I.A. PENDAHULUAN
Fiqh prioritas ialah meletakkan segala sesuatu pada peringkatnya dengan adil, dari segi
hukum,nilai, dan pelaksanaannya. Pekerjaan yang mula-mula dikerjakan
harus didahulukan, berdasarkan penilaian syari'ah yang shahih,yang diberi petunjuk oleh
cahaya wahyu, dan diterangi oleh akal.
Sehingga sesuatu yang tidak penting, tidak didahulukan atas sesuatu yang penting. Sesuatu
yang penting tidak didahulukan atas sesuatu yang lebih penting. Sesuatu yang tidak
kuat(marjuh) tidak didahulukan atas sesuatu yang kuat (rajih). Dan sesuatu "yang biasa-
biasa" saja tidak didahulukan atas sesuatu yang utama, atau yang paling utama.
- Pada masa-masa kemunduran, banyak kaum Muslimin yang terjebak pada suatu
perbuatan yang hingga hari ini masih mereka lakukan; di antaranya ialah:
1) Mereka tidak mengindahkan --sampai kepada suatu batas yang sangat besar-- fardhu-
fardhu kifayah yang berkaitan dengan umat secara menyeluruh. Seperti peningkatan kualitas
ilmu pengetahuan, perindustrian, dan kepiawaian dalam peperangan, yang dapat menjadikan
umat betul-betul mandiri, dan tidak hanya berada di dalam slogan dan omong kosong belaka;
ijtihad dalam masalah fiqh dan penyimpulan hukum; penyebaran da'wah Islam, pendirian
pemerintahan yang disepakati bersama berdasarkan janji setia (bai'at) dan pemilihan yang
bebas; melawan pemerintahan yang zalim dan menyimpang dari ajaran Islam.
2) Di samping itu, mereka juga mengabaikan sebagian fardhu 'ain, atau melaksanakannya
tetapi tidak sempurna. Seperti melaksanakan kewajiban amar ma'ruf dan nahi mungkar, di
mana Islam menyebutnya terlebih dahulu sebelum menyebut persoalan shalat dan zakat
ketika ia menjelaskan sifat-sifat masyarakat yang beriman.
3) Perhatian mereka tertumpu kepada sebagian rukun Islam lebih banyak dibanding perhatian
mereka kepada sebagian rukun yang lain. Ada di antara mereka yang memperhatikan puasa
lebih banyak daripada perhatian terhadap shalat
Peran terpenting yang dapat dilakukan oleh fiqh pertimbangan ini ialah:
1) Memberikan pertimbangan antara berbagai kemaslahatan dan manfaat dari berbagai
kebaikan yang disyariatkan.
2) Memberikan pertimbangan antara berbagai bentuk kerusakan, madharat, dan kejahatan
yang dilarang oleh agama.
3) Memberikan pertimbangan antara maslahat dan kerusakan, antara kebaikan dan kejelekan
apabila dua hal yang bertentangan ini bertemu satu sama lain.
Semua pekerjaan yang baik mesti didahului dengan studi kelayakan terlebih dahulu, dan
harus dipastikan menghasilkan sesuatu yang memuaskan sebelum pekerjaan itu dimulai. Oleh
karena itu, mesti ada perencanaan sebelum melakukannya, dan harus diperhitungkan secara
matematis dan dilakukan berbagai penelitian sebelum pekerjaan itu dilakukan
DI ANTARA prioritas yang sangat dianjurkan di sini, khususnya dalam bidang pemberian
fatwa dan da'wah ialah prioritas terhadap persoalan yang ringan dan mudah atas persoalan
yangberat dan sulit.
Allah SWT berfirman:
"... Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu..." (al-
Baqarah: 185)
KUFUR ATHEIS
Yang dimaksudkan dengan kufur atheis ialah yang pelakunya tidak percaya bahwa alam
semesta ini mempunyai Tuhan, yang mempunyai malaikat, kitab-kitab suci, rasul yang
member kabar gembira dan peringatan, serta tidak percaya kepada adanya akhirat di mana
manusia akan diberi balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan di dunia ini, baik
berupa kebaikan maupun keburukan, Mereka tidak mengakui ketuhanan, kenabian, kerasulan,
dan pahala di akhirat kelak, Bahkan mereka adalah sebagaimana pendahulu
KUFUR SYIRIK
Di bawah tingkat kekufuran di atas ialah kufur syirik, seperti kemusyrikan yang dilakukan
oleh orang Arab zaman Jahiliyah. Dahulu mereka percaya tentang adanya Tuhan, yang
menciptakan langit, bumi, dan manusia, serta yang memberikan rizki, kehidupan, dan
kematian kepada mereka. Akan tetapi, di samping adanya pernyataan tentang adanya
Tuhan itu -yang disebut dengan tauhid rububiyyah, mereka juga mempersekutukan Allah-
yang disebut dengan tauhid ilahiyyah, dengan menyembah tuhan-tuhan yang lain, baik yang
berada di bumi maupun yang berada di langit.
DOSA-DOSA BESAR
Setelah kekufuran dan berbagai tingkatannya, maka di bawahnya ada kemaksiatan, yang
erbagi menjadi dosa-dosa besar, dan dosa-dosa kecil. Dosa besar ialah dosa yang sangat
berbahaya, yang dapat menimbulkan kemurkaan, laknat Allah, dan neraka Jahanam. Orang
yang melakukannya kadang-kadang harus dikenai hukum had di dunia ini. Para ulama
berselisih pendapat dalam memberikan batasan terhadap dosa besar ini. Barangkali yang
paling dekat ialah kemaksiatan yang pelakunya dapat dikenakan had di dunia, dan diancam
dengan ancaman yang berat di akhirat kelak, seperti masuk neraka, tidak boleh memasuki
surga, atau mendapatkan kemurkaan dan laknat Allah SWT. Itulah hal-hal yang menunjukkan
besarnya dosa itu.
SYUBHAT
SETELAH tingkatan perkara-perkara kecil yang diharamkan, maka di bawahnya adalah
syubhat. Yaitu perkara yang tidak diketahui hukumnya oleh orang banyak, yang masih
samar-samar kehalalan maupun keharamannya. Perkara ini sama sekali berbeda dengan
perkara yang sudah sangat jelas pengharamannya.
Oleh sebab itu, orang yang memiliki kemampuan untuk berijtihad, kemudian dia
melakukannya, sehingga memperoleh kesimpulan hukum yang membolehkan atau
mengharamkannya, maka dia harus melakukan hasil kesimpulan hukumnya. Dia tidak
dibenarkan untuk melepaskan pendapatnya hanya karena khawatir mendapatkan celaan orang
lain.
Karena sesungguhnya manusia melakukan penyembahan terhadap Allah SWT berdasarkan
hasil ijtihad mereka sendiri kalau memang mereka mempunyai keahlian untuk
melakukannya. Apabila ijtihad yang mereka lakukan ternyata salah, maka mereka dimaafkan,
dan hanya mendapatkan satu pahala.
Dan barangsiapa yang hanya mampu melakukan taklid kepada orang lain, maka dia boleh
melakukan taklid kepada ulama yang paling dia percayai. Tidak apa-apa baginya untuk tetap
mengikutinya selama hatinya masih mantap terhadap ilmu dan agama orang yang dia ikuti.
Barangsiapa yang masih ragu-ragu terhadap suatu perkara, dan belum jelas kebenaran
baginya, maka perkara itu dianggap syubhat, yang harus dia jauhi untuk menyelamatkan
agama dan kehormatannya
MAKRUH
Perkara yang makruh --sebagaimana didefinisikan oleh para ulama-- ialah perkara yang
apabila ditinggalkan kita mendapatkan pahala, dan apabila dikerjakan tidak mendapatkan
dosa.
Oleh sebab itu, barangsiapa yang pandangannya tidak baik terhadap suatu perkara, maka
perilakunya yang berkaitan dengan perkara itu juga tidak akan baik. Karena sesungguhnya
perilaku itu sangat dipengaruhi oleh pandangannya, baik ataupun buruk.