KMB II
BPH
`
Disusun Oleh
Eristamiani
Irfan Setiawan
D IV Kepererawatan Reg II
6/3/2017
KATA PENGANTAR
Hormat kami.
Kelompok 13
1
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................................1
DAFTAR ISI ..................................................................................................................2
TINJAUAN BAHAN AJAR ......................................................................................... 3
Tujuan penulisan bahan ajar ........................................................................................ 4
Tujuan instruksional khusus ........................................................................................ 4
Analisis Instruksional ..................................................................................................5
Petunjuk awal penggunaan bahan ajar.........................................................................6
Rencana kegiatan belajar mengajar .............................................................................7
2
Tinjauan Bahan Ajar
3
TUJUAN PENULISAN BAHAN AJAR
Mahasiswa/pembaca mampu:
4
ANALISIS INSTRUKSIONAL
Mahasiswa/pemb
aca mampu
Mahasiswa/pemb Mahasiswa/pemba Mahasiswa/pemba menjelaskan
ca mampu ca mampu konsep asuhan
aca mampu
menjelaskan menjelaskan menjelaskan keperawatan
konsep penyakit penyebab BPH komplikasi BPH BPH mulai
BPH pengkajian
hingga evaluasi
5
PETUNJUK AWAL PENGGUNAAN BAHAN AJAR
6
RENCANA KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR
7
SESI/PERKULIAHAN KE III
TIK
Pada akhir pertemuan ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menyusun asuhan keperawatan BPH.
2. Mendemonstrasikan ketrampilan:
a. Kateterisasi
b. Vulva hygiene
Deskripsi singkat: Perkuliahan pada sesi ini akan Saudara lalui dengan
memahami tentang BPH . Dan dilanjutkan dengan sesi praktikum dengan
mempraktekkan kateterisasi dan vulva hygiene.
BAHAN BACAAN
PERTANYAAN KUNCI
Pertanyaan pemandu:
BAB III
Perkuliahan pada sesi ini membahas asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem perkemihan BPH. Pada akhir perkuliahan, diharapkan
mahasiswa mampu mengkaji klien dengan BPH, menyusun diagnosa
keperawatan pada klien dengan BPH, menyusun perencanaan keperawatan
klien BPH dan menyusun evaluasi asuhan keperawatan klien BPH.
Perkuliahan ini bermanfaat nanti pada saat praktik klinik keperawatan di
rumah sakit, puskesmas, klinik dan di masyarakat.
9
PENYAJIAN
1. Pengertian
Hiperpasia prostat atau BPH (Benign Prostate Hiperplasia) adalah pembesaran progresif dari
kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hyperplasia beberapa atau semua komponen prostat
yang mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika.
2. Klasifikasi
Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradasi, yaitu:
a. Derajat 1: Apabila ditemukan keluhan prostatimus, pada DRE (block dubur)
ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine kurang daro 50 ml.
b. Derajat 2: Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1,prostat lebih
menonjol, batas atas masih teraba, dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi kurang dari
100 ml.
c. Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin
lebih dari 100 ml.
d. Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total
3. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui secara pasti;
tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostate rat kaitannya dengan
peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan.
Selain factor tersebut ada beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hyperplasia prostat, yaitu sebagai berikut.
a. Dihydrotestosteron, peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan
epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hyperplasia.
b. Ketidakseimbangan hormone esterogen-testosteron. Pada proses penuaan pria terjadi
peningkatan hormon esterogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan
hyperplasia stroma.
c. Interaksi troma-epitel. Peningkatan epidermal growth factor atau fibroblast growth
factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hyperplasia
stroma dan epitel.
d. Berkurangnya sel yang mati. Esterogen yang meningkat menyebabkan peningkatan
10
lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
e. Teori sel stem. Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.
4. Patofisiologi
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hyperplasia. Jika prostat
membesar, maka akan meluas ke atas (kandung kemih) seehingga pada bagian dalam akan
mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine.
Keadaan ini dapat meningkatkan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra
prostatika, maka otot detrosur dan kandung kemih berkontraksi lebih kuat agar dapat memompa
urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi dan kandung kemih
berupa;hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula, dan divertikel kandung
kemih.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada
kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine
dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan
menngakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
5. Manisfestasi Klinis
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah :
a. Obstruksi :
1) Hesistensi (harus menggunakan waktu lama bila mau miksi)
2) Pancaran waktu miksi lemah
3) Intermitten (miksi terputus)
4) Miksi tidak puas
5) Distensi abdomen
6) Volume urine menurun dan harus mengejan saat berkemih.
b. Iritasi : sering miksi( frekuensi), nokturia, urgensi, disuria.
11
3. Gejala di luar saluran kemih :
Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit hipertropi prostat.
Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Sjamsuhidayat, 2004).
Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu disertai gejala-
gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:
a. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih.
b. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih,
hipertrofi kandung kemih dan cystitis (Hidayat, 2009).
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat
Hipertropi:
a. Retensi urin (urine tertahan di kandung kemih, sehingga urin tidak bisa keluar).
b. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing.
c. Miksi yang tidak puas.
d. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia).
e. Pada malam hari miksi harus mengejan.
f. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria).
g. Massa pada abdomen bagian bawah.
h. Hematuria (adanya darah dalam urin).
i. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin).
j. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi.
k. Kolik renal (kerusakan renal, sehingga renal tidak dapat berfungsi).
l. Berat badan turun.
m. Anemia, kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui.
n. Pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan
kateter.
Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis
dan selaputnya merusak ginjal (Arifiyanto, 2008).
Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia, mual
dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik (Brunner & Suddarth,
2001).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
12
Analisis urine dan pemeriksaan mikroskopis urin penting untuk melihat adanya
sel leukosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus diperhitungkan
etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih,
walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuria. Elektrolit, kadar ureum dan
keratinin darah merupakan informasi dasar dan fungsi ginjal dan status
metabolik. Pemeriksaan Prostat Specific Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar
penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai SPA < 4mg
/ ml tidak perlu biopsy. Sedangkan bila nilai SPA 4–10 mg / ml, hitunglah Prostat
Spesific Antigen Density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat.
Bila PSAD >0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai
PSA > 10 mg/ml.
b. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi
intravena, USG dan sitoskopi. Dengan tujuan untuk memperkirakan volume BPH,
menentukan derajat disfungsi buli–buli dan volume residu urine, mencari kelainan
patologi lain, baik yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan dengan BPH.
Dari semua jenis pemeriksaan dapat dilihat :
1. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada batu traktus urinarius,
pembesaran ginjal atau buli – buli.
2. Dari pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal,
hidronefrosis dan hidroureter, fish hook appearance (gambaran ureter belok
–belok di vesika).
3. Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa masa ginjal,
mendeteksi residu urine, batu ginjal, divertikulum atau tumor buli – buli. (Arif
Mansjoer, 2000).
c. Pemeriksaan Diagnostik.
1. Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap / terang, penampilan keruh,
Ph: 7 atau lebih besar, bakteria.
2. Kultur Urine : adanya staphylokokus aureus, proteus, klebsiella, pseudomonas,
e.coli.
3. BUN / kreatinin : meningkat.
4. IVP : menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih dan adanya
pembesaran prostat, penebalan otot abnormal kandung kemih.
13
5. Sistogram : mengukur tekanan darah dan volume dalam kandung kemih.
6. Sistouretrografi berkemih : sebagai ganti IVP untuk menvisualisasi kandung
kemih dan uretra dengan menggunakan bahan kontras lokal.
7. Sistouretroscopy : untuk menggambarkan derajat pembesaran prostat dan
kandung kemih.
8. Transrectal ultrasonografi : mengetahui pembesaran prosat, mengukur sisa
urine dan keadaan patologi seperti tumor atau batu (R.Sjamsuhidayat, 2004)
7. Komplikasi
Menurut Arifiyanto (2008) komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat
adalah:
a. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter,
hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.
b. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi.
c. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu.
d. Hematuria.
e. Disfungsi seksual
Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi (meskipun prostatektomi
perineal dapat menyebabkan impotensi akibat kerusakan saraf pudendal yang tidak dapat
dihindari). Pada kebanyakan kasus, aktivitas seksual dapat dilakukan kembali dalam 6
sampai 8 Minggu, karena saat ini fossa prostatik telah sembuh. Setelah ejakulasi, maka
cairan seminal mengalir ke dalam kandung kemih dan diekskresikan bersama urin (Brunner
& Suddarth, 2001).
Komplikasi yang berkaitan dengan prostatektomi yaitu:
a. Hemoragi dan syok
b. Pembentukan bekuan/trobosis
c. Obstruksi kateter
d. Disfungsi seksual
14
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Kaji berapa lama keluhan hesisitansi (mengejan untuk memulai urine), keluhan intermitensi
(miksi berhanti dan kemudian memancar lagi), pancaran miksi melemah, keluhan miksi tidak
puas, keluhan miksi mentes, keluhan peningkatan frekuensi miksi, keluhan miksi sering pada
malam hari, keluhan sangat ingin miksi dan keluhan rasa sakit sewaktu miksi mulai dirasakan.
Kaji pengaruh gangguan miksi pada respon pisikologis dan perencanaan pembedahan,
pada pengkajian sering didapatkan adanya kecemasan, ganguan konsep diri (gambaran diri)
yang merupakan respons dari adanya penyakit dan rencana untuk dilakukan pembedahan.
2. Pemeriksaanfisik
a. Inpeksi
Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan, pada retensi urine akut, dehidrasi sampai
syok pada retensi urin, serta urosepsis sampai syok septic.
b. Palpasi
Pada palpasi, terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi.
c. Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mengetahui adda tidaknya residual urine.
d. Auskultasi
Pada pemeriksaan pengaruh penyimpitan lumen uretra memberikan manifestasi pada tanda-
tanda obstruksi dan iritasi saluran kemih. Tanda obstruksi yang didapat, meliputi hisestansi,
pancaran miksi melemah, intermitensi, dan menetes setelah miksi. Sementara itu tanda iritasi,
meliputi: adanya peningkatan frekuensi, urgensi,nokturia,dan disuria.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan
a. Gangguan pemenuhan eliminasi urine b.d. retensi urine, obstruksi uretra sekunder dari
pembesaran prostat dan obstruksi uretra.
b. Nyeri b.d. peregangan dari terminal saraf,disuria, resistensi otot prostat, efek mengejan saat
miksi efek sekunder dari obstruksi uretra, nyeri pascabedah.
c. Risiko tinggi trauma b.d kerusakan jaringan pasca-prosedur pembedahan
d. Resiko tinggi infeksi b.d port de entrée luka pasca bedah.
e. Pemenuhan informasi preoperative b.d rencana pembedahan, prognosis penyakit.
f. Kecemasan b.d prognosis pembedahan, tindakan invasif diagnosis.
4. Perencanaan Keperawatan
a. Rencana Intervensi
Tujuan dari rencana keperawatan praoperatif adalah mengadaptasikan keluhan nyeri,
pemenuhan eliminasi urine, penurunan kecemasan dan terpenuhinya informasi tentang asuhan
perioperatif.
Gangguan pemenuhan eliminasi urine b.d. retensi urine, obstruksi uretra sekunder
dari pembesaran prostat
Tujuan : Dalam waktu 7x24 jam pola eliminasi optimal sesuai kondisi klien.
Kriteria evaluasi :
frekuensi miksi dalam batas 5-8x/24 jam.
Persiapan prapembedahan berjalan lancer.
Respon pascabedah, meliputi: kateter tetap kondisi baik, tidak ada sumbatan aliran darah
melalui kateter dan tidak terjadi retensi pada saat irigasi.
Rencana Intervensi Rasional
15
Kaji pola berkemih, dan catat produksi Mengetahui pengaruh iritasi kandung kemih
urine tiap 6 jam. dengan frekuensi miksi
Menghindari minum banyak dalam waktu Mencegah oven distensi kandung kemih
singkat,menghindari alkohol dan diuretic. akibat tonus otot detrusor menurun
Intervensi pascabedah: Retensi dapat terjadi karena edema area
-Kaji urine dan sistem kateter/drainase, bedah , bekuan darah dari spasme kandung
khususnya selama irigasi kandung kemih. kemih.
-Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan Kateter biasanya dilepas 2-5 hari setelah
ukuran aliran setelah kateter dilepas. bedah, tetapi berkemih dapat berlanjut
menjadi masalah untuk beberapa waktu
karena edema uretra dan kehilangan tonus.
-Dorong pemasukan cairan 3000 ml sesuai Mempertahankan hidrasi adekuat dan
toleransi. perfusi ginjal untuk aliran urine.
Kolaborasi: Untuk mengurangi resistensi otot polos
Pemberian obat penghambat adrenergik α. prostat.
Tindakan Trans Uretral Prostat. Tindakan endourologi adalah tindakan
invasive minimal untuk reseksi prostat.
Lebih aman apabila pada klien yang
mengalami resiko tinggi pembedahan tidak
perlu insisi pembedahan.
Gangguan pemenuhan eliminasi urine b.d. retensi urine, obstruksi uretra sekunder
dari pembesaran prostat, respons pascabedah
Tujuan : Dalam waktu 7x24 jam pola eliminasi optimal sesuai kondisi klien.
Kriteria evaluasi :
frekuensi miksi dalam batas 5-8x/24 jam.
Persiapan prapembedahan berjalan lancer.
16
KETRAMPILAN KEPERAWATAN
Kateterisasi
A. Ketrampilan Kateterisasi
B. Tujuan
1. Mampu menyiapkan alat kateterisasi
2. Melakukan praktik: kateterisasi
C. Dasar Teori
1. Pengertian
Kateter urin adalah sebuah alat berbentuk tabung yang dipasang pada bagian tubuh
manusia untuk mengalirkan, mengumpulkan dan mengeluarkan urin dari kandung kemih
(No name, 2005)
2. Tujuan
a. Membantu memenuhi kebutuhan pasien untuk mengosongkan kandung kemih,
terutama pada pasien yang mengalami penyakit akut, akan operasi, sakit hebat,
terbatas pergerakannya atau pasien dengan penurunan kesadaran.
b. Menjaga agar kandung kemih tetap kosong, penyembuhan luka, pengobatan
beberapa infeksi dan operasi suatu organ dari sistem urin dimana kandung kemih
tidak boleh tegang sehingga menekan unsur lain.
c. Menjaga agar pasien dengan keluhan inkontinensia urin ( urin terkumpul di
kandung kemih karena tidak dapat dikeluarkan) tetap kering bagian perineumnya ,
sehingga kulit tetap utuh dan tidak terinfeksi.
d. Mengukur jumlah produksi urin oleh ginjal secara akurat.
e. Membantu melatih kembali atau memulihkan pengendalian kandung kemih secara
normal.
3. Prinsip: Steril
Teknik steril agar
4. Komplikasi
a. Bila pemasangan dilakukan tidak hati-hati bisa menyebabkan luka dan
perdarahan uretra yang berakhir dengan striktur uretra seumur hidup
b. Balon yang dikembangkan sebelum memasuki buli-buli juga dapat
menimbulkan luka pada uretra. Karenanya, balon dikembangkan bila yakin
balon akan mengembnag dalam buli-buli dengan mendorong kateter
sampai ke pangkalnya
c. Infeksi uretra dan buli-buli
d. Nekrosis uretra bila ukuran kateter terlalu besar atau fiksasi yang keliru
17
e. Merupakan inti pembentukan batu buli-buli
f. Pada penderita tidak sadar, kateter dengan balon terkembang bisa dicabut yang
berkibat perdarahan dan melukai uretra
g. Kateter tidak bisa dicabut karena saluran pengembang balon tersumbat
5. Kriteria
a. Kelengkapan alat untuk kateterisasi sudah lengkap
b. Melakukan kateterisasi dengan benar
c. Melakukan kateterisasi sesuai dengan kondisi pasien
d. Melakukan kateterisasi yang tepat sesuai kondisi pasien
D. Bahan dan Peralatan
1. Kateter urin
2. Urin bag
3. Sarung tangan steril
4. Set bengkok dan pinset steril
5. Kapas dan cairan sublimate
6. Jelly
7. Plester
8. Perban
9. Spuit dan Steril water aquadest
10. Bengkok tidak steril
11. Alas/ Perlak kecil
12. Handuk kecil + Waskom isi air hangat + sabun
13. Sampiran
14. Lampu
E. Petunjuk Umum
1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Baca dan pelajari dengan baik modul praktikum
3. Ikuti petunjuk yang terdapat dalam modul praktikum
4. Tanyakan pada dosen/fasilitator/instruktur bila ada hal-hal yang kurang dipahami
F. Keselamatan Kerja
1. Pusatkan perhatian pada pekerjaan yang dilakukan
2. Letakkan peralatan pada area yang mudah dijangkau
3. Pakailah bahan, peralatan dan perlengkapan sesuai dengan fungsinya
4. Perhatikan setiap langkah keterampilan keperawatan
G. Langkah Kerja
18
NO Langkah Tindakan Ilustrasi Gambar
1 Cek catatan medik/identifikasi pasien
19
5 Jelaskan prosedur kepada pasien
20
11 Cuci tangan
21
14 Buka set kateter dan berikan jelly di ujung
kateter
22
18 Fiksasi kateter ke bawah abdomen pasien pria
atau pada paha depan untuk wanita
23
22 Dokumentasi
H. Sumber pustaka
1. Anonim.2002.The Indwelling Urynary Cathether.(On Line)
http://www.snihc.com/patientEducation. Diakses 4 Februari 2005.
2. Hall,J. 2003. CatheterizationBasics. (On line)
Http://www.nursingceu.com/NCEU/courses/cath/. Diakses 1 februari 2005
3. Senat Mahasiswa Fakultas Kedoktran Universitas Gadjah Mada. 1988. Penuntun
Tindakan Medik bagi Dokter Umum. Andi Ofset, Yogyakarta. Hal. 1-2.
4. Tim Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 2000. Panduan Praktek Profesi
Keperawatan. Jakarta.
I. Evaluasi
1. Mengobservasi respon klien selama dan sesudah prosedur pemasangan kateter.
2. Mengevaluasi produksi urine
KETRAMPILAN KEPERAWATAN
Vulva Hygiene
A. Ketrampilan Vulva Hygiene
B. Tujuan
1. Mampu menyiapkan alat vulva hygiene
2. Melakukan praktik: vulva hygiene
C. Dasar Teori
1. Pengertian
Vulva hygiene adalah tindakan keperawatan pada alat kelamin perempuan, yaitu
perawatan diri pada organ eksterna yang terdiri atas mons veneris, terletak didepan
simpisis pubis, labia mayora yang merupakan dua lipatan besar yang membentuk
vulva, labia minora, dua lipatan kecil di antara atas labia mayora, klitoris, sebuah
jaringan eriktil yang serupa dengan penis laki-laki, kemudian juga bagian yang terkait
di sekitarnya seperti uretra, vagina, perineum, dan anus.
2. Tujuan
24
a. Untuk mencegah terjadinya infeksi di daerah vulva, perineum maupun uterus
b. Untuk penyembuhan luka perineum/jahitan pada perineum
c. Untuk kebersihan perineum dan vulva
d. Memberikan rasa nyaman pasien
1. Prinsip: Steril
Teknik steril agar
2. Komplikasi
Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada saluran kandung kemih
ataupun pada jalan lahir yang dapat berakibat pada munculnya komplikasi infeksi
kandung kemih maupun infeksi pada jalan lahir.
3. Kriteria
a. Kelengkapan alat untuk vulva hygiene sudah lengkap
b. Melakukan vulva hygiene dengan benar
c. Melakukan vulva hygiene sesuai dengan kondisivulva dan perineum pasien
d. Melakukan vulva hygiene yang tepat sesuai kondisi vulva dan perineum
pasien
D. Bahan dan Peralatan
1. Oleum coccus yang hangat (direndam dalam air hangat)
2. Kapas
3. Handuk besar: 2 buah
4. Peniti: 2 buah
5. Air hangat dan dingin dalam baskom
6. Waslap: 2 buah
7. Bengkok
E. Petunjuk Umum
5. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
6. Baca dan pelajari dengan baik modul praktikum
7. Ikuti petunjuk yang terdapat dalam modul praktikum
8. Tanyakan pada dosen/fasilitator/instruktur bila ada hal-hal yang kurang dipahami
F. Keselamatan Kerja
5. Pusatkan perhatian pada pekerjaan yang dilakukan
6. Letakkan peralatan pada area yang mudah dijangkau
7. Pakailah bahan, peralatan dan perlengkapan sesuai dengan fungsinya
8. Perhatikan setiap langkah keterampilan keperawatan
G. Langkah Kerja
NO Langkah Ilustrasi Gambar
Tindakan
25
1 Cek catatan
medik/identifikasi
pasien
3 Berikan salam,
panggil pasien
dengan namanya
4 Menanyakan
keluhan
utama/memeriksa
adanya tanda
kegawatan
26
5 Jelaskan prosedur
kepada pasien
6 Jaga privacy
pasien
7 Mencuci tangan
8 Mengatur posisi
pasien dorsal
recumbent
9 Memasang alas
27
dan perlak
dibawah pantat
10 Celana dilepas
bersamaan
dengan
pemasangan
pispot, sambil
memperhatikan
lochea.
11 Perawat memakai
sarung tangan kiri
12 Mengguyur vulva
dengan air
matang
13 Pispot diambil
14 Mendekatkan
bengkok ke dekat
pasien
28
15 Memakai
sarung tangan
kanan,
kemudian
mengambil
kapas basah.
Membuka vulva
dengan ibu jari
dan jari telunjuk
kiri
16 Membersihkan
vulva mulai dari
labia mayora kiri,
labia mayora
kanan, labia
minora kiri, labia
minora kanan,
vestibulum,
perineum. Arah
dari atas ke
bawah dengan
kapas basah (1
kapas, 1 kali
usap)
17 Perhatikan
keadaan
perineum. Bila
ada jahitan,
perhatikan
apakah
lepas/longgar,
bengkak/iritasi.
Membersihkan
29
luka jahitan
dengan kapas
basah
18 Menutup luka
dengan kassa
yang telah diolesi
salep/betadine
19 Memasang celana
, bantu pasien
pada posisi yang
nyaman
20 Kumpulkan dan
buang alat-alat
yang sekali pakai,
bersihkan alat-
alat yang bukan
sekali pakai
21 Cuci tangan
30
22 Dokumentasi
J. Sumber pustaka
1. Anonim.2005.Urinary Catheter. (Online).
Http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003981.htm. Diakses 1
februari 2005
K. Evaluasi
1. Mengobservasi respon klien selama dan sesudah prosedur perawatan vulva
hygiene
2. Mengevaluasi kondisi vulva
31
RANGKUMAN
32
PENUTUP
LATIHAN BAB I
1. Tn. J dioperasi tanggal 30 juni 2008, jam 18.00-20.00 wita. Klien mengatakan
nyeri daerah perut bagian bawah/ pada daerah luka operasi prostatektomi.
Klien tampak terbaring diatas temapt tidur, terpasang IVFD NaCl 0, 9 %, 20
tts/ menit, terapsang pada ektremitas bagian atas kiri, terpasang kateter urine
(volume urine 10 jam: 1200 cc), keadaan umum, klien tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis (GCS 15), ada keterbatasan mobilitas karena
terpasang drainase dan kateter. Klien mengatakan tidak ada yang diraskan oleh
klien selain nyeri pada luka operasi. Dari data di atas diagnose utamanya
adalah…
a. Nyeri berhubungan dengan luka operasi prostatektomi
b. Kerusakan Mobilitas Fisik, berhubungan dengan nyeri dan
terpasangnya alat-alat invasive
c. Resiko Tinggi Infeksi, berhubungan dengan adanya luka operasi
prostatektomi dan terpasngnya alat-alat invasive
d. Imobilisasi b.d kelemahan tubuh
2. Berdasarkkan diagnose yang di dapat data utama dari kasus di atas adalah…
a. Pasien terbaring diatas tempat tidur, terpasang IVFD NaCl 0,9% 20
tts/menit.
b. pasien ada keterbatasan mobilitas karena terpasang drainase dan
kateter.
c. klien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis (GCS 15)
d. Klien mengatakan nyeri daerah perut bagian bawah/ pada daerah luka
operasi prostatektomi
33
KUNCI JAWABAN
1. A
2. D
34