle cramps) sehingga serasa “tercekik”.

7) Kulit

Pada orang yang mengalami stres reaksi kulit bermacam-macam; pada kulit

dari sebahagian tubuh terasa panas atau dingin atau keringat berlebihan. Reaksi

lain kelembaban kulit yang berubah, kulit menjadi lebih kering. Selain daripada

itu perubahan kulit lainnya adalah merupakan penyakit kulit, seperti

munculnya eksim, urtikaria (biduran), gatal-gatal dan pada kulit muka

seringkali timbul jerawat (acne) berlebihan; juga sering dijumpai kedua belah

tapak tangan dan kaki berkeringat (basah).

8) Sistem Pernafasan

Pernafasan seseorang yang sedang mengalami stres dapat terganggu misalnya

nafas terasa berat dan sesak disebabkan terjadi penyempitan pada saluran

pernafasan mulai dari hidung, tenggorokan dan otot-otot rongga dada. Nafas

terasa sesak dan berat dikarenakan otot-otot rongga dada (otototot antar tulang

iga) mengalami spasme dan tidak atau kurang elastic sebagaimana biasanya.

Sehingga ia harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menarik nafas. Stres juga

dapat memicu timbulnya penyakit asma (asthma bronchiale) disebabkan

karena otot-otot pada saluran nafas paruparu juga mengalami spasme.

9) Sistem Kardiovaskuler

Sistem jantung dan pembuluh darah atau kardiovaskuler dapat terganggu

faalnya karena stres. Misalnya, jantung berdebar-debar, pembuluh darah


melebar (dilatation) atau menyempit (constriction) sehingga yang

bersangkutan nampak mukanya merah atau pucat. Pembuluh darah tepi

(perifer) terutama di bagian ujung jari-jari tangan atau kaki juga menyempit

sehingga terasa dingin dan kesemutan. Selain daripada itu sebahagian atau

seluruh tubuh terasa “panas” (subfebril) atau sebaliknya terasa “dingin”.

10) Sistem Pencernaan

Orang yang mengalami stres seringkali mengalami gangguan pada sistem

pencernaannya. Misalnya, pada lambung terasa kembung, mual dan pedih; hal

ini disebabkan karena asam lambung yang berlebihan (hiperacidity). Dalam

istilah kedokteran disebut gastritis atau dalam istilah awam dikenal dengan

sebutan penyakit maag. Selain gangguan pada lambung tadi, gangguan juga

dapat terjadi pada usus, sehingga yang bersangkutan merasakan perutnya

mulas, sukar buang air besar atau sebaliknya sering diare.

11) Sistem Perkemihan.

Orang yang sedang menderita stres faal perkemihan (air seni) dapat juga

terganggu. Yang sering dikeluhkan orang adalah frekuensi untuk buang air

kecil lebih sering dari biasanya, meskipun ia bukan penderita kencing manis

(diabetes mellitus).

12) Sistem Otot dan tulang

Stres dapat pula menjelma dalam bentuk keluhan-keluhan pada otot dan tulang

(musculoskeletal). Yang bersangkutan sering mengeluh otot terasa sakit (keju)

seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang. Selain daripada itu keluhan-keluhan

pada tulang persendian sering pula dialami, misalnya rasa ngilu atau rasa kaku
bila menggerakan anggota tubuhnya. Masyarakat awam sering mengenal gejala

ini sebagai keluhan ”pegal-linu”.

13) Sistem Endokrin

Gangguan pada sistem endokrin (hormonal) pada mereka yang mengalami

stres adalah kadar gula yang meninggi, dan bila hal ini berkepanjangan bisa

mengakibatkan yang bersangkutan menderita penyakit kencing manis (diabetes

mellitus); gangguan hormonal lain misalnya pada wanita adalah gangguan

menstruasi yang tidak teratur dan rasa sakit (dysmenorrhoe).

( Sriati . A, 2008).

2.2.8. Hubungan stres dengan kejadian tingkat hipertensi

Stres merupakan aktivitas saraf simpatis, peningkatan ini mempengaruhi

meningkatnya tekanan darah secara bertahap. Apabila stres menjadi

berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Penyakit

hipertensi timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor. Faktor utama yang

lebih berperan terhadap timbulnya hipertensi tidak di ketahui dengan pasti.

Pencegahan penyakit hipertensi yang efektif antara lain dapat dilakukan dengan

menjalankan gaya hidup sehat. Stres adalah rasa takut dan cemas dari perasaaan

dan tubuh kita terhadap perubahan di lingkungan. Secara fisiologis, bila ada

sesuatu yang mengancam, kelenjar pituitary otak mengirimkan ”alarm” dan

hormon kekelenjar endokrin, yang kemudian mengalirkan hormon adrenalin dan

hidrokortison kedalam darah. Hasilnya, tubuh menjadi siap untuk menyesuaikan

diri terhadap perubahan yang muncul. Secara alamiah yang kita rasakan adalah
degup jantung yang berpacu lebih cepat, dan keringat dingin yang biasanya

mengalir di tengkuk (Braverman E. R, 2008).

Memang dalam kondisi stres tubuh langsung menyesuaikan diri terhadap

tekanan yang datang. Inilah sebabnya banyak dikatakan bahwa stres yang

melebihi daya tahan atau kemampuan tubuh biasanya. Akan tetapi, penyesuaian

tubuh ini dapat menyebabkan gangguan baik fisik maupun psikis. Adanya hormon

adrenalin dan hidrokortison yang di hasilkan sebagai reaksi tubuh terhadap stres

bila berlebihan dan berlangsung dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan

rangkaian reaksi dari organ tubuh yang lain. Peneliatian di AS menemukan, enam

penyabab utama kematian yang erat hubungannya denggan stres adalah penyakit

jantung koroner, kanker, paru-paru, kecelakaan, pengerasan hati dan bunuh diri.

(Hariwijaya, 2007).

Perubahan fungsional tekanan darah pada beberapa tempat dapat

disebabkan oleh stres akut, bila berulang secara intermiten beberapa kali, dapat

menyebabkan suatu adaptasi struktural hipertropi kardiovaskuler. Bila stress

berkepanjangan akan mempengaruhi tekanan darah pada penderita hipertensi.

Stress akan mempengaruhi peningkatan tekanan darah, jika penderita hipertensi

mengalami stress, cenderung akan tetap tekanan darahnya bahkan bisa bertambah

tinggi atau menjadi berat tingkat hipertensinya. Bila ini terjadi pada tingkat

vaskuler akan ada peningkatan tahanan (resistensi), yang disebabkan peningkatan

rasio dinding pembuluh dengan lumennya. Hal ini kemudian mempertinggi

pengaruh homodinamik tekanan. Kemungkinan besar bahwa faktor–factor tropik

neurohormonal adalah penting dalam perkembangan hipertensi jangka panjang


yang mengikuti perpanjangan stres penginduksi hipertensi. Misalnya, suatu

penelitian yang baru-baru ini menunjukkan bahwa angiotensin II, suatu hormon

yang sering meningkat dalam situasi-situasi yang penuh stres, menyebabkan

peningkatan sintesis protein dalam sedian sel otot polos vaskuler (pembuluh

darah). Efek ini dapat menyebabkan hipertropi endothelial dan agaknya

menurunkan ukuran lumen, sehingga menyebabkan peningkata tekanan.

Disamping itu peningkatan atheroslerosis sering kali tampak pada orang setelah

stres kronik penginduksi hipertensi, yang juga mengurangi lumen dan dapat

menyebabkan peningkatan tekanan darah yang irreversibel. Dengan munculnya

teknik-teknik baru dalam bidang biologi seluler dan molekuler, mungkin akan

ditemukan beberapa faktor-faktor penginduksi tekanan darah yang merangsang

hipertropi dinding pembuluh darah.

2.3. Kerangka Konsep

Pada penelitian ini terdapat beberapa variabel yang akan diteliti yang didasarkan

atas opini peneliti dan kemungkinan dapat dilaksanakannya penelitian, maka dapat

disusun kerangka konsep sebagai berikut :

Bagan 2.1. Kerangka Konsep

Variable independent Variable dependent

Kejadian tingkat
Stress hipertensi
 Hipertensi Berat
 Hipertensi Sedang
 Hipertensi Ringan
2.4. Hipotesis

Ha : Ada hubungan stress dengan kejadian tingkat hipertensi di puskesmas Nusa

Indah Bengkulu.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian secara

survey analitik dengan menggunakan desain cross-sectional yang merupakan

rencana penelitian dengan menggunakan pengukuran atau pengamatan pada saat

bersamaan (sekali waktu) antara variable bebas dengan variable tergantung,

(Hidayat, 2002).

Bagan 3.1. Desain Penelitian

Hipertensi
ringan

Stres Hipertensi
sedang
Hipertensi
Pasien berat
Hipertensi
Hipertensi
ringan

Normal Hipertensi
sedang

Hipertensi
berat
3.2. Definisi operasional
Tabel 3.1. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat Cara Ukur Hasil Ukur Skala
operasional Ukur Ukur
1 Independen
Stres Pasien yang Kuisioner Wawancara Stress = > 30 Ordinal
mengalami stress Normal = 0-29
dimana kondisi
pasien mengalami
beban yang
sangat berat tetapi
pasein tidak dapat
mengatasi hal
tersebut yang
terukur dengan
DAAS 42.
2 Dependen Pasien Yang telah Medical Study 0 = Hipertensi Ordinal
Tingkat di diagnosa record dokumentasi ringan
Hipertensi dokter dengan 1 = hipertensi
hipertensi dan sedang
tercatat di register 2 = hipertensi
Puskesmas Nusa berat
Indah Bengkulu
dengan kategori
hipertensi berat,
sedang dan
ringan.

3.3. Populasi dan Sampel

1. populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan di teliti

(Notoatmojo, 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita

Hipertensi yang berkunjung di Puskesmas Nusa Indah kota Bengkulu dari bulan

Januari sampai Desember 2011, yang berjumlah 1102 orang.


2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang akan di teliti dan dianggap

mewakili seluruh populasi (Notoatmojo, 2002). Pada penelitian ini sampel

diambil secara accidental sampling, Pengambilan sampel ini dilakukan dengan

mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia selama

penelitian.

Di hitung menggunakan rumus :

= 1102
1 + 1102 (0,1) ²

= 1102
1 + 11,02

= 1102
12,02

= 91
Ket :
N = Jumlah Populasi
n = jumlah Sampel
(d²)= Derajat Kepercayaan (0,1)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

1. Cara Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data primer yang

diperoleh dengan cara menyebarkan kuisoner pada pasien yang melakukan


pengobatan di puskesmas Nusa Indah kota Bengkulu. Untuk memperoleh data

hipertensi penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari register

Puskesmas Nusa Indah Bengkulu. Untuk memperoleh data tentang hubungan

stress terhadap hipertensi dengan menggunakan Depression Anxiety Stress Scale

42 (DASS 42) oleh Lovibond & Lovibond (1995)..

2. Instrument Penelitian

Dalam penelitian ini instrument yang di gunakan yaitu lembar kuisoner

yang di gunakan untuk memperolah data. Untuk mengukur tingkat stress

menggunakan Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42).

3.5. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu

Penelitian ini di lakukan lebih kurang selama 1 bulan, sedangkan

pengumpulan data di lakukan pada bulan Maret sampai April 2012.

2. Tempat

Tempat penelitian ini di lakukan di Puskesmas Nusa Indah kota Bengkulu.

3.6. Etika Penelitian

Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting

dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan

manusia, maka segi etika penelitian harus di perhatikan. Masalah etika yang harus

diperhatikan antara lain adalah :

1. informed concent
Informed concent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan

responden dengan memberikan lembar persetujuan. Informed concent tersebut

di berikan sebelum penelitian di lakukan dengan memberikan lembar

persetujuan untuk menjadi responden.

2. Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan

dalam menggunakan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menulis

kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan di

sajikan.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya.

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaanya oleh peneliti

hanya kelompok data tertentu yang di laporkan pada hasil riset.

Etika penelitian bertujuan untuk melindungi hak-hak, ,menjamin

kerahasiaan identitas responden dan mencegah kemungkinan terjadinya

ancaman terhadap responden sebelum pelaksanaan penelitian. Responden

akan mendapat penjelasan tentang tujuan penelitian, selanjutnya responden di

minta untuk menjadi partisipan setelah membaca dan memahami isi surat

persetujuan. Apabila bersedia, respon diminta menandatangani surat

persetujuan (informed concent). penandatanganan informed concent di

lakukan saat responden dalam keadaan tenang, tidak sedang menderita sakit
ingatan dan telah memahami surat persetujuan serta telah mempunyai waktu

yang cukup untuk memutuskan menjadi partisipan.

3.7. Teknik Pengolahan dan analisis Data

1. Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan selanjutnya diolah dengan bantuan komputerisasi yang

meliputi beberapa tahap sebagai berikut :

a. Pengeditan Data (editing)

Langkah ini di lakukan peneliti untuk memeriksa kembali kelengkapan

data yang di perlukan untuk mencapai tujuan penelitian dilakukan

pengelompokkan dan penyusunan data.

b. Pengkodean Data (Coding)

Coding adalah pengalokasian jawaban-jawaban yang ada menurut

macamnya kebentuk kode-kode agar lebih mudah dan sederhana.

c. Entry Data

Setelah di lakukan koding data, maka dilakukan entry data.

d. Memproses Data (Processing)

Setelah data di kumpulkan kemudian diproses dengan computer dengan

menggunakan program SPSS untuk di analisis.

e. Cleaning Data

Bila di temukan adanya jawaban yang tidak konsisten dengan pertanyaan

sebelumnya maka di lakukan perbaikan sebelumnya.


2. Analisis Data

Dalam penelitian ini di gunakan analisa data univarat dan analisa bivarat.

a. Analisis Univarat

Analisa univarat adalah seluruh variabel yang akan di gunakan dalam

analisa di tampilkan dalam distribusi frekuensi, Analisa univarat untuk

melihat distribusi frekuensi dari masing-masing variable dependen dan

independen dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan : P : Jumlah persentase yang di cari

F : Jumlah frekuensi untuk setiap katagori

N : Jumlah Populasi

Dari rumus di atas, proporsi yang di harapkan dalam bentuk persentase

dapat di interpretasikan dengan menggunakan skala :

0% : Tidak satupun responden

1% - 25% : Sebagian kecil responden

26% - 45% : Hampir sebagian responden

46% - 55% : Sebagian responden

56% - 66% : Lebih dari sebagian responden

67% - 90% : Hampir seluruh responden

100% : Seluruh responden (Arikunto, 2006)


b. Analisis Bivarat

Analisa bivarat adalah analisa yang di gunakan untuk melihat hubungan

antara variabel dependen dengan variable independen secara bersamaan

dengan menggunakan analisa statistic Chi-Square (X²) dan apabila ada cell

yang kurang dari 5 menggunakan Fisher’s Exact Test, dengan derajat

kemaknaan (α), dan tingkat signifikan 95%.

Data diolah dengan menggunakan sistem komputerisasi. Dengan criteria

hasil :

Ha : Di terima apabila p ≤ 0,05, berarti ada hubungan yang signifikan antara

stress terhadap kejadian tingkat hipertensi di Puskesmas Nusa Indah

Bengkulu

Ha : Di tolak apabila p > 0,05, berarti tidak ada hubungan yang signifikan

antara stres terhadap kejadian tingkat hipertensi di Puskesmas Nusa

Indah Bengkulu
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

1.4.1. Jalan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu

mulai dari bulan Maret – April 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Hubungan Stress Dengan Kejadian Tingkat Hipertensi di Wilayah Kerja

Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu Tahun 2012. Jenis penelitian ini adalah

survey analitik dengan menggunakan desain cross-sectional. Dengan jumlah

sampel yang diambil sebanyak 91 orang dengan tehnik pengambilan sampel

menggunakan accidental sampling yaitu teknik penentuan sampel secara

kebetulan bertemu dengan peneliti yang berobat di puskesmas Nusa Indah

Bengkulu. Pengumpulan data ini dengan menggunakan data primer, yaitu data

yang di peroleh langsung dari responden dengan cara menyebarkan kuisioner

pada semua pasien yang berobat di puskesmas Nusa Indah Bengkulu untuk

memperoleh data tentang Hubungan Stress Dengan Kejadian Tingkat Hipertensi

di Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu Tahun 2012. Data yang di peroleh di

olah dan di analisis.

1.4.2. Hasil penelitian

a. Analisis Univariat pada penelitian ini untuk melihat distribusi masing-masing

variable penelitian yaitu stress sebagai variabel independen dan kejadian

tingkat hipertensi sebagai variabel dependen dapat di lihat pada table berikut.
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi berdasarkan stress pasien yang berobat di
puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu Tahun 2012

No Stress Frekuensi Persentase


(f) (%)
1. Stress 70 76,9
2. Normal 21 23,1
Jumlah 91 100

Dari tabel 4.1 Menunjukan bahwa hampir seluruh pasien (76,9 %)

mengalami stres.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi berdasarkan tingkat hipertensi pasien yang


berobat di puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu Tahun 2012

No Tingkat Hipertensi Frekuensi Persentase


(f) (%)
1. Hipertensi Berat 49 53,8
2. Hipertensi Sedang 28 30,8
3. Hipertensi Ringan 14 15,4
Jumlah 91 100

Dari tabel 4.1 Menunjukkan bahwa sebagian responden (53,8 %)

mengalami hipertensi berat.

b. Analisa Bivariat

Analisis ini di gunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen yaitu Hubungan Stress dengan

kejadian tingkat hipertensi di Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu Tahun

2012.
Tabel 4.3 Hubungan Stress dengan kejadian tingkat hipertensi di Puskesmas
Nusa Indah Kota Bengkulu Tahun 2012.

Stress Tingkat Hipertensi


Hipertensi Hipertensi Hipertensi Total X² P
Berat Sedang Ringan Value
F % F % F % f %
Stress 43 61,4 18 25,7 9 12,9 70 100 7,017 0,03
Normal 6 28,6 10 47,6 5 23,8 21 100
Jumlah 49 28 14 91 100

Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa dari 70 orang yang mengalami

stress ada 43 (61,4%) responden mengalami hipertensi berat, dari 21

responden yang tidak mengalami stress terdapat 10 (47,6%) responden

mengalami hipertensi sedang.

Dari Hasil uji statistik di dapatkan nilai p = 0,03 < α = 0,05, sehingga

secara statistik Ha di terima berarti ada hubungan yang signifikan antara

stress dengan kejadian tingkat hipertensi di Puskesmas Nusa Indah Bengkulu.

4.2. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 70 orang yang mengalami stress ada

43 (61,4%) responden mengalami hipertensi berat, dari 21 responden yang tidak

mengalami stress terdapat 10 (47,6%) responden mengalami hipertensi sedang. Dari

Hasil uji statistik menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara stress

dengan kejadian tingkat hipertensi di Puskesmas Nusa Indah Bengkulu tahun 2012 (P

= 0,03).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sugiharto (2007) terdapat

hubungan antara stress dengan kejadian hipertensi yaitu orang yang stress kejiwaan
mengalami hipertensi. Stress meningkatkan aktivitas saraf simpatis, yang dapat

meningkatkan tekanan darah secara bertahap yang berarti semakin stress seseorang

akan semakin tinggi tekanan darahnya. Permasalahan lain adalah pada beberapa

keadaan seringkali emosi negatif seperti cemas dan depresi timbul secara perlahan

tanpa disadari dan individu tersebut baru menyadari saat setelah timbul gejala fisik,

seperti misalnya hipertensi.

Stres merupakan aktivitas saraf simpatis, peningkatan ini mempengaruhi

meningkatnya tekanan darah secara bertahap. Apabila stres menjadi berkepanjangan

dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap atau semakin tinggi. Penyakit hipertensi

timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor. Faktor utama yang lebih berperan

terhadap timbulnya hipertensi tidak di ketahui dengan pasti. Pencegahan penyakit

hipertensi yang efektif antara lain dapat dilakukan dengan menjalankan gaya hidup

sehat. Stres adalah rasa takut dan cemas dari perasaaan dan tubuh kita terhadap

perubahan di lingkungan. Secara fisiologis, bila ada sesuau yang mengancam,

kelenjar pituitary otak mengirimkan ”alarm” dan hormon kekelenjar endokrin, yang

kemudian mengalirkan hormon adrenalin dan hidrokortison kedalam darah.

Hasilnya, tubuh menjadi siap untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan yang

muncul. Secara alamiah yang kita rasakan adalah degup jantung yang berpacu lebih

cepat, dan keringat dingin yang biasanya mengalir di tengkuk.

Kondisi psikis seseorang dapat mempengaruhi tekanan darah, misalnya kondisi

psikis seseorang yang mengalami stres atau tekanan. Respon tubuh terhadap stres

disebut alarm yaitu reaksi pertahanan atau respon perlawanan. Kondisi ini ditandai

dengan peningkatan tekanan darah, denyut jantung, laju pernapasan, dan ketegangan
otot. Selain itu stres juga mengakibatkan terjadinya peningkatan aliran darah ke otot-

otot rangka dan penurunan aliran darah ke ginjal, kulit, dan saluran pencernaan. Stres

akan membuat tubuh lebih banyak menghasilkan adrenalin, hal ini membuat jantung

bekerja lebih kuat dan cepat (Lawson.R, 2007).

Memang dalam kondisi stres tubuh langsung menyesuaikan diri terhadap

tekanan yang datang. Inilah sebabnya banyak dikatakan bahwa stres yang melebihi

daya tahan atau kemampuan tubuh biasanya. Akan tetapi, penyesuaian tubuh ini

dapat menyebabkan gangguan baik fisik maupun psikis. Adanya hormon adrenalin

dan hidrokortison yang di hasilkan sebagai reaksi tubuh terhadap stres bila

berlebihan dan berlangsung dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan rangkaian

reaksi dari organ tubuh yang lain.

Perubahan fungsional tekanan darah pada beberapa tempat dapat disebabkan

oleh stres akut, bila berulang secara intermiten beberapa kali, dapat menyebabkan

suatu adaptasi struktural hipertropi kardiovaskuler. Stres merupakan aktivitas saraf

simpatis, peningkatan ini mempengaruhi meningkatnya tekanan darah secara

bertahap. Apabila stres menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah

menjadi tetap atau semakin tinggi. Begitupula stres yang di alami penderita

hipertensi akan mempengaruhi peningkatan tekanan darahnya yang cenderung akan

tetap tekanan darahnya bahkan bisa bertambah tinggi atau menjadi berat tingkat

hipertensinya. Bila ini terjadi pada tingkat vaskuler akan ada peningkatan tahanan

(resistensi), yang disebabkan peningkatan rasio dinding pembuluh dengan lumennya.

Hal ini kemudian mempertinggi pengaruh homodinamik tekanan. Kemungkinan

besar bahwa faktor–factor tropik neurohormonal adalah penting dalam

perkembangan hipertensi jangka panjang yang mengikuti perpanjangan stres


penginduksi hipertensi. Misalnya, suatu penelitian yang baru-baru ini menunjukkan

bahwa angiotensin II, suatu hormon yang sering meningkat dalam situasi-situasi

yang penuh stres, menyebabkan peningkatan sintesis protein dalam sedian sel otot

polos vaskuler (pembuluh darah). Efek ini dapat menyebabkan hipertropi endothelial

dan agaknya menurunkan ukuran lumen, sehingga menyebabkan peningkata tekanan.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian tentang hubungan stress dengan kejadian tingkat hipertensi

di Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu Tahun 2012. dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut :

5.1.1. Hampir seluruh pasien hipertensi yang berobat (76,9 %) di Puskesmas Nusa

Indah Kota Bengkulu Tahun 2012 mengalami stres.

5.1.2. Sebagian responden pasien hipertensi yang berobat (53,8 %) di Puskesmas

Nusa Indah Kota Bengkulu Tahun 2012 mengalami hipertensi berat.

5.1.3. Ada hubungan yang signifikan antara stress dengan kejadian tingkat

hipertensi di Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu Tahun 2012, (p = 0,03).

5.2. Saran

1.4.4. Bagi puskesmas Nusa Indah Bengkulu

Kepada pihak puskesmas di harapkan dapat mengembangkan organisasi

lebih lanjut dan dapat meningkatkan pelayanan terutama dalam bidang promosi

kesehatan, agar dapat menambah pengetahuan tentang penyakit hipertensi. Dan

membuat poster-poster tentang hipertensi.


1.4.5. Bagi Akademik

Kepada pihak akademik di harapkan dapat meningkatkan keterampilan

mahasiswa dalam penerapan penyuluhan kesehatan terutama pada pasien

hipertensi, sehingga dalam praktik di lapangan mahasiswa dapat memberikan

penyuluhan yang baik untuk menambah pengetahuan tentang pentingnya

mengontrol keadaan stress emosional.

1.4.6. Bagi peneliti selanjutnya

Kepada peneliti lain di harapkan dapat menentukan variable penelitian lain

yang berhubungan dengan hipertensi dan dapat menambah jumlah sampel yang

lebih luas agar dapat hasil yang lebih akurat.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.Rineka


Cipta.
Bustan. (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta.

Bethesda stroke. (2007). Data hipertensi. Diakses dari http:/www. Dethesdastoke. Pada
tanggal 12 Desember 2011

Braverman, E. R. (2008). Penyakit jantung dan penyembuhannya secara alami.


Gramedia : Jakarta.

Batubara, P. L. (2008). Farmakologi dasar untuk mahasiswa farmasi dan keperawatan.


Leskonfi : Jabar

Bruner and sudarth. (2002). Keperawatan medical bedah. Edisi ke VIII. EGC : Jakarta

Corwin, Elizabeth. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Depkes, RI. (2003). Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan
Penyakit Tidak Menular. Jakarta.

Dinkes Kota Bengkulu. (2010). Laporan tahunan Dinas Kesehatan Kota Bengkulu Tahun
2010. Bengkulu.

Gunawan. (2001). Hipertensi, Jakarta: PT Gramedia.

Hariwijaya, M. (2007). Pencegahan dan pengobatan penyakit kronis. Edsa Mahkota :


Jakarta

Hidayat, A, A. (2009). Pengantar konsep dasar keperawatan. Salemba medika : Jakarta


Kurnia, R. (2007). Karakteristik Penderita Hipertensi yang di Rawat Inap d Bagian
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Kota Padang Panjang Sumatra Barat
Tahum 2002-2006. Diakses dari http//Prepository.usu.ac.id. Pada Tgl 22 Januari
2012.

Lovibon,S.H & Lovibon, P.F. (1995). Manual for the Depression Anxiety & Stress Scales
(Second edition). Psychology Foundation. Diakses dari www. Serene. Me. Uk.
Pada tanggal 12 Desember 2011

Marliani, L. (2007). 100 Question & Answers Hipertensi. Jakarta : Elek Media
Komputindo.

Nuracmach, E. (2009). Asuhan keperawatan system kardiovaskuler. Medika salemba :


Jakarta

Notoatmodjo, S . (2002) . Metodologi penelitian kesehatan Rineka cipta : Jakarta

Sugiharto, Aris. (2007). Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Gtade II Pada Masyarakat di


Kabupaten Karanganyar. Diakses dari http//Prepository.ac.id. Pada Tgl 22
Januari 2012.

Seriati . A. (2008). Tinjauan tentang stres.Universitas padjajaran : Jatinagor.

STIKES Dehasen Bengkulu (2012). Buku Pedoman Karya Tulis Ilmiah. Bengkulu

Shelly, Tailor, et. Al. (2009). Psikologi Sosial Edisi keduabelas. Jakarta : Media Group.

Utaminingsi, W. R. Mengenal dan mencegah penyakit diabetes, hipertensi, Jantungdan


hipertensi untuk hidup lebih berkualitas. Media ilmu :Yokyakarta.

Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Rapika Aditama.

WHO and JNC 7. Klasifikasi Hipertensi. Diakses dari www. Serene. Me. Uk. Pada
tanggal 12 Desember 2011
KUISIONER

Nama Inisial :
Umur :
Jenis kelamin :
Diagnosa Medis :
Petunjuk pengisian : Kuisioner ini terdiri dari berbagai pernyataan yang mungkin sesuai
dengan pengalaman saudara/I dalam menghadapi situasi hidup
sehari-hari, terdapat empat pilihan jawaban yang di sediakan untuk
setiap pertanyaan yaitu :
0 : Tidak sesuai dengan saya sama sekali, atau tidak pernah
1 : Sesuai dengan saya dengan tingkatan tertentu, atau kadang-kadang
2 : Sesuai dengan saya sampai batas yang dapat dipertimbangkan, atau lumayan sering
3 : Sangat sesuai dengan saya, atau sering sekali.
Selanjutnya saudara/i di minta untuk menjawab dengan cara member tanda silang
X pada salah satu kolom yang paling sesuai dengan pengalaman bapak/ibu selama satu
minggu belakangan ini. Tidak ada jawaban yang benar ataupun salah, karena itulah isilah
sesuai keadaan diri saudara/I yang sesungguuhnya yaitu berdasarkan jawaban pertama
yang terlintas dalam pikiran saudara/i.

No Pertanyaan 0 1 2 3

1 Saya merasa bahwa diri saya menjadi marah karena


hal-hal sepele
2 Saya merasa bibir saya sering kering
3 Saya sama sekali tidak dapat merasakan perasaan
positif
4 Saya mengalami kesulitan bernafas (misalnya :
seringkali terengah-engah atau tidak dapat bernafas
padahal tidak melakukan aktivitas fisik sebelumnya)
5 Saya sepertinya tidak kuat lagi untuk melakukan
suatu kegiatan
6 Saya cenderung bereaksi berlebihan terhadap suatu
situasi
7 Saya merasa goyah ( misalnya kaki terasa mau copot)
8 Saya merasa sulit untuk bernafas
9 Saya menemukan diri saya berada berada dalam
situasi yang membuat saya merasa sangat cemas dan
saya akan merasa sangat lega jika semua ini berakhir
10 Saya merasa tidak ada hal yang bisa saya harapkan di
masa depan
11 Saya menemukan diri saya mudah merasa menyesal
12 Saya merasa tidak menghabiskan banyak energy
untuk merasa cemas
13 Saya merasa sedih dan tertekan
14 Saya menemukan diri saya menjadi tidak sabar ketika
mengalami penundaan (misalny : kemacetan lalu
lintas menunggu sesuatu)
15 Saya merasa lemas seperti mau pingsan
16 Saya merasa kehilangan minat akan segala hal
17 Saya merasa bahwa saya tidak berharga sebagai
seorang manusia
18 Saya merasa bahwa saya mudah tersinggung
19 Saya berkeringat secara berlebihan (misalnya : tangan
berkeringat) padahal temperature tidak panas atau
tidak melakukan aktivitas fisik sebelumnya
20 Saya merasa takut tanpa alasan yang jelas
21 Saya merasa bahwa hidup tidak bermanfaat
22 Saya merasa sulit uuntuk beristirahat
23 Saya mengalami kesulitan dalam menelan
24 Saya tidak dapat merasakan kenikmatan dari berbagai
hal yang saya lakukan
25 Saya menyadari kegiatan jantung, walaupun saya
tidak sehabis melakukan aktivitas fisik (misalnya :
merasakan detak jantung meningkat atau menurun)
26 Saya merasa putus asa dan sedih
27 Saya merasa bahwa saya sangat mudah marah
28 Saya merasa saya hampir panic
29 Saya merasa sulit untuk tenang setelah sesuatu
membuat saya kesal
30 Saya takut bahwa saya akan terhambat oleh tugas-
tugas sepele yang tidak biasa saya lakukan
31 Saya merasa tidak antusias dalam hal apapun
32 Saya sulit untuk sabar dalam menghadapi gangguan
terhadap hal yang sedang saya lakukan
33 Saya sedang merasa gelisah
34 Saya merasa bahwa saya tidak berharga
35 Saya tidak dapat memaklumi hal apapun yang
menghalangi saya untuk menyelesaikan hal yang
sedang saya lakukan
36 Saya merasa sangat ketakutan
37 Saya melihat tidak ada harapan untuk masa depan
38 Saya merasa bahwa hidup tidak berarti
39 Saya menemukan diri saya mulai gelisah
40 Saya merasa khawatir dengan situasi di mana saya
mungkin menjadi panik
41 Saya merasa gemetar (misalnya pada tangan)
42 Saya merasa sulit untuk meningkatkan inisiatif dalam
melakukan sesuatu

Keterangan : Kotak 0-1/ nilai 0-29 = Normal

Kotak 2-4/nilai > 30 = Stres


Lampiran :

HASIL PENGOLAHAN DATA


HUBUNGAN STRES DENGAN KEJADIAN TINGKAT HIPERTENSI
DI PUSKESMAS NUSA INDAH KOTA BENGKULU
TAHUN 2012

1. Analisa Univariat

Frequency Table

Statistics

tingkat
stres hipertensi
N Valid 91 91
Missing 0 0
Percentiles 25 .0000 .0000
50 .0000 .0000
75 .0000 1.0000

STRES

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid stres 70 76.9 76.9 76.9
normal 21 23.1 23.1 100.0
Total 91 100.0 100.0

Ti ngka t Hipertensi

Cumulative
Frequency Percent Valid Perc ent Percent
Valid Hipertensi ringan 14 15.4 15.4 15.4
Hipertensi Sedang 28 30.8 30.8 46.2
Hipertensi berat 49 53.8 53.8 100.0
Total 91 100.0 100.0

2. Analisa Bivariat

Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
STRES * TINGKAT
91 100.0% 0 .0% 91 100.0%
HIPERTENSI

STRES * TINGKAT HIPERTENSI Crosstabulation

TINGKAT HIPERTENSI
Hipertensi Hipertensi Hipertensi
ringan sedang berat Total
STRES stres Count 9 18 43 70
% within STRES 12.9% 25.7% 61.4% 100.0%
normal Count 5 10 6 21
% within STRES 23.8% 47.6% 28.6% 100.0%
Total Count 14 28 49 91
% within STRES 15.4% 30.8% 53.8% 100.0%

Chi-Square Te sts

As ymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 7.017a 2 .030
Lik elihood Ratio 7.136 2 .028
Linear-by-Linear
5.633 1 .018
As soc iation
N of Valid Cases 91
a. 1 c ells (16.7%) have ex pec ted c ount les s than 5. The
minimum expected count is 3.23.

Risk Estimate

Value
Odds Ratio for STRES a
(stres / normal)
a. Risk Estimate s tatis tics cannot be computed. They
are only computed for a 2*2 table without empty cells.

Anda mungkin juga menyukai