Sumber Positivisme
Sumber Positivisme
PENDAHULUAN
Dalam karya besarnya, Comte mengklaim bahwa dari hasil studi tentang
perkembangan intelektual manusia sepanjang sejarah kita bisa menemukan hukum
yang mendasarinya. Hukum ini, yang kemudian dikenal sebagai Law of Three
Stages, yang setiap konsepsi dan pengetahuan manusiawi pasti melewatinya,
secara berurutan adalah kondisi teologi yang bercorak fiktif, kondisi metafisis
yang bercorak abstrak, dan saintifik atau positive. Bagi Comte, pikiran manusia
berkembang dengan melewati tiga tahap filsafati, yang berbeda dan berlawanan.
Dari tiga tahap pemikiran manusia ini, yang pertama mestilah menjadi titik awal
pemahaman manusia dalam memahami dunia. Tahap kedua hanyalah menjadi
tahap transisi saja. Sedangkan tahap ketiga adalah tahap akhir dan definitif dari
intelektualitas manusia. Pengaruh terhadap pemikiran Comte tentang Hukum Tiga
Tahap bisa dilacak pada iklim intelektual abad delapan belas dimana banyak
ilmuan sampai pada simpulan tentang tahapan-tahapan sejarah. Beberapa diantara
pemikir yang berpengaruh adalah Turgot, Quesnay, Condorcet, dan Robertson
yang berpandangan tentang multi-tahap perkembangan ekonomi dalam sejarah
manusia. Menjelang penemuan Hukum Tiga Tahap, Comte telah akrab dengan
skema yang mirip yang diadopsi oleh Condorcet dari karya Turgot Second
Discourse on Universal History, dan oleh Saint-Simon dari Condorcet.
PEMBAHASAN
Perkembangan positivisme
Ada tiga tahap dalam perkembangan positivisme, yaitu:
1. Tahap pertama dalam positivisme diberikan pada Sosiologi, walaupun
perhatiannya juga diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan
oleh Comte dan tentang Logika yang dikemukakan oleh Mill. Tokoh-
tokohnya Auguste Comte, E. Littre, P. Laffitte, JS. Mill dan Spencer.
2. Tahap kedua dalam positivisme – empirio-positivisme – berawal pada
tahun 1870-1890-an dan berpautan dengan Mach dan Avenarius.
Keduanya meninggalkan pengetahuan formal tentang obyek-obyek nyata
obyektif, yang merupakan suatu ciri positivisme awal. Dalam Machisme,
masalah-masalah pengenalan ditafsirkan dari sudut pandang psikologisme
ekstrim, yang bergabung dengan subyektivisme.
3. Perkembangan positivisme tahap terakhir berkaitan dengan lingkaran
Wina dengan tokoh-tokohnya O.Neurath, Carnap, Schlick, Frank, dan
lain-lain. Serta kelompok yang turut berpengaruh pada perkembangan
tahap ketiga ini adalah Masyarakat Filsafat Ilmiah Berlin. Kedua
kelompok ini menggabungkan sejumlah aliran seperti atomisme logis,
positivisme logis, serta semantika. Pokok bahasan positivisme tahap
ketiga ini diantaranya tentang bahasa, logika simbolis, struktur
penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
Empirisme yang menjadi salah satu dasar positivism logis adalah bahwa obsevasi
dijadikan sebagai satu-satunya sumber yang terpercaya bagi ilmu pengetahuan.
Hanya ada satu bentuk pengetahuan, yaitu yang didasarkan kepada pengalaman
dan dapat ditemukan dalam bahasa logis dan matematis.
Salah satu teori Positivisme Logis yang paling populer antara lain teori
tentang makna yang dapat dibuktikan, yang menyatakan bahwa sebuah pernyataan
dapat disebut sebagai bermakna jika pernyataan tersebut dapat diverifikasi secara
empiris. Konsekuensi dari pendapat ini adalah semua bentuk diskursus yang tidak
dapat dibuktikan secara empiris, termasuk di antaranya adalah etika dan masalah
keindahan, tidak memiliki makna apa-apa, sehingga tergolong ke dalam bidang
metafisika. Ada beberapa pokok pemikiran positivisme khususnya mengenai
bahasa ideal, diantaranya sebagai berikut:
a. Filsafat merupakan analisis logis terhadap konsep dan pernyataan ilmu
pengetahuan.
b. Pemikiran seseorang dapat diuji melalui bahasa, selama pemikiran itu
diungkapakan memalui bahasa. Hanya bahasa yang sempurna , bersifat
universal dan logislah yang disebut sebagai bahasa ilmiah.
c. Bahasa sehari-hari menyesatkan, karena itu bahasa sehari-hari harus
direduksi (diterjemahkan) ke dalam bahasa atifisial atau bahasa
ideal/formal.
d. Tugas utama filsafat adalah memeperbaiki bahasa dengan menjadikan
bentuk gramatika dan sintaksisnya sesuai dengan fungsi logika aktualnya.
e. Metafisika didasarkan pada kepercayaan entitas non empiris dan relasi
internal ditolak (tidak dapat diverifikasi). Realitas yang dapat diterima
adalah realitas dan relasi eksternal, dapat diobservasi dan/atau merupakan
entitas logis.
f. Definisi haruslah bersifat operasional.
B. Kajian Epistemologis.
Epistemologi merupakan bagian ilmu filsafat yang membahas
masalah-masalah yang bersifat menyeluruh dan mendasar mengenai
pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Obyek material filsafat ilmu adalah
pengetahuan dan obyek formal atau sisi tinjauannya adalah menangkap,
menemukan ciri-ciri umum pengetahuan, dan bagaimana proses manusia
dapat memperoleh pengetahuan serta bagaimana kebenaran pengetahuan
manusia dapat diuji dan dipertanggungjawabkan. Dengan kalimat
sederhana epistemologi dapat diartikan sebagai bagaimana membangun
suatu pemikiran.
Melalui kajian epistemologis terhadap positivisme dengan
mengaitkannya ke dalam pendekatan kuantitatif, maka dapat dikemukakan
beberapa asumsi berikut :
a. Dalam pendekatan positivisme, individu adalah seseorang yang bebas
nilai. Individu tidak dipengaruhi oleh nilai-nilai yang melekat pada
individu lain. Oleh karena individu bebas nilai, maka individu tersebut
dapat melihat fenomena atau gejala secara obyektif dengan
menggunakan kreteria-kreteria universal.
b. Positivisme memandang ilmu pengetahuan adalah cara terbaik yang
dimiliki manusia untuk memperoleh pengatahuan, dan karena konsep
ilmu pengetahuan dilandasi oleh adanya fakta atas fenomena yang
terjadi maka dengan demikian dapat dikatakan bahwa ilmu
pengetahuan dapat menggantikan akal sehat.
c. Pendekatan kuantitatif yang merupakan cerminan positivisme
mengaganggap bahwa segala sesuatu adalah nyata dan bisa dipelajari,
karenanya dalam penelitian kuantitatif obyek yang akan diteliti harus
bisa dikatakan dengan jumlah dan angka, maka untuk memperoleh
obyek yang dapat dihitung maka obyek tersebut harus nyata (real).
Selain itu pendekatan kuantitatif juaga bersifat universal, sehingga
pendekatan ini menggunakan pola universal yang ketat agar hasil
penelitian dapat diakui secara universal.
d. Pola pendekatan kuantitatif bersifat baku, linier, dan bertahap. Dalam
hal ini penelitian kuantutatif mamandang bahwa hasil penelitian yang
telah dilakukan bersifat baku atau obyektif bukan subyektif.
e. Proses penelitian kuantitatif bersifat deduktif, yaitu berangkat dari
sebuah konsep yang bersifat umum ke hal-hal yang khusus, dan
menerapkan prinsip nomotik yaitu hanya mengambil gejala inti saja,
dengan mengabaikan gajala yang lainnya.
Dari tinjauan aspek epistemologis terhadap positivisme, dijumpai
adanya realitas obyektif sebagai suatu realitas yang eksternal di luar
peneliti. Peneliti harus sejauh mungkin membuat jarak dengan obyek
penelitiannya. Sejumlah pemikiran tersebut diatas kemudian digunakan
untuk membangun konsep positivisme yang mengedepankan realitas dan
mengandalkan logika.
KESIMPULAN
Positivisme merupakan salah satu aliran filsafat ilmu pengetahuan yang
memandang bahwa suatu pernyataan seorang ilmuwan dapat dikatakan sebagai
ilmu pengetahuan apabila dapat dibuktikan secara empiris. Tokohnya yang paling
popular adalah Augus Comte (1798-1857)
Ajaran utama dari positivisme diantaranya:
a. Di dalam alam terdapat hukum-hukum yang dapat diketahui,
b. Penyebab adanya benda-benda dalam alam tidak diketahui,
c. setiap pernyataan yang secara prinsip tidak dapat dikembalikan pada
fakta tidak mempunyai arti nyata dan tidak masuk akal,
d. hanya hubungan fakta-fakta saja yang dapat diketahui,
e .perkembangan intelektual merupakan sebab utama perubahan sosial.
Dalam perkembangannya positivisme mengalami perombakan pada beberapa sisi,
hingga munculah aliran pemikiran yang bernama Positivisme Logis. Istilah lain
untuk Positivisme logis adalah empirisme logis, empirisme rasional, dan juga neo-
positivisme.
Paradigma positivisme banyak mempengaruhi dunia ilmu pengetahuan
yang di satu sisi paham ini memicu kemajuan industri dan teknologi namun di sisi
lain ia memiliki kelemahan-kelemahan dan mendapatkan kritikan dari para filsuf
dan ilmuwan baru.
DAFTAR PUSTAKA
Angel, Richard B, 1964, Reasoning and Logic, Century Crafts, New York,
diterjemahkan oleh J. Drost. PT Gramedia Pustaka, Jakarta, 2003