Anda di halaman 1dari 23

INFEKSI HIV & AIDS

Seorang wanita usia 30 tahun dirawat di bangsal ruang isolasi bagian Penyakit Dalam RS
Pemerintah, dengan keluhan badan lemah, batuk-batuk, nyeri perut yang hilang timbul, diare,
napsu makan menurun, serta penurunan berat badan yang drastis. Pada anamnesis diketahui
berprofesi sebagai pekerja seks komersial (PSK). Sudah 5 tahun ini penderita hidup dengan
pacarnya yang diketahui sebagai pengguna narkoba injeksi (injection drug user). Pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya bercak-bercak kemerahan di sekujur tubuh, bercak-bercak
tersebut muncul sejak 4 bulan yang lalu dan semakin bertambah banyak. Kadang bercak-bercak
tersebut terasa sakit. Ditemukan pula pembesaran kelenjar limfe multiple. Pada pemeriksaan lab
ditemukan penurunan lekosit. Pada pemeriksaan radiologi tampak gambaran putih pada lapang
paru yang diduga sebagai gambaran pneumonia. Penderita diambil sampel saliva, urin, darah,
swab vagina guna pemeriksaan gula darah dan skrening p24 antigen test serta pemeriksaan Elisa

Mengapa nafsu makan menurun?

Anoreksia pada penyakit infeksi yang menimbulkan peradangan disebabkan oleh berbagai
macam jalur. Sitokin dan mediator yang dikeluarkan makrofag terinfeksi menimbulkan:

1. Jumlah hormone leptin yang tidak berubah tidak akan menimbulkan rasa lapar
2. Pengaruhnya langsung pada CNS / SSP menyebabkan terganggunya saraf yang mengatur
rasa lapar-kenyang
3. Sebenarnya merupakan salah satu aktivitas defensive dari host untuk menginduksi
apoptosis sel yang terinfeksi karena kekurangan nutrisi untuk metabolismenya yang bisa
meningkat

Mengapa Leukosit turun?

Sebenranya, penurunan jumlah Leukosit (disebut Leukopeni) dapat terjadi pada infeksi tertentu
terutama virus, malaria, alkoholik, dan Iain-Iain. Selain itu juga dapat disebabkan obat-obatan,
terutama asetaminofen (parasetamol),kemoterapi kanker, antidiabetika oral, antibiotika
(penicillin, cephalosporin, kloramfenikol), sulfonamide (obat anti infeksi terutama yang
disebabkan oleh bakter).

Dalam kasus ini, karena yang diserang virus adalah leukosit (sel CD4 dan makrofag), maka
apoptosis juga banyak terjadi pada leukosit, menyebabkakn hitung jumahnya menurun.

Mengapa Rentan terinfeksi oportunistik (diare, pneumonia, bercak-bercak kemerahan di


sekujur kulit)?

Karena virus HIV menyerang sel makrofag dan sel T, berkembang di dalamnya dan melemahkan
fungsi makrofag dan sel T yang sesungguhnya  produksi Ig dari sel B tertekan  lemah dalam
melawan antigen  mudah terserang infeksi eksogen atau endogen (karena ketidakseimbangan
flora normal).

Mengapa sering demam?

Bisa manifestasi dari infeksi sekunder bakteri atau virus HIV itu sendiri yang menghasilkan
pirogen endogen  merangsang set-point di hypothalamus  standar suhu tubuh dinaikkan
(bertujuan untuk menghasilkan lingkungan yang tidak kondusif bagi kehidupan virus atau
bakteri)  demam

Mengapa BB turun dan pertumbuhan pada anak-anak bisa lambat?

Kerja immunitas yang semakin tinggi dalam memerangi infeksi oportunistik atau HIV itu sendiri
menyebabkan energi yang dibutuhkan untuk metabolisme sel meningkat  BB cepat turun tanpa
alasan yang jelas.

Mengapa bisa timbul keganasan?

Dalam keadaan normal tubuh menghasilkan ribuan sel tumor per harinya. Namun, individu
tersebut jarang menderita tumor atau keganasan yang nyata akibat adanya kerja dari immunitas
(terutama monosit dan makrofag).

Mengapa bisa ada limfadenopati yang sering generalisata?

Karena HIV mempunyai afinitas yang tinggi terhadap sel CD4+ dan sel T, maka ia akan jauh
lebih ‘subur’ berkembang dalam organ-organ limfoid, salah satunya ada nodus-nodus limfe
dimana terdapat banyak sekal sel T dan makrofag. Perkembangan virus yang progressif di sana
ditambah dengan adanya respon inflamasi menyebabkan nodus limfe membengkak. Hal ini
terjadi secara generalisata akibat viremia yang terjadi lebih dahulu.

AIDS

- Definisi
Suatu penyakit retrovirus yang disebabkan oleh HIV dan ditandai dengan immunosupresi
berat yang menimbulkan infeksi opportunistic, neoplasma sekunder, dan manifestasi
neurologis.
- Etiologi
Virus HIV (Tipe I lebih banyak di AS, Eropa, dan Afrika Tengah;Tipe II lebih banyak di
afrika barat) ; menular lewat cairan tubuh dengan 3 cara: kontak seksual, inokulasi
parenteral, dan perjalanan virus dari ibu yang terinfeksi, dan perjalanan virus dari ibu
yang terinfeksi terhadap bayi mereka yang baru lahir.
Keterangan gambar:

Inti sel mengandung

 Kapsid protein utama berupa p24: antigen utama yang paling mudah dideteksi
pada pemeriksaan konfirmasi penderita AIDS
 Nukleoplasid protein p7/p9
 Ketiga enzim virus (protease, reverse transcriptase, dan integrase)
 Dikelilingi oleh matriks protein yang disebut p17;terletak di bawah selubung
virion yang terdiri atas 2 glikoprotein (gp 120 dan gp41) yang sangat penting
untuk infeksi HIV pada sel
- Epidemiologi
22 juta yang meninggal dunia akibat AIDS sejak munculnya 20 tahun yang lalu;35 juta
terinfeksi secara global (1 di antara 100 orang);terbanyak pada afrika;1% anak-anak
mengidap infeksi dengan prosentase 90% penularan dari ibu ke bayi (in utero,
intrapartum, dan ingesti air susu ibu yang tercemar HIV.).
- Faktor Resiko
 Laki-laki homoseksual atau biseksual (cairan masuk lewat mukosa yang robek
atau lecet)
 Penyalah guna obat intravena
 Resipien darah
 Penderita hemophilia, khususnya yang menerima konsentrat factor VIII atau IX
 Kontak heteroseksual pada anggota kelompok beresiko tinggi (penjaja seks atau
berganti-ganti pasangan seks)
- Patogenesis
Tahapan masuknya HIV ke sel
Siklus Hidup HIV
Perjalanan Penyakit
HIV masuk melalui reseptor CXCR4 pada sel T dan CCR5 pada makrofag dengan perantara
gp120 yang secara nonkovalen menempel pada transmembran gp41  sebabkan gp41
mengalami perubahan konformasional yang memungkinkan masuknya rangkaian peptide gp41
ke dalam membran sel target  fusi sel-virus di membran  virus masuk ke sitoplasma
replikasi dan ganggu fungsi sel  sel mati (dalam hal ini lebih kebal makrofag daripada sel T
sehingga penularan ke sel lain lebih banyak disebabkan oleh makrofag –terinfeksi yang punya
strain R5)
Kelainan pada reseptor makrofag atau sel CD4 bisa mengakibatkan seseorang resisten terhadap
HIV.

Meskipun sel T helper banyak yang mati, tetapi keadaan yang terjadi pada sel B justru
hipergamaglobulinemia akibat IL-6 yang terus-menerus dikeluarkan makrofag yang terinfeksi.
Namun demikian, sel B ini tidak berperan besar dalam penghambatan infeksi HIV ke tempat lain
karena tidak adanya sel T helper yang cukup untuk membantu mengaktivasinya.

- Manifestasi Klinis
I. Fase Akut
 Respon awal seorang dewasa yang imunokompeten terhadap infeksi HIV
 Penyakit yang bisa sembuh sendiri pada 50-70% orang dewasa
 3-6 minggu setelah infeksi
 Gejala non-spesifik: Nyeri tenggorok, mialgia, demam, ruam, kadang-
kadang meningitis aseptic
 Produksi virus dalam jumlah yang besar, viremia, dan persemaian yang
luas pada jaringan limfoid perifer;secara khas disertai berkurangnya sel T-
CD4+
 Segera muncul respon imun spesifik yang dibuktikan melalui serokonversi
(3-17 minggu setelah pajanan) dan melalui sel T sitotoksik CD8+ yang
spesifik terhadap virus.
II. Fase Menengah/Kronis
 Sebagian besar system imu masi utuh, tetapi replikasi virus berlanjut
hingga beberapa tahun
 Pasien tidak memnunjukkan gejala berarti ataupun menderita
limfadenopati persisten
 Banyak menderita infeksi oportunistik ringan seperti: sariawan dan herpes
zoster
 Virus terus bereplikasi;pada awalnya masih jauh di bawah proliferasi
cepat dari sel T CD4+ baru, tetapi pada akhirnya menurun jauh di bawah
jumlah virus

III. Fase Krisis


 Kehancuran pertahanan pejamu yang sangat merugikan
 Peningkatan viremia yang nyata
 Bisa demam lebih dari 1 bulan, mudah lelah, penurunan BB, diare
 Jumlah sel CD4+ menurun di bawah 500 sel/mikroLiter
 Infeksi oportunistik serius, neoplasma sekunder, dan manifestasi
neurologis
- Diagnosis

Penggolongan pasien didasarkan pada Jumlah sel CD4+


 > 500 sel per mikro Liter
 200- 500 sel per mikro Liter
 < 200 sel per mikro Liter
Diagnosis AIDS ditentukan apabila jumlah CDC (CD4+-Cell-Count) nya kurang
dari atau sama dengan 200 sel per mikro Liter
- Tatalaksana
a) Penatalaksanaan (pengobatan) pasien HIV
Sampai saat sekarang obat untuk HIV belum ditemukan dan vaksin untuk mencegah
belum ada. Usaha yang dilakukan adalah dengan cara penyuluhan pendidikan kesehatan
melaui progran KIE (Komunikasi Informasi Edukasi) yaitu usaha membantu seseorang
untuk melangkah dan mengerti kepada “berbuat”.
Program ini bertujuan untuk mengubah sikap perilaku seseorang sehingga diharapkan
diharapkan setiap individu dapat menyelamatkan diri sendiri dan orang lain agar
terhidar dari virus HIV
Prof. Dr. R.S. Siregar,Sp.KK(K),Saripati Penyakit Kulit,edisi 2,EGC
Pengobatan pada HIV / AIDS ditunjukkan terhadap :

1. Virus HIV 4. Status kekebalan tubuh

2. Infeksi oportunistik 5. Simtomatis dan suportif

3. Kanker sekunder

Terapi anti retrovirus yang sangat aktif :

Golongan inhibitor reverse transcriptase nukleosida ( NRTI )

 zidovudin contoh ( ZDV, retrovir )


merupakan analog thymidine sebagai terapi utama pada antiretrovirus,bila jumlah
CD4 < 500/mm3,obat ini sangat menguntungkan.

manfaat :
Memperpanjang masa hidup (1-2 thn)
Mengurangi frekuensi dan berat infeksi oportunistik
Menunda progesitivitas penyakit
Memperbaiki kualitas hidup pasien
Mengurangi resiko penularan perinatal
Mengurangi kadar Ag p24 dalam serum dan cairan spinal.

efek samping dari zidovudine :


Sakit kepala Fatique
Neusea Agitasi
Anemia Insomnia
Neutropenia Muntah dan rasa tidak
Malaise enak di perut

 didanosin contoh : ( ddl , videx )


merupakan terapi kedua sebagai kombinasi dengan AZT bila ternyata ada respon
menurunnya pemakaian AZT.

Manfaat :
Untuk menunda infeksi oportunistik pada Asimtomatik.
Untuk menunda infeksi oportunistik apabila respon AZT menurun

Efek samping dari Didanosine :


Neuropati perifer
Pankreatitis
Nausea
Diare
 zalsitabin contoh : ( d4T , zerit )
 lamivudin contoh : ( epivir )
 abacavir contoh : ( ziagen )

Golongan inhibitor reverse transcriptase nonnukleosida (NNRTI)

 nevirapin contah ( viramune )


 delavirdin contoh ( rescriptor )
 efavirenz contoh ( sustiva )
Golongan inhibitor proteinase ( PI )

 indinavir contoh crixivan


 ritonavir contoh norvir
 nelvinafir contoh ( viracept )
 sakuinafir contoh ( invirase , fortofase )
 amprenavir contoh ( agenetase )
 lopinavir contoh ( kaletra )

Mekanisme kerja :

 menghambat reverse transcriptase HIV sehingga Pertumbuhan rantai DNA dan


replikasi HIV terhenti
 menghambat transkripsi RNA HIV menjadi DNA , suatu langkah penting dalam
proses replikasi virus.
 Menghambat protease HIV , yg mencegah pemtangan virus HIV infeksiosa .

patofisiologi silvia jilid 1 komplikasi


Defisiensi Imun yang Lain

Table 3

Primary Immunodeficiency Disorders

Disorder Inheritance Clinical Findings

Ig (B-cell) deficiencies

Common variable Autosomal Similar to X-linked


immunodeficiency dominant agammaglobulinemia but
with later manifestation and
presence of B cells

Autoimmune disorders,
malabsorption, nodular
lymphoid hyperplasia of GI
tract, bronchiectasis,
lymphoid interstitial
pneumonia, lymphoma (in
10%)

Hyper-IgM syndrome with Autosomal Similar to X-linked hyper-


AID or UNG deficiencies recessive IgM syndrome but with
lymphoid hyperplasia

No leukopenia

Hyper-IgM syndrome with Autosomal Similar to X-linked hyper-


CD40 deficiency recessive IgM syndrome

Lymphoid hypoplasia,
neutropenia

Hyper-IgM syndrome with X-linked Similar to X-linked


CD40 ligand deficiency agammaglobulinemia but
greater frequency
of Pneumocystis
jirovecii pneumonia,
cryptosporidiosis, severe
neutropenia, and lymphoid
hypoplasia

IgA deficiency Autosomal Sometimes asymptomatic


dominant Recurrent sinopulmonary
infections, diarrhea, allergies
(including anaphylactic
transfusion reactions),
autoimmune disorders (eg,
celiac disease, inflammatory
bowel disease, SLE, chronic
active hepatitis)

Transient — Low Ig but normal antibody


hypogammaglobulinemia levels
of infancy

X-linked X-linked Recurrent sinopulmonary


agammaglobulinemia and skin infections during
infancy, neutropenia,
lymphoid hypoplasia

T-cell disorders

Chronic mucocutaneous Autosomal Persistent or recurrent


candidiasis dominant or candidal infections,
recessive onychomycosis, autosomal
recessive autoimmune
polyendocrinopathy
syndrome(eg,
hypoparathyroidism,
Addison's disease)

DiGeorge syndrome Autosomal Unusual facies with low-set


ears, a congenital heart
disorder (eg, aortic arch
abnormalities), thymic
hypoplasia or aplasia,
hypoparathyroidism with
hypocalcemic tetany,
recurrent infections

X-linked X-linked Asymptomatic until onset of


lymphoproliferative Epstein-Barr virus infection,
syndrome then fulminant or fatal
infectious mononucleosis
with liver failure and, in
survivors, B-cell lymphomas,
aplastic anemia,
hypogammaglobulinemia, or
a combination

ζ-Associated protein 70 Autosomal Common and opportunistic


(ZAP-70) deficiency recessive infections

No CD8 cells

Combined B- and T-cell defects

Ataxia-telangiectasia Autosomal Ataxia, telangiectasias,


recessive recurrent sinopulmonary
infections, endocrine
abnormalities (eg, gonadal
dysgenesis, testicular
atrophy, diabetes mellitus),
increased risk of cancer

Cartilage-hair hypoplasia Autosomal Short-limbed dwarfism,


recessive common and opportunistic
infections

Combined Autosomal Common and opportunistic


immunodeficiency with recessive or infections, lymphopenia,
low but not absent T-cell X-linked lymphadenopathy,
function and normal or hepatosplenomegaly, skin
elevated Igs lesions resembling those of
Langerhans cell histiocytosis
in some patients

Hyper-IgE syndrome Autosomal Staphylococcal abscesses of


dominant skin, lungs, joints, and
viscera; pulmonary
pneumatoceles; pruritic
dermatitis; coarse facial
features; delayed shedding of
baby teeth; osteopenia;
recurrent fractures; tissue
and blood eosinophilia

MHC antigen deficiencies Autosomal Common and opportunistic


recessive infections

Severe combined Autosomal Oral


immunodeficiency recessive or candidiasis, Pneumocystis
X-linked jirovecii pneumonia, diarrhea
before 6 mo, failure to thrive,
graft vs host disease, absent
thymic shadow,
lymphopenia, bone
abnormalities (in ADA
deficiency), exfoliative
dermatitis as part of Omenn's
syndrome

Wiskott-Aldrich syndrome X-linked GI bleeding (eg, bloody


recessive diarrhea), recurrent
respiratory infections,
opportunistic infections,
eczema, thrombocytopenia,
cancer (in 10% of
patients > 10 yr), varicella-
zoster virus infection,
herpesvirus infection

Phagocytic cell defects

Chédiak-Higashi syndrome Autosomal Recurrent infections,


recessive albinism, fever, jaundice,
hepatosplenomegaly,
lymphadenopathy,
neurologic changes,
pancytopenia, bleeding
diathesis

Chronic granulomatous X-linked or Granulomatous lesions in the


disease autosomal lungs, liver, lymph nodes,
recessive and GI and GU tract (causing
obstruction); lymphadenitis;
hepatosplenomegaly; skin,
lymph node, lung, liver, and
perianal abscesses;
osteomyelitis; pneumonia;
staphylococcal, gram-
negative, and aspergillus
infections

Leukocyte adhesion Autosomal Soft-tissue infections,


deficiency recessive periodontitis, poor wound
healing, delayed umbilical
cord detachment,
leukocytosis

IFN-γ receptor defects Autosomal Mycobacterial infections


dominant or
recessive

IL-12 deficiency and IL-12 Autosomal Salmonellal and


receptor β1 defect recessive mycobacterial infections

Complement deficiencies in the classical pathway

C1 Autosomal SLE
recessive

C2 Autosomal SLE, recurrent pyogenic


recessive infections with encapsulated
bacteria (especially
pneumococcal) that start in
early childhood, other
autoimmune disorders (eg,
glomerulonephritis,
polymyositis, vasculitis,
Henoch-Schönlein purpura,
Hodgkin lymphoma)

C3 Autosomal Recurrent pyogenic


recessive infections with encapsulated
bacteria that start at birth,
glomerulonephritis, other
antigen-antibody complex
disorders, sepsis

C4 Autosomal SLE, other autoimmune


recessive disorders (eg, IgA
nephropathy, progressive
systemic sclerosis, Henoch-
Schönlein purpura, type 1
diabetes mellitus,
autoimmune hepatitis)

C5, C6, C7, C8, C9 Autosomal Recurrent Neisseria


(membrane attack recessive meningitidis and
complex) disseminatedN.
gonorrhoeae infections

Complement deficiencies in the MBL pathway

MBL Autosomal Recurrent pyogenic


recessive infections with encapsulated
bacteria that start at birth;
unexplained sepsis; increased
severity of infection in
secondary
immunodeficiencies due to
corticosteroids, cystic
fibrosis, or chronic lung
disorders

MASP-2 Unknown Autoimmune disorders (eg,


inflammatory bowel disease,
erythema multiforme),
recurrent pyogenic infections
with encapsulated bacteria
(eg,Streptococcus
pneumoniae)

Complement deficiencies in the alternative pathway

Factor B Autosomal Pyogenic infections


recessive

Factor D Autosomal Pyogenic infections

Properdin X-linked Increased risk of fulminant


neisserial infection

Complement regulatory protein deficiencies

C1 inhibitor Autosomal Angioedema


dominant

Factor I Autosomal Same as C3 deficiency


codominant

Factor H Autosomal Same as C3 deficiency


codominant Hemolytic-uremic syndrome

Decay accelerating factor Autosomal Paroxysmal nocturnal


recessive hemoglobinuria
Complement receptor (CR) deficiencies

CR1 Acquired Secondary finding in


immune (antigen-antibody)
complex–mediated disease

CR3 Autosomal Leukocyte adhesion


recessive deficiency syndrome
(recurrentStaphylococcus
aureus and Pseudomonas
aeruginosainfections)

ADA = adenosine

deaminase; AID = activation-dependent (induced) cytidine deaminase;


C =complement; CD = clusters of differentiation; IFN = interferon;
MASP = mannose-binding lectin-associated serine protease;
MBL = mannose-binding lectin; MHC = major histocompatibility complex;
UNG = uracil DNA glycosylase.

Causes of Secondary Immunodeficiency


Category Examples

Endocrine Diabetes mellitus

GI Hepatic insufficiency,
hepatitis, intestinal
lymphangiectasia, protein-
losing enteropathy

Hematologic Aplastic anemia, cancer,


graft-vs-host disease, sickle
cell disease
Iatrogenic Certain drugs:
chemotherapeutic drugs,
immunosuppressants,
corticosteroids (see Table
2: Immunodeficiency
Disorders: Some Drugs
That Cause
Immunosuppression );
radiation therapy;
splenectomy

Infectious Cytomegalovirus, Epstein-


Barr virus, HIV, measles
virus, varicella-zoster virus

Nutritional Alcoholism, undernutrition

Physiologic Physiologic
immunodeficiency in
infants due to immaturity of
immune system, pregnancy

Renal Nephrotic syndrome, renal


insufficiency, uremia

Rheumatologic RA, SLE

Other Burns, chromosomal


abnormalities (eg, Down
syndrome), congenital
asplenia, critical and
chronic illness,
histiocytosis, sarcoidosis

Anda mungkin juga menyukai