Anda di halaman 1dari 28

1

PROPOSAL PRAKTIK LAPANGAN AKUAKULTUR


DI BALAI BENIH IKAN KAMBITIN, KECAMATAN TANJUNG, KABUPATEN
TABALONG, PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Oleh :
MUHAMMAD RIFANI
1610712310008

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

1
2

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


BANJARBARU
2019

PROPOSAL PRAKTIK LAPANGAN AKUAKULTUR


DI BALAI BENIH IKAN KAMBITIN, KECAMATAN TANJUNG, KABUPATEN
TABALONG, PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melaksanakan Kegiatan Praktik Lapangan
Akuakultur Pada Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung Mangkurat

Oleh :
MUHAMMAD RIFANI
1610712310008

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


2
3

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
BANJARBARU
2019

3
4

PROPOSAL PRAKTIK LAPANGAN AKUAKULTUR


DI BALAI BENIH IKAN KAMBITIN, KECAMATAN TANJUNG, KABUPATEN
TABALONG, PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

4
i

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : USULAN KEGIATAN PRAKTIK LAPANGAN


AKUAKULTUR DI BALAI BENIH IKAN
KAMBITIN, KECAMATAN TANJUNG,
KABUPATEN TABALONG, PROVINSI
KALIMANTAN SELATAN

NAMA : MUHAMMAD RIFANI


NIM : 1610712310008
JURUSAN : BUDIDAYA PERAIRAN
PROGRAM STUDI : BUDIDAYA PERAIRAN

Disetujui Oleh :

TIM PEMBIMBING

Dr.Ir H. Untung Bijaksana, MP


(Ketua)

Olga, S.Pi, M.Si


(Anggota)

Mengetahui :

Panitia Seminar dan Ujian Sarjana Program StudiBudidaya Perairan


Fakultas Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan
ULM ULM
Ketua, Ketua,

Ir. H. ROZANIE RAMLI, M.Si Ir. H. ABDURRAHIM NUR, MS


NIP. 19550526 198103 1 004 NIP. 19630101 198903 1 006

i
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur praktikan panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan karunia-Nya,
sehingga praktikan dapat menyusun Proposal kegiatan Praktik Lapangan Akuakultur ini
dengan waktu yang telah ditentukan. Pada kesempatan ini tak lupa praktikan ucapkan
terima kasih sebesar-besarnya kepada bapak Dr. Ir. H. Untung Bijaksana, MP
sebagaiketua Tim Pembimbing dan ibu Olga, S.Pi, M.Si sebagai anggota atas bimbingan
serta saran yang diberikan selama penyusunan Usulan kegiatan Praktik Lapangan
Akuakultur ini. Terima kasih pula praktikan sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu baik secara langsusng maupun tidak langsung.
Praktikan menyadari bahwa Usulan Kegiatan Praktik Lapangan Akuakultur yang
praktikan susun masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, dengan rendah hati
praktikan mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan Usalan Kegiatan Praktik
Lapangan Akuakultur ini.
Akhir kata, semoga Usulan Kegiatan Praktik Lapangan Akuakultur ini
bermanfaat bagi semua orang dan bisa berguna sebagaimana mestinya.

Banjarbaru, Agustus 2019

Praktikan

DAFTAR ISI

Halaman
ii
iii

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL............................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... vi
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang................................................................................... 1
1.2. Tujuan Kegiatan................................................................................. 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 3
2.1. Profil BBIP Kotabaru........................................................................ 3
2.2. Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.)................................ 3
2.3. Morfologi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.)................................. 3
2.4. Habitat Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.)..................................... 4
2.5. Pakan dan Kebiasaan Makan Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.). . . 4
2.6. Hama dan Penyakit Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.).................. 5
2.7. Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.).............................. 5
2.7.1. Perbedaan Induk Jantan Dan Betina........................................ 5
2.7.2. Seleksi Induk Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.)................. 6
2.7.3. Pemijahan Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.)...................... 7
2.7.4. Penetasan SR dan Pemeliharaan Larva................................... 8
BAB III. METODE MAGANG.......................................................................... 11
3.1. Waktu Dan Tempat ........................................................................... 11
3.2. Pengumpulan Data Praktik Lapangan Akuakultur............................. 12
3.3. Metode Praktik Lapangan Akuakultur............................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

iii
iv

3.2. Jenis Data Dan Pengumpulan Data ................................................................. 9

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

iv
v

Lokasi Balai Benih Ikan Kambitin ....................................................................... 8

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

v
vi

Daftar Pertanyaan (Kuisioner) 15


Catatan Harian Kegiatan di BBI Kambitin .......................................................... 16

vi
1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perguruan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang
diselenggarakan untuk mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat
yang memiliki kemampuan akademis dan profesional yang dapat menerapkan,
mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian (UU 2
tahun 1989, pasal 16, ayat (1)) berdasarkan Undang-Undang Negara Republik Indonesia
nomor 2 tahun 1989 ( Anomin, 2019 ).
Proses pendidikan haruslah diawali oleh suatu visi dan misi. Tri Dharma
Perguruan Tinggi merupakan salah satu visi dari seluruh perguruan tinggi yang ada di
Indonesia. Tri Dharma Perguruan Tingi merupakan salah satu tujuan pencapaian yang
harus dilakukan oleh perguruan tinggi tersebut. Karena setiap perguruan tinggi haruslah
melahirkan orang – orang yang memiliki semangat juang yang tinggi, memiliki pemikiran
yang kritis, kreatif, mandiri, inovatif dan sebagainya..
Praktik Lapangan Akuakultur merupakan salah satu wujud resprentatif dari Tri
Darma Perguruan Tinggi point ke satu, yaitu pendidikan dan pengajaran. Selama ini
mahasiswa lebih banyak memperoleh ilmu teori dan praktikum dari bangku kuliah.
Dengan adanya Praktik Lapangan akuakultur diharapkan mahasiswa dapat memperoleh
pendidikan dan pengajaran secara langsung di Lapangan. Hal ini untuk menambah bekal
mahasiswa dalam persiapan menghadapi ujian akhir/skirpsi dan menambah
kemampuan/skill mahasiswa agar setelah lulus dari perguruan tinggi mahasiswa sudah
mampu bersaing dalam mencari Lapangan pekerjaan karena dalam persaingan dunia
kerja tidak hanya dibutuhkan ipk yang tinggi tetapi juga skill. Disamping itu, dengan
adanya Praktik Lapangan Akuakultur diharapkan mahasiswa dapat menciptakan
Lapangan kerja sendiri.
Salah satu lokasi yang ditetapkan untuk melaksanakan kegiatan Praktik Lapangan
Akuakultur adalah Balai Benih Ikan Kambitin yang bertempat di Desa Kambitin,
Kecamatan Tanjung, Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan.
Hal ini sangatlah berguna dalam mengembangkan dan mengimplementasikan
ilmu dan pengetahuan yang telah didapat selama masa perkuliahan. Kegiatan praktik
hendaknya juga dapat menjadi modal mahasiswa terutama bagi mahasiswa Budidaya
Perairan untuk terjun ke dunia kerja nantinya.
Unit Pelaksanan Teknis Pengembangan Balai Benih Ikan Kambitin merupakan
unit pelaksana teknis teknologi perikanan budidaya air tawar yang terletak di Kecamatan

1
2

Kecamatan Tanjung, Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan. Balai ini


mengembangkan teknologi budidaya ikan air tawar salah satunya ikan Lele Sangkuriang
(Clarias sp.). Pada saat ini komoditas yang aktif adalah budidaya ikan lele Sangkuriang,
patin, lele, mas koi, gurami dan ikan papuyu. Ikan lele Sangkuriang memiliki
pertumbuhan yang cepat, tahan terhadap penyakit, pemeliharaan yang cukup mudah,
mudah dibudidayakan, banyak disukai oleh masyarakat serta memiliki harga ekonomis
tinggi. Dalam hal ini mahasiswa diharapkan memperoleh pengalaman dan pengetahuan
praktis mengenai berbagai aspek teknis budidaya perairan khususnya budidaya ikan lele
Sangkuriang.
1.2. Tujuan Kegiatan
Tujuan kegiatan yang hendak dicapai dalam pelaksanaan kegiatan PLA adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui dan mempelajari secara langsung pemilihan induk ikan lele Sangkuriang.
2. Mengetahui dan mempelajari secara langsung cara pembenihan ikan lele Sangkuriang
yang meliputi pemijahan, jumlah telur, derajat pembuahan, derajat penetasan, sintasan
larva dan laju pertumbuhannya.
3. Memperoleh pengalaman dan pengetahuan praktis mengenai berbagai aspek teknis
budidaya perairan (pembenihan), khususnya jenis ikan air tawar di lapangan, dan
komponen subsistem budidaya perairan dan subsistem manusia (human system)

2
3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Profil Balai Benih Ikan Kambitin Desa Kambittin


Balai Benih Ikan Kambitin yang bertempat di Desa Kambitin, Kecamatan
Tanjung, Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan terletak di daerah
perkebunan yang jauh dari laut. Oleh karena itu, komoditas budidaya yang dikembangkan
adalah budidaya ikan perairan tawar.
Jarak perjalanan ke desa Kambitin Balai Benih Ikan dari kota Banjarbaru, yaitu
sekitar 165 km dapat ditempuh melalui jalur darat selama 4 jam 30 menit dan dari kota
kabupaten dapat ditempuh dengan perjalanan kurang lebih 1 jam (Anonim, 2019).

2.2. Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.)


Lele Sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetik dari Lele Dumbo melalui
cara kawin silang balik antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan
generasi ke enam (F6) (Sunarman 2004).

Gambar Morfologi Ikan Lele Sangkuriang (sumber :


https://ssl.gstatic.com/gb/images/v1_99b885bf.png)
Adapun klasifikasi ikan lele Sangkuriang Clarias sp.menurut Saanin (1984),
sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Siluroidae
Famili : Claridae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias s.p

3
4

2.3. Morfologi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.)


Ikan Lele ialah ikan yang hidup di air tawar yang bersifat nocturnal artinya ia
aktif pada malam hari atau lebih menyukai tempat yang gelap. Pada siang hari Lele
sangkuriang lebih memilih berdiam di lubang-lubang atau tempat-tempat yang tenang
(Suyanto,2017 dalam Wibowo 2011.).
Menurut Mudjiman (2004), secara umum morfologi ikan lele Sangkuriang tidak
memiliki banyak perbedaan dengan lele dumbo yang selama ini banyak dibudidayakan.
Hal tersebut dikarenakan ikan lele Sangkuriang sendiri merupakan hasil silang dari induk
ikan Lele Dumbo. Tubuh ikan Lele Sangkuriang mempunyai bentuk tubuh memanjang,
berkulit licin, berlendir, dan tidak bersisik. Bentuk kepala depress dengan mulut yang
relatif lebar, mempunyai empat pasang sungut.
Secara umum, ikan Lele Sangkuriang dikenal sebagai ikan berkumis atau
catfish.Tubuh ikan Lele Sangkuriang ini berlendir dan tidak bersisik serta memiliki mulut
yang relatif lebar yakni ¼ dari panjang total tubuhnya. Ciri khas dari Lele Sangkuriang
adalah adanya empat pasang sungut yang terletak di sekitar mulutnya. Keempat pasang
sungut tersebut terdiri dari dua pasang sungut maxiral/rahang atas dan dua pasang sungut
mandibula/rahang bawah (Lukito, 2002).
Fungsi sungut bawah adalah sebagai alat peraba ketika berenang dan sebagai
sensor ketika mencari makan. Sirip Lele Sangkuriang terdiri atas lima bagian, yaitu sirip
dada, sirip perut, sirip dubur, sirip ekor, dan sirip punggung. Sirip dada Lele Sangkuriang
dilengkapi dengan patil (sirip yang keras) yang berfungsi untuk alat pertahanan diri
(Lukito, 2002).
Menurut Djoko (2006) ikan Lele Sangkuriang mempunyai bentuk badan yang
berbeda dengan jenis ikan lainnya. Seperti ikan mas, gurami dan tawes. Alat pernafasan
lele sangkuriang berupa insang yang berukuran kecil, sehingga Lele Sangkuriang
mengalami kesulitan dan memenuhi kebutuhan oksigen, akibatnya Lele Sangkuriang
sering mengambil oksigen dengan muncul ke permukaan. Alat pernafasan tambahan
terletak di rongga insang bagian atas, alat berwarna kemerahan penuh kapiler darah dan
mempunyai tujuk pohon rimbun yang biasa disebut “arborescent organ”.

2.4. Habitat dan Kebiasaan Hidup Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.)
Habitat ikan lele Sangkuriang adalah semua perairan air tawar. Lele Sangkuriang
dapat hidup di lingkungan yang kualitas airnya sangat jelek. Kualitas air yang baik untuk
pertumbuhan, yaitu terdapat kandungan O2 sekitar 6 ppm, CO2 kurang dari 12 ppm, suhu
antara 24-260C, pH berkisar 6-7, NH3 kurang dari 1 ppm dan daya tembus matahari ke

4
5

dalam air maksimum 30 cm. ikan lele dikenal aktif pada malam hari (nokturnal). Pada
siang hari, ikan lele lebih suka berdiam di dalam lubang atau tempat yang tenang dan
aliran air tidak terlalu deras. Ikan lele mempunyai kebiasaan mengaduk lumpur dasar
untuk mencari binatang-binatang kecil (bentos) sebagai makanan yang terletak di dasar
perairan. Pada siang hari biasanya lele bersembunyi dalam lubang-lubang
persembunyian, seperti di bawah pematang sawah, pinggiran sungai, akar pohon, di
dalam lubang kayu, atau bambu yang tenggelam (Khairuman, 2002).
Ikan lele dapat bertahan hidup di dalam air kotor, air berlumpur, parit, bahkan
dapat hidup di luar air hingga 6-8 jam. Hal ini disebabkan adanya arborescent organ
(Mudjiman, 2004). Lele juga relatif tahan terhadap pencemaran bahan-bahan organik.
Organisme ini dapat hidup baik pada dataran rendah sampai pada ketinggian 600 meter di
atas permukaan laut dengan suhu antara 25-30°C. Pada ketinggian di atas 700 meter dpl,
pertumbuhan ikan lele akan kurang baik (Kordi, 2010). Dengan penggunaan teknologi
yang memadai terutama pengaturan suhu perairan, budidaya masih tetap bisa dilakukan
pada lahan yang memiliki ketinggian di atas 800 meter.
2.5. Pakan dan Kebiasaan Makan Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.)
Pakan yang dimakan ikan berasal dari alam (disebut pakan alami) dan dari
buatan manusia (disebut pakan buatan). Dalam praktiknya, pakan alami sudah terdapat
secara alami dalam perairan kolam tempat pemeliharan ikan. Pakan alami sangat bagus
diberikan pada ikan yang masih dalam stadia benih. Sedangkan  pakan buatan diramu dari
beberapa bahan baku yang memiliki kandungan nutrisi spesifik. Bahan baku diolah secara
sederhana atau diolah di pabrik secara masal dan menghasilkan pakan buatan berbentuk
pellet, tepung, remeh atau crumble dan  pasta.
Menurut Sutisna dan Sutarmanto (1999), Ketersediaan pakan alami merupakan
faktor pembatas bagi kehidupan benih ikan di kolam. Di dalam unit  pembenihan, pakan
alami harus dipasok secara kontinyu. Keistimewaan pakan alami bila dibandingkan
dengan pakan buatan adalah kelebihan pemberian pakan alami sampai batas tertentu tidak
menyebabkan penurunan kualitas air. Selain pakan alami yang tersedia di kolam,
diberikan juga makanan tambahan pakan (pelet) dengan kandungan protein minimal 25%,
dengan frekuensi pemberian  pakan 2  –  3 kali sehari, yaitu pagi, siang dan sore hari.
Jumlah pakan yang diberikan 3% dari berat biomas ikan perhari. Kualitas pakan baik
secara fisik, kimia dan biologi sangat menentukan  performa pakan. Kualitas tersebut
antara lain bentuk pakan, respon ikan terhadap aroma, rasa dan tekstur pakan, sehingga
pakan itu bisa diterima oleh ikan, kecernaaan, dan ketersediaan nutrien serta energi dalam
pakan ( Widiyati dan Sunarmo, 2010).

5
6

Ikan lele termasuk jenis ikan pemakan segala atau omnivora, tetapi di alam bebas
makanan alami lele terdiri dari jasad-jasad renik yang berupa zooplakton dan fitoplankton
seperti jentik-jentik nyamuk, anak ikan, dan sisa-sisa bahan organik yang masih segar (Sri
Najiyati 2004).
Ikan lele menyukai makanan alami berupa binatang renik, seperti kutu air dari
kelompok daphnia, cladocera,atau copepoda. Dengan pola makannya itu ikan lele
sangkuriang digolongkan sebagai ikan pemakan daging (karnivora) dan dapat juga
memakan pakan buatan seperti pelet, limbah peternakan ayam, dan limbah peternakan
lainnya (Khairuman dan Khairul Amri, 2002).
2.6. Hama dan Penyakit Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.)
Masalah penyakit dapat merupakan kendala utama karena dapat merugikan usaha
budidaya seperti penurunan produksi, penurunan kualitas air dan bahkan kematian total.
Penyakit dapat disebabkan oleh beberapa jenis patogen seperti, virus, parasit, jamur dan
bakteri, beberapa jenis bakteri yang umum menyerang ikan air tawar seperti Aeromonas
sp, dan Streptococcus sp, (Post, 1987; Austin dan Austin 1993).
2.7. Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.)
Pembenihan adalah segala kegiatan yang dilakukan dalam pematangan gonad,
pemijahan dan pembesaran larva hasil penetasan, sehingga menghasilkan benih yang siap
ditebar di kolam, keramba atau ditebar kembali ke perairan umum (Tubagus. 2014).
Pembenihan ikan lele Sangkuriang merupakan usaha budidaya yang sangat produktif.
Dengan jumlah telurnya yang banyak . Ikan ini bisa dikawinkan setiap tahun, sampai
usia produktifnya habis. Ikan lele Sangkuriang mudah dipijahkan baik secara alami
maupun buatan.

2.7.1. Perbedaan Induk Jantan Dan Betina Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.)
Induk betina yang siap dipijahkan adalah induk yang sudah matang gonad. Induk
betina yang sudah matang telur memiliki perut yang buncit, lembek, dan lubang genital
papilla terlihat jelas. Secara praktis hal ini dapat diamati dengan cara meletakkan induk
pada lantai yang rata dan dengan perabaan pada bagian perut. Induk jantan yang sudah
matang gonad ditandai dengan warna alat kelamin yang berwarna kemerahan, dengan
perut yang ramping (Khairuman dan Amri, 2002). Induk betina yang siap memijah
berumur minimal 1 tahun, berat 0,70–1,0 kg dan panjang standar 25 – 30 cm. Untuk
induk jantan, berumur 8-12 bulan, berat 0,5– 0,75 kg dan panjang standar 30 – 35 cm
(Dahlan dkk., 2014).
Jumlah induk jantan dan induk betina yang akan dipijahkan tergantung pada
rencana produksi dan sistem pemijahan yang digunakan. Pada sistem pemijahan buatan
6
7

diperlukan banyak jantan. Pada pemijahan alami dan semi alami jumlah jantan dan betina
dapat berimbang (Dahlan dkk., 2014).
2.7.2. Pemeliharaan Induk Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.)
Pakan yang diberikan untuk calon indukan dapat berupa pakan buatan seperti
pelet dan pakan lainnya seperti ikan rucah, keong mas, bekicot dan lain sebagainya.
Pakan untuk induk dapat berupa pakan komersial yang memiliki kandungan protein di
atas 25 persen dengan jumlah 12 pakan 2–3 persen dari bobot biomasa dan frekuensi
pemberian pakan sebanyak tiga kali dalam satu hari. Seminggu sekali indukan lele diberi
pakan hijauan berupa dedaunan, seperti daun talas. Makanan tambahan tersebut diberikan
dengan tujuan agar telur yang dihasilkan berkualitas dan besar. Jika hanya diberi pelet,
biasanya telur yang dihasilkan berukuran kecil. Pemberian pakan dilakukan tiga kali
sehari, yaitu pagi, sore, dan malam hari (Soetomo, 2003).
Pemberokan adalah tahapan dalam pemijahan yang dilakukan dengan cara
dipuasakan saat induk ikan selesai diseleksi dan sebelum dipijahkan. Pemberokan
dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan atau mengurangi stres pada induk saat
proses pemilihan induk sebelum dilakukan pemijahan. Pemberokan juga dilakukan
dengan tujuan untuk memastikan agar induk benar-benar siap dipijahkan dan tidak dalam
kondisi sakit, sebab akan mempengaruhi jumlah dan kualitas telur yang dihasilkan.
Pemberokan dilakukan selama 24 jam dengan kondisi indukan lele tidak diberi pakan
atau dipuasakan dengan tujuan untuk membuang kotoran dan mengurangi kandungan
lemak dalam gonad, sehingga diperoleh telur dengan kualitas yang baik pada saat
dilakukan pemijahan (Mahyuddin, 2008).

2.7.3. Pemijahan Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.)


Menurut Prihartono et al. (2000) dalam Kurniawan (2013) pemijahan dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu :
a.) Pemijahan alami (Natural Spawning) Pemijahan alami dilakukan dengan cara memilih
induk jantan dan betina yang benar-benar matang gonad, kemudian dipijahkan secara
alami di bak pemijahan dengan pemberian kakaban.
b.) Pemijahan buatan dilakukan dengan cara merangsang induk dengan penyuntikan
hormon perangsang, kemudian dipijahkan secara buatan. Pemijahan buatan dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu induced spawning dan streeping. Pemijahan semi alami
(induced spawning) dan streeping dilakukan setelah penyuntikan terhadap induk betina
dengan menggunakan ekstra pituitary atau hipofisis atau hormon perangsang. (misalnya,
ovaprim, ovatide, Lieutenaizing Hormone Releasing Hormone (LHRH), atau yang
lainnya).
7
8

Pemijahan alami dilakukan dengan cara memilih induk jantan dan betina yang
benar-benar matang gonad kemudian dipijahkan secara alami dalam bak atau wadah
pemijahan dengan pemberian kakaban (Sunarma, 2004).
2.7.4. Survival Rate dan Penetasan Larva Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.)
Kelangsungan hidup (survival rate) adalah perbandingan jumlah organisme yang
hidup pada akhir suatu periode dengan jumlah organisme yang hidup pada awal periode.
Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai parameter untuk mengetahui toleransi dan
kemampuan ikan untuk hidup. Parameter untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidup
suatu populasi ikan, yaitu mortalitas ikan. Kelangsungan hidup sebagai salah satu
parameter uji kualitas benih adalah peluang hidup suatu individu dalam waktu tertentu,
sedangkan mortalitas adalah kematian yang terjadi pada suatu populasi organisme yang
dapat menyebabkan turunnya jumlah populasi. Kelangsungan hidup akan menentukan
produksi yang diperoleh dan erat kaitannya dengan ukuran ikan yang dipelihara.
Kelangsungan hidup benih ditentukan oleh kualitas induk, kualitas telur, kualitas air serta
perbandingan antara jumlah pakan dan kepadatannya. Kualitas air berupa parameter fisik
dan kimia yang tidak stabil akan mempengaruhi kelangsungan hidup organisme akuatik
dalam melakukan aktivitas (Elisma, 2013).
Telur yang telah dibuahi berbentuk bulat, transparan dan mengapung di
permukaan air, sedangkan yang tidak dibuahi berwarna putih dan tenggelam di dasar.
Telur yang dibuahi akan berkembang menjadi embrio dan akhirnya menetas menjadi
larva. Perkembangan larva terdiri dari dua tahap, yaitu prolarva dan post larva. Prolarva
adalah larva yang masih mempunyai kuning telur dan tubuh transparan. Post larva adalah
larva yang kuning telurnya telah habis dan organ- organ tubuhnya telah terbentuk sampai
larva tersebut memiliki bentuk menyerupai ikan dewasa. Perkembangan larva ikan terbagi
atas 4 fase berikut ini:1) fase volk sac, yaitu mulai dari menetas hingga kuning telur
habis, 2) fase prefleksion, yaitu dimulai dari kuning telur habis terserap sampai terbentuk
spin. 3) fase fleksion, yaitu dimulai dari terbentuknya spin, calon sirip ekor, perut dan
punggung sampai hilangnya spina, 4) fase pasca fleksion, yaitu dimulai dari hilang atau
tereduksinya spina sampai menjadi juvenil. Oleh karena perkembangan morfologis dari
masing-masing spesies ikan berbeda-beda, maka perlu dikaji perkembangan morfologis
larva ikan yang dipelihara secara terkontrol selama proses penyerapan kuning telur
(Usman, et al. 2003).
Menurut Oyen et al (1991) dalam Syandri (1993), faktor internal yang
berpengaruh terhadap daya tetas telur adalah perkembangan embrio yang terhambat,
karena kualitas spermatozoa dan telur kurang baik. Sedangkan faktor eksternal yang

8
9

berpengaruh terhadap penetasan telur adalah lingkungan yang di dalamnya terdapat


temperatur air, oksigen terlarut, pH dan amoniak. Hal ini didukung oleh pernyataan
Masrizal dan Efrizal (1997), bahwa daya tetas telur ikan selalu ditentukan oleh
pembuahan sperma, kecuali bila ada faktor lingkungan yang mempengaruhinya.
Selanjutnya dikemukakan pula, bahwa faktor internal yang akan mempengaruhi tingkat
penetasan telur adalah perkembangan embrio yang terlambat akibat sperma yang kurang
motil.
Menurut Purdom ( 1993 ), kegagalan fertilisasi ini disebabkan oleh motilitas dan
ketahanan hidup sperma. Selanjutnya, Risnawati dalam Katili ( 2002 ) menyatakan bahwa
konsentrasi cairan sperma yang tinggi dapat menghambat aktivitas sperma, yaitu
berkurangnya daya gerak. Cairan sperma sangat kental dan mengandung kadar potassium
yang tinggi dapat menghambat pergerakan dalam menembus dinding sel telur.
Telur ikan lele akan menetas dalam waktu 36-48 jam pada suhu air 26-28ºC.
Larva lele yang baru menetas memiliki cadangan makanan berupa kantung telur (yolk
sack) yang akan diserap sebagai sumber makanan bagi larva, sehingga tidak perlu diberi
pakan. Penetasan telur dan penyerapan yolk sack akan lebih cepat terjadi pada suhu yang
lebih tinggi. Pakan mulai diberikan setelah larva berumur 4-5 hari atau ketika larva sudah
dapat berenang dan berwarna hitam (Sunarma, 2004).
Kematian larva yang tinggi dikarenakan pada fase kritis stadia larva, terjadi
peralihan pemanfaatan makanan dari kuning telur (endogenous feeding) ke pemanfaatan
pakan dari luar (exogenous feeding). Apabila terjadi kesenjangan pemanfaatan energi dari
endogenons feeding ke exogenous feeding, maka akan menyebabkan kematian larva.
Kesenjangan diartikan pada saat kuning telur larva habis, larva belum melakukan proses
organogenesis secara sempurna seperti pembentukan bintik mata, bukaan mulut dan
lainnya. Ketidaksempurnaan dalam proses organogenesis dengan memanfaatkan energi
dari kuning telur (endogenous Teeding) akan mengakibatkan ketidak mampuan larva
dalam memanfaatkan pakan dari luar (exogenous feeding). Cepatnya pertambahan
panjang larva pada fase awal tergantung kepada kecepatan penyerapan kuning telur.
Proses pertambahan panjang total larva ikan dari hari ke hari juga memanfaatkan kuning
telur sebagai sumber energi. Energi yang berasal dari kuning telur digunakan pertama kali
untuk proses perkembangannya. Apabila masih terdapat sisa energi maka digunakan
untuk pertumbuhan larva lebih lanjut (Pramono dan Sri, 2012).

9
10

BAB III. METODE PRAKTIK LAPANGAN AKUAKULTUR

3.1. Waktu dan Tempat


Praktik Lapangan Akuakultur ini akan dilaksanakan pada tanggal 04 September –
04 Oktober 2019 bertempat di Balai Benih Ikan Kambitin yang bertempat di Desa
Kambitin, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan.

Gambar 3.1. Lokasi Balai Benih Ikan Kambitin (Sumber: Google Maps)

3.2. Rencana Kegiatan

Tabel 2. Rencana Kegiatan PLA

No. Kegiatan Tanggal pelaksanaan


1. Pembuatan proposal 26-30 Agustus 2019
2. Keberangkatan 2 September 2019
3. Pengenalan Balai Benih Ikan 2 September 2019
4. Proses kegiatan magang dan pengambilan data 3 September -2 Oktober
2019
6. Wawancara dan mengetahui metode budidaya yang 3 September -2 Oktober
digunakan oleh pekerja yang ada di BBI 2019
7. Mengikuti kegitan pembenihan ikan lele 4 September – 2
Sangkuriang Oktober 2019
8. Persiapan pemijahan dan pemeliharaan 6 September – 2
induk ikan lele Sangkuriang Oktober 2019

10
11

9. Pemijahan ikan lele Sangkuriang 7 September – 2


Oktober 2019
10. Penanganan larva 8 September – 2
Oktober 2019
11. Pemberian Pakan 9 September – 2
Oktober 2019
12. Pembuatan Laporan 11 September – 15
Oktober 2019
13. ujian PLA dan Distribusi Laporan 25 Oktober 2019

3.3. Pengumpulan Data Praktik Lapangan Akuakultur


Pengumpulan data yang dilakukan pada kegiatan Praktik Lapangan Akuakultur di
Balai Benih Ikan Kambitin, yaitu dengan pengumpulan data primer dan data sekunder.
Data primer sumber data secara langsung yang dikumpulkan sendiri oleh mahasiswa dari
sumber pertama atau sumber asli tempat Praktik Lapangan Akuakultur dilaksananakan,
sedangkan data sekunder sumber data secara tidak langsung yang didapatkan melalui
perantara tidak dari sumbernya yang asli contoh seperti artikel, jurnal dan literatur. Ikut
serta dalam kegiatan pembenihan ikan di Balai Benih Ikan Kambitin dilakukan
pencatatan setiap kegiatan yang dilakukan dari persiapan sampai tahapan operasional,
melakukan wawancara dan mengambil data sekunder tentang kegiatan di Balai Benih
Ikan Kambitin.

Tabel 3.2. Jenis Data Dan Pengumpulan Data

Metode Pengumpulan Metode


No Jenis Data
Data Analisis
1. Pengenalan BBI Kambitin Wawancara dan observasi Deskriptif
Pengenalan komoditas ikan yang
2. Dibudidayakan Wawancara dan observasi Deskriptif

Wawancara dan observasi


3. Mengikuti Kegiatan Pembenihan dan partisifasi Deskriptif
Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.)

5. Persiapan kolam pemeliharaan Wawancara, observasi Deskriptif


dan partisifasi
6. Pemeliharaan benih ikan Wawancara, observasi Deskriptif
dan partisifasi Perhitungan
7. Pemanenan Wawancara, observasi Deskriptif
dan partisifasi Perhitungan
3.3. Metode Praktik Lapangan Akuakultur
Kegiatan Prakrik Lapangan Akuakultur Program Studi Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru

11
12

dilaksanakan mulai tanggal 4 September 2019 sampai 4 Oktober 2019. Dengan jam kerja
menyesuaikan dengan kebijakan balai. Bertempat di BBI (Balai Benih Ikan) Desa
Kambitin, Kecamatan Tanjung, Kalimantan Selatan. Metode yang digunakan untuk
pengumpulan data kegiatan Praktik Lapangan Akuakultur di BBI Kambitin adalah
metode Pengumpulan data pada kegitan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini menggunakan
dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder.
3.3.1. Metode Data Primer
Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung
dari sumber asli (tidak melalui perantara). Data primer dapat berupa opini subyek (orang)
secara individu atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian
atau kegiatan, dan hasil pengujian. Data yang diperoleh lebih akurat, tetapi memerlukan
waktu, tenaga, dan biaya yang lebih besar (Songadji dan Sopiah, 2010). Pengambilan data
primer dalam Praktik Kerja Lapangan ini dilakukan dengan cara pencatatan hasil
observasi, wawancara, dan partisipasi aktif.
3.3.2. Metode Data Sekunder
Menurut Songadji dan Sopiah (2010), bahwa data sekunder merupakan sumber
data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media
perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti,
catatan, atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang
dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan. Data sekunder dapat dikategorikan
menjadi dua, yaitu data internal dan data eksternal. Data internal adalah data dokumen
akuntasi dan operasi yang dikumpulkan, dicatat dan disimpan dalam suatu organisasi.
Data eksternal adalah data sekunder yang pada umumnya disusun oleh suatu instansi
selain peneliti dari organisasi yang bersangkutan, misal dari data studi literatur, pustaka
yang menunjang, dan pihak lain yang berhubungan dengan teknik budidaya ikan lele
Sangkuriang.
3.3.3. Metode Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan indra,
sehingga tidak hanya dengan pengamatan menggunakan mata (Songadji dan Sopiah,
2010). Observasi dalam Praktik Kerja Lapangan ini dilakukan terhadap berbagai hal
yang berhubungan dengan Teknik Budidaya Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan
Kambitin, Desa Kambitin, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Tabalong, Provinsi
Kalimantan Selatan.
3.3.4. Metode Wawancara

12
13

Wawancara merupakan salah satu data subyek yang dapat diperoleh melalui
lisan (verbal) dengan menyertakan opini atau pendapat dari sumber data (Songadji dan
Sopiah, 2010). Wawancara dilakukan dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara bertanya langsung kepada responden atau informan (Songadji dan
Sopiah, 2010). Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab mengenai sejarah
berdirinya Balai Benih Ikan Kambitin, Desa Kambitin, Kecamatan Tanjung, Kabupaten
Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan.
Metode Analisis Data
Analisis data adalah proses menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari
hasil wawancara, catatan Lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan
data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke
dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Songadji dan
Sopiah, 2010).
Analisis data adalah menguraikan bentuk data menjadi hal yang sederhana dan
mudah dipahami. Data dianalisis dengan membuat tabulasi sederhana dan deskriptif
untuk memberikan gambaran atau interpretasi hasil Praktik Lapangan Akuakultur sesuai
dengan kegiatan yang telah dilakukan. Kemudian dibuat Laporan Kegiatan Praktik
Lapangan Akuakultur dengan mengacu kerangka laporan Praktik Lapangan Akuakultur
yang sudah ditentukan oleh prodi Budidaya Perairan. Data Hasil Praktik Lapangan
Akuakultur dengan partisipatif dan pencatatan langsung terhadap data-data di Lapangan
yang telah didapatkan. Hasil pencatatan data yang diperoleh di Lapangan Praktik
Lapangan Akuakultur dicatat dalam catatan harian seperti pada lampiran 2.

13
14

DAFTAR PUSTAKA

Amri, K. 2003. Budidaya Ikan Secara Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta.


Austin B, Austin D.A. 1993. Bacterial Fish Pathogens. In : Disease in Farmed and wild
fish, Ellis Horwood Ltd, Publisher, Chichester, England.
Dahlan., B. Handoyo., S.Mulyana., dan N. Sahnawi. 2014. Pembenihan Ikan Lele Skala
Massal dengan “Clear Water System” di BLUPPB Karawang. Karawang.
Djoko. 2006. Lele Sangkuriang Alternatif Kualitas di Tanah Priangan. Trobos. Jakarta.
Agustus : 80 –81.
Effendi, I. 2004. Pengantar Akuakultur . Penebar Swadaya. Jakarta.
Effendi. M. A.2016. The Power of Good Corporate Governance Teori dan Implementasi.
Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.
Ellisma. 2013. Pemberian Pakan Dengan Kadar Protein yang Berbeda Terhadap
Tampilan Reproduksi Induk Ikan Belingka (Puntius Belinka). Skripsi. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Program Studi Budidaya Perairan. Universitas
Bung Hatta, Padang.
Katili I. 2002. Studi Lama Waktu Penyimpanan Sperma Ikan Mas ( Cyprinus carpio )
Yang Telah Diencerkan Pada Suhu 4 – 7 ˚C dan 28 – 30˚C. Skripsi.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. UNSRAT. Manado
Kordi. 2010. Budidaya Ikan Lele di Kolam Terpal. Surabaya: Karya Anda.
Kurniawan, D. 2013. Kajian Tingkat Kesejahteraan Keluarga Pembudidaya
Ikan Lele Di Desa Purwonegoro Kecamatan Purwanegara Kabupaten
Banjarnegara. Bachelor Thesis, Universitas Muhammadiyah
Purwokerto. [Online] Tesedia di link http://repository.ump.ac.id/4951/
[Diakses 29 Juli 2018].
Lukito, A. M. 2002. Lele Ikan Berkumis Paling Populer. Agromedia.JakartaMacmillan
Publisher. London.
Mahyuddin,K. 2008. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penebar Swadaya.Jakarta.
Masrizal, E. 1997. Pengaruh Rasio Pengenceran Mani terhadap Fetilisasi.
Mudjiman, A. 2001. Makanan Ikan. Cetakan IX. Penerbit Swadaya. Jakarta.
Nazir. M. 2011. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia.
Novitasari. 2018. Pengukuran Produktivitas Parsial Tenaga Kerja Stasiun Kerja
Pengupasan Kulit Ari Nata De Coco Dengan Metode Marvin E. Mundel,
Yogyakarta: Perpustakaan Pusat UGM.[Online] Tersedia di:
https://goo.gl/tYBVmB [Diakses 19 Juni 2018]. Pemeliharaan. Penebar Swadaya.
Jakarta. 96 hal.
Pramono, T. B.E dan M Sri. W12. Pola Penyerapan Kuning Telur dan Perkembangan
Organogeness Pada Stadia Awal Larva Ikan Brek (Puntius Orphoides).
Program Sarjana Perikanan dan Kelautan. Universitas Jendaral Soedirman,
Purwoekerto.Pustaka. Jakarta.
14
15

Purdom, E.C. 1993. Genetics and Fish Breeding. Capman – hall. London.
Rukmana, R. 2003. Lele Dumbo Budidaya dan Pascapanen. Aneka Ilmu. Semarang.
Soetomo, 2003. Teknik Budidaya Ikan Lele Dumbo. Sinar baru Algensindo. Jakarta.
Songadji, E.M. dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian, Pendekatan Praktis
dalam Penelitian. ANDI. Yogyakarta.hal. 1 – 100.
Sri, N. 2004. Memelihara Lele Dumbo Di Kolam Taman . Jakarta: Penebar Swadaya.
Sunarma, A. 2004. Peningkatan Produktivitas Usaha Lele Sangkuriang (Clarias sp.).
Makalah Disampaikan pada Temu Usaha Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan, Bandung 04-07 Oktober 2004.
Bandung. 13 hal.
Sutisna, D.H dan R. Sutarmanto.1999. Pembenihan Ikan Air Tawar. Kasinius. Jakarta.
Sutrisno,E. H, Santoso dan A. Suci. 1999. Pemeliharaan Larva. Dalam:
Pembenihan Kakap Putih ( Lates calcarifer) ditjenkan. BBL Lampung.
Suyanto, R. 1999. Budidaya Ikan Lele. Penebar. Swadaya. Jakarta.
Syamsul, H. 2013. Pengaruh Penerapan Metode Pembelajaran Observasi Terhadap
Keterampilan Proses Sains Oleh Siswa Pada Materi Pokok Keanekaragaman
Ciri-Ciri Makhluk Hidup, Lampung: Digital Repository Ulele Sangkuriang.
[Online] Tersedia di: http://digilib.ulele Sangkuriang.ac.id/124/ (Diakses 18
Februari 2018).
Syandri, H. 1993. Bebagai Dosis Ekstrak Hipofisasi dan Pengaruhnya Terhadap Mani
dan Daya Tetas Telur Ikan Mas (Cyprinus carpio L). Jurnal Terubuku.
Fakultas Perikanan Universitas Bung Hatta. Padang.
Tubagus,Y. 2014. Strategi Pengembangan Pembenihan Ikan Patin Siam (Pangasius
hypopthalmus) di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Jurnal Manajemen
Perikanan dan Kelautan. 1(1): 12-20.
Usman, B. C. R Saad., R. Affandi, , M.S Kamarudin, Dan A. R Alimon. 2003.
Perkembangan Larva Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes Oltivelis). Selama
Proses Penyerapan Kuning Telur. Jurnal Iktologi Indonesia, Volume III. Nomor
1. Fakultas Perikanan, Universitas Bung Hatta, Padang.
Widyawati, A dan M.T.D. Sunarmo. 2010. Dampak penggunaan pakan buatan
terhadap keberlanjutan perikanan budidaya di perairan waduk. Badan
Research Kelautan dan Perikanan. Bogor.

15
16

LAMPIRAN

16
17

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan (Kuisioner)

1. Profil Balai Benih Ikan Kambitin. 3. Budidaya Pemijahan


 Sejarah  Pemijahan
 Jenis dan letak sumber air - Wadah pemijahan
 Cara pengaliran air - Seleksi induk

 Luas lahan - Pemijahan

 Pembagian fungsi lahan - Pemeliharaan larva


- Pakan larva
 Struktur organisasi
 Pemeliharaan larva
 Jumlah staf
- Wadah pemeliharaan
 Visi dan misi
- Pemberian pakan
 Jumlah kolam
- Pemeliharaan kualitas air
 Jumlah bangunan beserta fungsinya
- Panen
 Komoditas yang dibudidayakan
4. Pembesaran
2. Metode Budidaya
 Persiapan wadah pembesaran
 Media yang digunakan
 Perawatan (pemberian pakan) calon
 Sistem perairan budidaya
induk
 Sistem pemeliharaan
 Kriteria calon induk yang unggul
 Alat dan bahan yang digunakan

17
18

Lampiran 2. Catatan Harian Kegiatan Praktik Lapangan Akuakultur di Balai Benih Ikan
Kambitin.

Catatan Harian Kegiatan Praktik Lapangan Akuakultur


Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Lambung Mangkurat

Nama : Muhammad Rifani


NIM : 1610712310008
No Hari/Tanggal Kegiatan Paraf Keterangan
.

Lokasi Magang : Balai Benih Ikan Kambitin

Mengetahui :
Kepala BBI Kambitin

(……………………..)

18

Anda mungkin juga menyukai