Laporan Praktek Kerja Lapangan PEMBENIHAN UDANG WINDU Penaeus Monodon DI UPT BALAI BENIH IKAN PANTAI KOTA BONTANG
Laporan Praktek Kerja Lapangan PEMBENIHAN UDANG WINDU Penaeus Monodon DI UPT BALAI BENIH IKAN PANTAI KOTA BONTANG
PENDAHULUAN
1
akhirnya akan mendukung usaha penyediaan benih udang windu yang
berkualitas.
1.2. Tujuan
Tujuan dilaksanakannya PKL (Praktek Kerja Lapangan) ini adalah
sebagai berikut :
1. Melihat keadaan yang riil saat dilapangan
2. Mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan
3. Untuk mengetahui cara pembenihan larva udang windu
1.3. Manfaat
Manfaat yang didapatkan adalah sebagai berikut :
1. Menambah pengetahuan atau wawasan mengenai pembenihan udang
windu
2. Mendapat pengalaman kerja yang dapat dimanfaatkan untuk kedepannya
1.5. Gambaran Umum UPT Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Kota Bontang
1.5.1. Sejarah UPT Balai Benih Ikan Pantai Bontang (BBIP) Kota Bontang
Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Kota Bontang berdiri sejak tahun
2000. Pembangunan BBIP dilakukan secara bertahap. Dari pembebasan
lahan, pemancangan dan pengerukan pada tahun 2000-2002 dan
dilanjutkan pembangunan kantor dan mess pada tahun 2003 dan
selanjutnya pembangunan bak induk, bak larva, bak pengelondongan, bak
2
kultur plankton, ruang laboratorium, tandon air laut, tandon air tawar, bak
reservoir 1 dan 2 dan bak filter pada tahun 2004 sampai sekarang.
Pembangunan ini berdasarkan SK Walikota, sarana Balai Benih Ikan
Pantai ini bertujuan memproduksi benih ikan dan udang untuk memenuhi
kebutuhan para pembudidaya ikan dan udang di wilayah Kota Bontang
dan sekitarnya.
BBIP Kota Bontang pada bulan desember tahun 2008 telah
melakukan uji coba operasional yaitu uji coba pembenihan kerapu.
Kemudian pada tahun 2009 dilakukan uji coba pembenihan ikan kerapu
dan udang. Pada uji coba oprasional tahap ke-2 ini, BBIP telah mampu
memijahkan induk udang. Induk udang diperoleh dari daerah Balikpapan,
sedangkan benih ikan kerapu diperoleh dari daerah Situbondo-Jawa Timur.
Prospek pemasaran benur udang sangat baik, dibuktikan dengan
banyaknya pemintaan benur udang dari daerah Bontang dan Sangatta.
Berapa Keunggulan benur yang di produksi oleh BBIP Kota Bontang
antara lain karena dipijahkan sendiri, maka benur yang dihasilkan adalah
benur yang telah beradaptasi dengan kondisi/kualitas air khususnya di
daerah Kalimantan Timur dan keuntungan lain yaitu transportasi dari asal
benih ke tempat pembesaran (kolam/tambak) semakin dekat sehingga
mengurangi tingkat kematian benur udang atau benih ikan. BBIP Kota
Bontang terus berupaya melakukan upaya pembenahan dan meningkatkan
hasil produksi benih ikan dan udang.
1.5.2. Latar Belakang UPT Balai Benih Ikan Pantai Kota Bontang
Ada beberapa hal yang melatar belakangi pendirian UPT Balai
benih Ikan Pantai (BBIP) Kota Bontang adalah sebagai berikut :
Wilayah laut yang luas sehingga pembangunan diarahkan ke sektor
perikanan
Mencegah overfishing sebagai dampak dari penangkapan yang terus
menerus
3
Mensubstitusi benih alam dengan benih hatchery atau pembenihan
ikan laut (udang)
Rendahnya survival rate untuk benih yang diperoleh dari luar
Kalimantan Timur
Pemenuhan kebutuhan benih para pembudidaya ikan atau udang
wilayah Kota Bontang dan sekitarnya
1.5.3. Tujuan Pembangunan UPT Balai Benih Ikan (BBIP) Pantai kota
Bontang
Tujuan di bangunnya UPT Balai Benih Ikan Pantai Kota Bontang
adalah untuk memenuhi kebutuhan benih para pembudidaya ikan atau
udang wilayah Kota Bontang dan sekitarnya.
1.5.4. Dasar Pelaksanaan Operasional UPT Balai Benih Ikan Pantai (BBIP)
Kota Bontang
Berikut merupakan dasar pelaksanaan operasional UPT BBIP Kota
Bontang :
Operasional BBIP Kota Bontang diatur dengan peraturan Walikota
Bontang Nomor 11 tahun 2009, tanggal 25 Mei 2009 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Balai Benih Ikan
Pantai pada Dinas Perikanan Kelautan dan Pertanian Kota Bontang
Perda Kota Bontang Nomor 10 Tahun 2011 tanggal 27 Desember
tentang Retribusi Jasa Usaha
4
a. Sebelah Utara : Kelurahan Bontang Kuala dan Kelurahan
Api-Api
b. Sebelah Selatan : Kelurahan Berbas pantai
c. Sebelah Barat : Kelurahan Tanjung Laut
d. Sebelah Timur : Selat Makassar
Letak Balai Benih Ikan Pantai terbilang strategis, karena letaknya
yang berada didekat laut.
1.5.6. Sarana dan Prasarana yang Terdapat UPT Balai Benih Ikan Pantai
(BBIP) Kota Bontang
Berikut merupakan sarana dan prasarana yang terdapat di BBIP
Kota Bontang :
Kantor
Sarana administrasi dan tata usaha
Sarana laboratorium (pakan alami)
Asrama karyawan
Laboratorium pakan alami
Sarana kegiatan usaha budidaya perikanan
- Bak induk pemijahan rangsang
- Bak kultur fitoplankton
- Bak kultur zooplankton
- Bak penggelondongan
- Bak larva
- Rumah blower
- Menara air tawar
- Reservoir I
- Reservoir II
- Rumah pompa
- Rumah genset
Gudang alat
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sumber: http//www.google.com/image/udangwindu.jpg.
Gambar 1: Udang Windu (Peaeeus monodon)
6
pada malam hari, dan pada siang hari lebih suka membenamkan diri di tempat
yang tadah serta berlumpur.
Sumber: http//www.google.com/image/udangwindu.jpg.
Gambar 2 : Biologi Udang Windu
Udang windu biasanya hidup diperairan pantai yang berlumpur atau
berpasir. Udang ini banyak terdapat diperairan laut antara Afrika Selatan dan
Jepang, dan juga ada di antara Pakistan Barat sampai Australia bagian utara.
Udang windu bersifat nokturnal yaitu binatang yang mencari makan
pada malam hari. Sedangkan sifat lain dari udang windu adalah sifat kanibal,
yaitu suka memangsa jenisnya sendiri. Sifat kanibal ini biasanya muncul pada
7
udang-udang yang sehat dan tidak sedang dalam keadaan molting atau ganti
kulit dan sifat kanibal ini akan sangat nampak apabila udang kekurangan
pakan. Sedangkan mangsanya biasanya udang yang saat itu sedang ganti
kulit. Sifat kanibal pada udang biasanya muncul pada saat masih pada tingkat
mysis.
8
2.5. Pembenihan Udang Windu (Penaeus monodon)
2.5.1. Pemilihan Induk
Induk betina yang dipilih harus memiliki syarat-syarat sebagai
berikut :
- Berat lebih dari 50 gram
- Kandungan telur tinggi
- Sudah matang telur (terlihat dari warna abu-abu dipunggung
- Bentuk tubuh normal, tidak cacat
- Bersih dari kotoran dan parasit
Sedangkan persyaratan induk jantan adalah sebagai berikut :
- Berat lebih dari 40 gram
- Kaki jalan kedua tidak terlalu besar
- Tidak agresif
- Bentuk tubuh normal, tidak cacat
- Bersih dari kotoran dan parasit
Kriteria induk yang baik dalam proses produksi sebagai berikut :
Induk Jantan (♂) Induk Betina (♀)
Umur 7-10 Bulan Umur > 12 Bulan
Panjang tubuh 20-22 cm Panjang tubuh 23-27 cm
Panjang kepala ±7 cm Panjang Kepala ±9 cm
Berat tubuh 100-120 gram Berat tubuh 125-200 gram
Tabel 1 : Kriteria Induk Udang Windu.
9
seperti interveterata (hewan tidak bertulang belakang) air, udang kecil,
kerang (Bivalvae). Udang yang dibudidayakan ditambak umumnya diberi
pelet. Induk udang memerlukan pakan alami yang mempunyai kandungan
kolestrol tinggi yang berasal dari kerang-kerangan dan krustasea lain
(kepiting). Jenis pakan ini diperlukan untuk proses pematangan telur.
10
2.5.4. Siklus Hidup Udang Windu (Penaeus monodon)
Menurut Jasin Makoeri (1984), larva udang windu mengalami
perubahan bentuk beberapa kali seperti berikut ini :
1. Periode Nauplius atau periode peratama larva udang.
2. Periode Zoea atau periode kedua.
3. Periode Mysis atau periode ketiga.
4. Periode post larva (PL) atau periode keempat. Udang windu mencapai
sub-stadium post larva sampai 20 tingkatan. Ketika mencapai periode
ini, udang lebih menyukai perairan payau dengan salinitas 25-34 ppt.
5. Periode Juvenil atau periode kelima. Juvenil merupakan udang muda
yang menyukai perairan denga salinitas 20-25ppt.
6. Periode udang dewasa. Periode ini berlangsung setelah periode juvenile
sehingga udang siap berkembang biak. Setelah matang gonad, udang
dewasa akan kembali ke laut untuk melakukan pemijahan. Udang
dewasa menyukai perairan payau dengan saliinitas 15-20 ppt.
Fase nauplius dimulai sejak telur menetas, dan berlangsung selama
46-50 jam atau dua sampai tiga hari. Dalam fase ini, larva masih belum
memerlukan makanan dari luar karena masih disediakan dari dalam
kandung telur itu sendiri. Selama menjadi nauplius, larva mengalami
enam kali ganti bentuk, yang setiap bentuk (stadia) mempunyai ciri
sebagai berikut :
Nauplius 1 : Badan bentuknya masih telur bulat , tetapi sudah
mempunyai anggota badan tiga pasang
Nauplius 2 : Badan masih bulat, tetapi pada ujung antena pertama
terdapat seta (rambut) yang satu panjang dan dua lainnya pendek
Berbeda dengan fase nauplius, pada fase zoea larva sudah diberi
pakan karena pada fase ini larva sudah mulai mengambil makanan
sendiri dari luar, terutama plankton. Disamping itu, pada fase ini larva
sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Oleh karena itu, pada fase
zoea yang hanya berlangsung sekitar 3 hari, harus diperhatikan
sungguh-sungguh kebutuhan biologinya, khusunya media hidup dan
11
pakan. Media hidup terutama kulaitas air harus dijaga, jangan sampai
terjadi perubahanyang mencolok, sedangkan pakan diusahakan yang
sesuai dengan bukaan mulutnya supaya mudah ditangkap dan dimakan.
Tingkat perkembangan zoea dapat dilihat dengan adanya tanda-tanda
sebagai berikut :
Zoea 1 : Badan pipih, mata dan carapace mulai tampak, maxilla
pertama dan kedua serta maxilliped pertama dan kedua mulai
berfungsi, alat pencernaan makanan tampak jelas
Zoea 2 : Mata mulai bertangkai dan pada carapace sudah terlihat
rostrum dan duri supraorbital yang bercabang
Zoea 3 : Sepasang uropoda yang bercabang dua mulai berkembang
dan duri pada ruas-ruas perut sudah mulai tumbuh
Setelah fase zoea berakhir maka fase berikutnya akan berubah
menjadi fase yang bentuknya mirip dengan udang muda, yaitu fase
mysis. Pada fase ini, larva bersifat planktonis dan yang paling menonjol
adalah gerakannya mundur dengan cara membengkokkan badannya.
Makanan yang paling disukai adalah dari golongan zooplankton, seperti
copepod atau rotifera. Pada fase ini, larva mengalami tiga kali
perubahan bentuk selama 2 sampai 3 hari, yang dapat dilihat dengan
adanya tanda-tanda sebagai berikut :
Mysis 1 : Bentuk badan ramping dan memanjang seperti udang
muda, tetapi kaki renang masih belum tampak
Mysis 2 : Tunas kaki renang sudah mulai nyata, tetapi belum
beruas-ruas
Mysis 3 : Tunas kaki renang bertambah panjang dan beruas-ruas
Perubahan bentuk yang paling akhir dan paling sempurna dari
seluruh metamorphosis udang adalah saat larva tersebut mencapai fase
post larva (PL). Pada fase ini, larva tidak mengalami perubahan bentuk
karena seluruh bagian anggota tubuh sudah lengkap dan sempurna
seperti udang windu dewasa. Dengan bertambahnya umur, larva hanya
mengalami perubahan panjang dan berat, sedangkan bagian lain tidak
12
mengalami perubahan bentuk sedikitpun. Sifat yang paling menonjol
dimulainya fase post larva ialah tidak suka melayang dalam air, tetapi
lebih banyak menghuni dasar dengan makanan yang paling disukai
adalah zooplankton.
Nauplius Zoea 1
Zoea 2 Zoea 3
Mysis 1 Mysis 2
13
Mysis 3 PL 1
14
Sumber: Stewart, 2005
Gambar 4 : Siklus hidup Udang Windu (Penaeus monodon)
15
Oogonia mengalami meiosis, berdiferensiasi menjadi oosit dan
dikelilingi oleh sel-sel folikel. Oosit yang dihasilkan akan meresap
material kuning telur (yolk) dari darah induk melalui sel-sel folikel
(Wyban et al., 1991).
Organ reproduksi utama dari udang jantan adalah testes, vasa
derefensia, petasma dan apendiks maskulina. Sperma udang memiliki
nucleus yang tidak terkondensasi dan bersifat nonmotil karena bersifat
flagella. Selama perjalanan melalui vas deferens, sperma yang
berdifersisasi dikumpulkan dalam cairan fluid dan melingkupinya dalam
sebuah Chitinous spermatophore (Wyben et al., 1991).
16
Sumber: Dahuri, R. 2004
17
stimulus untuk reabsorbsi ovum (Arnstein dan Beard, 1975). Beberapa
peneliti telah menunjukkan bahwa ablasi juga dapat meningkatkan
pertumbuhan udang (Hameed dan Dwivedi, 1977). Ablasi dilakukan dengan
cara membakar, mengeluarkan isi dari salah satu batang mata keluar melalui
bola mata, dan melukai batang mata dengan gunting (Wyban et al., 2005).
Udang yang akan diablasi dipersiapkan untuk memasuki puncak
reproduktif. Jika ablasi dilakukan saat tahap premolting maka akan
menyebabkan molting, ablasi setelah udang molting dapat menyebabkan
kematian dan ablasi selama intermolt menyebabkan perkembangan ovum
(Mudjiman, A. 1987).
2.7.1. Suhu
Suhu air media pemeliharaan udanh windu berkisar antara 28-320C,
dan alat yang digunakan untuk mengukur suhu air adalah Thermometer.
Semakin tinggi suhu perairan, semakin tinggi laju metabolisme didalam
tubuh udang. Kondisi ini akan diimbangi dengan meningkatnya laju
konsumsi pakan. Bila suhu meningkat, udang akan stress dan akan
mengeluarkan lendir yang berlebihan, sebaliknya jika suhu terlalu rendah,
udang akan kurang makan dan bergerak. Sehingga pertumbuhannya akan
lambat (Sumeru dan Anna, 1992). Sedangkat menurut (Soetomo H.A,
2007) suhu yang baik ditambak untuk kehidupan udang windu adalah
berkisar antara 26-300C akan tetapi, kenaikan suhu melebihi 350C dalam
waktu yang lama akan menambahkan daya racun air terhadap udang yang
akan menimbulkan kematian.
18
2.7.2. Salinitas
Kisaran salinitas berkisar antara 30-34 ppt. Jika salinitas terlalu
rendah dan tinggi nafsu makan masih ada tetapi konversi pakan menjadi
tinggi karena energi tubuh banyak terbuang. Alat yang digunakan untuk
mengukur salinitas adalah Handrefaktometer. Akan tetapi salinitas yang
cocok untuk pertumbuhan udang windu pada tambak adalah antara 10-
300/00 bahkan 50 0/00 masih dapat hidup walaupun tidak dapat tumbuh
dengan baik, asal kenaikan itu terjadi secara bertaha karena pada
umumnya kenaikan kadar garam terjadi pada saat musim kemarau
(Soetomo H.A, 2007).
2.7.3. pH Air
Kisaran pH air berkisar antara 7-8,5 dan akan mematikan bila
mencapai angka kematian terendah yaitu 6 dan tertinggi yaitu 9 dan alat
yang digunakan yatu pH meter (Soetomo H.A, 2007).
19
hewan pemakan segala (Omnivora), akan tetapi pada umumnya udang
merupakan predator bagi invertebrata yang pergerakannya lambat.
Hasil pemeriksaan terhadap isi perut udang windu yang dipelihara di
tambak menunjukkan bahwa makanannya terdiri dari plankton jenis Lyngbya
s, Spirulina, Skeletonema dan dari jenis zooplankton yaitu Brachionus sp
(Ranoemihardjo, 1980). Walaupun demikian, keadaan lingkungan tempat
hidup udang akan berpengaruh terhadap jenis makanan yang dimakan.
Dalam usaha pemeliharaan udang, makanan yang diberikan selain
harus mempunyai kualitas yang baik, juga jumlahnya harus cukup, sebab
kekurangan makanan akan lebih baik mempercepat kematian hewan yang
dibudidayakan. Sampai saat ini nauplius artemia merupakan salah satu
makanan udang yang paling efektif bagi udang stadium pasca larva maupun
juvenil. Selain itu, nauplius artemia dapat berperan sebagai penunjang
pertumbuhan udang windu. Jika digunakan sebagai suplemen dengan
makanan lainnya, ternyata Artemia dapat berperan sebagai penunjang
pertumbuhan udang windu. Jika digunakan sebagai suplemen dengan
makanan lainnya, ternyata artemia mempunyai keuunggulan dibandingkan
dengan makanan udang lainnya. Keunggulan tersebut diantaranya adalah:
artemia diperjual belikan dalam bentuk kista (Cyst), sehingga praktis dalam
penggunaannya, nauplis artemia mempunyai kisaran ukuran yng cocok bagi
kebanyakan larva udang, dapat beradaptasi terhadap berbagai lingkungan dan
dapat tumbuh pada kepadatan yang tinggi (Sorgeloos, 1980). Selain itu,
artemia juga mempunyai kandungan nutrisi yang cukup yang tinggi. Pada
beberapa perkembangan stadia udang windu, kebiasaan makannya terangkum
seperti pada Tabel 2
No. Stadia Jenis Makanan Lokasi Sumber
1. Zoea-Mysis Phytoplankton Filipina Villauz,
1969
2. Mysis-Pasca larva Zooplankton dan Filipina Villauz,
udang-udang kecil 1969
20
3. Pasca larva Kepiting kecil, Filipina Marte, 1980
udang-udangan,
Moluska, Cacing-
cacingan, sisa-sisa
ikan pasir, lumpur
4. Dewasa Udang-Udangan, Sudan, Laut El Hag,
Cacing-cacingan, Merah, Pesisir 1984
Alga, Lumpur, dan Muara Thomas,
Moluska, Sisa-sisa Karapuglia 1972
ikan, Bahan yang India, Filipina
tidak
terindentifikasi
Sumber: Piedad – Pascual, In Press (Umiyati Sri Sumeru dan Anna Suzy, 1992)
Tabel 2 : Kebiasaan Makan Udang Windu
21
3. Tingkat Mysis, mulai menggemari makan zooplankton dan mulai bersifat
carnivora
4. Tingkat Post larva, sifatnya sudah mulai senang tinggal di dasar media
tempat hidupnya dan masih senang memakan detritus serta sisa-sisa
mikroorganisme yang terdapat di dasar perairan. Di alam umumnya udang
aktif bergerak mencari makan pada malam hari, oleh karena itu maka
udang dimasukkan dalam kelompok hewan Nokturnal. Aktivitas makan
dan jenis makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju
pertumbuhan udang windu
Berdasarkan uraian diatas maka jenis pakan yang tepat diberikan
kepada larva udang windu adalah pakan alami karena pakan alami :
1. Mempunyai bentuk dan ukuran yang kecil sesuai dengan bukaan mulut
larva
2. Kandungan gizinya lengkap dan cukup tinggi sangat dibutuhkan untuk
proses perkembangan tubuh larva
3. Isi selnya padat dan mempunyai dinding sel yang tipis sehingga mudah
diserap, karena pada fase larva belum ada enzim yang akan mencerna
pakan sehingga pakan alami mudah dicerna dalam saluran pencernaan
larva dan didalam tubuh pakan alami terdapat enzim yang dapat
melakukan autolisis sendiri sehingga dapat mudah dicerna oleh larva
4. Tidak menyebabkan penurunan kualitas air, karena pakan alami selama
berada dalam media pemeliharaan larva tidak mengeluarkan senyawa
beracun
5. Pergerakan pakan alami relatif tidak terlalu aktif sehingga sangat mudah
untuk ditangkap oleh larva
6. Meningkatkan daya tahan larva terhadap penyakit dan perubahan kualitas
air
7. Ketersediaan pakan alami relatif mudah dilakukan pembudidayaan karena
cepat perkembangbiakannya dan mudah membudidayakannya
22
2.10. Cara Pemberian Pakan pada Larva Udang Windu (Penaeus monodon)
Pemberian pakan ini dilakukan untuk memacu pertumbuhan larva
udang windu, adapun jenis pakan yang diberikan yaitu :
A. Pakan Alami
Jenis pakan alami yang diberikan pada larva udang windu yaitu
bisa menggunakan Chaetoceros dan Artemia sp. Pemberian pakan alami
fitoplankton Chaetoceros diberikan mulai stadia zoea 1 yaitu dimana
larva sudah mulai kehabisan persediaan kuning telur (Egg yolk) dan
diberikan sampai stadia PL 3.
Hal ini sesuai dengan pendapat Subaidah, S dan Pramudjo, S
(2008) yang menyatakan bahwa pemberian Chaetoceros sp dilakukan
mulai dari stadia zoea 1 – mysis 3, sedangkan pada stadia naupli belum
diberikan pakan dikarenakan pada stadia ini larva udang masih
memanfaatkan kuning telur sebagai pensuplai makanan. Pemberian
Chaetoceros sp bertujuan untuk meningkatkan anti body yang sangat
dibutuhkan oleh larva udang terutama pada fase-fase transisi seperti dari
stadia naupli ke stadia zoea, yang mana pada fase ini sering dikenal
dengan istilah zoea syndrome atau zoea lemah, yaitu larva kelihatan
lemah dan tubuh kotor yang dapat menyebabkan mortalitas hingga 90%.
Selain itu, Chaetoceros sp mampu menekan laju pertumbuhan bakteri
Vibrio harvey selama proses pemeliharaan larva. Kultur Chaetoceros
dilakukan dengan 3 cara, yaitu skala laboraturium, skala semi massal
(Intermediate) dan skala Massal. Pemberiannya dilakukan dengan cara
memompa Chaetocerosla langsung ke bak pemeliharaan dengan selang.
Artemia salina merupakan pakan alami jenis zooplankton yang diberikan
pada larva udang mulai dari stadia larva mysis 3 – post larva. Pemberian
nauplius artemia dikarenakan banyak mengandung nilai nutrisi yang
sangat dibutuhkan oleh larva udang seiring dengan peningkatan nilai
usaha pemeliharaan larva dalam masalah kualitas larva. Di samping itu,
nauplius artemia merupakan zooplankton yang bergerak aktif sehingga
dapat merangsang dan meningkatkan nafsu makan larva udang. Sebelum
23
diberikan, dilakukan dekapsulasi pada cyste artemia menggunakan bahan
kimia yaitu klorin 1000 ml dan soda api 500 ml dengan perbandingan 2.
Klorin dapat melarutkan senyawa lipoprotein pada cangkang telur
artemia yang banyak mengandung Heamatin yang dapat mempercepat
pengikisan cangkang artemia, sedangkan soda api berfungsi untuk
melunakkan cangkang. Selama proses dekapsulasi diusahakan suhu tidak
lebih dari 40ºC karena dapat menyebabkan artemia terbakar dan mati.
Setelah proses dekapsulasi selesai artemia ditetaskan dalam conical tank
selama 1 × 24 jam dan diberi aerasi. Artemia yang sudah menetas
diberikan dengan cara ditebar keseluruh permukaan air dengan
menggunakan gayung.
B. Pakan Buatan
Pakan buatan yang akan diberikan disaring terlebih dahulu dengan
menggunakan saringan. Pakan yang telah ditimbang kemudian
dimasukkan ke dalam saringan pakan dan diaduk den sampai merata
kemudian diberikan dengan cara ditebar menggunakan gayung.
Pemberian pakan buatan dimulai dari stadia zoea sampai PL dan
dilakukan sebanyak delapan kali sehari dengan dosis yang berbeda pada
setiap stadia. Dengan pemberian pakan ini maka larva udang dapat
mengalami pertumbuhan. Pemberian pakan buatan bersamaan dengan
pemberian probiotik sanolife yang mengandung bakteri Bacillus
licheniformis, Bacillus Subtilus, Bacillus Pumilus. Pemberian Bacillus ini
untuk menguraikan bahan-bahan organik berupa sisa pakan dan kotoran
yang berada di media pemeliharan agar tidak menjadi racun. Pemberian
probiotik ini diberikan setiap hari pada saat memasuki stadia zoea sampai
post larva.
24
BAB III
METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan ini dilaksanakan selama satu bulan,
yaitu pada tanggal 10 Juli sampai dengan 05 Agustus 2013 di UPT Balai
Benih Ikan Pantai (BBIP), Kota Bontang.
Sumber: http//www.google.com/image/KotaBontang.jpg.
Gambar 6 : Kota Bontang
25
10. Terpal 4 Buah
Tabel 3 : Alat yang digunakan
b. Bahan :
Bahan yang digunakan adalah benih udang Windu (Penaeus
monodon) dan air treatment.
26
terutama bila terkena sinar. selanjutnya pengawasan terhadap kualitas air
terus menerus dilakukan. Jika terjadi perbedaan atau perubahan segera
distabilkan.
Setelah semuanya siap, nauplius siap ditebar dengan cara
menuangkan air dalam baskom menggunakan gayung yang berisi nauplius
secara perlahan kedalam bak pemeliharaan sampai nauplius dalam baskom
habis.
4. Pemeliharaan Larva
Penanganan larva udang windu di Balai Benih Ikan Pantai dimulai
dari fase nauplius hingga post larva 12 (PL12). Selama proses
pemeliharaan larva, larva harus benar-benar diperhatikan dari segi pakan,
kondisi air dan lingkungan. Jumlah dan jenis pakan juga disesuaikan
berdasarkan usia larva.
5. Pemanenan
Pemanenan dilakukan saat larva atau benur berada pada fase post
larva 12 (PL 12). Pemanenan dilakukan secara total terhadap semua larva
yang terdapat di bak pembesaran. Paralon pembuangan harus dipasang
saringan dan diberi pipa agak kecil agar saat panen air tidak mengalir
terlalu deras.
6. Pengemasan
Pengemasan dilakukan langsung bersamaan dengan proses
pemanenan. Pengemasan bertujuan untuk mempermudah proses
penyaluran atau pendistribusian kepada konsumen.
27
BAB IV
28
Gambar 7 : Induk Udang Windu Yang Siap Telur
29
Setelah telur berkembang menjadi nauplius, nauplius tersebut akan
dipindahkan kedalam bak pembesaran atau pemeliharaan. Tangki bagian
bawah akan dibuka kemudian diberi pipa, ditampung menggunakan baskom
dan nauplius disaring menggunakan saringan, dimasukkan kedalam ember
dan siap dimasukkan kedalam bak pemeliharaan.
30
Pakan mempengaruhi proses pertumbuhan atau perkembangan
larva. Selama larva dalam masa pemeliharaan (zoea sampai post larva 12),
larva diberi pakan berupa pakan alami dan pakan buatan. Pakan larva
udang windu selama berada dibak pemeliharaan adalah sebagai berikut :
a. Pakan alami
Pakan alami merupakan pakan berupa fitoplankton (Skeletonema
sp) dan zooplankton (Artemia sp). Skeletonema sp merupakan pakan
yang akan terus diberikan mulai stadia zoea hingga stadia larva mysis
post larva (mulai dari zoea sampai MPL). Skeletonema sp juga
dibudidayakan di Balai benih Ikan Pantai Kota Bontang. Sehingga
mempermudah untuk stok pakan alami larva. Larva diberi pakan
Skeletonema sp pada pukul 05.00, 09.00, 13.00, 17.00, 21.00 dan 01.00
WITA. Cara pemberian pakan Skeletonema adalah dengan menuang
Skeletonema ke dalam bak pemeliharaan menggunakan gayung. Cara
pemberian Skeletonema tidak boleh ditebar karena dapat merusak protein
yang terkandung didalam Skeletonema.
Artemia sp merupakan salah satu pakan alami (zooplankton) yang
mulai diberikan kepada larva udang windu pada saat stadia larva post
larva 1 (PL 1). Artemia yang digunakan sebelumnya harus dikultur
terlebih dahulu. Karena Balai Benih Ikan Pantai Kota Bontang
menggunakan Artemia yang telah dikalengkan kemudian harus dikultur
terlebih dahulu agar Artemia dapat menetas kemudian di jadikan sebagai
pakan alami untuk larva udang windu. Sama halnya dengan Skeletonema,
Artemia dituang ke dalam bak menggunakan gayung dan tidak boleh
ditebar karena dapat merusak protein yang terkandung didalamnya.
31
b. Pakan Buatan
Pakan Buatan merupakan pakan pendukung (tambahan) yang
digunakan agar larva tetap berada pada nutrisi yang cukup. Pakan buatan
juga harus rutin diberikan kepada larva hingga waktu pemanenan. Jenis
pakan buatan yang digunakan adalah Flakes, Frippak, ZM dan MPL .
Sebelum diberikan ke larva, pakan buatan harus dihancurkan terlebih
dahulu menggunakan saringan pakan. Kemudian ditebar ke seluruh
bagian bak pemeliharaan agar pakan buatan dapat secara merata
dikonsumsi oleh semua larva yang tersebar didalam bak.
Pakan buatan akan selalu diberikan bersamaan dengan pakan alami.
Komposisi dan jenis pakan buatan akan berubah pada setiap stadia larva.
Semakin naik fase larva maka jumlah pakan buatan pada setiap jenisnya
akan bertambah. Pakan buatan selalu ditimbang menggunakan neraca
ohaus, agar komposisinya tepat.
32
2. Selang diisi air sampai penuh kemudian satu ujung sisinya
dimasukkan kedalam bak
3. Air didalam bak akan keluar dari selang satu ujung sisinya bersamaan
dengan larva yang terikut kemudian ditampung ke dalam baskom
4. Setelah larva terpisah dengan kotoran, kemudian larva dimasukkan
kembali kedalam bak yang telah kembali diisi dengan air treatmen
baru
C. Kualitas Air Media Pemeliharaan Larva
Kualitas air sangat penting dalam kegiatan pembenihan. Sehingga
kualitas air harus terus diperhatikan agar proses pembenihan tidak
mengalami kegagalan yang dapat menyebabkan kerugian materi dan
waktu. Berikut merupakan kualitas air dalam proses pemeliharaan larva :
Post
No. Faktor Peubah Nauplius Zoea Mysis
Larva
1. Suhu Dalam ºC 30-32 30-32 30-32 30-32
2. Salinitas % 30-35 30-35 30-35 30-35
3. pH 7 7 7 7
4. Oksigen 5 5 5 5
Tabel 4 : Kualitas Air Media Pemeliharaan Larva
3.3. Pemanenan
UPT Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Kota Bontang melakukan
pemanenan pada saat stadia larva post larva 12 (PL 12). Pemanenan benur
dilakukan secara total (penen total). Panen dimulai pada pukul 04.00 WITA.
Cara panen adalah dengan memasang pipa pada paralon pembuangan agar air
yang keluar tidak terlalu deras sehingga tidak merusak benur kemudian diberi
saringan yang telah di rakit untuk menampung benur yang akan keluar
bersama air dari dalam bak. Benur yang telah tersaring lalu di pindahkan
kedalam baskom dan siap untuk dikemas.
Pada saat pemanenan, satu bak pemeliharaan mengalami kegagalan.
Sebagian besar benur yang terdapat pada bak nomor 4 (empat) mati. Hal
33
tersebut diperkirakan karena kesalahan dalam hal pemanenan pakan alami
(Skeletonema sp).
34
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan diatas dapat
disimpulkan jika UPT Balai benih Ikan Pantai (BBIP) Kota Bontang hanya
memproduksi benur larva udang windu hingga stadia post larva 12 (PL 12).
BBIP Kota Bontang memilih indukan (induk udang windu) yang memiliki
kualitas baik dengan memilih menggunakan indukan yang di tangkap di alam.
Perlakuan dimulai sejak induk udang windu siap memijah dan bertelur
kemudian dilanjutkan dengan pemeliharaan larva udang dari stadia nauplius,
zoea, mysis dan post larva. Pakan yang menjadi faktor penting juga harus
diperhatikan mulai dari jenis pakan hingga waktu pemberian pakan. Larva
membutuhkan pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami berupa
fitoplankton (Skeletonema sp) dan zooplankton (Artemia sp). Pakan buatan
berupa Frippak, ZM, Flakes dan MPL. Larva mulai membutuhkan pakan saat
berada pada stadia zoea karena system pencernaanya yang telah terbentuk
dengan sempurna.
Teknik pembudidayaan (pemeliharaan) larva udang windu
mempengaruhi jumlah hasil panen yang diproduksi. Perlakuan yang baik dan
benar harus dilakukan agar menghasilkan larva-larva udang windu sesuai
dengan yang di harapkan.
5.2. Saran
Sebaiknya seluruh karyawan atau para pekerja harus melakukan
kegiatan berdasarkan SOP (Standart operational Prosedur). Dan jadwal
pemberian pakan harus tepat berdasarkan jadwal atau waktu yang telah
ditentukan.
35