Laporan Keahlian Bioflok 1
Laporan Keahlian Bioflok 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lele (Clarias sp.) adalah salah satu jenis ikan air tawar komersial yang
popular sehingga banyak dibudidayakan secara intensif (Simanjuntak, Suminto, &
Sudaryono, 2016). Lele merupakan salah satu spesies yang memiliki keunggulan
dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya, antara lain mudah dipelihara, dapat
tumbuh dengan cepat dalam waktu relatif singkat (Chou, 1994 dalamSimanjuntak
et al., 2016). Ikan lele mengandung sumber protein hewani, menjadi salah satu
bahan pangan komoditas perikanan di Indonesia dan bernilai ekonomis
(Hermawan, Sudaryono, & Prayitno, 2014). Lele memiliki prospek pasar yang
cukup cerah karena kelebihannya dapat dipijahkan sepanjang tahun (Imron,
Sudaryono, & Harwanto, 2014). Produksi lele di Indonesia mengalami
peningkatan pada tahun 2009-2013 yaitu tahun 2009 sebesar 144.755 ton, tahun
2010 sebesar 242.811 ton, tahun 2011 sebesar 337.557 ton, tahun 2012 sebesar
441.217 ton, dan tahun 2010 sebesar 543.461 ton (Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya, 2013).
1
dalam budidaya yang diadaptasi dari teknik pengolahan limbah domestik secara
konvensional (Avnimelech and Kochba, 2009 dalam Rachmawati, Samidjan, &
Setyono, 2015); Avnimelech, 2006 dalamAbulias, SR, & Winarti, 2014);
(Sukendar et al., 2016). Aplikasi teknologi bioflok pada budidaya ikan lele
mampu meningkatkan produksi ikan, meningkatkan efisiensi pemanfatan pakan
yang diberikan, memperbaiki nilai konversi pakan serta memperbaiki kualitas air
media serta meningkatkan angka kelangsungan hidup ikan (Hastuti &
Subandiyono, 2014). Prinsip utama yang diterapkan dalam teknologi ini adalah
manajemen kualitas air yang didasarkan pada kemampuan bakteri heterotrof untuk
memanfaatkan N- organik dan N-anorganik yang terdapat di dalam air. Pada
kondisi C dan N yang seimbang dalam air, bakteri heterotrof akan memanfaatkan
N, baik dalam bentuk organik maupun anorganik, yang terdapat dalam air untuk
pembentukan biomasa sehingga konsentrasi N dalam air menjadi berkurang
(Schneider et.al., 2005 dalamPutri, Wardiyanto, & Supono, 2015). Teknologi ini
meminimalkan pergantian air untuk memperbe- sar biosekuritas dengan
memperkecil efek luar terhadap lingkungan budi daya (De Schryver et al. 2008
dalamSukendar et al., 2016).
Aplikasi bioflok selama ini difokuskan untuk perbaikan kualitas air dan
digunakan sebagai pakan alami bagi ikan. Penggunaan tepung bioflok sebagai
suplemen pakan untuk penunjang pertumbuhan ikan belum banyak diaplikasikan
(Nuari et al., 2016). Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka salah satu cara
yang dapat dilakukan yaitu dengan menambahkan probiotik dalam pakan dan
mengaplikasikan teknologi bioflok dalam budidaya ikan.
2
1.2 Tujuan
1. Memahami teknologi bioflok dalam budidaya ikan lele (Clarias sp.) secara
intensif.
2. Memahami dinamika kualitas air dalam teknologi bioflok.
3. Mengetahui laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan lele (Clarias sp.)
dalam aplikasi teknologi bioflok.
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Lele (Clarias sp.)
2.1.1 Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Sub-Kingdom : Metazoa
Phyllum : Chordata
Sub-Phyllum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub-Kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub-Ordo : Siluroidea
Familia : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias sp
4
Strain-strain ikan lele Afrika yang lain di Indonesia merupakan ikan lele yang
dibentuk melalui proses persilangan (crossbreeding ataupun backcross) ataupun
hanya melalui proses introduksi. Ikan Lele Mutiara dibentuk melalui seleksi
individu pada karakter pertumbuhan selama tiga generasi. Seleksi individu selama
tiga generasi tersebut telah menghasilkan respons seleksi kumulatif sebesar
52,64% berdasarkan parameter bobot. Selain itu, hasil pengujian keragaan-
keragaan zooteknis menunjukkan bahwa ikan lele Mutiara memiliki keunggulan
karakter yang relatif lengkap sebagai komoditas perikanan budidaya, terutama
pada karakter pertumbuhan, efisiensi pakan, keseragaman ukuran, dan ketahanan
terhadap penyakit, lingkungan, dan stres (BPPI, 2014) dalam (Iswanto, Suprapto,
& Marnis, 2015). Menurut (Wahyudin, 2008) dalam bukunya “Panduan Lengkap
Agribisnis Lele.”, ikan lele secara umum memiliki tubuh yang licin, berlendir,
tidak bersisik, dan bersungut atau berkumis. Secara anatomi dan morfologi lele
terbagi menjadi 3 bagian. Berikut uraian masing-masing bagiannya :
1. Kepala (Cepal)
Lele memiliki kepala yang panjang, hampir mencapai seperempat dari
panjang tubuhnya. Kepala lele pipih ke bawah (depressed). Bagian atas dan
bawah kepalanya tertutup oleh tulang pelat. Tulang pelat ini membentuk ruangan
rongga di atas insang. Di ruangan inilah terdapat alat pernapasan tambahan lele
berupa labirin. Mulut lele terletak pada ujung moncong (terminal) dengan dihiasi
4 sungut (kumis). Mulut lele dilengkapi gigi, gigi nyata, atau hanya berupa
permukaan kasar di mulut bagian depan.
Lele juga mempunyai empat pasang sungut yang terletak di sekitar mulut.
Sepasang terletak di sekitar mulut. Sepasang sungut hidung, sepasang sungut
mandibular luar, sepasang sungut mandibular dalam, dan sepasang sungut
maxilar. Ikan ini memiliki alat olfaktori di dekat sungut yang berfungsi untuk
perabaan dan penciuman serta penglihatan lele yang kurang berfungsi baik.
Mata lele berbentuk kecil dengan tepi orbital yang bebas. Matanya latero-
lateral atau di permukaan dorsal tubuh yang dapat mengenali warna. Untuk
memfokuskan pandangan, lensa mata dapat bergerak keluar-masuk. Ikan lele
memiliki sepasang lubang hidung (nostrils) yang terdapat pada bagian anterior.
Nostrils tersebut berfungsi mendeteksi bau dan sangat sensitif.
5
2. Badan (abdomen)
Ikan lele mempunyai bentuk badan yang berbeda dengan jenis ikan
lainnya, seperti tawes, mas, ataupun gurami. Ikan lele mempunyai bentuk tubuh
memanjang, agak bulat, dan tidak bersisik. Warna tubuhnya kelabu sampai hitam.
Badan lele pada bagian tengahnya mempunyai potongan membulat. Sementara
itu, bagian belakang tubuhnya berbentuk pipihke samping (compressed). Dengan
demikian, ada tiga bentuk potongan melintang pada ikan lele, yaitu pipih ke
bawah, bulat, dan pipih ke samping.
3. Ekor (caudal)
Sirip ekor lele membulat dan tidak bergabung dengan sirip punggung
maupun sirip anal.sirip ekor berfungsi untuk bergerak maju. Sirip anal, caudal dan
dorsal tidak bersatu, panjang kepala adalah 2,9 - 3,8 bagian dari panjang baku.
Badan dihiasi oleh bercak bercak putih. (Rachmatika & Wahyudewantoro, 2006).
2.1.3 Habitat
Lele dapat hidup di berbagai tipe habitat mulai ketinggian 1 m dpl alias
pesisir pantai hingga ketinggian 800 m dpl. Lele juga dapat bertahan di daerah
minim air, menurut (Agriflo, 2012) dalam bukunya yang berjudul “Lele”. Habitat
atau lingkungan hidup lele sangkuriang adalah air tawar, meskipun air yang
terbaik untuk memelihara lele sangkuriang adalah air sungai, air saluranirigasi, air
tanah dari mata air, maupun air sumur, tetapi lele sangkuriang srelatif tahan
terhadap kondisi air yang menurut ukuran kehidupan ikan dinilai kurang baik.
Lele sangkuriang juga dapat hidup dengan padat penebaran tinggi maupun dalam
kolam yang kadar oksigennya rendah, karena ikan lele sangkuriang mempunyai
alat pernapasan tambahan yang disebut arborescent yang memungkinkan lele
sangkuriang mengambil oksigen langsung dari udara untuk pernapasan
(Himawan, 2008)
Kelompok pembudidaya yang mengikuti program budidaya ikan lele
berbasis teknologi bioflok mendapat manfaat dalam membudidayakan ikan lele
yaitu peningkatan produksi, pemanfaatan lahan sempit dan mengurangi bau dalam
budidaya lele. Hal ini dirasakan oleh pembudidaya karena budidaya lele berbasis
6
teknologi bioflok belum pernah dilakukan sebelumnya. (Hudaidah, Hasani, &
Yusup, 2017)
2.2 BIOFLOK
2.2.1 Pengertian Bioflok
7
nitrogen. Bioflok terdiri atas mikroorganisme (bakteri, ragi, fungi, protozoa,
fitoplankton) dan limbah. Komposisi organisme dalam flok akan mempengaruhi
struktur bioflok dan kandungan nutrisi bioflok (Izquierdoet al., 2006) dengan
ukuran bervariasi kisaran 100 - 1000 μm (Azim dan Little., 2008). Flok bakteri
tersusun atas campuran berbagai jenis mikroorganisme (bakteri pembentuk flok,
bakteri filamen, fungi), partikel-partikel tersuspensi, berbagai koloid dan polimer
organik, berbagai kation dan sel-sel mati (Jorand et al., 1995) dengan ukuran
bervariasi dengan kisaran 100 - 1000 µm (Azim et al., 2007). Selain alga dan
bateria, bioflok terdiri dari protozoa, rotifera, dan nematoda (Avnimelech, 2009)..
8
2.2.4 Biokimia Pertumbuhan Bioflok
Konversi Menjadi
No Senyawa Organik
Bioflok (%)
1 Karbohidrat 65-85
9
2 Alkohol 55-66
3 Protein 32-62
4 Lemak 10-60
5 Kasein 50-53
6 Glukosa 49-59
7 Sukrosa 58-68
Sumber : Aiyushirota (2009)
10
kandungan oksigen yang terlalu rendah dapat menyebabkan dominasi bakteri
filamen pada bioflok yang akan menyebabkan bioflok cenderung terapung.
11
Gambar 2. Tahapan Bioflok
Sumber :www.weebly.com (2016)
2. 3 Kualitas Air
12
yang merugikan sehingga menghasilkan lingkungan yang optimal bagi mikroba
yang menguntungkan. Mikroba tersebut akan mendominasi dan membuat habitat
lebih sesuai untuk pertumbuhan makhluk hidup (Gunawan dan Bagus, 2011;
Widarni dkk., 2012 dalam Hariani, Biologi, & Surabaya, 2017).
Kisaran suhu yang baik untuk pertumbuhan ikan lele adalah antara 28 –
29ºC, Suhu yang semakin tinggi akan meningkatkan laju metabolisme ikan,
namun respirasi yang terjadi semakin cepat sehingga mengurangi konsentrasi
oksigen di air, yang dapat menyebabkan stres bahkan kematian pada ikan
(Widiyantara, 2009 dalam Kasmat Samaun, Hasim, 2015).
13
Meningkatnya sisa pakan dan buangan metabolit yang terakumulasi dapat
menyebabkan peningkatan phosfat sehingga kualitas air menjadi rendah yaitu
menurunnya kadar oksigen terlarut pada perairan (Afriansyah, 2016).
2.3.4 Nitrit
2.3.5 Nitrat
14
Potensi pasokan amoniak ke dalam air budidaya ikan adalah sebesar 75%
dari kadar nitrogen dalam pakan (Gunardi & Hafsari 2008 dalam
Rachmawatidkk, 2015). Berkurangnya konsentrasi amoniak dan beberapa
parameter lain dalam wadah pemeliharaan dapat disebabkan oleh terpakainya
sejumlah ion amonium oleh makrofita, fitoplankton dan alga bentik yang ada
dalam media pemeliharaan tersebut. Selain itu ion amonium dapat mengalami
nitrifikasi menjadi nitrat apabila tersedia sejumlah oksigen yang cukup (Maniani
dkk, 2016).
3. METODE PRAKTIK
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada budidaya lele sitem bioflok dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Alat yang digunakan pada Pembesaran Ikan Lele Sistem Bioflok
No. Alat Spesifikasi Jumlah Keterangan
15
1 2 3 4 5
Bak Bak fiber
1 2 buah Wadah pemeliharaan
Pemeliharaan ukuran 0,5 m3
2 Hi Blow 100 watt 1 buah Penyuplai oksigen
PE, diameter Sebagai penyuplai
3 Selang Aerasi 2m
100 mm oksigen
Membentuk gelembung
4 Batu Aerasi Batu berpori 8 buah
udara
5 Pipa Aerasi PVC ¾’ 1 unit Penyuplai oksigen
6 Pipa Outlet PVC 2’ 2 buah Membuang air
7 Regulator Plastik 8 buah Penyuplai oksigen
Wadah pemberian
8 Baskom Plastik 2 buah
pakan
Menimbang pakan dan
9 Timbangan Ketelitian 1 g 1 buah
bahan bahan lain
Diameter 30
10 Serokan 2 buah Mengambil ikan
cm
Mesin
11 pencampur / 1 unit Mengaduk pakan
Pengaduk
Volume 500 Menakar bahan bahan
12 Gelas ukur 1 buah
ml praktik
Tempat
fermentasi Tempat fermentasi
13 Volume 50 kg 1 unit
pakan pakan
16
17 Ammonia test 1 unit Mengukur kadar NH3-N
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada budidaya lele sitem bioflok dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4.Bahan Bahan Yang Digunakan Untuk Pembesaran Lele Sistem Bioflok
Metode kerja yang dilakukan pada budidaya lele bioflok adalah meliputi
beberapa kegiatan diantaranya adalah :
Wadah yang digunakan untuk pembesaran lele sistem bioflok adalah bak
fiber bulat volume 0,5 m3. Setiap bak terdapat saluran outlet serta didalam wadah
terdapat 4 titik aerasi. Bak fibre pemeliharaan lele sistem bioflok dapat dilihat
pada Gambar 3.
1. Bak yang sudah dikeringkan disiram dicuci dengan klorin dosis 10 ppm.
17
2. Membersihkan dengan menyikat menggunakan sikat atau benda yang
bersubsrat kasar.
3. Membuang air yang terdapat didalam bak dan membilas bak dengan air
bersih.
4. Setelah bau kaporit hilang bak siap digunakan untuk tahap selanjutnya.
18
liter/20 liter air dan juga vitamin B dengan dosis 10 gram/ 20 liter air. Adapun
langkah kerja dari kegiatan pembuatan probiotik fermentasi adalah :
1. Persiapkan bak, bisa berupa bak bulat volume 50 liter atau konikel tank.
2. Isi air bersih sebanyak 20 liter dan berikan aerasi.
3. Tambahkan probiotik, molase, dan juga vitamin sesuai dengan dosis yang
telah ditentukan diatas. Dapat dilihat pada Gambar 5.
4. Proses fermentasi berlangsung selama 3 hari, setelah 3 hari probiotik
fermentasi siap digunakan.
19
(a) (b) (c)
Benih yang ditebar pada kegiatan ini berasal dari pembenih ikan di
Hatchery Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Benih yang digunakan adalah benih
yang memiliki kualitas baik. Dalam pemilihan benih yang akan ditebar, dilakukan
pengamatan secara visual terhadap gerakan dan morfologi.
Ciri – ciri benih yang baik yang digunakan dalam pembesaran ikan sistem
bioflok ini adalah sebagai berikut :
1. Ukurannya seragam
2. Organ tubuh lengkap dan tidak ada cacat fisik
3. Gerakannya lincah dan aktif
4. Respon terhadap pakan yang diberikan
5. Warna tubuh cerah dan tidak pucat
Sampling benih ikan lele dilakukan dengan cara cara dibawah ini :
1. Mengambil 20 ekor ikan sebagai sampel yang akan diukur panjang dan
beratnya.
2. Menimbang dan mengukur panjang ikan satu persatu.
3. Menjumlahkan hasil timbangan per ekor kemudian dibagi dengan jumlah
sampel untuk mengetahui berat rata rata per ekor ikan.
4. Menjumlahkan hasil pengukuran panjang per ekor kemudian dibagi dengan
jumlah sampel untuk mengetahui panjang rata rata per ekor ikan.
20
Pengecekan kualitas air dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan
proses penebaran benih dilakukan. Benih ditebar dengan kepadatan 2000 ekor/m3.
Benih yang akan ditebar dihitung satu persatu. Adapun tahapan penebaran benih
pada bak bioflok dilakukan sebagai berikut :
1. Mengambil benih dibak pemberokan kemudian memasukkan kedalam bak
penampungan terlebih dahulu.
2. Menghitung jumlah benih yang akan ditebarkan di bak pemeliharaan sesuai
dengan kepadatan.
3. Menebar benih lele pada masing – masing bak dengan kepadatan 2000
ekor/m3.
4. Penebaran ini dilakukan dengan melalui proses aklimatisasi. Penebaran benih
dapat dilihat pada dapat dilihat pada Gambar 7.
21
nitrit, nitrat, dan amoniak dilakukan 4 hari sekali. Selain itu kondisi flok juga
diperhatikan setiap seminggu sekali dengan cara pengamatan visual menggunakan
corong glass. Pengamatan endapan dapat dilihat pada Gambar 8.
22
2. Timbang pakan yang akan diberikan sesuai dengan jumlah yang telah
diperhitungkan.
3. Tebarkan pakan secara merata pada bak, sebaiknya pemberian dilakukan pada
satu titik penebaran.
4. Perhatikan dengan cermat respon ikan terhadap pakan yang diberikan, apabila
ikan tidak mau makan dari pakan yang diberikan maka pemberian pakan
dihentikan dan timbang sisa pakan yang tidak termakan.
Wt0 – WtI
ADG =
t
t = Waktu pemeliharaan
23
Ln Wt0 - Ln WtI
SGR = X 100 %
t
t = Waktu pemeliharaan
24
a. Pencucian bak
Setelah bak dipersiapkan maka pastikan wadah tersebut tidak bocor dan
tidak pecah. Sebelum dibersihkan sebaiknya bak tersebut disucihamakan
menggunakan klorin dengan dosis 10 ppm (Farikha dan Badrul, 2013), bak disikat
menggunakan sikat yang bertekstur kasar, pastikan kotoran atau lumut tidak
menempel pada bak, kemudian bilas dengan air mengalir hingga bersih.
b. Pemasangan aerasi
Setelah bak dibersihkan, maka langkah selanjutnya yaitu memasang
perlengkapan aerasi. Perlengkapan aerasi terdiri dari batu aerasi, selang aerasi,
pemberat (batu), spuyer, pipa aerasi, dan blower. Disetiap bak dipasang aerasi
sebanyak 4 titik dan dibuka kuat agar didalam bak tersebut homogen.
Pada saat ini banyak metode lain yan aman dan efektif digunakan dalam
budidaya yaitu salah satunya penambahan probiotik (Sya’bani dkk, 2015).
25
Menurut Supriatna (2016), probiotik sebagai penambahan mikroba hidup yang
memiliki pengaruh menguntungkan terhadap komunitas mikroba lingkungan
hidupnya. Menurut Sya’bani (2015), probiotik telah diketahui manfaatnya yaitu
dapat meningkatkan immunitas ikan dan memperbaiki kualitas air. Rosenberry
(2006) menyatakan bahwa teknik menumbuhkan bakteri heterotrof dalam kolam
budidaya dengan tujuan untuk memanfaatkan limbah nitrogen menjadi pakan
yang berprotein tinggi dengan menambahkan sumber karbon untuk meningkatkan
rasio C/N disebut teknologi biofloc (BFT). Menurut Avnimelech (1999), bakteri
heterotrof akan tumbuh maksimal melalui peningkatan rasio C/N dengan
menambahkan sumber karbon organik secara kontinu seperti molase, tepung
terigu dan tepung tapioka. Penambahan karbon dapat mereduksi nitrogen
anorganik pada tangki percobaan udang dan kolam tilapia skala komersil (Aji dkk
2014).
Jenis bakteri yang digunakan dalam praktikum keahlian ini yaitu Bacillus
substilis, Bacillus licheniformis, Bacillus megaterium, Bacillus polymixa. Jenis
bakteri tersebut berindikasi bahwa : 1) untuk menguraikan bahan organik; 2)
mencegah pembusukan di perairan dasar; 3) menstabilkan kualitas air. Pemberian
bakteri B.substilis dan B.licheniformis memberikan hasil terbaik, ini dikarenakan
bakteri probiotik memberi pengaruh yang baik untuk pertumbuhan. Menurut
Mulyadi (2011), pemanfaatan Bacillus sp. memberikan pengaruh positif bagi
pertumbuhan, enzim yang dihasilkan oleh bakteri yang ikut termakan akan
membantu proses pencernaan dalam saluran pencernaan kultivan, selanjutnya
dilaporkan bahwa bakteri ini akan menghasilkan enzim protease dan lipase
(Simanjuntak 2016).
26
3. Berenang normal
4. Warna tubuh hitam keabu abuan
Bibit ikan lele yang digunakan pada saat praktikum keahlian yaitu
berukuran panjang rata-rata 20 cm dan berat rata-rata 50 g/ekor. Setiap wadah
pemeliharaan di isi sebanyak 1000 ekor dengan padat tebar 2000 ekor/m3.
Tabel 6.Nilai Kualitas Air Selama Pemeliharaan Ikan Lele Sistem Bioflok
27
Wadah Pemeliharaan
No Parameter
A B
1 pH 7 7
2 Suhu (˚C) 24-31 24-31
3 DO (mg/Liter) 3,493 3,593
4 Nitrat (mg/Liter) 10-50 10-50
5 Nitrit (mg/Liter) 1,5-2,0 1,5-2,0
6 Ammonia (mg/Liter) 3,0 3,0
Kualitas air selama pengamatan di praktik ini (Tabel 4), bahwa kualitas air
media pemeliharaan masih dalam taraf kelayakan untuk pemeliharaan lele.
Kisaran nilai parameter sifat fisika-kimia pada umumnya tidak begitu berbeda.
Hasil pengukuran suhu berkisar 26-30ºC dan pH berkisar 6-7. Menurut Effendi
(2003) kisaran suhu optimal untuk kegiatan budidaya ikan lele dumbo adalah
berada pada kisaran 25-30ºC dan pH antara 6,5-8,6 (Simanjuntak, dkk 2016).
Selama pelaksanan praktik, parameter suhu sering kaliterjadi penurunan dan
peningkatan secara fluktuatif, contohnya saja ketiga pagi hari suhu dapat
mencapai 24˚C dan pada saat siang menjelang sore terkadang berkisar hingga
31˚C dan pH tidak menunjukkan perubahan yang berbeda ketika ditambahkan
konsentrasi bakteri probiotik ke dalamnya.
Oksigen terlarut merupakan hal penting dalam yang harus dipenuhi dalam
media pemeliharaan ikan. Berdasarkan Tabel 4, bahwa kisaran oksigen terlarut
media pemeliharan lele dumbo selama praktik berada pada kisaran 3,49-3,59
mg/L, kondisi ini mampu menunjang pertumbuhan ikan secara normal. Menurut
Khairuman dan Amri (2002), kandungan oksigen terlarut yaitu > 3 mg/L. Boyd
(1986) menambahkan bahwa kandungan oksigen terlarut kurang dari 1 mg/L akan
mematikan ikan, pada kandungan 1-5 mg/L cukup mendukung kehidupan ikan
tetapi pertumbuhan ikan lambat, dan pada kandungan oksigen lebih dari 5 mg/L
pertumbuhan ikan berjalan normal. Stickney (2005) dalam (Abulias dkk 2014)
juga berpendapat, bahwa konsentrasi oksigen yang baik untuk ikan lele tidak
boleh kurang dari 3 mg/l.
28
Limbah yang sangat berbahaya dan bersifat toksik bagi ikan, khususnya
adalah amoniak. Limbah amoniak ini sangat berbahaya dan mampu memicu
timbulnya racun ataupun penyakit pada ikan. Limbah amoniak dari budidaya ikan
yang dibuang langsung ke perairan sekitarnya merupakan sumber pencemaran
yang perlu mendapat perhatian. Potensi pasokan amonia ke dalam air budidaya
ikan adalah sebesar 75% dari kadar nitrogen dalam pakan (Abulias dkk 2014).
Pengukuran amoniak di awal praktik menunjukkan kisaran 0,1-0,5 mg/L dan
selama masa pemeliharaan terjadi kenaikan Amoniak berkisar 2,5-3,0 mg/L. Hasil
ini menunjukkan selama praktik berlangsung kondisi kualitas air media tidak baik
dan menunjukkan lonjakankenaikan kualitas air, sehingga tidak layak untuk
menunjang kehidupan lele dumbo dan mengakibatkan sering terjadinya kematian
tiap harinya. Hal ini dapat terjadi karena peran bakteri heterotof dalam mengubah
amonia - nitrogen sebagai sumber nutrisi pembentukan biomassa sel tidak
berlangsung secara maksimal.
4.6 Pakan
Aplikasi teknologi bioflok berperan penting dalam meningkatkan efisiensi
pemanfaatan pakan oleh kultivan budidaya .Efisiensi pakan pada perlakuan
dengan aplikasi teknologi bioflok lebih tinggi karena adanya peningkatan
biomassa bioflok sebagai sumber nutrisi atau makanan tambahan untuk kultivan
29
budidaya. Penelitian Crab et al. (2009) mencatat kandungan protein yang terdapat
pada bioflok mencapai 42% dalam berat kering. Tingginya kandungan protein
yang terkandung dalam nutrisi mikrobial flok diduga menjadi penyebab efisiensi
pakan pada perlakuan (Simanjuntak, dkk 2016). Pakan yang digunakan dalam
pembesaran ikan lele sistem bioflok digunakan pakan yang berfermentasi. Dengan
metode suplementasi dalam pakan dapat meningkatkan pertumbuhan, respon
imun, dan resistensi terhadap infeksi virus (Widanarni, dkk 2014) dan
memperbaiki rasio konversi pakan (Widanarni dkk, 2012), serta peningkatan
kualitas air (Watson dkk, 2008). Untuk fermentasi pakan, pakan yang digunakan
adalah pakan pabrikan sebanyak 10 kg, kemudian dicampur dengan FCO
sebanyak 25 ml/kg pakan, dan air sebanyak 100 ml/kg pakan. Kemudian pakan
tersebut dimasukkan kedalam mesin pencampur yang ada di hatchery Jakarta, lalu
masukkan FCO dan juga air kedalam mesin pencampur yang ada pakannya,
tunggu hingga pakan tercampur secara merata. Apabila pakan telah tercampur rata
maka pakan disimpan ke dalam wadah yang tertutup dankedap udara. Fermentasi
pakan dilakukan selama 3 hari, kemudian pakan bisa digunakan.
Setelah pakan difermentasi selama 3 hari, pakan dapat digunakan.untuk
FR yang digunakan dalam pemeliharaan ikan lele sistem bioflok yaitu 3% dari
biomassa ikan lele. Untuk frekuensi pemberian pakan sebanyak 2 kali sehari, pada
pagi pukul 08.00 dan sore pada pukul 16.00. Selama 4 hari pemeliharaan dari
awal tebar, pakan diberikan sebanyak 20% dari total pakan perhari dikarenakan
ikan belum beradaptasi secara keseluruhan. Setelah bibit dan media pemeliharaan
stabil, maka pakan dapat diberikan dengan sesuai porsinya.
Adapun cara pemberian pakan sebagai berikut :
1. Pakan ditimbang sesuai dengan perhitungan biomassa dan FR
2. Tunggu hingga pakan yang di makan olehikan lele habis termakan
3. Amati respon ikan terhadap pakan yang diberikan
4. Jika respon baik, pakan yang diberikan bisa sesuai dosis, namun jika buruk
maka akan dikurangi dari dosis atau ikan akan dipuasakan
30
Tabel 7. Data Sampling 1
BAK A BAK B
PANJANG BERAT PANJANG BERAT
(cm) (gr) (cm) (gr)
20 46 21 50
19,5 48 19,5 50
20 42 18,5 50
19 48 18 40
20 44 18 50
22 62 19 55
19,5 37 19 60
20 54 19,5 40
20,5 49 19 45
18 37 19 45
18,5 44 17,5 40
18 52 18,5 40
19,5 42 23 50
21 49 21,5 40
20 46 21,5 50
20 45 21,5 50
20 47 19 35
17,5 33 19,8 40
19 42 18,2 50
18,5 41 18 30
Bak A
Panjang rata-rata = 19,525 cm
Bak B
31
panjang rata rata adalah 19,45 cm dengan biomassa 45500 gram dan ABW 45,4
gram denga jumlah penebaran yang sama. Data tersebut digunakan sebagai data
awal untuk perhitungan ABW dan SGR pada saat sampling kedua.
Bak A
Panjang rata-rata = 19.905 cm
ABW = 49,85gram
SGR =54.7 %
Bak B
Panjang rata-rata = 19,875 cm
32
Biomassa = 49050 gram
SGR = 54,4 %
33
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktik keahlian tentang Teknik Pembesaran Lele (Clarias sp)
dengan Sistem Bioflok dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Sistem budidaya bioflok pada budidaya ikan lele merupakan sebuah sistem
budidaya ikan lele melalui proses penumbuhan dan pengembangan mikro
organisme yang ditumbuhkan pada media budidaya sehingga membentuk flok
atau gumpalan kecil yang berguna sebagai makanan ikan secara alami.
2. Perlakuan yang dilakukan pada air untuk membentuk flok adalah dengan
melakukan penambahan fermentasi probiotik 250 ml/m3 kemudian garam
sebanyak 1-3 kg/m3 dan dolomite sebanyak 250 gr/m3.
3. Laju pertumbuhan dibagi menjadi dua yaitu :
34
a. Laju pertumbuhan spesifik, pada bak A yaitu 54,7 % sedangkan pada bak
B 54,4 %
b. Laju pertumbuhan harian, pada bak A yaitu 2,222 gram/hari sedangkan
pada bak B 1,775 gram/hari
5.2 Saran
Dari kesimpulan praktik keahlian pembesaran ikan lele dengan sistem
bioflok diatas, maka kami menyarankan:
35