Stroke Batang Otak
Stroke Batang Otak
STROKE VERTEBROBASILAR
Pembimbing:
dr. Ananda Setiabudi, Sp.S
Penyusun:
Putri Caesarrini (030.11.234)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar belakang
Definisi stroke menurut world health organization (WHO) adalah gangguan
fungsi serebral yang terjadi baik fokal maupun global yang terjadi mendadak dan
cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau meninggal disebabkan oleh gangguan
pembuluh darah.1 Stroke adalah penyakit kardiovaskular yang mempengaruhi suplai
darah ke otak. Ketika berbicara tentang stroke, biasanya para ilmuan mengartikannya
dengan terdapat gangguan pada fungsi otak, secara permanen, disebabkan oleh
sumbatan atau pecahnya pembuluh darah yang menyuplai darah ke otak.2
Agar berfungsi dengan baik, sel-sel saraf dalam otak harus memiliki suplai
darah yang cukup, seperti oksigen dan glukosa. Apabila suplai dari keduanya
terganggu, maka bagian dari otak akan berhenti berfungsi sementara. Jika kerusakan
parah atau berlangsung cukup lama, maka sel-sel otak akan mati dan kerusakan
bersifat permanen. Pergerakan dan fungsi dari tubuh dikontrol oleh sel-sel tersebut,
maka fungsinya akan terganggu juga. Gejala yang ditimbulkan pada pasien tergantung
dari bagian otak yang terkena.2
Jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013 berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang (7%). Sedangkan
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala diperkirakan sebanyak 2.137.941
orang (12,1%). Provinsi Jawa Barat memiliki estimasi jumlah penderita terbanyak
yaitu sebanyak 238.001 orang (7,4%) dan 533.895 orang (16,6%). Sedangkan
Provinsi Papua Barat memiliki jumlah penderita paling sedikit yaitu sebanyak 2.007
orang (3,6%) dan 2.955 orang (5,3%).3
Di Amerika, sekitar 500,000 orang terkena stroke setiap tahunnya. Sekitar 10
persen dari mereka dapat kembali beraktifitas, 50 persen fungsi tubuh cukup kembali
dan beraktivitas secara terbatas, dan sekitar 40 persen membutuhkan bantuan dalam
beraktivitas. Stroke biasanya dipandang sebagai penyakit yang mengenai usia tua,
namun terkadang dapat mengenai usia muda. 2 Oleh karena itu, penting bagi klinisi
khususnya dokter umum untuk mengenali penyakit tersebut secara dini sehingga
mendapatkan pengobatan secara tepat.
2
1. 2 Tujuan penulisan
Penulisan referat ini penting bagi dokter muda sebagai calon dokter umum
agar mampu mengenali, memahami, dan mendiagnosa suatu penyakit dengan tepat
dimulai dari definisi, epidemiologi, etiologi dan faktor resiko, patofisiologi, tanda dan
gejala. Sehingga dapat menentukan prognosis, tatalaksana awal, informasi, dan
edukasi yang tepat kepada pasien.
1. 3 Metode penulisan
Data yang diperoleh dalam penulisan referat ini diperoleh dari textbook,
artikel, dan jurnal kedokteran serta berbagai sumber informasi melalui internet.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
basal ganglia, sebagian ke kapsula interna, dan juga menyuplai bagian traktus
piramidalis.
2. 2 Stroke
2. 2. 1 Definisi
Definisi stroke menurut world health organization (WHO) adalah gangguan
fungsi serebral yang terjadi baik fokal maupun global yang terjadi mendadak dan
cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau meninggal disebabkan oleh gangguan
pembuluh darah.1
5
2. 2. 2 Epidemiologi
Di Indonesia, penyebab kematian utama pada semua umur adalah stroke
(15,4%), yang disusul oleh TB (7,5%), Hipertensi (6,8%), dan cedera (6,5%). Hasil
Riskesdas 2007, prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1.000
penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1.000.
Prevalensi stroke tertinggi Indonesia dijumpai di Nanggroe Aceh Darussalam (16,6
per 1.000 penduduk) dan terendah di Papua (3,8 per 1.000 penduduk) (Depkes, 2009).
Data lainnya yang diperoleh di Indonesia menunjukkan kecenderungan
peningkatan kasus baik dalam hal kematian, kejadian, ataupun kecacatan. Angka
kematian berdasarkan umur yaitu sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun), 26,8% (umur
55-64 tahun), dan 23,5% (umur 65 tahun). Insiden stroke sebesar 51,6/100.000
penduduk dan kecacatan; 1,6% tidak berubah, 4,3% semakin memberat. Penderita
laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan dan usia dibawah 45 tahun
sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun sebesar 54,2%, dan usia diatas 65 tahun sebesar
33,5%.4
2. 2. 3 Klasifikasi stroke5
Banyak klasifikasi yang telah dibuat untuk memudahkan penggolongan
penyakit pembuluh darah otak. Menurut modifikasi Marshall, stroke dapat
diklasifikasikan menjadi:
I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
1. Stroke iskemik
Transient ischemic attack (TIA)
Trombosis serebri
Embolus serebri
2. Stroke hemoragik
Perdarahan intraserebral
Perdarahan subarakhnoid
II. Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu
1. Transient ischemic attack (TIA)
2. Reversible ischemic neurologic deficit (RIND)
6
3. Stroke in evolution
4. Completed stroke
III. Berdasarkan sistem pembuluh darah
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebrobasiler
IV. Berdasarkan sindroma klinis yang berhubungan dengan lokasi lesi otak,
Bamford dkk mengemukakan klasifikasi stroke menjadi 4 subtipe:
1. Total anterior circulation infarct (TACI)
2. Partial anterior circulation infarct (PACI)
3. Posterior circulation infarct (POCI)
4. Lacunar infarct (LACI)
7
- Obesitas
8
2. 2. 6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala yang ditimbulkan pada
pembuluh darah dan daerah yang terkena. Pasien dengan trombosis arteri basilaris
biasanya memiliki gejala awal atau prodromal. Sebanyak 50% dari pasien mengalami
transient ischemic attack selama beberapa hari sampai minggu sebelum oklusi terjadi.
Sebaliknya, pada peristiwa emboli, didahului tanpa adanya tanda-tanda prodromal.
Gejala yang biasanya timbul pada stroke vertebrobasilar yaitu7:
Vertigo
Mual dan muntah
Sakit kepala
Gangguan kesadaran
Tanda-tanda okulomotorik yang abnormal (nystagmus, diplopia, dan
perubahan pada pupil)
Kelemahan nervus kranial ipsilateral (dysarthria, dysphagia, dysphonia,
kelemahan pada otot wajah dan lidah)
Sensory loss (pada wajah dan dahi)
Ataxia
Kelemahan motorik kontralateral
Gangguan dalam rasa nyeri dan suhu
Inkontinentia
Defek pada lapang pandang
Nyeri sentral
Pembengkakan yang abnormal
Keringat pada wajah dan ekstremitas
A. Anamnesis
Selain yang disebutkan di atas, pada anamnesis dapat ditanyakan sejak kapan,
onset waktu apakah mendadak saat bangun tidur atau sedang istirahat atau sedang
beraktifitas, semakin memberat atau menetap dalam beberapa hari, dan ditanyakan
faktor-faktor risiko stroke. Pada kasus-kasus dengan penurunan kesadaran perlu
ditanyakan sudah berapa lama dan apakah semakin memberat. Kemudian, dapat
9
ditanyakan gejala yang menyertai seperti kejang, kesemutan, nyeri kepala, cegukan,
dan nyeri dada.
Penelitian lainnya menyebutkan bahwa stroke batang otak atau
vertebrobasilar, menimbulkan gejala disfungsi neurologis berupa hemi atau
quadriparesis, defisit nervus kranialis (III-XII), kesulitan dalam pernapasan, vertigo,
dan ataxia. Tanda multipel dari nervus kranialis mengindikasikan bahwa lesi
melibatkan lebih dari 1 tingkat pada batang otak. Sirkulasi posterior memperdarahi
bagian batang otak, cerebellum, dan kortex bagian oksipital yang akan menimbulkan
gejala berupa “5Ds”, terdiri dari dizziness, diplopia, dysarthria, dysphagia, and
dystaxia. Ciri dari stroke pada sirkulasi posterior adalah “crossed findings”, yaitu pada
pemeriksaan nervus kranialis akan ditemukan kelainan ipsilateral dengan lesi dan
pada pemeriksaan motorik atau sensorik ditemukan pada sisi kontralateral.8
10
Gambaran klinis kontralateral termasuk hilangnya rasa sakit dan sensasi suhu pada
tubuh dan ekstremitas, mengindikasikan keterlibatan dalam traktus
spinothalamikus lateralis.
11
dapat menyebabkan infark di daerah tersebut. Jika pasien dalam keadaan sadar, maka
akan timbul berbagai gangguan visual, seperti, homonymous hemianopia, kebutaan
kortikal, kelainan dalam visuomotor, seperti, gangguan dalam konvergensi,
kelumpuhan menatap ke atas atau ke bawah, dan diplopia, dan gangguan kebiasaan
yaitu kebingungan.
B. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dari keadaan umum yaitu kesadaran. Apabila terjadi
penurunan kesadaran maka dapat digunakan Glasgow coma scale agar pemantauan
selanjutnya lebih mudah untuk melihat perkembangan penyakit. Kemudian
dilanjutkan dengan tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik generalis. Pada
pemeriksaan status neurologis dimulai dari tanda rangsang meningeal yaitu, kaku
kuduk, brudzinski I, kernig, dan laseque, pemeriksaan nervus kranialis, dan
12
ekstremitas berupa pemeriksaan motorik, refleks fisiologis (bisep, trisep, patella, dan
Achilles), refleks patologis (Babinski, chaddock, oppenheim, schuffner, Gordon),
sensorik, tonus, dan otonom (BAK dan BAB).
C. Pemeriksaan penunjang6, 7, 8
I. Laboratorium:
Lab darah lengkap
Elektrolit
Urin (ureum dan kreatinin)
aPTT, PT, d-dimer
Kolestrol
Profil lipid
Creatin kinase, cardiac isoenzymes, troponin level
II. EKG
III. CT Scan, MRI, intracranial doppler ultrasonography, echocardiography
2. 2. 7 Diagnosis banding7
Basilar meningitis
Basilar migraine
Perdarahan subarakhnoid
Cerebellopontine angle tumor
2. 2. 8 Tatalaksana4,9
Penatalaksaan umum pada penyakit serebrovaskular iskemik adalah
mengurangi defisit dan mencegah stroke di kemudian hari. Tujuan utama di dunia
kedokteran pada kasus ini adalah mengurangi insiden stroke di populasi yang luas
dengan mengontrol faktor-faktor risiko yang dapat di modifikasi atau primary
prevention. Penatalaksanaan stroke dibagi atas 3 bagian berupa manajemen pada fase
akut yaitu dengan mengembalikan sirkulasi dan menghentikan proses patologis, terapi
fisik dan rehabilitasi, dan pencegahan untuk stroke selanjutnya dan progresifitas dari
penyakit vaskular.
1. Pengembalian sirkulasi dan pemberhentian proses patologis
13
Saat tanda dan gejala menetap, jaringan disekitarnya yang terkena
tidak sepenuhnya rusak. Sehingga, dapat bertahan apabila perfusi ke otak
berjalan baik (penumbra). Apabila pasien selama 4,5 jam dari onset tidak
mendapatkan tindakan dari awal gejala, maka dapat diberikan terapi
trombolitik dengan activator jaringan plasminogen (tPA) sebagai indikasinya.
Aktivator jaringan plasminogen (rekombinan tPA) mengubah
plasminogen menjadi plasmin. Obat ini efektif pada pada pengobatan
sumbatan arteri coroner. Pada beberapa pasien dengan sumbatan pada arteri
basilar dan koma dengan durasi singkat dan pada pasien tanpa thrombosis
yang luas, penggunaan tPA dapat memberikan perbaikan pada fungsi
neurologis.
Pemberian trombolitik injeksi secara intraarterial atau meluruhkan
suatu klot secara intravaskular, dapat mengembalikan aliran darah di arteri
serebri media dan arteri basilar. Studi terbaru melaporkan bahwa hasil dari
melisiskan atau meluruhkan klot secara intravaskular lebih baik dibandingkan
dengan trombolisis secara intravena atau intraarteri.
Pemberian antikoagulan atau antiplatelet untuk mengubah kaskade
pembekuan pada kasus stroke. Antikoagulasi yang urgent dengan tujuan
mencegah timbulnya stroke kembali dan menghentikan perburukan defisit
neurologi. Namun pemberian antikoagulan tidak direkomendasikan pada
penderita stroke akut sedang sampai berat karena meningkatnya risiko
komplikasi perdarahan intrakranial. Pemberian terapi antikoagulan dalam
jangka waktu 24 jam bersamaan dengan pemberian intravena rtPA tidak
direkomendasikan.
Pemberian antiplatelet seperti aspirin dalam 24 jam sampai 48 jam
setelah awitan stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik. Aspirin
dibuktikan sebagai obat yang secara konsisten dapan mencegah thrombosis
dan emboli pada stroke. Aspirin dikombinasi dengan membran platelet dan
menghambat platelet siklooksigenase, pencegah produksi dari tromboksan A2,
prostaglandin yang dapat membuat vasokonstriksi pembuluh darah,
prostasklin, vasodilatasi dari prostaglandin. Pada pasien yang tidak toleransi
dengan aspirin, penghambat agregasi platelet lainnya yaitu clopidogrel atau
semacamnya dapat digunakan.
14
Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi
akut pada stroke, seperti pemberian rtPA intravena. Selain itu, pemberian
klopidogrel saja atau kombinasi dengan aspirin, pada stroke iskemik akut,
tidak dianjurkan. Kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik, misalnya
angina pektoris tidak stabil dan non-Q-Wave MI.
2. 2. 9 Komplikasi
Pneumonia aspirasi
Deep vein thrombosis
Pulmonary embolism
2. 2. 10 Prognosis
Pasien dengan sumbatan arteri basilar memiliki angka kematian yang tinggi
lebih dari 85%. Pada pasien yang berhasil bertahan meninggalkan defisit neurologis.
Selain itu, sebanyak 10 hingga 15% pasien yang bertahan berisiko terkena stroke
kembali.
15
BAB III
KESIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Sacco RL, Kasner SE, Broderick JP. An Update Definition of Stroke for the
21st Century. AHA/ASA. 2013;44:2065-84.
2. Brass LM. Stroke. Major Cardiovascular disorder; [215-33].
3. Situasi Kesehatan Jantung. Info Datin. 2013:3.
4. Guideline Stroke 2011. p. 14, 76, 93-108
5. Stroke. In: Universities Sumatra Utara, editor. 2013. p. 7-8
6. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Stroke. Clinical Neurology. 8 ed.
United States of America: McGraw Hill; 2012. p. 380, 90-3.
7. Kaye V. Vertebrobasilar Stroke Overview [cited 2015 3 November]. Available
from: emedicine.medscape.com
8. Lewandoswski C, Santhakumar S. Posterior Circulation Stroke. FERNE.4-9.
9. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Stroke. Principles of Neurology. 10 ed.
United State of America: McGraw Hill; 2014. p. 813, 5, 8.
17