Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

STROKE VERTEBROBASILAR

Pembimbing:
dr. Ananda Setiabudi, Sp.S

Penyusun:
Putri Caesarrini (030.11.234)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 19 OKTOBER – 21 NOVEMBER 2015

1
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar belakang
Definisi stroke menurut world health organization (WHO) adalah gangguan
fungsi serebral yang terjadi baik fokal maupun global yang terjadi mendadak dan
cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau meninggal disebabkan oleh gangguan
pembuluh darah.1 Stroke adalah penyakit kardiovaskular yang mempengaruhi suplai
darah ke otak. Ketika berbicara tentang stroke, biasanya para ilmuan mengartikannya
dengan terdapat gangguan pada fungsi otak, secara permanen, disebabkan oleh
sumbatan atau pecahnya pembuluh darah yang menyuplai darah ke otak.2
Agar berfungsi dengan baik, sel-sel saraf dalam otak harus memiliki suplai
darah yang cukup, seperti oksigen dan glukosa. Apabila suplai dari keduanya
terganggu, maka bagian dari otak akan berhenti berfungsi sementara. Jika kerusakan
parah atau berlangsung cukup lama, maka sel-sel otak akan mati dan kerusakan
bersifat permanen. Pergerakan dan fungsi dari tubuh dikontrol oleh sel-sel tersebut,
maka fungsinya akan terganggu juga. Gejala yang ditimbulkan pada pasien tergantung
dari bagian otak yang terkena.2
Jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013 berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang (7%). Sedangkan
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala diperkirakan sebanyak 2.137.941
orang (12,1%). Provinsi Jawa Barat memiliki estimasi jumlah penderita terbanyak
yaitu sebanyak 238.001 orang (7,4%) dan 533.895 orang (16,6%). Sedangkan
Provinsi Papua Barat memiliki jumlah penderita paling sedikit yaitu sebanyak 2.007
orang (3,6%) dan 2.955 orang (5,3%).3
Di Amerika, sekitar 500,000 orang terkena stroke setiap tahunnya. Sekitar 10
persen dari mereka dapat kembali beraktifitas, 50 persen fungsi tubuh cukup kembali
dan beraktivitas secara terbatas, dan sekitar 40 persen membutuhkan bantuan dalam
beraktivitas. Stroke biasanya dipandang sebagai penyakit yang mengenai usia tua,
namun terkadang dapat mengenai usia muda. 2 Oleh karena itu, penting bagi klinisi
khususnya dokter umum untuk mengenali penyakit tersebut secara dini sehingga
mendapatkan pengobatan secara tepat.

2
1. 2 Tujuan penulisan
Penulisan referat ini penting bagi dokter muda sebagai calon dokter umum
agar mampu mengenali, memahami, dan mendiagnosa suatu penyakit dengan tepat
dimulai dari definisi, epidemiologi, etiologi dan faktor resiko, patofisiologi, tanda dan
gejala. Sehingga dapat menentukan prognosis, tatalaksana awal, informasi, dan
edukasi yang tepat kepada pasien.

1. 3 Metode penulisan
Data yang diperoleh dalam penulisan referat ini diperoleh dari textbook,
artikel, dan jurnal kedokteran serta berbagai sumber informasi melalui internet.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Anatomi sistem vaskular otak


Anatomi vaskuler otak dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian anterior
diperdarahi oleh sistem karotis dan bagian posterior oleh sistem vertebrobasiler.
Sistem karotis berasal dari percabangan aorta. Aorta bercabang menjadi 3 yaitu,
trunkus brachiocephalicus, arteri carotis communis sinistra, arteri subklavia sinistra.
Trunkus brachiocephalicus akan bercabang menjadi arteri subklavia dextra dan arteri
carotis communis dextra. Arteri subklavia dextra nantinya akan menjadi arteri
vertebralis dextra. Arteri carotis communis dextra akan bercabang menjadi arteri
carotis externa dan interna dextra. Arteri communis sinistra akan bercabang menjadi
arteri carotis externa dan interna sinistra, dan arteri subklavia sinistra akan bercabang
menjadi arteri vertebralis sinistra.

2. 1. 1 Sistem Anterior (Arteri karotis interna)


Arteri karotis interna dextra dan sinistra akan berjalan naik ke basis cranii
menuju ujung medial sulcus lateralis cerebri. Disitu arteri karotis interna akan
mengeluarkan cabang utamanya yaitu arteri cerebri media dan arteri cerebri anterior.
Arteri cerebri media merupakan cabang terbesar arteri karotis media yang berjalan
lateralis di sulcus lateralis. Arteri cerebri media memperdarahi lobus frontalis,
parietalis, temporalis luas, dan memperdarahi area motorik kecuali tungkai. Arteri
cerebri anterior berjalan medial, memperdarahi area kortex motorik, sensorik primer,
gyrus cinguli, superior dari lobus frontalis, dan anterior dari lobus parietalis.
Selanjutnya, arteri karotis interna akan masuk ke ruang subarachnoid kemudian
masuk ke rongga orbita bersama nervus optikus menyuplai isi orbita, sinus
sfenoidalis, sinus etmoidalis, mukosa nasal, duramater fossa kranialis anterior, kulit
dahi, pangkal hidung, dan kelopak mata.
Percabangan lainnya dari arteri carotis interna yaitu arteri komunikans
posterior yang akan bergabung dengan segmen proksimal arteri serebri posterior di
lateral ujung arteri basilaris membentuk sirkulus wilisi. Percabangan terakhir dari
arteri karotis interna adalah arteri khoroidalis anterior yang berada di distal dari arteri
komunikans posterior yang akan membentuk cabang dan menyuplai darah ke organ-
organ disekitarnya, seperti traktus optikus, unkus, hippocampus, amigdala, sebagian

4
basal ganglia, sebagian ke kapsula interna, dan juga menyuplai bagian traktus
piramidalis.

2. 1. 2 Sistem posterior (Arteri vertebrobasiler)


Arteri vertebralis mengeluarkan cabang utama yaitu arteri inferior posterior
serebelli (PICA) yang merupakan percabangan paling besar dan arteri spinalis anterior
yang memperdarahi medulla spinalis. PICA akan memperdarahi bagian inferior
vermis, nuclei serebelli, permukaan bawah hemisfer cerebelli, dan dorsolateralis
medulla.
Setelah itu, arteri vertebralis akan berjalan menembus duramater setinggi
foramen magnum. Di ruang subarachnoid arteri vertebralis akan berjalan melengkung
ke arah ventral dan kranial mengelilingi batang otak dan bergabung dengan arteri
vertebralis kontralateral di depan bagian kaudal pons menjadi arteri basilaris. Arteri
basilaris mengeluarkan 2 cabang utama yaitu sepasang arteri serebri posterior dan
arteri superior serebelli. Arteri serebri posterior akan memperdarahi bagian lobus
oksipital, inferior lobus temporal, thalamus, dan posterior limb dari kapsula interna.
Sedangkan pada arteri superior serebelli akan memperdarahi superior dari cerebellum
dan glandula pinealis. Percabangan lainnya yaitu arteri inferior anterior cerebelli
(AICA) yang memperdarahi bagian anterior dan inferior cerebellum.
Percabangan dari a. carotis interna dan a. basilaris akan beranastomosis yang
berada di dasar otak untuk menjamin pemberian darah ke otak, yaitu kolateral antara
sistem karotis dan sistem vertebrobasiler membentuk:
 Sirkulus wilisi, merupakan gabungan dari pembuluh darah arteri di dasar otak
yang dibentuk oleh a. cerebri media kanan dan kiri, a. cerebri posterior kanan
dan kiri, a. communicant posterior kanan dan kiri, a. cerebri anterior, dan a.
communicant anterior.

2. 2 Stroke
2. 2. 1 Definisi
Definisi stroke menurut world health organization (WHO) adalah gangguan
fungsi serebral yang terjadi baik fokal maupun global yang terjadi mendadak dan
cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau meninggal disebabkan oleh gangguan
pembuluh darah.1

5
2. 2. 2 Epidemiologi
Di Indonesia, penyebab kematian utama pada semua umur adalah stroke
(15,4%), yang disusul oleh TB (7,5%), Hipertensi (6,8%), dan cedera (6,5%). Hasil
Riskesdas 2007, prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1.000
penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1.000.
Prevalensi stroke tertinggi Indonesia dijumpai di Nanggroe Aceh Darussalam (16,6
per 1.000 penduduk) dan terendah di Papua (3,8 per 1.000 penduduk) (Depkes, 2009).
Data lainnya yang diperoleh di Indonesia menunjukkan kecenderungan
peningkatan kasus baik dalam hal kematian, kejadian, ataupun kecacatan. Angka
kematian berdasarkan umur yaitu sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun), 26,8% (umur
55-64 tahun), dan 23,5% (umur 65 tahun). Insiden stroke sebesar 51,6/100.000
penduduk dan kecacatan; 1,6% tidak berubah, 4,3% semakin memberat. Penderita
laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan dan usia dibawah 45 tahun
sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun sebesar 54,2%, dan usia diatas 65 tahun sebesar
33,5%.4

2. 2. 3 Klasifikasi stroke5
Banyak klasifikasi yang telah dibuat untuk memudahkan penggolongan
penyakit pembuluh darah otak. Menurut modifikasi Marshall, stroke dapat
diklasifikasikan menjadi:
I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
1. Stroke iskemik
 Transient ischemic attack (TIA)
 Trombosis serebri
 Embolus serebri
2. Stroke hemoragik
 Perdarahan intraserebral
 Perdarahan subarakhnoid
II. Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu
1. Transient ischemic attack (TIA)
2. Reversible ischemic neurologic deficit (RIND)

6
3. Stroke in evolution
4. Completed stroke
III. Berdasarkan sistem pembuluh darah
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebrobasiler
IV. Berdasarkan sindroma klinis yang berhubungan dengan lokasi lesi otak,
Bamford dkk mengemukakan klasifikasi stroke menjadi 4 subtipe:
1. Total anterior circulation infarct (TACI)
2. Partial anterior circulation infarct (PACI)
3. Posterior circulation infarct (POCI)
4. Lacunar infarct (LACI)

2. 2. 4 Etiologi dan faktor risiko6


Non modifikasi Modifikasi
Usia Vaskular
Jenis kelamin - Hipertensi (BP >140mmHg or 90
mmHg)
- Merokok
- Asimtomatik stenosis karotis
- Peripheral artery disease
BBLR Hematologi
- Sickle cell disease
Etnik/ ras Gaya hidup
- Inaktivitas fisik
Riwayat stroke di keluarga Jantung
- Atrial fibrilasi (dengan atau tanpa
penyakit vaskular)
- Gagal jantung
- PJK
Endokrin
- Diabetes mellitus
- Terapi hormonal post menopause
- Penggunaan pil kontrasepsi
Metabolik
Dislipidemi
- Total kolestrol tinggi > 20%
- HDL < 40 mg/dL

7
- Obesitas

2. 2. 5 Patofisiologi stroke vertebrobasiler7


Etiologi dari iskemik pada sirkulasi posterior terutama disebabkan oleh
aterosklerosis pada arteri disekitarnya (penyakit arteri besar) dan penyakit arteri
penetrasi (lakuna). Terdapat bukti bahwa embolisasi kardiogenik lebih umum dan
bertanggungjawab sebesar 20 sampai 50% dari stroke pada sistem sirkulasi posterior.
Sirkulasi posterior lebih rentan terhadap aterosklerosis dibandingkan dengan arteri
sistemik lainnya. Aterosklerosis yaitu dimana plak menyebabkan penyempitan dan
sumbatan pada pembuluh darah besar. Apabila terdapat sumbatan pada arteri
vertebralis adanya aliran darah kolateral dari arteri vertebralis, cabang arteri
servikalis, dan arteri communicant posterior.
Adanya obstruksi atau sumbatan pada pembuluh darah menyebabkan
hipoperfusi sehingga dapat terjadi kerusakan otak yang ireversibel dan dapat
menimbulkan penurunan pada aliran darah ke otak sebesar 20%. Patologi penyakit
pembuluh darah kecil berbeda dengan aterosklerosis karena adanya sumbatan pada
pembuluh darah kecil disebabkan oleh suatu proses yaitu lipohyalinosis yang sering
berhubungan dengan hipertensi. Penyumbatan pembuluh darah kecil membuat
pembuluh darah menjadi semakin kecil yang menyebabkan infark disekitarnya
disebut “lakuna” yang dapat timbul sebagai lesi tunggal atau bisa berdistribusi sebagai
lesi multipel yang tersebar luas di seluruh subkortex dan batang otak.
Lipohyalinosis melemahkan dinding pembuluh darah terutama pada pasien
hipertensi yang memungkinkan pecahnya dinding pembuluh darah dan menyebabkan
perdarahan fokal. Hampir semua perdarahan intracerebral berasal dari pembuluh
darah kecil. Sumbatan embolus pada sistem vertebrobasiler tidak umum dan biasanya
berasal dari sumbatan arteri basiler.

8
2. 2. 6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala yang ditimbulkan pada
pembuluh darah dan daerah yang terkena. Pasien dengan trombosis arteri basilaris
biasanya memiliki gejala awal atau prodromal. Sebanyak 50% dari pasien mengalami
transient ischemic attack selama beberapa hari sampai minggu sebelum oklusi terjadi.
Sebaliknya, pada peristiwa emboli, didahului tanpa adanya tanda-tanda prodromal.
Gejala yang biasanya timbul pada stroke vertebrobasilar yaitu7:
 Vertigo
 Mual dan muntah
 Sakit kepala
 Gangguan kesadaran
 Tanda-tanda okulomotorik yang abnormal (nystagmus, diplopia, dan
perubahan pada pupil)
 Kelemahan nervus kranial ipsilateral (dysarthria, dysphagia, dysphonia,
kelemahan pada otot wajah dan lidah)
 Sensory loss (pada wajah dan dahi)
 Ataxia
 Kelemahan motorik kontralateral
 Gangguan dalam rasa nyeri dan suhu
 Inkontinentia
 Defek pada lapang pandang
 Nyeri sentral
 Pembengkakan yang abnormal
 Keringat pada wajah dan ekstremitas

A. Anamnesis
Selain yang disebutkan di atas, pada anamnesis dapat ditanyakan sejak kapan,
onset waktu apakah mendadak saat bangun tidur atau sedang istirahat atau sedang
beraktifitas, semakin memberat atau menetap dalam beberapa hari, dan ditanyakan
faktor-faktor risiko stroke. Pada kasus-kasus dengan penurunan kesadaran perlu
ditanyakan sudah berapa lama dan apakah semakin memberat. Kemudian, dapat

9
ditanyakan gejala yang menyertai seperti kejang, kesemutan, nyeri kepala, cegukan,
dan nyeri dada.
Penelitian lainnya menyebutkan bahwa stroke batang otak atau
vertebrobasilar, menimbulkan gejala disfungsi neurologis berupa hemi atau
quadriparesis, defisit nervus kranialis (III-XII), kesulitan dalam pernapasan, vertigo,
dan ataxia. Tanda multipel dari nervus kranialis mengindikasikan bahwa lesi
melibatkan lebih dari 1 tingkat pada batang otak. Sirkulasi posterior memperdarahi
bagian batang otak, cerebellum, dan kortex bagian oksipital yang akan menimbulkan
gejala berupa “5Ds”, terdiri dari dizziness, diplopia, dysarthria, dysphagia, and
dystaxia. Ciri dari stroke pada sirkulasi posterior adalah “crossed findings”, yaitu pada
pemeriksaan nervus kranialis akan ditemukan kelainan ipsilateral dengan lesi dan
pada pemeriksaan motorik atau sensorik ditemukan pada sisi kontralateral.8

2. 7. 1 Lateral Medullary (Wallenberg) Syndrome7,8


Sindrom ini sering terjadi karena adanya sumbatan pada arteri vertebralis atau
lebih sering pada percabangannya yaitu pada arteri inferior posterior serebelli (PICA).
Sindrom ini akan menimbulkan gejala mual, muntah, dan vertigo karena keterlibatan
sistem vestibular. Pada sindrom ini akan menimbulkan gambaran klinis ipsilateral
meliputi:
 Ataxia dan dysmetria, karena kerusakan pada pedunkel serebelli inferior dan
serebellum
 Horner syndrome (ptosis, miosis, hypohidrosis, anhidrosis, enopthalmus),
karena kerusakan pada serabut simpatis desenden
 Nyeri wajah dan hilang sensasi suhu
 Berkurangnya refleks kornea karena kerusakan pada traktus spinal desenden
dan nukleus nervus kranialis V
 Nystagmus
 Hypoacusis (nukleus koklear)
 Disarthria dan disfagia
 Paralisis dari faring, palatum, dan pita suara
 Berkurangnya perasa dari 1/3 posterior lidah (nukleus atau serabut saraf IX
dan X)

10
Gambaran klinis kontralateral termasuk hilangnya rasa sakit dan sensasi suhu pada
tubuh dan ekstremitas, mengindikasikan keterlibatan dalam traktus
spinothalamikus lateralis.

2. 7. 2 Medial Medullary (Dejerine) Syndrome7


Sindrom ini terjadi karena adanya sumbatan pada arteri vertebralis atau pada
percabangannya yaitu arteri spinalis anterior yang memperdarahi piramid, lemniskus
medial, dan nervus hypoglosus. Namun, sindrom ini jarang terjadi. Gambaran klinis
yang ditemukan berupa paresis ipsilateral dari lidah dengan deviasi ke arah lesi (lesi
LMN nervus kranialis XII), hemiplegi kontralateral, hilangnya rasa getar dan
propioseptif ipsilateral.

2. 7. 3 Locked-in Syndrome dan Top of The Basilar Syndrome6


Apabila terdapat thrombosis basilar biasanya akan mengenai bagian proksimal
dari arteri basilar yang memperdarahi pons. Keterlibatan pons bagian dorsal
(tegmentum) menimbulkan gambaran klinis berupa unilateral atau bilateral
kelumpuhan nervus abducens (VI), gerakan bola mata horizontal terganggu, dan
nystagmus vertikal. Keterlibatan dari serabut saraf simpatis desenden pupilodilator di
pons menghasilkan kontraksi dari kedua pupil. Hemiplegi atau quadriplegi dan koma
biasanya akan timbul.
Pada pasien dengan sumbatan basilar, infark mengenai bagian ventral dari
pons namun tidak mengenai tegmentum. Pasien masih dalam keadaan sadar tetapi
dalam keadaan quadriplegi, maka istilah locked-in syndrome diterapkan. Pada pasien
dengan sindrom ini dalam keadaan sadar dan dapat membuka mata atau menggerakan
mata sesuai dengan perintah.
Pada emboli yang dapat lewat dari arteri vertebralis hingga ke arteri basilar
bagian atas, dimana terdapat bifurkatio yang menjadi arteri posterior serebri
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke formasio retikularis dan thalamus, seeing
menimbulkan penurunan kesadaran. Karateristik lainnya adalah kelemahan nervus
okulomotorik (III) unilateral atau bilateral. Apabila mengenai pedunkel serebral di
otak tengah dapat menyebabkan hemiplegi atau quadriplegi dengan deserebrasi atau
dekortikasi. Keadaan ini disebut dengan top of the basilar syndrome.
Emboli yang lebih kecil dapat menyumbat sampai ke arteri serebri posterior
dimana memperdarahi otak tengah, thalamus, lobus temporal, dan oksipital sehingga

11
dapat menyebabkan infark di daerah tersebut. Jika pasien dalam keadaan sadar, maka
akan timbul berbagai gangguan visual, seperti, homonymous hemianopia, kebutaan
kortikal, kelainan dalam visuomotor, seperti, gangguan dalam konvergensi,
kelumpuhan menatap ke atas atau ke bawah, dan diplopia, dan gangguan kebiasaan
yaitu kebingungan.

2. 7. 3. Sumbatan pada arteri serebri posterior6


Sumbatan pada arteri serebri posterior menyebabkan homonim hemianopsia
pada sisi kontralateral lapang pandang. Apabila sumbatan berada di dekat dari arteri
serebri posterior setinggi midbrain, akan timbul gangguan pada okulomotorik berupa
kelemahan gerak bola mata ke atas, kelemahan nervus okulomotik (III), dan
internuklear opthalmoplegia. Apabila sumbatan mengenai lobus oksipital dengan
dominan hemisfer sebelah kiri maka akan timbul afasia anomik (kesulitan dalam
menyebutkan objek), alexia tanpa agraphia (ketidakmampuan dalam membaca) atau
agnosia visual. Selain itu, dapat menimbulkan kesulitan dalam mengidentifikasi suatu
objek yang dipresentasikan pada lapang pandang sebelah kiri disebabkan oleh lesi
pada korpus kallosum sehingga memutus korteks visual kanan dari area bahasa pada
hemisfer kiri. Apabila infark terjadi pada arteri serebri posterior bilateral, maka akan
menimbulkan kebutaan kortikal, gangguan dalam memori (jika mengenai lobus
temporalis) atau kesulitan dalam mengenali keluarga (prosopagnosia).
Jika adanya sumbatan pada arteri inferior anterior serebelli hingga terjadi
infark pada bagian posterior dari kaudal pons akan timbul gejala seperti, disfagia,
disartria, kelemahan wajah ipsilateral, kelumpuhan pandangan, tuli, dan tinitus.
Sindrom pada infark lateral rostral pontin yang berasal dari sumbatan pada
arteri serebellar posterior akan timbul deviasi yang lebih condong pada salah satu
mata atau nistagmus dan gangguan sensoris kontralateral.

B. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dari keadaan umum yaitu kesadaran. Apabila terjadi
penurunan kesadaran maka dapat digunakan Glasgow coma scale agar pemantauan
selanjutnya lebih mudah untuk melihat perkembangan penyakit. Kemudian
dilanjutkan dengan tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik generalis. Pada
pemeriksaan status neurologis dimulai dari tanda rangsang meningeal yaitu, kaku
kuduk, brudzinski I, kernig, dan laseque, pemeriksaan nervus kranialis, dan

12
ekstremitas berupa pemeriksaan motorik, refleks fisiologis (bisep, trisep, patella, dan
Achilles), refleks patologis (Babinski, chaddock, oppenheim, schuffner, Gordon),
sensorik, tonus, dan otonom (BAK dan BAB).
C. Pemeriksaan penunjang6, 7, 8
I. Laboratorium:
 Lab darah lengkap
 Elektrolit
 Urin (ureum dan kreatinin)
 aPTT, PT, d-dimer
 Kolestrol
 Profil lipid
 Creatin kinase, cardiac isoenzymes, troponin level
II. EKG
III. CT Scan, MRI, intracranial doppler ultrasonography, echocardiography

2. 2. 7 Diagnosis banding7
 Basilar meningitis
 Basilar migraine
 Perdarahan subarakhnoid
 Cerebellopontine angle tumor

2. 2. 8 Tatalaksana4,9
Penatalaksaan umum pada penyakit serebrovaskular iskemik adalah
mengurangi defisit dan mencegah stroke di kemudian hari. Tujuan utama di dunia
kedokteran pada kasus ini adalah mengurangi insiden stroke di populasi yang luas
dengan mengontrol faktor-faktor risiko yang dapat di modifikasi atau primary
prevention. Penatalaksanaan stroke dibagi atas 3 bagian berupa manajemen pada fase
akut yaitu dengan mengembalikan sirkulasi dan menghentikan proses patologis, terapi
fisik dan rehabilitasi, dan pencegahan untuk stroke selanjutnya dan progresifitas dari
penyakit vaskular.
1. Pengembalian sirkulasi dan pemberhentian proses patologis

13
Saat tanda dan gejala menetap, jaringan disekitarnya yang terkena
tidak sepenuhnya rusak. Sehingga, dapat bertahan apabila perfusi ke otak
berjalan baik (penumbra). Apabila pasien selama 4,5 jam dari onset tidak
mendapatkan tindakan dari awal gejala, maka dapat diberikan terapi
trombolitik dengan activator jaringan plasminogen (tPA) sebagai indikasinya.
Aktivator jaringan plasminogen (rekombinan tPA) mengubah
plasminogen menjadi plasmin. Obat ini efektif pada pada pengobatan
sumbatan arteri coroner. Pada beberapa pasien dengan sumbatan pada arteri
basilar dan koma dengan durasi singkat dan pada pasien tanpa thrombosis
yang luas, penggunaan tPA dapat memberikan perbaikan pada fungsi
neurologis.
Pemberian trombolitik injeksi secara intraarterial atau meluruhkan
suatu klot secara intravaskular, dapat mengembalikan aliran darah di arteri
serebri media dan arteri basilar. Studi terbaru melaporkan bahwa hasil dari
melisiskan atau meluruhkan klot secara intravaskular lebih baik dibandingkan
dengan trombolisis secara intravena atau intraarteri.
Pemberian antikoagulan atau antiplatelet untuk mengubah kaskade
pembekuan pada kasus stroke. Antikoagulasi yang urgent dengan tujuan
mencegah timbulnya stroke kembali dan menghentikan perburukan defisit
neurologi. Namun pemberian antikoagulan tidak direkomendasikan pada
penderita stroke akut sedang sampai berat karena meningkatnya risiko
komplikasi perdarahan intrakranial. Pemberian terapi antikoagulan dalam
jangka waktu 24 jam bersamaan dengan pemberian intravena rtPA tidak
direkomendasikan.
Pemberian antiplatelet seperti aspirin dalam 24 jam sampai 48 jam
setelah awitan stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik. Aspirin
dibuktikan sebagai obat yang secara konsisten dapan mencegah thrombosis
dan emboli pada stroke. Aspirin dikombinasi dengan membran platelet dan
menghambat platelet siklooksigenase, pencegah produksi dari tromboksan A2,
prostaglandin yang dapat membuat vasokonstriksi pembuluh darah,
prostasklin, vasodilatasi dari prostaglandin. Pada pasien yang tidak toleransi
dengan aspirin, penghambat agregasi platelet lainnya yaitu clopidogrel atau
semacamnya dapat digunakan.

14
Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi
akut pada stroke, seperti pemberian rtPA intravena. Selain itu, pemberian
klopidogrel saja atau kombinasi dengan aspirin, pada stroke iskemik akut,
tidak dianjurkan. Kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik, misalnya
angina pektoris tidak stabil dan non-Q-Wave MI.

2. Terapi fisik dan rehabilitasi


 Pasien stroke fase akut direkomendasikan menjalani perawatan di unit
stroke dengan tujuan untuk mendapatkan penanganan multidisiplin dan
terkoordinasi
 Memulai rehabilitasi setelah kondisi medis stabil
 Setelah keluar dari unit stoke, direkomendasikan untuk melanjutkan
rehabilitasi dengan berobat jalan selama tahun pertama setelah stroke
3. Pencegahan stroke selanjutnya dan progresifitas dari penyakit vaskular
 Pengendalian faktor risiko
 Modifikasi gaya hidup

2. 2. 9 Komplikasi
 Pneumonia aspirasi
 Deep vein thrombosis
 Pulmonary embolism

2. 2. 10 Prognosis
Pasien dengan sumbatan arteri basilar memiliki angka kematian yang tinggi
lebih dari 85%. Pada pasien yang berhasil bertahan meninggalkan defisit neurologis.
Selain itu, sebanyak 10 hingga 15% pasien yang bertahan berisiko terkena stroke
kembali.

15
BAB III
KESIMPULAN

Stroke pada sirkulasi posterior menimbulkan berbagai gejala. Episode yang


timbul secara mendadak dan berangsur-angsur dibandingkan dengan stroke pada
sirkulasi anterior. Pada pasien diperoleh gejala kontralateral dengan paresis nervus
kranialis ipsilateral dengan paresis motorik dan sensorik kontralateral, termasuk 5
gejala Ds seperti, dizziness, diplopia, dysarthria, dysphagia, dystaxia. Secara umum,
pasien dalam keadaan baik, namun bila terjadi sumbatan bilateral pada sumbatan
arteri vertebralis, memiliki prognosis yang lebih buruk termasuk sebesar 90%
kematian pasien dalam keadaan locked-in syndrome dan koma. Tujuan utama
penatalaksaan pada kasus stroke ini adalah dengan mencegah stroke berulang di
kemudian hari salah satunya dengan mengontrol faktor-faktor risiko yang dapat
dimodifikasi atau primary prevention. Secara umum, penatalaksanaan stroke dibagi
berupa manajemen pada fase akut dibagi 3 yaitu, dengan mengembalikan sirkulasi
dan menghentikan proses patologis, terapi fisik dan rehabilitasi, dan pencegahan
untuk stroke selanjutnya dan progresifitas dari penyakit vaskular.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Sacco RL, Kasner SE, Broderick JP. An Update Definition of Stroke for the
21st Century. AHA/ASA. 2013;44:2065-84.
2. Brass LM. Stroke. Major Cardiovascular disorder; [215-33].
3. Situasi Kesehatan Jantung. Info Datin. 2013:3.
4. Guideline Stroke 2011. p. 14, 76, 93-108
5. Stroke. In: Universities Sumatra Utara, editor. 2013. p. 7-8
6. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Stroke. Clinical Neurology. 8 ed.
United States of America: McGraw Hill; 2012. p. 380, 90-3.
7. Kaye V. Vertebrobasilar Stroke Overview [cited 2015 3 November]. Available
from: emedicine.medscape.com
8. Lewandoswski C, Santhakumar S. Posterior Circulation Stroke. FERNE.4-9.
9. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Stroke. Principles of Neurology. 10 ed.
United State of America: McGraw Hill; 2014. p. 813, 5, 8.

17

Anda mungkin juga menyukai