Varicella
Varicella
Pendahuluan
Varisela(Cacar Air) berasal dari bahasa latin, Varicella. Di Indonesia penyakit ini dikenal
dengan istilah cacar air, sedangkan di luar negeri terkenal dengan namaChicken –
pox.Varisela disebabkan oleh virus Varicella Zoster.
Varisela ini merupakan penyakit infeksi virus akut dan cepat menular, yang disertai gejala
konstitusi dengan adanya vesikel pada kulit yang sangat menular, terutama berlokasi dibagian
sentral tubuh. Penyakit ini disebut juga chicken pox, cacar air, atau varisela zoster yang
merupakan hasil infeksi primer pada penderita rentan.
Pembahasan
Anamnesis
Keluhan Utama :
Timbul bercak vesikel pada badan dan wajah sejak 2 hari yang lalu .
Keluhan Tambahan :
Lemas dan nafsu makan berkurang.
Pada masa prodormal, gejala – gejala yang muncul sangat bervariasi. Masa inkubasi adalah
10 sampai 20 hari.1
Varicella yang terjadi pada anak – anak sering tidak didahului dengan gejala
prodormal, melainkan ditandai dengan exanthema.
Pada orang dewasa dan remaja sering didahului dengan gejala prodormal yaitu, mual,
mialgia, anoreksia, sakit kepala, batuk pilek, atau nyeri tenggorok
Satu sampai dua hari setelah seseorang terinfeksi virus, timbul rash berupa vesikel –
vesikel, dan setelah empat sampai lima hari kemudian, vesikel – vesikel tersebut
pecah dan menjadi krusta.
Adanya trias berupa munculnya rash, malaise, dan demam subfebril menandakan
onset dari varicella.
Pemeriksaan Fisik
A. Adanya rash
Pemeriksaan fisik ditemukan makula, yaitu daerah yang bisa dibedakan dengan
warna dari sekelilingnya, papula, yaitu tonjolan kecil superfisial pada kulit, berbatas
tegas, dan padat; diameternya kurang dari 0,5 cm, vesikel, yaitu tonjolan kecil
berbatas tegas pada epidermis yang mengandung cairan serosa; diameternya kurang
dari 1 cm, dan crustae yaitu lapisan luar benda padat yang terbentuk melalui
pengeringan eksudat tubuh atau sekret yang berkelompok dan multiforme di seluruh
tubuh dengan sebaran lesi sentrifugal.1
Lesi biasanya mulai dari kepala atau badan berupa makula eritematosa yang cepat
berubah menjadi vesikel. Dalam beberapa jam sampai 1-2 hari lesi membentuk
krusta dan mulai menyembuh. Lesi menyebar secara sentrifugal (dari sentral ke
perifer) sehingga dapat ditemukan lesi baru di ekstremitas, sedangkan di badan lesi
sudah berkrusta.Jumlah lesi bervariasi, mulai dari beberapa sampai ratusan.
Umumnya pada anak-anak lesi lebih sedikit, biasanya lebih banyak pada bayi (usia <
1 tahun), pubertas dan dewasa. Kadang-kadang lesi dapat berbentuk bulat atau
hemoragik. Selaput lendir sering terkena, terutama mulut, dapat juga konjungtiva
palpebra, dan vulva.1,2
B. Demam yang terjadi biasanya subfebril (100 - 102°F), namun dapat pula tinggi hingga
106°F. Demam lama harus dicurigai terjadinya komplikasi atau imunodefisiensi.2
Untuk pemeriksaan virus varicella zoster (VZV) dapat dilakukan beberapa test:2,3
1. Tzank smear
Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian
diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsa’s, Wright,
toluidine blue maupun Papanicolaou’s. Dengan menggunakan mikroskop
cahaya akan ditemukan multinucleated giant cells.
Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%
Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes
simpleks virus.
Diagnosis biasanya sudah dapat ditegakkan dengan anamnesa. Pada hari ke 2 timbul bercak
vesikel pada badan dan wajah. Hal ini ditemukan dengan gejala lemas dan napsu makan
berkurang. Berdasarkan gejala-gejala yang timbul,maka diagnosis pada anak tersebut adalah
varicella zoster.
Perubahan-perubahan yang cepat dari makula menjadi papula kemudian menjadi vesikel dan
akhirnya menjadi krusta. Gambaran lesi berkelompok dengan distribusi paling banyak pada
tubuh lalu menyebar ke perifer yaitu muka, kepala dan ekstremitas. Membentuk ulkus putih
keruh pada mukosa mulut dan terdapat gambaran yang polimorf.2
Diagnosis Banding
Herpes zoster
Herpes zoster adalah radang kulit akut, mempunyai sifat khas yaitu vesikel-
vesikel yang tersusun berkelompok sepanjang persarafan sensorik kulit sesuai
dermatom.
Manifestasi Klinis :
Biasanya ada neuralgia beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan
kelainan kulit.Adakalanya sebelum timbul kelainan kulit didahului oleh
demam.Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa eritema kemudian
berkembang menjadi papula dan vesikula yang dengan cepat membesar dan
menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih, setelah
beberapa hari menjadi keruh dan dapat pula bercampur darah, Jika absorbsi
terjadi, vesikula dan bula akan menjadi krusta.4
Impetigo krustosa
Impetigo krustosa menyerang epidermis, gambaran yang dominan adalah
krusta yang khas, berwarna kuning kecoklatan.
Manifestasi Klinis :
Keluhan utama adalah rasa gatal.Lesi awal berupa makula eritematosa
berukuran 1-2 mm, segera berubah menjadi vesikel atau bula.Karena dinding
Variola
Varisela harus dibedakan dengan variola. Variola adalah penyakit infesi akut
yang disertai keadaan umum yang buruk, sangat menular, dan dapat
menyebabkan kematian, dengan ruam kulit yang monomorf, terutama di
bagian perifer tubuh. Penyebab variola adalah Pox virus variolae. Masa
tunasnya 10-14 hari, dan setelah melewati masa tunas tersbut penyakit ini
melalui 4 stadium yaitu: stadium prodromal/invasi, stadium makulo-
papular/erupsi, stadium vesikulo-pustulosa/supurasi, dan stadium resolusi.
Pada stadium makulo-papular/erupsi suhu tubuh yang tiba-tiba naik sampai
40ºC pada stadium prodromal akan kembali normal, tetapi tumbuh makula-
makula eritematosa yang dengan cepat (dalam 24 jam saja) akan berubah
menjadi papula-papula, terutama di muka dan ekstremitas (termasuk telapak
tangan dan telapak kaki). Selama stadium ini, tidak tumbuh lesi-lesi baru,
sehingga gambaran ruam kulit yang ditemukan adalah monomorf. Hal ini
justru berbeda dengan varisela di mana gambaran ruam kulitnya adalah
polimorf. Pengobatan pada variola dilakukan secara simtomatik
(analgetik/antopiretik). Untuk pencegahan infeksi sekunder diberikan
antibiotik. Antibiotik profilaksis sebaiknya diberikan sejak permulaan
penyakit. Kalikus permanganas 1/5.000 dapat digunakan sebagai kompres
pada kelainan kulit yang berat. Bila perlu penderita diberikan sedativum
(morfin dan lain-lain).4
Etiologi
Varisela disebabkan oleh Virus Varisela-Zoster (VVZ). VVZ adalah herpesvirus manusia; ia
diklasifikasikan sebagai herpesvirus alfa karena kesamaannya dengan pro-kelompok ini, yang
adalah virus herpes simpleks. VVZ adalah virus DNA helai ganda, terselubung; genom virus
Epidemiologi
Sangat mudah menular, yaitu melalui percikan ludah dan kontak terutama melalui
udara.Dapat mengenai semua golongan umur, termasuk neonatus (varisela kongenital), tetapi
tersering pada masa anak. Penderita dapat menularkan penyakit selama 24 jam sebelum
kelainan kulit (erupsi) timbul sampai 6 atau 7 hari kemudian. Biasanya seumur hidup,
varisela hanya diderita 1 kali.5
Penularan udara dapat terjadi 2 hari sebelum sampai 5 hari setelah erupsi pada vesikel di
kulit. Pada anak imunokompeten, 6-8 hari setelah pecahnya lesi kulit sudah tidak dapat
menularkan penyakit ini. Masa inkubasi pada pasien imunokompeten 10-21 hari di mana
rata-rata memakan waktu 2 minggu, sedangkan pada pasien imunokompromis akan memakan
waktu yang lebih singkat( kurang dari 14 hari).Di Negara dengan iklim sedang, 90 %
individu menderita Varicella Zoster pada masa anak-anak. Epidemic varicella tahunan terjadi
pada musim dingin dan musim semi. Strain Varicella Zoster tipe liar yang menyebabkan
Patofisiologi
Varisela mulai dengan pemasukan virus ke mukosa yang dipindahkan dalam sekresi saluran
pernafasan atau dengan kontak langsung lesi kulit varisela atau herpes zoster.Pemasukan
disertai dengan masa inkubasi 10-21 hari, pada saat tersebut penyebaran virus subklinis
terjadi. Akibat lesi kulit tersebar bila infeksi masuk fase viremi; sel mononuklear darah
perifer membawa virus infeksius, menghasilkan kelompok vesikel baru selama 3-7 hari. VVZ
juga diangkut kembali ke tempat-tempat mukosa saluran pernafasan selama akhir masa
inkubasi, memungkinkan penyebaran pada kontak rentan sebelum muncul ruam. Penularan
virus infeksius oleh droplet pernafasan membedakan VVZ dari virus herpes manusia yang
lain. Penyebaran viseral virus menyertai kegagalan respon hospes untuk menghentikan
viremia, yang menyebabkan infeksi paru, hati, otak, dan organ lain. VVZ menjadi laten di sel
akar ganglia dorsal pada semua individu yang mengalami infeksi primer. Reaktivasinya
menyebabkan ruam vesikuler terlokalisasi yang biasanya melibatkan penyebaran dermatom
dari satu saraf sensoris; perubahan nekrotik ditimbulakan pada ganglia terkait, kadang-
kadang meluas ke dalam kornu posterior. Histopatologi varisela dan lesi herpes zoster adalah
identik; VVZ infeksius ada pada lesi herpes zoster, sebagaimana ia berada dalam lesi
Komplikasi
Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang timbul dan lebih sering pada orang dewasa,
berupa ensepalitis, pneumonia, glumerulonephritis, karditis, hepatitis, keratitis, konjunctivitis,
otitis, arteritis dan beberapa macam purpura.3
Pneumonia varisela biasanya disebabkan oleh infeksi sekunder dan dapat sembuh sempurna.
Pneumonia varisela yang disebabkan oleh VVZ jarang didapatkan pada anak dengan sistem
imunologis normal; sedangkan pada anak dengan defisiensi imunologis atau pada orang
dewasa tidak jarang ditemukan.4
Juga mungkin didapatkan komplikasi pada susunan saraf seperti ensefalitis, ataksia,
nistagmus, tremor, mielitis transversa akut, kelumpuhan saraf muka, sindroma hipotalamus
yang disertai dengan panas badan yang berulang-ulang. Penderita varisela dengan komplikasi
ensefalitis setelah sembuh dapat meninggalkan gejala seperti kejang, retardasi mental, dan
kelainan tingkah laku.5
Pencegahan
Imunisasi Aktif : Dilakukan dengan memberikan vaksin varisela yang “live attenuated”.
Dianjurkan agar vaksin varisela ini hanya diberikan kepada penderita leukemia, penderita
penyakit keganasan lainnya dan penderita dengan defisiensi imunologis untuk mencegah
komplikasi dan kematian bila kemudian terinfeksi oleh varisela. Pada anak sehat sebaiknya
vaksinasi varisela ini jangan diberikan karena bila anak tersebut terkena penyakit ini,
perjalanan penyakit ringan; lagi pula semua virus herpes dapat menyebabkan suatu penyakit
laten dan akibatnya baru nyata beberapa dasawarsa setelah vaksin itu diberikan.6
Imunisasi Pasif : Dilakukan dengan pemberian Zoster Imun Globulin (ZIG) dan Zoster Imun
Plasma (ZIP).
ZIG adalah suatu globulin-gama dengan titer antibodi yang tinggi dan didapatkan dari
penderita yang telah sembuh dari infeksi herpes zoster. Pemberian ZIG sebanyak 5 ml dalam
72 jam setelah kontak dengan penderita varisela dapat mencegah penyakit ini pada anak
sehat; tapi pada anak dengan defisiensi imunologis, leukemia atau penyakit keganasan
lainnya, pemberian ZIG tidak menyebabkan pencegahan yang sempurna; lagi pula diperlukan
ZIG dengan titer yang tinggi dan dalam jumlah yang lebih besar.
ZIP adalah plasma yang berasal dari penderita yang baru sembuh dari herpes zoster dan
diberikan secara intravena sebanyak 3 - 14,3 ml/kgBB. Pemberian ZIP dalam 1-7 hari setelah
Pemberian globulin-gama akan menyebabkan perjalanan penyakit varisela jadi ringan tapi
tidak dapat mencegah timbulnya varisela.Dianjurkan untuk memberikan globulin-gama
kepada bayi yang dilahirkan dalam waktu 4 hari setelah ibunya memperlihatkan tanda-tanda
varisela; ini dapat dilaksanakan pada jam-jam pertama kehidupan bayi tersebut.5
Kesimpulan
Cacar air (Varisela) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh virus Varisella
zoster, ditandai oleh erupsi yang khas pada kulit, dapat dicegah dengan pemberian Zoster
Imun Globulin (ZIG) dan Zoster Imun Plasma (ZIP). Pemberian vaksin ini dapat dilakukan
dengan tiga tahap, untuk hasil kekebalan yang sempurna.
Daftar Pustaka
1. Dorland WAN. Kamus Kedokteran Dorland. Ed.29. Jakarta: EGC; 2002: 524, 1275,
1594, 2391.
2. Boediardja SA, Sugito TL. Penatalaksanaan varisela di Indonesia. Dalam : Daili SF,
Makes WIB, penyunting. Penatalaksanaan kelompok penyakit herpes di Indonesia.
Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2004: 17-28.
3. Harper J. Varicella (chicken pox). In:Textbook of pediatric Dermatology. Vol.1.
Blackwell science; 2004: 336-39.
4. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Ed.2. Jakarta: EGC; 2002: 88.
5. Nelson WE. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Ed.15. Vol 2. Jakarta: EGC; 2003; 1097-
100.
6. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi.Ed.3. Jakarta: EGC; 2007: 104-20 .