Anda di halaman 1dari 42

BAB 5

DIMENSI PROSES KOGNITIF

Pada Bab 4, kami menjelaskan empat jenis pengetahuan secara terperinci. Banyak
pembelajaran terfokus pada Pengetahuan Faktual, dan kami menyarankan fokus yang
sempit ini diperlebar ke jenis-jenis pengetahuan lain: Pengetahuan Faktual, Pengetahuan
Prosedural, dan Pengetahuan Metakognitif. Demikian pula, pembelajaran dan asesmen
umumnya menekankan satu jenis proses kognitif, yakni Mengingat, dan kami sarankan
pembelajaran dan asesmen mencakup proses-proses kognitif lainnya. Handbook paling
sering digunakan untuk menganalisis kurikulum dan ujian dan kemudian diketahui
bahwa kurikulum dan ujian itu terlalu menekankan pada proses kognitif Mengingat dan
kurang memerhatikan proses-proses kognitif yang lebih kompleks (Anderson dan
Sosniak, 1994). Bab ini hendak memaparkan semua proses kognitif secara mendetail.
Dua dari banyak tujuan pendidikan yang paling penting adalah meretensi dan
mentransfer (yang mengindikasikan pembelajaran yang bermakna). Meretensi adalah
kemampuan untuk mengingat materi pelajaran sampai jangka yang tertentu sama
seperti materi yang diajarkan. Mentransfer ialah kemampuan untuk menggunakan apa
yang telah dipelajari guna menyelesaikan masalah-masalah baru, menjawab pertanyaan-
pertanyaan baru, atau memudahkan pembelajaran materi pelajaran baru, (Mayer dan
Wittrock, 1996). Pendeknya, tujuan meretensi menuntut siswa untuk mengingat apa
yang sudah mereka pelajari, sedangkan mentransfer menuntut siswa bukan hanya
untuk mengingat, melainkan juga untuk memahami dan menggunakan apa yang
sudah mereka pelajari (Bransford, Brown, dan Cocking, 1999; Detterman dan Sternberg,
1993; McKeough, Lupart, dan Marini, 1995; Mayer, 1995; Phye, 1997). Dengan perkataan
lain, meretensi terfokus pada masa lalu, sementara mentransfer mengacu pada masa
depan. Misalnya, setelah siswa membaca buku pelajaran tentang hukum Ohm, tes
meretensi bisa berupa perintah kepada siswa untuk menuliskan rumus hukum Ohm.
Lain halnya, tes mentransfer bisa berupa perintah kepada siswa untuk menyusun ulang
rangkaian listrik guna memaksimalkan jumlah lompatan elektron atau untuk
menggunakan hukum Ohm guna menjelaskan rangkaian listrik yang rumit.
Tujuan-tujuan pendidikan yang menumhuhkan kemampuan untuk mengingat
cukup mudah dirumuskan, tetapi tujuan-tujuan yang mengembangkan kemampuan
untuk mentransfer lebih sulit dirumuskan, diajarkan, dan diases (Baxter, Elder, dan
Glaser, 1996; Phye, 1997). Kerangka pikir kami ini dimaksudkan untuk membantu

1
BAB 5

memperluas tujuan-tujuan pendidikan supaya mencakup pengembangan kemampuan


untuk mentransfer. Setelah sedikit membahas kemampuan untuk meretensi dan
mentransfer, kami selanjutnya akan menjelaskan enam kategori proses kognitif
(kategori pertama menekankan retensi, sedangkan kategori kelima, meski mendukung
kemampuan retensi, menekankan transfer). Kami akan menyudahi bab ini dengan
memberikan contoh tentang bagaimana pembahasan ini dapat diterapkan untuk
mengajar, mempelajari, dan mengases pelajaran perihal hukum Ohm.

TIGA MACAM BASIL BELAJAR

Kita terlebih dahulu akan secara ringkas membicarakan tiga skenario belajar.
Skenario pertama adalah tidak ada aktivitas belajar (yakni tiada aktivitas belajar yang
diinginkan), skenario kedua ialah belajar menghafal (rote learning), dan skenario ketiga
adalah belajar yang bermakna (meaningful learning).

Tiada Aktivitas Belajar


Amy membaca buku teks sains pada bab tentang rangkaian listrik untuk
menghadapi tes. Ia membacanya secara sepintas lalu lantaran merasa yakin bahwa
tesnya gampang. Saat diminta untuk mengingat kembali materi pelajarannya di kelas
(sebagai tes retensi), ia hanya dapat menyebutkan sedikit sekali istilah dan fakta
kuncinya. Misalnya, ia tidak dapat menyebutkan komponen-komponen pokok pada
rangkaian listrik kendati semua itu dipaparkan dalam bab yang dibacanya. Sewaktu
diminta menggunakan informasi tersebut untuk menyelesaikan masalah pada
rangkaian listrik (sebagai bagian dart tes transfer), ia tidak bisa. Misalnya, ia tidak dapat
menjawab pertanyaan esai untuk mendiagnosis suatu masalah pada rangkaian listrik.
Dalam skenario yang paling buruk ini, Amy tidak mempunyai atau tidak dapat
menggunakan pengetahuan yang relevan. Amy tidak terlalu memerhatikan atau
memahami materi yang diajarkan gurunya di kelas. Pada dasamya, ia tidak belajar;
tidak ada aktivitas belajar di sini.

Belajar Menghafal

Becky membaca buku dan bab yang sama seperti yang dibaca Amy. la membaca
setiap kata dengan cermat. la membaca seluruh bab itu dan mengingat fakta-fakta
kuncinya. la masih ingat hampir semua istilah dan fakta penting yang diajarkan gurunya

2
BAB 5

di kelas. Berbeda dengan Amy, Becky dapat menyebutkan komponen-komponen pokok


pada rangkaian listrik. Akan tetapi, sewaktu diminta menggunakan informasi tersebut
untuk menyelesaikan masalah, Becky tidak bisa. Ia pun tidak dapat menjawab
pertanyaan sederhana tentang diagnosis masalah pada rangkaian listrik. Dalam
skenario ini, Becky mempunyai pengetahuan yang relevan, tetapi ia tidak dapat
menggunakan pengetahuan itu untuk menyelesaikan masalah. Ia tidak dapat
mentransfer pengetahuannya pada situasi yang baru. Becky menyimak informasi yang
relevan, tetapi ia tidak memahaminya dan, karenanya, tidak dapat menggunakannya.
Hasil belajar semacam ini disebut belajar menghafal.

Belajar yang Bermakna

Carla membaca bab tentang rangkaian listrik yang sama. Ia membaca secara teliti
dan berusaha memahaminva. Sebagaimana Becky, ia dapat menyebutkan hampir semua
istilah dan fakta penting yang diajarkan di kelas. Sewaktu diminta menggunakan
informasi tersebut untuk menyelesaikan masalah, ia dapat mengemukakan banyak
alternatif solusi. Dalam skenario ini, Carla bukan hanya mengetahui pengetahuan yang
relevan, tetapi juga dapat menggunakannva untuk menyelesaikan masalah dan
memahami konsep-konsep baru. Ia dapat mentransfer pengetahuannya pada masalah-
masalah baru dan situasi-situasi belajar yang baru pula. Carla memerhatikan informasi
yang relevan dan memahaminya. Hasil belajar seperti ini dinamakan belajar yang
bermakna.

Belajar yang bermakna menghadirkan pengetahuan dan proses-proses kognitif


yang siswa butuhkan untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian masalah terjadi
ketika siswa menggagas cara untuk mencapai tujuan yang belum pernah dia capai, yakni
mengerti bagaimana cara mengubah keadaan jadi keadaan yang diinginkan (Duncker,
1945; Mayer, 1992). Dalam penyelesaian masalah ini terdapat dua komponen pokok,
yakni gambaran masalah, siswa menggambarkan masalahnya dalam mentalnya, dan
gambaran solusi, siswa membuat rencana penyelesaian masalah dan melaksanakannya
(Mayer, 1992). Selaras dengan hasil-hasil penelitian terbaru (Gick dan Holyoak, 1980,
1983; Vosniadou dan Ortony, 1989), para penulis Handbook mengatakan bahwa siswa
sering menyelesaikan masalah dengan analogi. Siswa merumuskan kembali masalahnva
dalam bahasa yang lebih familier, mengenali bahwa masalahnya serupa dengan masalah

3
BAB 5

yang sudah familier bagi mereka, mengabstraksikan solusi untuk masalah yang familier
itu, dan mengaplikasikan solusi tersebut pada masalah yang hendak diselesaikannya.

BELAJAR YANG BERMAKNA ADALAH MENGKONSTRUKSI KERANGKA


PENGETAHUAN

Fokus pembelajaran yang bermakna sesuai dengan pandangan bahwa belajar


adalah mengkonstruksi pengetahuan, yang di dalamnya siswa berusaha memahami
pengalaman-pengalaman mereka. Dalam pembelajaran konstruktif ini, seperti telah
disebutkan pada awal Bab 4, siswa melakukan proses kognitif secara aktif, yakni
memperhatikan informasi relevan yang datang, menata informasi ini di otak jadi
gambaran yang koheren, dan memadukan informasi tersebut dengan pengetahuan yang
telah tersimpan di otak (Mayer, 1999). Lain halnya, fokus pembelajaran menghafal
sejalan dengan pandangan bahwa belajar adalah menerima pengetahuan, yang di
dalamnya siswa berusaha menyimpan informasi-informasi baru pada memorinya
(Mayer, 1999).

Pembelajaran konstruktif (yakni belajar yang bermakna) dipandang sebagai


tujuan pendidikan yang penting. Pembelajaran konstruktif mensyaratkan pembelajaran
yang tidak sekadar menyampaikan pengetahuan faktual dan juga mensyaratkan
pertanyaan-pertanyaan asesmen yang menuntut siswa bukan sekadar mengingat atau
mengenali pengetahuan faktual (Bransford, Brown, dan Cocking, 1999; Lambert dan
McCombs, 1998; Marshall, 1996; Steffe dan Gale,1995). Proses-proses kognitif yang
dibahas di bab ini menjadi alat untuk mendeskripsikan aktivitas-aktivitas kognitif siswa
dalam pembelajaran konstruktif; proses-proses kognitif adalah cara-cara yang dipakai
siswa secara aktif dalam proses mengkonstruksi makna.

PROSES KOGNITIF DALAM MERETENSI DAN MENTRANSFER

Apabila kita mengajar dan mengases siswa supaya mereka mempelajari suatu
materi pelajaran dan mengingatnya selama sekian lama, berarti fokus kita mengarah
pada satu kategori proses kognitif, yaitu Mengingat. Apabila kita memperluas fokus,
yakni mengembangkan pembelajaran untuk menumbuhkan dan mengases
pembelajaran yang bermakna, kita harus mengembangkan proses-proses kognitif yang
melampaui Mengingat.

4
BAB 5

Apa proses-proses kognitif yang digunakan untuk meretensi dan mentransfer?


Kategori proses kognitif yang paling dekat dengan meretensi adalah Mengingat,
sedangkan lima kategori lainnya merupakan proses-proses kognitif yang dipakai untuk
mentransfer. Berdasarkan pembahasan terhadap tujuan-tujuan pendidikan yang
terdapat dalam Handbook dan studi terhadap sistem-sistem klasifikasi lainnya (misalnya,
DeLandsheere, 1977; Metfessel, Michael, dan Kirsner, 1969; Mosenthal, 1998; Royer,
Ciscero, dan Carlo, 1993; Sternberg, 1998), kami memilih 19 proses kognitif yang sesuai
dengan enam kategori Tabel 5.1 berisikan definisi ringkas dari 19 proses kognitif
tersebut dan contoh-contohnya, serta nama-nama lain dan proses-proses kognitif itu.
Sembilan belas proses kognitif ini saling terpisah satu sama lain, dan menggambarkan
keluasan dan batas-batas enam kategori proses kognitif.

KATEGORI-KATEGORI DALAM DIMENSI PROSES KOGNITIF

Kami akan mendedahkan proses-proses kognitif dalam setiap kategori secara


mendetail, membandingkannya dengan proses-proses kognitif lain secara proporsional.
Kami juga menunjukkan contoh-contoh tujuan pendidikan dan asesmen dalam berbagai
materi pelajaran, serta contoh-contoh tugas asesmen. Setiap contoh tujuan pendidikan
harus dibaca seolah-olah diawali dengan kata-kata "Siswa dapat ..." atau "Siswa belajar...".

1. MENGINGAT (C1)

Jika tujuan pembelajarannya adalah menumbuhkan kemampuan untuk meretensi


materi pelajaran sama seperti materi yang diajarkan, kategori proses kognitif yang
tepat adalah Mengingat. Proses mengingat adalah mengambil pengetahuan yang
dibutuhkan dari memori jangka panjang. Pengetahuan yang dibutuhkan ini boleh jadi
Pengetahuan Faktual, Konseptual, Prosedural, atau Metakognitif, atau kombinasi dari
beberapa pengetahuan ini.

Untuk mengases pembelajaran siswa dalam kategori proses kognitif yang paling
sederhana ini, guru memberikan pertanyaan mengenali atau mengingat kembali dalam
kondisi yang sama persis dengan kondisi ketika siswa belajar materi yang diujikan.
Guru dapat sedikit mengubah kondisinya. Jika, misalnya, siswa belajar kata-kata bahasa
Inggris yang sepadan dengan 20 kata bahasa Indonesia, tes nengingatnya dapat berupa
perintah kepada siswa untuk mencocokkan kata-kata bahasa Indonesia pada kolom

5
BAB 5

pertama dengan padanan katanya dalam bahasa lnggris pada kolom kedua (yakni
mengenali) atau menuliskan kata bahasa Inggris dengan kata-kata bahasa Indonesia
yang tertera pada sebuah kolom (yaitu mengingat kembali).

Tabel 5.1. Dimenasi Proses Kognitif


Kategori dan
Nama-nama Lain Definisi dan Contoh
Proses Kognitif
1. MENGINGAT - Mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang
1.1. Mengenali Mengidentifikasi Menempatkan pengetahuan dalam memori jangka
panjang yang sesuai dengan pengetahuan tersebut
(Misalnya, mengenali tanggal terjadinya peristiwa-
peristiwa penting dalam sejarah Indonesia)
1.2. Mengingat Mengambil Mengambil pengetahuan yang relevan dari memori
kembali jangka panjang (Misalnya, mengingat kembali tanggal
peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Indonesia)
2. MEMAHAMI - MengKonstruksi makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang
diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru.
2.1. Menafsirkan Mengklarifikasi, Mengubah satu bentuk gambaran (misalnya, angka)
Memparafrasakan, jadi bentuk lain (misalnya, kata-kata)(Misalnya,
Merepresentasi, memparafrasakan ucapan dan dokumen penting)
Menerjemahkan
2.2. Mencontohkan Mengilustrasikan, Menemukan contoh atau ilustrasi tentang konsep
Memberi contoh atau prinsip (Misalnya, memberi contoh tentang
aliran-aliran seni lukis)
2.3. Mengklasifikasi- Mengategorikan Menentukan sesuatu dalam satu kategori (Misalnya,
kan Mengelompokkan mengklasifikasikan kelainan-kelainan mental yang
telah diteliti atau dijelaskan)
2.4. Merangkum Mengabstraksi, Mengabstraksikan tema umum atau poin
Menggeneralisasi (poin)pokok. (Misalnya, menulis ringkasan pendek
tentang peristiwa-peristiwa yang ditayangkan di
televisi)
2.5. Menyimpulkan Menyarikan, Membuat kesimpulan yang logic dari informasi yang
Mengekstrapolasi, diterima (Misalnya, dalam belajar bahasa asing,
Menginterpolasi, menyimpulkan tata bahasa berdasarkan contoh-
Memprediksi contohnya)
2.6. Membandingkan Mengontraskan, Menentukan hubungan antara dua ide, dua objek, dan
Memetakan, semacamnya (Misalnya, membandingkan peristiwa-
Mencocokkan peristiwa sejarah dengan keadaan sekarang)
2.7. Menjelaskan Membuat model Membuat model sebab-akibat dalam sebuah sistem
(Misalnya, menjelaskan sebab-sebab terjadinya
peristiwa-peristiwa penting pada abad ke-18 di
Indonesia)
3. MENGAPLIKASIKAN - Menerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam keadaan
tertentu.
3.1. Mengeksekusi Melaksanakan Menerapkan suatu prosedur pada tugas yang familier
(Misalnya, membagi satu bilangan dengan bilangan
lain, kedua bilangan ini terdiri dari beberapa digit)
3.2.Mengimplemen- Menggunakan Menerapkan suatu prosedur pada tugas yang tidak
tasikan familier (Misalnya, menggunakan hukum Newton
kedua pada konteks yang tepat.)

6
BAB 5

Kategori dan
Nama-nama Lain Definisi dan Contoh
Proses Kognitif
4. MENGANALISIS - Memecah-mecah materi jadi bagian-bagian penyusunnya dan menentukan
hubungan-hubungan antar bagian itu dan hubungan antara bagian-bagian
tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan
4.1.Membedakan Menyendirikan, Membedakan bagian materi pelajaran yang relevan
Memilah, dari yang tidak relevan, bagian yang penting dari yang
Memfokuskan, tidak penting (Membedakan antara bilangan yang
Memilih relevan dan bilangan yang tidak relevan dalam soal
cerita matematika)
4.2.Mengorganisasi Menemukan Menentukan bagaimana elemen-elemen bekerja atau
koherensi, berfungsi dalam sebuah struktur (Misalnya,
Memadukan, menyusun bukti-bukti dalam cerita sejarah jadi bukti-
Membuat garis bukti yang mendukung dan menentang suatu
besar, penjelasan historis.)
Mendeskripsikan
peran,
Menstrukturkan
4.3.Mengatribusikan Mendekonstruksi Menentukan sudut pandang, bias, nilai, atau maksud di
balik materi pelajaran (Misalnya, menunjukkan sudut
pandang penulis suatu esai sesuai dengan pandangan
politik sipenulis)
5. MENGEVALUASI - Mengambil keputusan berdasarkan kriteria dan/atau standar.
5.1. Memeriksa Mengoordinasi Menemukan inkonsistensi atau kesalahan dalam suatu
Mendeteksi, proses atau produk: menentukan apakah suatu proses
Memonitor, atau produk memiliki konsistensi internal; menemukan
Menguji efektivitas suatu prosedur yang sedang dipraktikkan
(Misalnya, Memeriksa apakah kesimpulan-kesimpulan
seorang ilmu wan sesuai dengan data-data amatan atau
tidak)
5.2. Mengkritik Menilai Menemukan inkonsistensi antara suatu produk dan
kriteria eksternal; menentukan apakah suatu produk
memiliki konsistensi eksternal: menemukan ketepatan
suatu prosedur untuk menyelesaikan masalah
(Misalnya, menentukan satu metode terbaik dari dua
metode untuk menyelesaikan suatu masalah)
6. MENCIPTA - Memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang baru dan koheren
atau untuk membuat suatu produk yang orisinal.
6.1. Merumuskan Membuat Membuat hipotesis-hipotesis berdasarkan kriteria
hipotesis (Misalnya, membuat hipotesis tentang sebab-sebab
terjadinya suatu fenomenon)
6.2. Merencanakan Mendesain Merencanakan prosedur untuk menyelesaikan suatu
tugas (Misalnya, merencanakan proposal penelitian
tentang topik sejarah tertentu)
6.3. Memproduksi Mengkonstruksi Menciptakan suatu produk (Misalnya, membuat
habitat untuk spesies tertentu demi suatu tujuan)

Pengetahuan Mengingat penting sebagai bekal untuk belajar yang bermakna dan
menyelesaikan masalah karena pengetahuan tersebut dipakai dalam tugas-tugas yang
lebih kompleks. Misalnya, pengetahuan tentang ejaan beberapa kata bahasa Inggris
yang tepat dibutuhkan oleh siswa untuk menulis esai. Apabila guru hanya terfokus

7
BAB 5

pada belajar menghafal, pengajaran dan asesmennya hanya akan terfokus pada
mengingat elemen-elemen atau bagian-bagian dari pengetahuan, yang sering kali
terlepas dari konteksnya. Akan tetapi, manakala guru terfokus pada belajar yang
bermakna, mengingat pengetahuan terintegrasi dalam tugas yang lebih besar, yaitu
mengkonstruksi pengetahuan baru atau menyelesaikan masalah baru.

1.1. Mengenali

Proses Mengenali adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori


jangka panjang untuk membandingkannya dengan informasi yang baru saja diterima.
Dalam mengenali, siswa mencari di memori jangka panjang suatu informasi yang
identik atau mirip sekali dengan informasi yang baru diterima (seperti terjadi dalam
memori kerja). Jika menerima informasi baru, siswa menentukan apakah informasi
tersebut sesuai dengan pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya atau tidak; siswa
mencari kesesuaian di antara keduanya. Istilah lain dari mengenali adalah
mengidentifikasi.

Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya. Dalam pelajaran iImu-ilmu sosial,


tujuannya bisa berupa mengenali tanggal terjadinya peristiwa-peristiwa penting dalam
sejarah Indonesia. Tesnya adalah "Benar atau salah: Sumpah Pemuda berlangsung pada
28 Oktober 1928". Dalam pelajaran sastra, tujuannya bisa berupa mengenali sastrawan-
sastrawan Indonesia. Tugas asesmennya berupa tes menjodohkan yang berisi sepuluh
nama pengarang dan lebih dari sepuluh judul novel. Dalam pelajaran matematika,
tujuannya bisa berupa mengenali jumlah sisi bangun-bangun datar sederhana. Tugas
asesmennya berupa tes pilihan ganda; misalnya: "Berapa jumlah sisi persegi? (a) tiga,
(b) empat, (c) lima, (d) enam."

Format asesmen. Seperti telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, tiga


macam tugas asesmen pokoknya adalah verifikasi, menjodohkan, dan pilihan paksaan.
Dalam tugas verifikasi, siswa diberi suatu informasi dan harus memilih apakah
pemyataannya benar atau salah. Format benar-salah paling lazim dipakai. Dalam tugas
menjodohkan, disajikan dua daftar nama pengarang dan judul novel, dan siswa harus
memilih setiap nama pengarang yang sesuai dengan judul novel. Dalam tugas pilihan
paksaan, siswa diberi soal dengan beberapa pilihan jawaban dan diharuskan memilih

8
BAB 5

jawaban yang tepat atau "paling tepat". Pilihan ganda merupakan format yang paling
jamak.

1.2. Mengingat kembali

Proses mengingat kembali adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari


memori jangka panjang ketika soalnya menghendaki demikian. Soalnya sering berupa
pertanyaan. Dalam mengingat kembali, siswa mencari informasi di memori jangka
panjang dan membawa informasi tersebut ke memori kerja untuk diproses. Istilah lain
untuk mengingat kembali adalah mengambil.
Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya. Dalam proses mengingat kembali,
siswa mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya ketika diberi soal. Dalam
pelajaran ilmu-ilmu sosial, tujuannya bisa berupa mengingat kembali barang-barang
ekspor utama dari negara-negara Asia. Tesnya adalah "Apa barang ekspor utama dari
Indonesia?". Dalam pelajaran sastra, tujuannya bisa berupa mengingat kembali penyair-
penyair yang menulis beragam puisi. Pertanyaan tesnya adalah "Siapakah pengarang
puisi yang berjudul Aku?". Dalam pelajaran matematika, tujuannya bisa berupa mengingat
kembali operasi perkalian bilangan. Tesnya adalah "Berapakah jumlah dari 7 x 8 (atau 8 x
7)?".

Format asesmennya. Tugas-tugas asesmen untuk mengingat kembali dapat


berbeda-beda dalam hal kuantitas dan kualitas petunjuk yang diberikan kepada siswa.
Jika siswa tidak diberi petunjuk atau informasi yang terkait, artinya petunjuknya Iemah
(misalnya "Apakah meter itu?"). Jika siswa diberi beberapa petunjuk, berarti
petunjuknya kuat (misalnya "Dalam sistem pengukuran, meter adalah ukuran ......").

Tugas-tugas asesmen untuk mengingat kembali juga berbeda-beda dalam hal jumlah
informasi yang harus diingat, atau sejauh mana butir-butir tes ditempatkan dalam
konteks yang bermakna dan lebih luas. Jika jumlah informasi yang harus diingat sedikit,
tugas asesmennya berupa sebuah peristiwa tunggal yang terpisah, sebagaimana dalam
contoh-contoh di atas. Jika jumlah informasi yang mesti diingat banyak, tugasnya berupa
pernyataan atau pertanyaan yang menyertakan konteks masalah yang lebih besar;
misalnya soal cerita yang meminta siswa untuk mengingat kembali rumus luas lingkaran.

9
BAB 5

2. Memahami (C2)

Seperti telah disinggung sebelumnya, jika tujuan utama pembelajarannya adalah


menumbuhkan kemampuan retensi, fokusnya ialah Mengingat. Akan tetapi, bila tujuan
pembelajarannya adalah menumbuhkan kemampuan transfer, fokusnya ialah lima
proses kognitif lainnya, Memahami sampai Mencipta. Dari kelimanya, proses kognitif
yang berpijak pada kemampuan transfer dan ditekankan di sekolah-sekolah dan
perguruan-perguruan tinggi ialah Memahami. Siswa dikatakan Memahami bila mereka
dapat mengkonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan,
tulisan ataupun grafis, yang disampaikan melalui pengajaran, buku atau layar komputer.
Contoh-contoh pesan pembelajaran adalah demonstrasi fisika di kelas, bentuk-bentuk
permukaan tanah yang dilihat selama karyawisata, simulasi pembuatan karya seni dengan
komputer di museum seni, dan komposisi musik yang dimainkan oleh orkestra, juga
tulisan, gambar, simbol di kertas.

Siswa memahami ketika mereka menghubungkan pengetahuan "baru" dan


pengetahuan lama mereka. Lebih tepatnya, pengetahuan yang baru masuk dipadukan
dengan skema-skema dan kerangka-kerangka kognitif yang telah ada. Lantaran konsep-
konsep di otak seumpama blok-blok bangunan yang di dalamnya berisi skema-skema
dan kerangka-kerangka kognitif, Pengetahuan Konseptual menjadi dasar untuk
memahami. Proses-proses kognitif dalam kategori Memahami meliputi menafsirkan,
mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan dan
menjelaskan.

2.1. Menafsirkan
Menafsirkan terjadi ketika siswa dapat mengubah informasi dari satu bentuk ke
bentuk lain. Menafsirkan berupa pengubahan kata-kata jadi kata-kata lain (misalnya,
memparafrasakan), gambar dari kata-kata, kata-kata jadi gambar, angka jadi kata-kata,
kata-kata jadi angka, not balok jadi suara musik, dan semacamnya. Nama-nama lainnya
adalah menerjemahkan, memparafrasakan, menggambarkan, dan mengklarifikasi.
Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya. Dalam Menafsirkan, ketika diberi
informasi dalam bentuk tertentu, siswa dapat mengubahnya jadi bentuk lain. Dalam
pelajaran ilmu-ilmu sosial, misalnya, tujuannya adalah belajar memparafrasakan
pidato-pidato dan dokumen-dokumen penting dalam sejarah Perang Kemerdekaan
Indonesia. Tugas asesmennya meminta siswa memparafrasakan sebuah pidato terkenal,

10
BAB 5

misalnya pidato Soekarno dalam rapat BPUPKI. Dalam pelajaran sains, tujuannya adalah
belajar menggambar berbagai fenomena alam di kertas. Asesmennya ialah meminta
siswa menggambar diagram-diagram yang menjelaskan fotosintesis. Siswa diberikan
teks yang menjelaskan tentang proses terjadinya fotosintesis kemudian siswa diminta
menggambarkan diagram-diagram yang menjelaskan fotosintesis. Atau, siswa
mengamati proses terjadinya fotosintesis kemudian siswa diminta menggambarkan
diagram-diagram yang menjelaskan fotosintesis. Atau dibalik, siswa diberikan diagram-
diagram yang menjelaskan fotosintesis, siswa diminta menjelaskannya dengan teks
narasi. Contoh soal TIMMS 2011 untuk Matematika kelas 4 SD

Dalam pelajaran matematika, contoh tujuanya adalah belajar mengubah nama-nama


bilangan dalam kata-kata jadi persamaan-persamaan matematika dalam lambang-
lambang bilangan. Asesmennya ialah meminta siswa menuliskan sebuah persamaan
matematika (dengan menggunakan L untuk jumlah siswa lelaki dan P untuk jumlah
siswa perempuan) dari kalimat berikut: "Di kelas, jumlah siswa lelaki dua kali lipat
daripada jumlah siswa perempuan". Simbulnya menjadi 2L=P.

11
BAB 5

Format asesmennya. Format tes yang tepat adalah jawaban singkat (siswa
mencari jawaban) dan pilihan ganda (siswa memilih jawaban). Informasinya
disampaikan dalam satu bentuk, dan siswa diminta untuk menyusun atau memilih
informasi yang sama dalam bentuk yang berbeda. Contoh asesmen jawaban singkat:
"Tulislah persamaan matematika dari pernyataan berikut dengan menggunakan T
untuk total biaya dan K untuk jumlah kilogram. Total biaya pengiriman paket adalah Rp
20.000,00 untuk satu kilogram pertama dan Rp 15.000,00 untuk setiap satu kilogram
berikutnya." Contoh asesmen pilihan ganda: "Manakah persamaan yang sesuai dengan
pernyataan berikut, dengan T untuk total biaya dan K untuk jumlah kilogram? Total
biaya pengiriman paket adalah Rp 20.000,00 untuk satu kilogram pertama dan Rp
15.000,00 untuk setiap satu kilogram berikutnya. (a) T = Rp 35.000 + P, (b) T Rp 20.000
+ Rp 15.000 (P), (c) T = Rp 20.000 + Rp 15.000 (P-1)."
Guna memastikan bahwa yang diases adalah kemampuan untuk menafsirkan,
bukan untuk mengingat, informasi dalam tugas asesmennya harus baru. "Baru" di sini
berarti bahwa siswa belum pernah menjumpainya dalam aktivitas pembelajaran. Jika
informasinya tidak baru, kita tidak dapat memastikan apakah yang diases kemampuan
untuk menafsirkan atau mengingat. Jika tugas asesmennya serupa dengan tugas atau
contoh yang diberikan selama pembelajaran, kita mungkin malah mengases
kemampuan untuk mengingat, bukan untuk menafsirkan.
Syarat bahwa informasi dalam tugas asesmennya mesti baru juga berlaku untuk
menguji kemampuan-kemampuan dalam kategori-kategori proses dan proses-proses
kognitif di luar Mengingat. Untuk mengases proses-proses kognitif yang tinggi, tugas
asesmennya harus dapat menjamin bahwa siswa tidak akan bisa menjawab secara tepat
hanya dengan mengandalkan ingatan.

2.2. Mencontohkan

Proses kognitif mencontohkan terjadi manakala siswa memberikan contoh


tentang konsep atau prinsip umum. Mencontohkan melibatkan proses identifikasi ciri-
ciri pokok dari konsep atau prinsip umum (misalnya, segitiga sama kaki harus
mempunyai dua sisi yang sama panjang) dan menggunakan ciri-ciri ini untuk memilih
atau membuat contoh (misalnya, siswa dapat memilih segitiga sama kaki dari tiga
segitiga yang ditunjukkan). Nama-nama lain untuk mencontohkan adalah
mengilustrasikan dan memberi contoh.

12
BAB 5

Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya. Dalam proses kognitif


mencontohkan, siswa diberi sebuah konsep atau prinsip dan mereka harus memilih
atau membuat contohnya yang belum pernah mereka jumpai dalam pembelajaran.
Dalam pelajaran sejarah seni, tujuannya adalah belajar memberikan contoh tentang
berbagai gaya lukisan. Tugas asesmennya ialah meminta siswa untuk memilih sebuah
lukisan yang bergaya impresionis dari empat lukisan yang disajikan. Dalam pelajaran
sains, contoh tujuannya adalah dapat memberikan contoh tentang berbagai jenis
senyawa kimia. Tugas asesmennya ialah meminta siswa menunjukkan sebuah senyawa
anorganik di tempat karyawisata dan menjelaskan mengapa senyawa itu termasuk
anorganik (misalnya, menyebutkan ciri-ciri pokoknya). Dalam pelajaran sastra,
tujuannya adalah belajar memberikan contoh pelbagai genre drama. Tugas asesmennya
ialah memberi siswa potongan-potongan dari empat drama (hanya satu yang
merupakan drama komedi romantis) dan meminta siswa menyebutkan nama genre
yang merupakan drama komedi romantis.

Format asesmennya. Tugas mencontohkan dapat berupa jawaban singkat —


siswa harus membuat contoh— atau pilihan ganda —siswa harus memilih jawaban dari
pilihan-pilihan yang disodorkan. Contoh format asesmen jawaban singkat untuk
pelajaran sains: "Tunjukkan sebuah senyawa anorganik dan jelaskan mengapa senyawa
itu termasuk anorganik". Contoh pilihan gandanya: "Manakah senyawa anorganik dari
senyawa-senyawa berikut ini? (a) besi, (b) protein, (c) darah, (d) pupuk kompos".

Diberikan salah satu sila pancasila, siswa dapat memberikan contoh penerapanya dalam
kehidupan sehari-hari.

2.3. Mengklasifikasikan

Proses kognitif mengklasifikasikan terjadi ketika siswa mengetahui bahwa


sesuatu (misalnya, suatu contoh) termasuk dalam kategori tertentu (misalnya, konsep
atau prinsip). Mengklasifikasikan melibatkan proses mendeteksi ciri-ciri atau pola-pola
yang "sesuai" dengan contoh dan konsep atau prinsip tersebut. Mengklasifikasikan
adalah proses kognitif yang melengkapi proses menncontohkan. Jika mencontohkan
dimulai dengan konsep atau prinsip umum dan mengharuskan siswa menemukan
contoh tertentu, mengklasifikasikan dimulai dengan contoh tertentu dan mengharuskan

13
BAB 5

siswa menemukan konsep atau prinsip umum. Nama-nama lain dari mengklasifikasikan
adalah mengategorikan dan mengelompokkan.

Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya. Dalam pelajaran ilmu-ilmu sosial,


contoh tujuannya adalah belajar mengklasifikasikan kasus-kasus kelainan mental yang
diamati atau digambarkan. Tugas asesmennya meminta siswa melihat video yang
menayangkan perilaku seseorang yang sakit jiwa dan kemudian menyebutkan kelainan
mentalnya.

Dalam pelajaran sains, tujuannya adalah belajar mengategorikan spesies-spesies


berbagai hewan prasejarah. Tugas asesmennya adalah memberi siswa beberapa gambar
binatang prasejarah dan meminta mereka mengelompokkan binatang-binatang
tersebut dengan binatang-binatang lain dari spesies yang sama. Klasifikasi daun. Saat
barang dari truk, petugas mencatat dan meletakkan barang-barang di toko sesuai
kolompok-kelompok.

Dalam pelajaran matematika, tujuannya ialah belajar menentukan kategorikategori


bilangan dari angka-angka. Tugas asesmennya adalah memberi siswa beberapa gambar
binatang prasejarah dan meminta mereka mengelompokkan binatang-binatang
tersebut dengan binatang-binatang lain dari spesies yang sama. Dalam pelajaran
matematika, tujuannya ialah belajar menentukan kategorikategori bilangan dari angka-
angka. Tugas asesmennya adalah memberi siswa angka-angka dan kemudian meminta
siswa melingkari seluruh angka yang memiliki kategori sama.

Format asesmen. Dalam tes jawaban singkat, siswa diberi suatu contoh dan
diharuskan membuat konsep atau prinsip yang sesuai dengan contoh itu. Dalam tes
pilihan ganda, siswa diberi suatu contoh dan kemudian diharuskan memilih konsep
atau prinsipnya dari pilihan-pilihan konsep atau prinsip. Dalam tes pilihan, siswa diberi
sejumlah contoh dan diharuskan menentukan manakah yang termasuk dalam suatu
kategori dan manakah yang tidak, atau diharuskan menempatkan satu contoh ke dalam
salah satu dari banyak kategori

2.4. Merangkum
Proses kognitif merangkum terjadi ketika siswa mengemukakan satu kalimat
yang merepresentasikan informasi yang diterima atau mengabstraksikan sebuah tema.
Merangkum melibatkan proses membuat ringkasan informasi, misalnya makna suatu

14
BAB 5

adegan drama, dan proses mengabstraksikan ringkasannya, misalnya menentukan tema


atau poin-poin pokoknya. Nama-nama lain untuk merangkum adalah menggeneralisasi
dan mengabstraksi.

Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya. Dalam merangkum, ketika siswa


diberi informasi, mereka membuat rangkuman atau mengabstraksikan sebuah tema.
Contoh tujuan dalam pelajaran sejarah adalah belajar menulis rangkuman pendek dari
peristiwa peristiwa yang ditunjukkan dengan gambar-gambar. Tugas asesmennya
meminta siswa melihat film tentang penjajahan Belanda dan kemudian menulis
rangkuman pendek. Contoh tujuan dalam pelajaran sains ialah belajar merangkum
sumbangan-sumbangan penting dari para ilmuwan ternama setelah membaca beberapa
tulisan mereka. Tugas asesmennya meminta siswa untuk membaca tulisan tulisan
tentang Albert Einstein dan kemudian merangkum poinpoinnya. Dalam pelajaran
komputer, tujuannya adalah belajar merangkum tujuan-tujuan dari berbagai petunjuk
pemakaian program komputer. Tugas asesmennya berupa paparan suatu program
komputer dan kemudian meminta siswa menulis sebuah kalimat yang mendeskripsikan
subtujuan yang dicapai oleh setiap bagian program.

Format asesmennya. Tugas asesmennya bisa berupa tes jawaban singkat atau
pilihan ganda, yang berkenaan dengan penentuan tema atau pembuatan rangkuman.
Secara umum, tema lebih abstrak ketimbang rangkuman. Misalnya, dalam tes jawaban
singkat, siswa diminta membaca sebuah paragraf tanpa judul tentang Kota Yogyakarta
dan kemudian menulis judul yang tepat. Dalam tes pilihan ganda, siswa diminta
membaca sebuah paragraf tentang Kota Yogyakarta dan kemudian memilih judul yang
paling tepat dari empat pilihan judul atau mengurutkan judul-judulnya dari yang
"paling tepat" sampai yang "tidak tepat".

2.5. Menyimpulkan

Proses kognitif menyimpulkan menyertakan proses menemukan pola dalam


sejumlah contoh. Menyimpulkan terjadi ketika siswa dapat mengabstraksikan sebuah
konsep atau prinsip yang menerangkan contoh-contoh tersebut dengan mencermati
ciri-ciri setiap contohnya dan, yang terpenting, dengan menarik hubungan di antara ciri-
ciri tersebut. Misalnya, ketika siswa diberi angka-angka 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, mereka
memerhatikan nilai numerik setiap digit, bukan ciri-cirinya yang tak relevan seperti

15
BAB 5

bentuk setiap digit atau apakah setiap digitnya ganjil atau genap. Mereka dapat
membedakan pola dalam susunan angka tersebut (yakni setelah dua angka pertama,
setiap angkanya merupakan jumlah dari dua angka sebelumnya).

Proses menyimpulkan melibatkan proses kognitif membandingkan seluruh


contohnya. Misalnya, untuk menentukan angka berapa pada urutan selanjutnya, siswa
harus mengidentifikasi polanya. Proses kognitif lain yang terkait adalah menggunakan
pola itu untuk menciptakan contoh baru (yakni angka pada urutan selanjutnya adalah
34, jumlah dari 13 dan 21). Inilah contoh mengeksekusi, yang merupakan proses
kognitif dalam kategori Mengaplikasikan. Menyimpulkan dan mengeksekusi sering
dipakai secara bersamaan dalam tugas-tugas kognitif.

Menyimpulkan berbeda dengan mengatribusikan (proses kognitif yang terdapat


dalam kategori Menganalisis). Sebagaimana nanti akan kita bicarakan di bagian
berikutnya pada bab ini, mengatribusikan hanya berpusat pada sisi pragmatisnya, yaitu
menentukan sudut pandang atau tujuan pengarang, sedangkan menyimpulkan berpusat
pada penarikan pola informasi yang disuguhkan. Cara lain untuk membedakan antara
kedua proses ini adalah bahwa mengatribusikan dapat diterapkan secara luas dalam
situasi yang di dalamnya siswa harus "membaca antarbaris", terutama ketika mereka
berusaha menentukan sudut pandang pengarang. Sementara itu, menyimpulkan terjadi
dalam konteks yang memberikan harapan akan apa yang disimpulkan. Nama-nama lain
dari menyimpulkan adalah mengekstrapolasi, menginterpolasi, memprediksi, dan
menyimpulkan.

Berikut contoh kompetensi "Menyimpulkan" dari Kelly Gilchrist (2011)


Facts Inferences
The bear was soft, fuzzy, and The bear was a stuffed bear
squished when it was hugged
The rabbit was injured The fox will catch him
The beetle has large, pointy Enemies will stay far away to avoid being hurt
antennae, and it is brightly colored by the beetle
Flies lay their eggs in decayed food. People don’t eat food that is decayed.
The turtle hides in his shell Other predators can’t get to the turtle when he is
hidden in his shell.

16
BAB 5

Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya. Dalam menyimpulkan, ketika


siswa diberi sejumlah contoh, mereka menemukan konsep atau prinsip yang
menerangkan contoh-contoh tersebut. Misalnya, dalam belajar bahasa Spanyol,
tujuannya adalah menyimpulkan prinsip-prinsip gramatikal dari contoh-contoh itu.
Tugas asesmennya adalah siswa diberi dua artikel kata benda "la casa, el muchacho, la
senorita, el pero" dan kemudian diminta mengemukakan prinsip kapan harus
menggunakan "la" dan kapan harus menggunakan "el".

Dalam pelajaran matematika, tujuannya ialah belajar menyimpulkan hubungan


antarangka dalam bentuk persamaan matematika. Tugas asesmennya meminta siswa
untuk menentukan persamaan x dan y jika x = 1 dan y = 0; jika x = 2 dan y = 3; x = 3 dan
y = 8.

Format asesmennya. Tiga tes asesmen menyimpulkan (kerap kali berbarengan


dengan mengimplementasikan) yang banyak dipakai adalah tes melengkapi, tes
analogi, dan tes pengecualian. Dalam tes melengkapi, siswa diharuskan menentukan
urutan berikutnya, seperti pada contoh tes susunan angka di atas. Dalam tes analogi,
siswa diberi analogi A dengan B seperti C dengan D, seperti "negara" dengan "presiden"
seperti "provinsi" dengan ...............Siswa harus mencari atau memilih istilah yang tepat
untuk mengisi titik-titik tersebut dan melengkapi analoginya (misalnya, "gubernur").
Dalam tes pengecualian, siswa diberi tiga atau lebih butir pernyataan dan diharuskan
menentukan pernyataan yang berbeda.

Misalnya, siswa diberi tiga soal fisika, dua di antaranya berkenaan dengan satu
prinsip dan satunya berkenaan dengan prinsip yang berbeda. Untuk memfokuskan
asesmen hanya pada proses kognitif menyimpulkan, soalnya menyatakan konsep atau
prinsip dasar yang siswa gunakan untuk mencari atau memilih jawaban yang benar.

Berikut ini contoh soal pada IPA SD.

Diberikan tabel hasil percobaan, siswa dapat


membuat kesimpulan dengan bhasa sendiri.
Tabel Hasil Percobaan

Kesimpulannya adalah............................................
Lihat pola data kedua variabel!

17
BAB 5

Pada kolom (Variabel) "Berat Beban" menunjukkan semakin ke bawah angka semakin
besar. Sedangkan pada kolom (Variabel) "Panjang Karet) menunjukkan semakin ke
bawah angka juga semakin besar.
Kesimpulannyan: "Semakin besar beban pada karet, semakin panjang karet."

Percobaan berikutnya adalah siswa meniup tiga botol dengan volumen air yang
berbeda-beda. Setelah melakukan percobaan meniup tiga botol dengan volume air yang
berbeda-beda, siswa dapat membuat kesimpulan dengan bahasa sendiri.
Gambar di samping menunjukkan ketiga
botol yang sama berisi air berbeda-beda.
Saat ditiup masing-masing botong
menghasilkan nada bunyi yang berbeda-
beda.
Nada Nada Nada
Rendah Sedang Tinggi Kesimpulannya adalah ...................................

Untuk membuat kesimpulan pada hasil percobaan ini, siswa harus melibatkan konsep
bunyi yang telah dipelajari sebelum.

Konsep pertama: bunyi dihasilkan oleh benda yang bergetar. Pada kasus botol ditiup,
bunyi yang dihasilkan adalah dari udara yang bergetar. Berdasarkan data hasil
percobaan ketiga botol di atas dapat disimpulkan, "Semakin besar (banyak) udara yang
bergetar, semakin rendah bunyi yang dihasilkan."

2.6. Membandingkan
Proses kognitif membandingkan melibatkan proses mendeteksi persamaan dan
perbedaan antara dua atau lebih objek, peristiwa, ide, masalah, atau situasi, seperti
menentukan bagaimana suatu peristiwa terkenal (misalnya, skandal politik terbaru)
menyerupai peristiwa yang kurang terkenal (misalnya, skandal politik terdahulu).
Membandingkan meliputi pencarian korespondensi satu-satu antara elemen-elemen
dan pola-pola pada satu objek, peristiwa, atau ide dan elemen-elemen dan pola-pola
pada satu objek, peristiwa, atau ide lain. jika digunakan bersama menyimpulkan
(misalnya, pertama, mengabstraksikan suatu kaidah dari situasi yang familier) dan
mengimplementasikan (misalnya, kedua, menerapkan kaidah tersebut pada situasi yang

18
BAB 5

kurang familier), membandingkan dapat mendukung penalaran dengan analogi. Nama-


nama lainnya adalah mengontraskan, memetakan, mencocokkan.

Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya. Dalam membandingkan, ketika


siswa diberi informasi baru, mereka mendeteksi keterkaitannya dengan pengetahuan
yang sudah familier. Dalam pelajaran ilmu-ilmu sosial, tujuannya adalah memahami
peristiwa-peristiwa sejarah dengan membandingkan antara peristiwa-peristiwa
tersebut dan kondisi sekarang. Pertanyaan asesmennya adalah "Bagaimanakah Perang
Kemerdekaan Indonesia dibandingkan dengan pertengkaran keluarga atau
perseteruan antar teman?"

Dalam pelajaran sains, tujuannya ialah belajar membandingkan aliran listrik dengan
sistem yang lebih familier. Contoh pertanyaan asesmennya adalah "Bagaimana aliran
listrik dibandingkan dengan aliran air dalam pipa?"
Membandingkan juga melibatkan proses menentukan keterkaitan antara dua atau lebih
objek, peristiwa, atau ide yang disuguhkan. Dalam pelajaran matematika, contoh
tujuannya adalah belajar membandingkan soal-soal kalimat matematika yang serupa.
Tugas asesmennya ialah meminta siswa membandingkan soal kalimat matematika
dengan masalah pekerjaan.

Format asesmennya. Teknik utama untuk mengases proses kognitif


membandingkan adalah pemetaan. Dalam memetakan, siswa harus menunjukkan
bagaimana setiap bagian dari sebuah objek, ide, masalah, atau situasi berkaitan dengan
setiap bagian dari sebuah objek, ide, masalah, atau situasi lain. Siswa memetakan dua
objek, ide, atau masalah. Misalnya, siswa diminta untuk menjelaskan secara mendetail
perbandingan antara batu baterai, kabel, dan resistor dalam rangkaian listrik di satu sisi
dan pompa air, pipa, dan susunan pipanya dalam rangkaian aliran air di sisi lain.

2.7. Menjelaskan

Proses kognitif menjelaskan berlangsung ketika siswa dapat membuat dan


menggunakan model sebab-akibat dalam sebuah sistem. Model ini dapat diturunkan
dari teori (sebagaimana sering kali terjadi dalam sains) atau didasarkan pada hasil
penelitian atau pengalaman (sebagaimana kerap kali terjadi dalam ilmu sosial dan
humaniora). Penjelasan yang lengkap melibatkan proses membuat model sebab-akibat,
yang mencakup setiap bagian pokok dari suatu sistem atau setiap peristiwa penting

19
BAB 5

dalam rangkaian peristiwa, dan proses menggunakan model ini untuk menentukan
bagaimana perubahan pada satu bagian dalam sistem tadi atau sebuah "peristiwa"
dalam rangkaian peristiwa tersebut memengaruhi perubahan pada bagian lain. Nama
lain dari menjelaskan adalah membuat model.

Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya. Dalam menjelaskan, ketika siswa


diberi gambaran tentang sebuah sistem, mereka menciptakan dan menggunakan model
sebab-akibatnya. Misalnya, dalam pelajaran ilmu-ilmu sosial, contoh tujuannya adalah
menjelaskan penyebab-penyebab dari peristiwa-peristiwa sejarah abad ke-19. Tugas
asesmennya meminta siswa membaca dan mendiskusikan sepenggal sejarah Perang
Kemerdekaan Indonesia, serta membuat rangkaian peristiwa sebab-akibat yang
menjelaskan mengapa terjadi Perang Kemerdekaan. Dalam pelajaran sains, contoh
tujuannya adalah menjelaskan bagaimana cara kerja hukum-hukum fisika dasar. Tugas
asesmennya meminta siswa yang telah belajar hukum Ohm untuk menjelaskan apa
yang terjadi pada jumlah arus listrik ketika ditambahkan sebuah baterai pada
rangkaian listrik, atau meminta siswa yang telah melihat video tentang halilintar untuk
menjelaskan bagaimana perbedaan suhu dapat menimbulkan halilintar.
Format asesmennya. Tugas-tugas penalaran, penyelesaian masalah, desain
ulang, dan prediksi bisa digunakan untuk mengases kemampuan siswa dalam
menjelaskan. Dalam tugas penalaran, siswa diminta menjelaskan alasan terjadinya
suatu peristiwa. Misalnya, "Mengapa udara dari ban sepeda masuk ke dalam pompa
ketika Anda berhenti memompanya?" Jawabannya: "Udaranya tertekan karena tekan
udara di dalam pompa lebih kecil daripada di dalam ban" melibatkan proses
menemukan prinsip kerja yang menerangkan peristiwa tersebut.

Dalam tugas penyelesaian masalah, siswa diminta mendiagnosis apa yang


salah dalam sistem multifungsi. Misalnya, "Anda memompa ban sepeda, tetapi tiada udara
yang masuk ke dalam ban. Apa yang salah?" Di sini, siswa harus mencari penjelasan atas
masalah itu, misalnya "Pompanya tidak terpasang sempurna pada pentil ban" atau
"Selang udaranya bocor".

Dalam tugas desain ulang, siswa diminta mengubah sistem untuk mencapai
suatu tujuan. Misalnya, "Bagaimana cara Anda meningkatkan efisiensi kerja pompa
sepeda?" Untuk menjawab pertanyaan ini, siswa harus membayangkan perubahan satu

20
BAB 5

atau lebih komponen dalam sistemnya, misalnya "Memberi minyak pelumas pada
pompanya".

Dalam tugas prediksi, siswa ditanya bagaimana perubahan pada satu bagian sistem
akan memengaruhi bagian lain pada sistem tersebut. Misalnya, "Apa yang akan terjadi
jika Anda memperbesar diameter silinder pompa sepeda?" Pertanyaan ini
mengharuskan siswa "mengoperasikan" model pompa dalam benaknya untuk me-
ngetahui bahwa jumlah udara yang masuk ke dalam pompa dapat ditambah dengan
memperbesar diameter silindernya.

3. MENGAPLIKASIKAN (C3)

Proses kognitif Mengaplikasikan melibatkan penggunaan prosedur-prosedur


tertentu untuk mengerjakan soal latihan atau menyelesaikan masalah. Mengaplikasikan
berkaitan erat dengan Pengetahuan Prosedural. Soal latihan adalah tugas yang prosedur
penyelesaiannya telah diketahui siswa, sehingga siswa menggunakannya secara rutin.
Masalah adalah tugas yang prosedur penyelesaiannya belum diketahui siswa, sehingga
siswa harus mencari prosedur untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kategori
Mengaplikasikan terdiri dari dua proses kognitif, yakni mengeksekusi — ketika
tugasnva hanya soal latihan (yang familier) — dan mengimplementasikan — ketika
tugasnya merupakan masalah (yang tidak familier).
Manakala tugasnya adalah soal latihan yang familier, siswa umumnya sudah
mengetahui Pengetahuan Prosedural yang harus digunakan. Ketika siswa diberi sebuah
atau sejumlah soal latihan, mereka biasanya menggunakan prosedurnya hanya dengan
sedikit berpikir. Misalnya, siswa yang diberi soal persamaan kuadrat ke-50 cukup
"mengalikan angka-angkanya dan mendapatkan hasil akhirnya".
Akan tetapi, apabila tugasnya adalah masalah yang tidak familier, siswa harus
menentukan pengetahuan apa yang akan mereka gunakan. Jika tugasnya memerlukan
Pengetahuan Prosedural dan tidak tersedia prosedur yang tepat untuk menyelesaikan
masalahnya, siswa mungkin mesti memodifikasi Pengetahuan Prosedural itu.
Berkebalikan dengan mengeksekusi, mengimplementasikan mengharuskan siswa
memahami masalahnya dan prosedur solusinya sampai tingkat tertentu. Dalam
mengimplementasikan, memahami pengetahuan konseptual merupakan prasyarat untuk
dapat mengaplikasikan pengetahuan prosedural.

21
BAB 5

3.1. Mengeksekusi
Dalam mengeksekusi, siswa secara rutin menerapkan prosedur ketika
menghadapi tugas yang sudah familier (misalnya, soal latihan). Familiaritas tugas acap
kali memberikan petunjuk yang cukup untuk memilih prosedur yang tepat dan
menggunakannya. Mengeksekusi lebih sering diasosiasikan dengan penggunaan
keterampilan dan algoritme ketimbang dengan teknik dan metode (lihat pem-
bahasan tentang Pengetahuan Prosedural). Keterampilan dan algoritme memiliki dua
sifat yang sesuai dengan proses mengeksekusi. Pertama, keterampilan dan algoritme
berisikan rangkaian langkah yang jamaknya harus dilalui dengan urutan yang tetap.
Kedua, ketika langkahlangkah tersebut dilakukan dengan benar, hasilnya adalah
jawaban yang sudah diketahui sebelumnya. Nama lain untuk mengeksekusi adalah
melaksanakan.

Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya. Dalam mengeksekusi, siswa


mendapat tugas yang familier dan sudah mengetahui apa yang harus mereka lakukan
untuk menyelesaikan tugas tersebut. Siswa sekadar melaksanakan prosedur yang telah
diketahui untuk merampungkan tugasnya. Misalnya, contoh tujuan dalam pelajaran
matematika dasar adalah siswa belajar membagi sebuah angka dengan angka lain, dan
kedua angka itu terdiri dari beberapa digit. Perintah untuk "membagi" bersangkut-paut
dengan algoritme pembagian, yang membutuhkan Pengetahuan Prosedural. Untuk
mengases tujuan ini, siswa diberi 15 soal latihan pembagian (misalnya, 784/15) dalam
selembar kertas dan diminta untuk mencari hasil-hasilnya. Dalam pelajaran sains,
contoh tujuannya adalah belajar menghitung nilai variabel-variabel dengan rumus-
rumus ilmiah. Untuk mengases tujuan ini, siswa diberi rumus Berat Jenis =
Massa/Volume dan diharuskan menjawab pertanyaan "Berapa berat jenis benda yang
massanya 18 kilogram dan volumenya 9 sentimeter kubik?"

Format asesmennya. Dalam mengeksekusi, siswa diberi tugas yang familier


dan dapat dikerjakan dengan prosedur yang telah diketahui. Misalnya, "Carilah x dalam
x2 + 2x –3 = 0." Siswa diminta untuk mencari sendiri jawabannya atau memilih dari
pilihan jawaban yang disediakan. Lantaran tugas ini menekankan prosedur penye-
lesaian dan jawabannya, siswa diharuskan bukan sekadar mencari jawabannya,
melainkan juga menunjukkan langkah-langkah pengerjaannya.

22
BAB 5

3.2. Mengimplementasikan
Mengimplementasikan berlangsung saat siswa memilih dan menggunakan
sebuah prosedur untuk menyelesaikan tugas yang tidak familier. Lantaran dituntut
untuk memilih, siswa harus memahami jenis masalahnya dan alternatif-alternatif
prosedur yang tersedia. Maka, mengimplementasikan terjadi bersama kategori-
kategori proses kognitif lain, seperti Memahami dan Mencipta.
Oleh karena siswa menghadapi masalah yang tidak familier, mereka tidak segera
mengetahui mana prosedur (dari alternatif-alternatif yang ada) yang mesti dipakai.
Perlu diingat bahwa tidak ada prosedur tunggal yang "sempurna" untuk menyelesaikan
masalah; barangkali prosedurnya perlu dimodifikasi. Mengimplementasikan lebih
sering diasosiasikan dengan penggunaan teknik dan metode ketimbang keterampilan
dan algoritme (lihat pembahasan perihal Pengetahuan Prosedural di bab terdahulu).
Teknik dan metode memiliki dua sifat yang sesuai dengan proses mengimplemen-
tasikan. Pertama, prosedur lebih menyerupai "kartu catatan kegiatan" daripada urutan
yang tetap; prosedur mengandung "poin-poin keputusan" (misalnya, setelah melewati
Langkah 3, apakah saya harus melakukan Langkah 4A atau 4B?). Kedua, acap kali tiada
jawaban tunggal yang tetap ketika prosedurnya diterapkan dengan tepat.

Prinsip tiada jawaban tunggal berlaku terutama pada tujuan-tujuan pendidikan


yang mengharuskan siswa mengaplikasikan pengetahuan konseptual, seperti teori,
model, dan struktur (subjenis Cc), tanpa contoh prosedur yang pernah dipakai. Coba
perhatikan tujuan berikut: "Siswa dapat mengaplikasikan sebuah teori psikologi sosial
tentang perilaku massa untuk mengendalikan massa". Teori psikologi sosial adalah
Pengetahuan Konseptual, bukan Pengetahuan Prosedural. Ini jelas merupakan tujuan
Mengaplikasikan, pasalnya tiada prosedur yang pernah diterapkan. Lantaran teori
tersebut akan secara gamblang menstrukturkan dan mengarahkan siswa dalam
mengaplikasikan, tujuan tersebut bukan sisi Mengaplikasikan dari Mencipta,
melainkan benar-benar Mengaplikasikan. Maka dari itu, tujuan ini diklasifikasikan ke
dalam proses kognitif mengimplementasikan.

Untuk memastikan kebenarannya, anggaplah kategori Mengaplikasikan terstruktur


dalam sebuah kontinum. Mengaplikasikan dimulai dengan proses kognitif yang sempit
dan sangat terstruktur, yakni mengeksekusi, yang di dalamnya Pengetahuan
Prosedural diaplikasikan hampir secara rutin. Proses kognitif berikutnya lebih luas

23
BAB 5

dan makin tak terstruktur, yaitu mengimplementasikan, yang di dalamnya pro-


sedurnya mula-mula dipilih sesuai dengan situasi baru. Di tengahtengah proses
Mengaplikasikan, prosedurnya dapat dimodifikasi sebelum diimplementasikan. Pada
akhir proses mengimplementasikan, yang di sana tiada Pengetahuan Prosedural yang
perlu dimodifikasi, prosedurnya harus dibuat dari Pengetahuan Konseptual dengan
bantuan teori, model atau struktur. Syahdan, meskipun Mengaplikasikan sangat terkait
dengan Pengetahuan Prosedural, dan keterkaitan ini terjadi melalui sebagian besar
proses kognitif dalam kategori Mengaplikasikan, terdapat beberapa proses
mengimplementasikan yang menerapkan Pengetahuan Konseptual. Nama lain dari
mengimplementasikan adalah menggunakan.

Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya. Dalam pelajaran matematika,


contoh tujuannya adalah siswa belajar menyelesaikan berbagai masalah keuangan
pribadi. Tugas asesmennya ialah memberi siswa sebuah masalah yang mengharuskan
siswa memilih paket pembelian mobil baru yang paling ekonomis. Dalam pelajaran
sains, contoh tujuannya adalah siswa belajar menggunakan metode penelitian yang
paling efektif, efisien, dan kuat untuk menjawab sebuah pertanyaan penelitian. Tugas
asesmennya adalah memberi siswa pertanyaan penelitian dan meminta mereka
merancang penelitian yang memenuhi kriteria-kriteria efektif, efisien, dan kuat.
Perhatikan bahwa dua tugas asesmen matematika dan sains tersebut mengharuskan
siswa bukan hanya mengaplikasikan prosedur (yakni mengimplementasikannya),
melainkan juga secara konseptual memahami masalah, prosedur dan keduanya.
Format asesmennya. Dalam mengimplementasikan, siswa diberi masalah yang
tidak familier yang harus diselesaikan. Maka, sebagian besar format asesmennya
dimulai dengan spesifikasi masalah. Siswa diminta mencari prosedur yang dibutuhkan
untuk merampungkan masalahnya, atau diminta memilih prosedurnya (dengan
memodifikasinya), atau biasanya mencari sekaligus memilih prosedurnya.

4. MENGANALISIS (C4)
Menganalisis melibatkan proses memecah-mecah materi jadi bagian-bagian kecil
dan menentukan bagaimana hubungan antar bagian dan antara setiap bagian dan
struktur keseluruhannya. Kategori proses Menganalisis ini meliputi proses-proses
kognitif membedakan, mengorganisasi, dan mengatribusikan. Tujuan-tujuan

24
BAB 5

pendidikan yang diklasifikasikan dalam Menganalisis mencakup belajar untuk


menentukan potongan-potongan informasi yang relevan atau penting (membedakan),
menentukan cara-cara untuk menata potongan-potongan informasi tersebut
(mengorganisasikan), dan menentukan tujuan di balik informasi itu
(mengatribusikan). Walaupun belajar Menganalisis dapat dianggap sebagai tujuan
itu sendiri, sangat beralasan untuk secara edukatif memandang analisis sebagai
perluasan dari Memahami atau sebagai pembuka untuk Mengevaluasi atau
Mencipta.
Meningkatkan keterampilan siswa dalam menganalisis materi pelajaran
merupakan tujuan dalam banyak bidang studi. Guru-guru sains, ilmu sosial, humaniora,
dan kesenian kerap kali menjadikan "belajar menganalisis" sebagai salah satu tujuan
pokok mereka. Mereka, misalnya, ingin mengembangkan kemarnpuan siswa untuk:

 membedakan fakta dari opini (atau realitas dari khayalan);


 menghubungkan kesimpulan dengan pernyataan-pernyataan pendukungnya;
 membedakan materi yang relevan dari yang tidak relevan;
 menghubungkan ide-ide;
 menangkap asumsi-asumsi yang tak dikatakan dalam perkataan;
 membedakan ide-ide pokok dari ide-ide turunannya atau menentukan tema-
tema puisi atau musik;
 menemukan bukti pendukung tujuan-tujuan pengarang.

Kategori-kategori proses Memahami, Menganalisis, dan Mengevaluasi saling


terkait dan kerap kali digunakan untuk melakukan tugas-tugas kognitif. Akan tetapi,
pada saat yang sama, kita perlu membedakan dan memisahkan kategori-kategori
tersebut. Orang yang memahami materi pelajaran belum tentu dapat menganalisisnya
dengan baik. Demikian pula, orang yang terampil menganalisisnya belum tentu bisa
mengevaluasinya.

4.1. Membedakan
Membedakan melibatkan proses memilah-milah bagian-bagian yang relevan
atau penting dari sebuah struktur. Membedakan terjadi sewaktu siswa
mendiskriminasikan informasi yang relevan dan tidak relevan, yang penting dan tidak
penting, dan kemudian memerhatikan informasi yang relevan atau penting.

25
BAB 5

Membedakan berbeda dengan proses-proses kognitif dalam kategori Memahami,


karena membedakan melibatkan proses mengorganisasi secara struktural dan,
terutama, menentukan bagaimana bagian-bagian sesuai dengan struktur
keseluruhannya. Secara lebih khusus, membedakan berbeda dengan membandingkan
dalam hal penggunaan konteks yang lebih luas untuk menentukan mana informasi yang
relavan atau penting dan mana yang tidak. Misalnya, dalam membedakan apel dan jeruk
dalam konteks buah-buahan, bijinya relevan, tetapi warna dan bentuknya tidak relevan.
Dalam membandingkan, biji, warna dan bentuknya merupakan informasi yang
relevan. Nama-nama lain untuk membedakan adalah menyendirikan, memilah,
memfokuskan, dan memilih.
Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya. Dalam pelajaran ilmu-ilmu sosial,
contoh tujuannya adalah belajar menentukan poin-poin pokok dalam laporan
penelitian. Tugas asesmennya meminta siswa menggarisbawahi poin-poin pokok dalam
sebuah laporan penelitian arkeologi Kota Mojokuto kuno (misalnya, kapan kota ini
berdiri dan kapan berakhir, penduduknya selama kota ini ada, wilayah geografisnya,
bangunan-bangunan fisik di kota ini, kondisi ekonomi dan budayanya, organisasi
sosialnya, mengapa kota ini dibangun dan mengapa kemudian hancur).
Pada pelajaran sains, tujuannya ialah menentukan tahap-tahap pokok dalam
sebuah tulisan tentang cara kerja sesuatu. Tugas asesmennya meminta siswa membaca
satu bab buku yang menggambarkan proses terjadinya petir dan kemudian meminta
mereka memerinci proses tersebut jadi tahap-tahap pokok (termasuk uap air yang naik
dan membentuk awan, pembentukan udara yang bergerak ke atas dan ke bawah di
dalam awan, pemisahan muatan listrik di dalam awan, gerakan "tangga berundak"
turun dari awan ke tanah, dan terciptanya sambaran balik dari tanah ke awan).

Dalam pelajaran matematika, tujuannya adalah membedakan antara angka-


angka yang relevan dan yang tidak relevan dalam kalimat matematika. Tugas
asesmennya meminta siswa melingkari angka-angka yang relevan dan menyilang
angka-angka yang tidak relevan dalam kalimat matematika.

Format asesmennya. Kemampuan untuk Membedakan dapat diases dengan


soal-soal jawaban singkat atau pilihan. Dalam soal jawaban singkat, siswa diberi sebuah
kalimat matematika dan diminta untuk menunjukkan bagian-bagian mana yang paling
penting atau relevan. Misalnya, "Tulislah angka-angka yang dibutuhkan untuk

26
BAB 5

menyelesaikan masalah ini: Ada beberapa kotak pensil yang setiap kotaknya berisi 12
batang pensil dan harga setiap kotak Rp 12.000. John mempunyai uang Rp 30.000 dan
ingin membeli 24 pensil. Berapa kotak yang harus dia beli?" Dalam soal pilihan, siswa
diberi sebuah kalimat matematika dan kemudian diminta untuk memilih bagian-bagian
yang paling penting atau relevan. Misalnya, "Ada beberapa kotak pensil yang setiap
kotaknya berisi 12 pensil dan harga setiap kotak Rp 12.000. John memiliki uang Rp
30.000 dan ingin membeli 24 pensil. Berapa kotak yang harus dia beli?" (a) 2, (b) 3, (c)
4, (d) 5."

4.2. Mengorganisasi
Mengorganisasi melibatkan proses mengidentifikasi elemen-elemen
komunikasi atau situasi dan proses mengenali bagaimana elemen-elemen ini
membentuk sebuah struktur yang koheren. Dalam mengorganisasi, siswa membangun
hubungan-hubungan yang sistematis dan koheren antarpotongan informasi.
Mengorganisasi biasanya terjadi bersamaan dengan proses membedakan. Siswa mula-
mula mengidentifikasi elemen-elemen yang relevan atau penting dan kemudian
menentukan sebuah struktur yang terbentuk dari elemen-elemen itu. Mengorganisasi
juga bisa terjadi bersamaan dengan proses mengatribusikan, yang fokusnya adalah
menentukan tujuan atau sudut pandang pengarang. Nama-nama lain untuk
mengorganisasi adalah menstrukturkan, memadukan, menemukan koherensi, mem-
buat garis besar, dan mendeskripsikan peran.

Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya. Dalam mengorganisasi, ketika


siswa diberi suatu deskripsi tentang sebuah situasi atau masalah, mereka dapat
mengidentifikasi hubungan-hubungan yang sistematis dan koheren di antara elemen-
elemen yang relevan. Contoh tujuan dalam pelajaran ilmu-ilmu sosial adalah siswa
belajar menstrukturkan suatu deskripsi sejarah untuk mendukung atau menentang
penjelasan tertentu. Tugas asesmennya meminta siswa menulis garis besar yang
menunjukkan fakta-fakta dalam sebuah tulisan tentang sejarah Indonesia yang
mendukung dan fakta-fakta yang tidak mendukung kesimpulan bahwa kemerdekaan
Indonesia merupakan hadiah dari Jepang. Contoh tujuan dalam pelajaran sains
adalah belajar menganalisis laporan-laporan penelitian berdasarkan empat poin, yaitu
hipotesis, metode, data, dan kesimpulan. Tugas asesmennya meminta siswa membuat
garis besar tentang laporan penelitian yang diberikan guru. Dalam pelajaran

27
BAB 5

matematika, contoh tujuannya adalah belajar menunjukkan garis besar buku teks.
Tugas asesmennya meminta siswa membaca sebuah buku teks tentang statistika dasar
dan kemudian membuat matriks yang berisikan nama setiap statistika, rumusnya, dan
ciri-ciri penelitian yang menggunakan statistika tersebut.
Format asesmennya. Mengorganisasi melibatkan proses menyusun sebuah
struktur (misalnya, garis besar, tabel, matriks, atau struktur organisasi). Maka, tugas
asesmennya dapat berupa jawaban singkat atau soal pilihan. Dalam soal jawaban
singkat, siswa diminta menulis garis besar sebuah tulisan. Dalam soal pilihan, siswa
diminta memilih salah satu dari empat struktur organisasi yang paling sesuai
dengan organisasi yang dipaparkan dalam tulisan.

4.3. Mengatribusikan

Mengatribusikan terjadi ketika siswa dapat menentukan sudut pandang,


pendapat, nilai, atau tujuan di balik komunikasi. Mengatribusikan melibatkan proses
dekonstruksi, yang di dalamnya siswa menentukan tujuan pengarang suatu tulisan yang
diberikan oleh guru. Berkebalikan dengan menafsirkan, yang di dalamnya siswa
berusaha Mentahami makna tulisan tersebut, mengatribusikan melampaui pemahaman
dasar untuk menarik kesimpulan tentang tujuan atau sudut pandang di balik tulisan itu.
Sebagai contoh, dalam membaca tulisan tentang Perang Diponegoro, siswa harus
menentukan apakah penulisnya menggunakan sudut pandang Indonesia atau Belanda.
Nama lain untuk mengatribusikan adalah mendekonstruksi.

Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya. Dalam mengatribusikan, ketika


siswa diberi informasi, mereka dapat menentukan sudut pandang atau tujuan
pengarang. Misalnya, dalam pelajaran sastra, tujuannya adalah belajar menentukan
motif-motif dari perilaku-perilaku para tokoh dalam sebuah cerita. Tugas asesmennya
meminta siswa membaca Macbeth karya Shakespeare dan menentukan motif-motif
yang Shakespeare buat pada Macbeth ketika dia membunuh Raja Duncan. Dalam
pelajaran ilmu-ilmu sosial, tujuannya adalah belajar menentukan sudut pandang
pengarang suatu esai mengenai topik yang kontroversial. Tugas asesmennya meminta
siswa menentukan apakah sebuah laporan perihal hutan di Kalimantan membela
pelestarian lingkungan atau kepentingan bisnis. Tujuan ini juga dapat diterapkan dalam
pelajaran sains. Tugas asesmennya meminta siswa menentukan apakah esai tentang
aktivitas belajar manusia ditulis oleh psikolog behavioris atau kognitif.

28
BAB 5

Format asesmennya. Mengatribusikan dapat diases dengan memberikan ma


teri tulisan atau lisan dan kemudian meminta siswa membuat atau memilih deskripsi
tentang sudut pandang, pendapat, dan tujuan penulis atau pembicara. Contoh soal
jawaban singkatnya "Apa tujuan penulis dalam menu lis esai tentang hutan di
Kalimantan yang telah Anda baca?" Contoh soal pilihan adalah "Tujuan penulis dalam
menulis esai yang telah Anda baca itu adalah: (a) memberikan informasi faktual tentang
hutan di Kalimantan, (b) mengingatkan pembaca akan pentingnya melindungi hutan di
Kalimantan, (c) menunjukkan keuntungan ekonomi dari pelestarian hutan di
Kalimantan, (d) mendeskripsikan manfaat-manfaat dari pelestarian hutan di
Kalimantan bagi manusia." Atau, siswa dapat diminta untuk menunjukkan apakah
penulis esai tersebut: (a) sangat setuju, (b) setuju, (c) ragu-ragu, (d) tidak setuju, (e)
sangat tidak setuju dengan beberapa pernyataan semisal "Hutan di Kalimantan
merupakan sebuah sistem ekologis yang khas."

5. MENGEVALUASI (C5)

Mengevaluasi didefinisikan sebagai membuat keputusan berdasarkan kriteria


dan standar. Kriteria-kriteria yang paling sering digunakan adalah kualitas, efektivitas,
efisiensi, dan konsistensi. Kriteria-kriteria ini ditentukan oleh siswa. Standar-
standarnya bisa bersifat kuantitatif (misalnya, Apakah jumlahnya cukup?) atau kuali-
tatif (misalnya, Apakah ini cukup baik?). Standar-standar ini her-la ku pada kriteria
(misalnya, Apakah proses ini cukup efektif? Apakah produk ini cukup berkualitas).
Kategori Mengevaluasi mencakup proses-proses kognitif memeriksa (keputusan-
keputusan yang diambil berdasarkan kriteria internal) dan mengkritik (keputusan-
keputusan yang diambil berdasarkan kriteria eksternal).

Perlu diingat bahwa tidak semua keputusan bersifat evaluatif. Misalnya, siswa
membuat keputusan apakah suatu contoh sesuai dengan suatu kategori. Siswa
membuat keputusan tentang kesesuaian suatu prosedur untuk menyelesaikan masalah
tertentu. Siswa membuat keputusan apakah dua objek itu sama atau berbeda. Sebagian
besar proses kognitif sebenarnya mengharuskan pembuatan keputusan. Perbedaan
yang paling mencolok antara Mengevaluasi dan keputusan-keputusan lain yang dibuat
siswa adalah penggunaan standar-standar performa dengan kriteria-kriteria yang jelas.
Apakah mesin ini bekerja secara efektif sebagaimana yang seharusnya? Apakah
metode ini merupakan yang paling baik untuk mencapai tujuan? Apakah pendekatan ini

29
BAB 5

paling efektif dibandingkan dengan penclekatan-pendekatan lain? Pertanyaan-


pertanyaan semacam ini diajukan oleh siswa yang sedang Mengevaluasi.

5.1. Memeriksa

Memeriksa melibatkan proses menguji inkonsistensi atau kesalahan internal dalam


suatu operasi atau produk. Misalnya, memeriksa terjadi ketika siswa menguji apakah
suatu kesimpulan sesuai dengan premis-premisnya atau tidak, apakah data-datanya
mendukung atau menolak hipotesis, atau apakah suatu bahan pelajaran berisikan
bagian-bagian yang saling bertentangan. Jika dipadukan dengan merencanakan (proses
kognitif dalam kategori Mencipta) dan mengimplementasikan (proses kognitif dalam
kategori Mengaplikasikan), memeriksa melibatkan proses menentukan seberapa baik
rencana itu berjalan. Nama-nama lain untuk memeriksa adalah menguji, mendeteksi,
memonitor, dan mengoordinasi.

Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya. Dalam memeriksa, siswa mencari


inkonsistensi internal. Contoh tujuan pada pelajaran ilmu-ilmu sosial adalah siswa
belajar mendeteksi inkonsistensi dalam karangan persuasi. Tugas asesmennya meminta
siswa menonton iklan-iklan politik di televisi dan menunjukkan ketidaklogisan-ke-
tidaklogisannya. Contoh tujuan dalam pelajaran rains adalah siswa belajar menentukan
apakah kesimpulan seorang ilmuwan sesuai dengan data-data observasinya atau tidak.
Tugas asesmennya meminta siswa membaca sebuah laporan tentang eksperimen kimia
dan menentukan apakah kesimpulannya sesuai dengan hasil-hasil eksperimen atau
tidak.

Format asesmennya. Tugas-tugas memeriksa dapat memanfaatkan proses atau


produk yang diberikan kepada siswa atau yang diciptakan oleh siswa sendiri.
Memeriksa juga dapat terjadi dalam penerapan solusi pada suatu masalah atau dalam
pelaksanaan tugas, yakni solusi atau tugas yang menguji konsistensi implementasinya
(misalnya, Apakah ini sudah sesuai dengan apa yang telah saya lakukan sejauh ini?).

5.2. Mengkritik

Mengkritik melibatkan proses penilaian suatu produk atau proses berdasarkan


kriteria dan standar eksternal. Dalam mengkritik, siswa mencatat ciri-ciri positif dan
negatif dari suatu produk dan membuat keputusan setidaknya sebagian berdasarkan
ciri-ciri tersebut. Mengkritik merupakan inti dari apa yang disebut berpikir kritis.

30
BAB 5

Contoh mengkritik adalah menilai kelebihan (efektivitas dan efisiensi) suatu solusi
untuk menyelesaikan masalah hujan asam (misalnya, mengharuskan semua pembangkit
tenaga listrik di suatu daerah untuk membatasi emisi asapnya sampai batas tertentu).
Nama lain dari mengkritik adalah menilai.

Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya. Dalam mengkritik, siswa menilai


kelebihan-kelebihan suatu produk atau proses berdasarkan kriteria-kriteria atau
standar-standar baku atau buatan siswa sendiri. Dalam pelajaran ilmu-ilmu sosial,
contoh tujuannya adalah belajar mengevaluasi efektivitas solusi (misalnya, "meniadakan
perankingan") terhadap masalah sosial (misalnya, "bagaimana cara memperbaiki
pendidikan anak usia dini dan SD"). Dalam pelajaran sains, tujuannya adalah belajar
mengevaluasi keberalasan suatu hipotesis (misalnya, hipotesis yang menyatakan bahwa
buah stroberi dapat tumbuh sampai berukuran sangat besar karena sesuai dengan rasi
bintang tertentu). Dalam pelajaran matematika, tujuannva adalah belajar menilai
manakah dari dua metode yang lebih efektif dan efisien untuk menyelesaikan masalah
(misalnya, menilai apakah lebih baik mencari semua faktor dari 60 atau membuat per-
samaan aljabar untuk menyelesaikan soal ini "Cara-cara apa sajakah yang dapat kamu
pakai untuk mengalikan dua bilangan guna mendapa tkan bilangan 60?").

Format asesmennya. Siswa diminta untuk mengkritik hipotesis atau


pendapatnya sendiri atau pendapat orang lain. Kritiknya dapat didasarkan pada
kriteria-kriteria positif, negatif, atau keduanya dan menghasilkan konsekuensi-
konsekuensi positif dan negatif. Misalnya, dalam mengkritik kebijakan sekolah tentang
penghapusan liburan semester, siswa menunjukkan konsekuensi-konsekuensi positif-
nya, seperti meniadakan kerugian belajar, dan konsekuensi-konsekuensi negatifnya,
seperti merusak acara liburan keluarga.

6. MENCIPTA (C6)

Mencipta melibatkan proses menyusun elemen-elemen jadi sebuah keseluruhan


yang koheren atau fungsional. Tujuan-tujuan yang diklasifikasikan dalam Mencipta
meminta siswa membuat produk baru dengan mereorganisasi sejumlah elemen atau
bagian jadi suatu pola atau struktur yang tidak pernah ada sebelumnya. Proses-proses
kognitif yang terlibat dalam Mencipta umumnya sejalan dengan pengalaman-
pengalaman belajar sebelumnya. Meskipun mengharuskan cara pikir kreatif, Mencipta

31
BAB 5

bukanlah ekspresi kreatif yang bebas sama sekali dan tak dihambat oleh tuntutan-
tuntutan tugas atau situasi belajar.

Bagi sebagian orang, kreativitas adalah menciptakan produk-produk yang tak


biasa, sering kali sebagai hasil dari keahlian khusus. Akan tetapi, Mencipta dalam
pengertian ini, walaupun mencakup tujuan-tujuan pendidikan untuk menciptakan
produk-produk yang khas, juga merujuk pada tujuan-tujuan pendidikan untuk
menciptakan produk-produk yang semua siswa dapat dan akan melakukannya. Untuk
mencapai tujuan-tujuan ini, banyak siswa mencipta dalam perigertian menyintesiskan
informasi atau materi untuk membuat sebuah keseluruhan yang baru, seperti dalam
menulis, melukis, memahat, membagun, dan seterusnya.

Kendati banyak tujuan pendidikan dalam kategori Mencipta menekankan


orisinalitas (atau kekhasan), para pendidik harus mendefinisikan apa yang dimaksud
dengan orisinal atau khas. Apakah kata khas mendeskripsikan kerja individu siswa
(misalnya, "Ini khas Yogo Pujianto") atau mendeskripsikan kelompok siswa (misalnya,
"Ini khas siswa kelas lima")? Perlu dicatat bahwa banyak tujuan dalam kategori
Mencipta mengutamakan bukan orisinalitas atau kekhasan, melainkan kemampuan
siswa untuk menyintesiskan sesuatu jadi sebuah keseluruhan. Sintesis ini Bering kali
disyaratkan dalam menulis ma kalah untuk menyusun materi-materi yang telah
diajarkan jadi sebuah karya yang tertata.

Sekalipun kategori-kategori proses Memahami, Mengaplikasikan, dan Menganalisis


melibatkan proses mendeteksi hubungan-hubungan di antara elemen-elemen yang
diajarkan, Mencipta berbeda sebab juga melibatkan proses pembuatan produk yang
orisinal. Berbeda dengan Mencipta, kategori-kategori proses lainnya berurusan dengan
elemenelemen yang merupakan bagian dari sebuah keseluruhan, yakni bagian (-la ri
sebuah struktur besar yang coba siswa pahami. Dalam Mencipta, siswa harus
mengumpulkan elemen-elemen dari banyak sumber dan menggabungkan mereka jadi
sebuah struktur atau pola baru yang bertalian dengan pengetahuan siswa sebelumnya.
Mencipta menghasilkan produk baru, yaitu sesuatu yang dapat diamati dan lebih dari
materi atau pengetahuan awal siswa. Tugas asesmen yang meminta siswa Mencipta
membutuhkan aspek-aspek dari setiap kategori proses kognitif sebelumnya sampai
batas-batas tertentu, tetapi tidak dengan urutan seperti dalam Tabel Taksonomi.

32
BAB 5

Kita tahu bahwa menulis karangan kerap kali, tetapi tidak selalu, melibatkan
proses-proses kognitif yang termasuk dalam kategori Mencipta. Misalnya, Mencipta
tidak terlibat dalam menulis karangan yang hanya perlu mengingat ide atau
menafsirkan materi pelajaran. Kita pun tahu bahwa pemahaman yang mendalam dan
melampaui pemahaman dasar bisa jadi melibatkan proses-proses kognitif yang
termasuk dalam kategori Mencipta. Sejauh pemahaman yang mendalam merupakan
proses membuat, di sini terlibat proses-proses kognitif yang termasuk dalam kategori
Mencipta.

Proses mencipta (kreatif) dapat dibagi jadi tiga tahap: penggambaran masalah, yang
di dalamnya siswa berusaha memahami tugas asesmen dan mencari solusinya;
perencanaan solusi, yang di dalamnya siswa mengkaji kemungkinan-kemungkinan dan
membuat rencana yang dapat dilakukan; dan eksekusi solusi, yang di dalamnya siswa
berhasil melaksanakan rencananya dengan baik. Maka, dapatlah dikatakan bahwa
proses mencipta dimulai dengan tahap divergen yang di dalamnya siswa memikirkan
berbagai solusi ketika berusaha memahami tugas (merumuskan). Tahap selanjutnya
adalah berpikir konvergen, yang di dalamnya siswa merencanakan metode solusi dan
mengubahnya jadi rencana aksi (merencanakan). Tahap terakhir ialah melaksanakan
rencana dengan mengkonstruksi solusi (memproduksi). Alhasil, tidaklah mengejutkan
bahwa Mencipta berisikan tiga proses kognitif: merumuskan, merencanakan, dan mem-
produksi.

6.1. Merumuskan

Merumuskan melibatkan proses menggambarkan masalah dan membuat pilihan


atau hipotesis yang memenuhi kriteria-kriteria „tertentu. Acap kali, cara
menggambarkan masalah menunjukkarbagaimana solusi-solusinya, dan merumuskan
ulang atau menggambarkan kembali masalahnya menunjukkan solusi-solusi yang
berbeda. Ketika merumuskan melampaui batas-batas pengetahuan lama dan teori-teori
yang ada, proses kognitif ini melibatkan proses berpikir divergen dan menjadi inti dari
apa yang disebut berpikir kreatif.

Merumuskan di sini dibatasi dalam pengertian yang sempit. Memahami juga


melibatkan proses-proses merumuskan, yang di dalamnya termasuk menerjemahkan,
mencontohkan, merangkum, menyimpulkan, mengklasifikasikan, membandingkan, dan

33
BAB 5

menjelaskan. Akan tetapi, tujuan Memahmiti paling sering bersifat konvergen (yakni
menangkap sebuah makna). Sebaliknya, tujuan merumuskan dalam Mencipta
bersifat divergen (yaitu mereka-reka berbagai kemungkinan). Nama lain dari
merumuskan adalah membuat hipotesis.

Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya. Dalam merumuskan, siswa


diberi deskripsi tentang suatu masalah dan diharuskan mencari beragam solusi.
Misalnya, dalam pelajaran sosial, tujuannya adalah belajar merumuskan bermacam-
macam solusi yang bermanfaat untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial. Tugas
asesmennya ialah "Carilah sebanyak-banyaknva cara untuk memastikan bahwa setiap
orang memiliki asuransi kesehatan yang cukup". Untuk mengases jawaban siswa, guru
harus membuat kriteria-kriteria yang diketahui oleh para siswa. Kriteria-kriteria ini
bisa mencakup jumlah cara, kemasukakalan cara-cara tersebut, kepraktisannya, dan
sebagainya. Dalam pelajaran sains, tujuannya adalah belajar membuat hipotesis untuk
menjelaskan fenomena yang diamati. Tugas asesmennya meminta siswa menulis
sebanyak-banyaknya hipotesis untuk menjelaskan stroberi-stroberi yang ukurannya
luar biasa besar. Lagi-lagi, guru harus menentukan kriteria-kriteria yang jelas untuk
menilai kualitas jawaban siswa dan memberitahukan kriteria-kriteria tersebut kepada
siswa. Dalam pelajaran matematika, tujuannya adalah dapat merumuskan pelbagai
metode untuk mencapai basil tertentu. Tugas asesmennya ialah "Apa metodemetode
yang dapat Anda gunakan untuk mencari semua faktor dari 60?" Semua tugas asesmen
di atas membutuhkan kriteria-kriteria penskoran yang diketahui bersama oleh guru dan
siswa.

Format asesmennya. Untuk mengases proses kognitif merumuskan, dibutuhkan


format asesmen jawaban singkat yang meminta siswa membuat alternatif atau hipotesis.
Format jawaban singkat dibedakan jadi tugas konsekuensi (consequenses task) dan tugas
manfaat (uses task). Dalam tugas konsekuensi, siswa harus menulis semua konsekuensi
dari suatu peristiwa, misalnya "Apa yang akan terjadi jika diberlakukan sistem pajak
regresif, bukan sistem pajak progresif?" Dalam tugas manfaat, siswa harus menulis
semua manfaat dari suatu objek, misalnya "Sebutkan manfaat jarirtgan internet". Guru
hampir tidak dapat menggunakan format pilihan Banda untuk mengases proses
merumuskan.

34
BAB 5

6.2. Merencanakan

Merencanakan melibatkan proses merencanakan metode penyelesaian masalah


yang sesuai dengan kriteria-kriteria masalahnya, yakni membuat rencana untuk
menyelesaikan masalah. Merencanakan adalah mempraktikkan langkah-langkah untuk
menciptakan solusi yang nyata bagi suatu masalah. Dalam merencanakan, siswa bisa
jadi menentukan sub-subtujuan, atau memerinci tugas jadi sub-sub-tugas yang harus
dilakukan ketika menyelesaikan masalahnya. Guru acap kali melewati perumusan
tujuan merencanakan, tetapi langsung merumuskan tujuan memproduksi, tahap
terakhir dalam proses kreatif. Jika demikian yang terjadi, merencanakan menjadi tujuan
yang implisit dalam tujuan memproduksi. Dalam kasus ini, merencanakan mungkin
dilakukan oleh siswa secara tersamar selama membuat suatu produk (yakni
memproduksi). Nama lain dari merencanakan adalah mendesain.

Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya. Dalam merencanakan, ketika


siswa diberi soal, mereka membu.at metode penyelesaian masalah. Dalam pelajaran
sejarah, tujuannya adalah belajar merencanakan proposal penelitian tentang suatu topik
sejarah. Tugas asesmennya meminta siswa, sebelum menulis proposal penelitian
tentang sebab-sebab Perang Kemerdekaan Indonesia, untuk membuat garis besar
makalahnya, termasuk langkah-langkah yang akan siswa lakukan untuk melakukan
penelitian. Dalam pelajaran sains, contoh tujuannya adalah belajar mendesain penelitian
untuk menguji berbagai hipotesis. Tugas asesmennya meminta siswa merencanakan
cara untuk mengetahui manakah dari tiga faktor yang menentukan jumlah ayunan
pendulum. Dalam pelajaran matematika, contoh tujuannya adalah dapat memaparkan
langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan soal-soal geometri. Tugas
asesmennya meminta siswa membuat rencana untuk menentukan volume potongan
sebuah piramida (yakni, tugas yang sebclumnya tidak diajarkan di kelas). Pembuatan
rencana ini bisa melibatkan proses menghitung volume piramida besar, kemudian
menghitung volume piramida kecilnya, dan terakhir mengurangi volume piramida besar
dengan volume piramida kecil.
Format asesmennya. Merencanakan dapat diases dengan meminta siswa
mencari solusi yang realistis, mendeskripsikan rencanarencana penyelesaian masalah,
atau memilih rencana-rencana penyelesaian masalah yang tepat.

35
BAB 5

6.3. Memproduksi

Memproduksi melibatkan proses melaksanakan rencana untuk menyelesaikan


masalah yang memenuhi spesifikasi-spesifikasi tertentu. Sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya, tujuan-tujuan yang termasuk dalam kategori Mencipta bisa atau bisa pula
tidak memasukkan orisinalitas atau kekhasan sebagai salah satu spesifikasinya. Tujuan
yang memasukkan orisinalitas atau kekhasan merupakan tujuan memproduksi.
Memproduksi bisa mensyaratkan penggunaan empat jenis pengetahuan yang
dipaparkan di Bab 4. Nama lain dari memproduksi adalah mengkonstruksi.

Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya. Dalam memproduksi, siswa diberi


gambaran tentang suatu produk dan harus menciptakan sebuah produk yang sesuai
dengan gambaran itu. Proses memproduksi melibatkan pelaksanaan rencana
penyelesaian makalah. Contoh-contoh tujuan pendidikan berikut mengimplikasikan
aktivitas memproduksi produk-produk yang baru dan bermanfaat yang memenuhi
syarat-syarat tertentu. Dalam pelajaran sejarah, tujuannya adalah belajar menulis
makalah tentang periode sejarah tertentu yang memenuhi standar-standar karya ilmiah.
Tugas asesmennya meminta siswa menulis sebuah cerita singkat yang berlatar belakang
Perang Kemerdekaan Indonesia. Dalam pelajaran sains, contoh tujuannya ialah belajar
merancang habitat untuk spesies-spesies dan tujuan-tujuan tertentu. Tugas asesmennya
meminta siswa merancang tempat tinggal manusia di dalam satelit luar angkasa. Dalam
pelajaran bahasa Indonesia, contoh tujuannya adalah belajar merancang pementasan
drama. Tugas asesmennya meminta siswa merancang pementasan drama Rumput-
Rumput Danau Bento karya Kuntowijoyo. Dalam semua contoh tujuan pendidikan ini,
spesifikasi-spesifikasinva menjadi kriteria untuk mengevaluasi performa siswa dalam
mencapai tujuan pendidikan. Spesifikasi-spesifikasi ini dimasukkan dalam rubrik
penskoran yang diberikan kepada siswa sebelum pelaksanaan asesmen.

Format asesmennya. Tugas yang jamak digunakan untuk mengases kemampuan


memproduksi adalah tugas untuk merancang. Di sini siswa diminta untuk menciptakan
produk sesuai dengan spesifikasi-spesi fikasi tertentu. Misalnya, siswa diminta membuat
skema rencana untuk sekolah baru, yang di dalamnya termasuk cara-cara baru bagi
siswa untuk menyimpan barang-barang pribadi mereka.

36
BAB 5

PROSES KOGNITIF YANG KONTEKSTUAL DAN TIDAK KONTEKSTUAL

Kita telah membahas setiap proses kognitif secara sendiri-sendiri (yakni proses-
proses kognitif yang tidak kontekstual). Dalam bagian berikutnya ini, kita akan
membicarakan proses-proses kognitif dalam konteks tujuan pendidikan tertentu (yakni
proses-proses kognitif yang kontekstual). Membicarakan proses kognitif yang
kontekstual berarti menyatukan kembali proses kognitif dengan dimensi penge-tahuan.
Berbeda dengan proses-proses kognitif yang tidak konteks-tual (misalnya,
merencanakan), proses-proses kognitif yang kontekstual berlangsung dalam suatu
konteks akademis (misalnya, me-rencana kan penulisan cerita pendek, merencanakan
penyelesaian soal kalimat matematika, atau merencanakan eksperimen ilmiah).

Meskipun mungkin lebih mudah untuk mengajarkan proses-proses kognitif yang


tidak kontekstual, dua temuan dalam penelitian-penelitian perihal kognisi menunjukkan
peran penting dari suatu konteks dalam proses belajar dan berpikir (Bransford, Brown
dan Cocking,1999; Mayer, 1992; Smith, 1991). Pertama, hasil penelitian itu mengatakan
bahwa proses kognitif bergantung pada mata pelajarannya (Bruer, 1993; Mayer, 1999;
Pressley dan Woloshyn, 1995). Misalnya, belajar merencanakan penyelesaian soal-soal
matematika berbeda dengan belajar merencanakan penulisan cerita pendek. Akibatnya,
pengalaman dalam merencanakan penyelesaian soal matematika tidak membantu siswa
dalam belajar merencanakan penulisan cerita pendek. Kedua, hasil-hasil penelitian
tentang asesmen autentik menyatakan bahwa proses kognitif bergantung pada
autentisitas tugas yang dikerjakan siswa (Baker, O'Neil, dan Linn, 1993; Hambleton,
1996). Misalnya, belajar membuat rencana tulisan (tanpa diikuti dengan membuat
tulisannya) berbeda dengan belajar mem-buat rencana tulisan dalam rangka untuk
benar-benar menulis esai.

Kami memang memaparkan proses-proses kognitif secara sendiri-sendiri, tetapi


proses-proses kognitif ini sebaiknya dipraktikkan secara berbarengan untuk
menciptakan aktivitas belajar yang bermakna. Sebagian besar tugas asesmen autentik
menuntut penggunaan beberapa proses kognitif secara berbarengan dan beberapa jenis
pengetahuan. Misalnya, untuk menyelesaikan soal kalimat matematika, siswa dapat:

 menafsiran (memahami setiap kalimat dalam soal tersebut);

37
BAB 5

 mengingat kembali (mengingat kembali Pengetahuan Faktual yang dibutuhkan


untuk menyelesaikan masalah);
 mengorganisasi (menyebutkan informasi-informasi pokok secara koheren dalam
suatu soal; ini merupakan Pengetahuan Konseptual);
 merencanakan (membuat rencana penyelesaian masalah);
 memproduksi (melaksanakan rencana penyelesaian masalah; ini merupakan
Pengetahuan Prosedural).

Sama halnya, dalam menulis esai, siswa akan melakukan:


 mengingat kembali (mengingat kembali informasi yang relevan dan akan
dimasukkan dalam esai);
 merencanakan (memutuskan apa yang akan dimasukkan dalam esai,
menentukan apa yang akan ditulis, dan bagaimana cara menulisnya);
 memproduksi (menulis esai);
 mengkritik (memastikan bahwa isi esainya "masuk akal") (Levy dan Ransdell,
1996).

CONTOH TUJUAN PENDIDIKAN YANG KONTEKSTUAL

Dalam bahasa yang sangat sederhana, kerangka pikir revisi ini dimaksudkan
untuk membantu guru-guru mengajar, membantu siswa-siswa belajar, dan membantu
asesor-asesor mengases. Misalnya, guru terbantu untuk merumuskan tujuan pengajaran
yang terlalu umum: Guru ini ingin siswa-siswanya belajar hukum Ohm. Ia kemudian
merancang unit pengajararanya. Lantaran tujuan pengajarannya terlalu umum, unit
pengajarannya dapat mencakup empat jenis pengetahuan: Pengetahuan Faktual,
Konseptual, Prosedural, dan Metakognitif. Contoh Pengetahuan Faktual adalah bahwa
satuan arus listrik ialah ampere, satuan voltase ialah volt, dan satuan tahanan adalah
ohm. Contoh Pengetahuan Prosedural adalah langkah-langkah dalam menggunakan
rumus hukum Ohm (voltase = arus x tahanan) untuk menentukan nilai numeriknya.

Kendati dua jenis pengetahuan ini jelas termasuk dalam unit pengajaran tersebut,
untuk memahami hukum Ohm secara lebih mendalam diperlukan dua jenis pengetahuan
lain, yakni Konseptual dan Metakognitif. Contoh Pengetahuan Konseptual adalah struktur
dan cara kerja rangkaian listrik yang terdiri dari beberapa baterai, kabel, dan lampu

38
BAB 5

bohlam. Rangkaian listrik merupakan sistem konsep yang di dalamnya terdapat


hubungan-hubungan kausal antarelemennya (misalnya, bila jumlah baterainya ditambah
dalam susunan *seri, voltasenya naik, yang kemudian menyebabkan peningkatan aliran
elektron di kabel sebagaimana ditunjukkan oleh peningkatan arusnya). Seperti dalam
contoh Pengetahuan Metakognitif, guru ingin siswa-siswanya tahu kapan harus
menggunakan strategi mnemonik untuk menghafal nama hukumnya, rumusnya, dan
bagian-bagian lain yang relevan. Ia juga ingin siswa-siswanya merumuskan tujuan
mereka sendiri dalam belajar hukum Ohm dan penerapan-penerapannva.

Mengingat Apa yang Telah Dipelajari

Tujuan-tujuan pembelajaran hukum Ohm bisa hanya terfokus pada retensi.


Tujuan-tujuan pembelajaran yang menekankan retensi didasarkan terutama pada
kategori proses kognitif Mengingat, yang mencakup mengingat kembali dan mengenali
pengetahuan prosedural, konseptual, dan metakognitif. Sebagai contoh, tujuan untuk
mengingat kembali pengetahuan faktual adalah bahwa siswa dapat mengingat kembali
langkah-langkah dalam menerapkan hukum Ohm.

Tujuan-tujuan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan retensi dalam unit


pengajaran ini sangat jelas, tetapi masih kinkan untuk merumuskan tujuan-tujuan
peningka tan kemampuan retensi yang melibatkan Pengetahuan Konseptual dan
Metakognitif. Untuk Pengetahuan Konseptual, tujuannya adalah siswa dapat mengambil,
dari memorinya, gambar rangkaian listrik. Oleh karena tujuan ini terfokus pada
mengingat kembali, setiap pengambilan gambar dari memorinya dievaluasi berdasarkan
kemiripan gambar itu dengan gambar di buku teks atau di papan tulis yang dibuat oleh
guru. Siswa dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang Pengetahan Konseptuak
dan Metakognitif di luar kepala hanya berdasarkan materi pelajaran yang telah
diajarkan gurunya. Apabila tujuan pengajaran unit pelajaran itu hanya transfer belajar,
tujuan Mengingat harus dilengkapi dengan tujuan-tujuan yang melibatkan proses-
proses kognitif yang lebih kompleks.

Contoh tujuan untuk mengingat kembali pengetahuan metakognitif adalah siswa


mengingat pepatah "ketika terperosok ke dalam lubang, berhentilah menggali". Dengan
perkataan lain, jika pendekatan pertama mereka untuk menyelesaikan masalah atau

39
BAB 5

menemukan jawaban gagal, mereka ingat untuk berhenti dan kemudian mencari
pendekatan-pendekatan lain. Sekali lagi, bila titik tekannya adalah Mengingat, siswa
sekadar ditanya apakah, ketika pendekatan pertama mereka untuk menyelesaikan
masalah gagal, mereka ingat pepatah tadi. Apabila jawaban siswa dinilai, siswa akan
memberikan jawaban yang, mereka tahu, diinginkan gurunya (misalnya, "Tentu saja, saya
ingat"), sehingga tugas asesmen ini hanya akan bekerja bila siswa menyadari bahwa
tujuannya adalah membantunya meningkatkan pembelajarannya.

Memahami dan Menggunakan Apa yang Dipelajari

Guru yang hendak mengajarkan transfer belajar perlu menimbang-nimbang


semua kategori proses kognitif. Coba perhatikan contoh-contoh berikut ini:

 Tujuan pembelajaran untuk menafsirkan pengetahuan faktual: " Siswa dapat


mendefinisikan istilah-istilah kunci (misalnya, perlawanan) dengan kata-kata
mereka sendiri".
 Tujuan pembelajaran untuk menjelaskan pengetahuan konseptual: "Siswa dapat
menjelaskan apa yang terjadi pada jumlah arus listrik dalam sebuah rangkaian
listrik ketika dilakukan perubahanperubahan pada rangkaian tersebut (misalnya,
dua baterai dirangkai dalam hubungan seri diubah jadi hubungan paralel)".
 Tujuan pembelajaran untuk mengeksekusi pengetahuan prosedural: "Siswa dapat
menggunakan rumus Ohm untuk menghitung voltase jika diketahui jumlah
arusnya (dalam ampere) dan tahanannya (dalam ohm)".
 Tujuan pembelajaran untuk membedakan pengetahuan konseptual: "Siswa dapat
menentukan mana informasi (misalnya, besaran watt bohlam lampu,
ketebalan kabel, voltase baterai) yang diperlukan untuk menghitung tahanan
dengan rumus Ohm".
 Tujuan pembelajaran untuk memeriksa pengetahuan prosedural: "Siswa dapat
menentukan apakah solusi yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah yang
menyangkut rumus Ohm sudah efektif".
 Tujuan pembelajaran untuk mengkritik pengetahuan metakognitif: "Siswa dapat
memilih rencana yang paling sesuai dengan tingkat pemahamannya untuk
menyelesaikan masalah yang menyangkut rumus Ohm".

40
BAB 5

 Tujuan pembelajaran untuk merumuskan pengetahuan konseptual: "Siswa dapat


merumuskan cara-cara untuk menambah terang lampu dalam sebuah rangkaian
listrik tanpa mengubah baterainya".

Kita dapat merangkum semua tujuan pada unit pelajaran hukum Ohm dengan
menggunakan Tabel Taksonomi (lihat Tabel 5.2). Tanda silang (X) menunjukkan tujuan-
tujuan yang termasuk dalam unit pelajaran ini sesuai dengan contoh di atas. Tak semua
kotak diberi tanda silang, yang berarti tak semua kombinasi proses kognitif dan
pengetahuan masuk dalam unit pelaja ran tersebut. Namun, terlihat jelas bahwa unit
pelajaran ini mencakup beragam tujuan yang melampaui mengingat pengetahuan
faktual. Contoh-contoh tujuan pada unit pelajaran tersebut mendedahkan bahwa cara
yang paling efektif untuk mengajarkan dan mengases tujuan-tujuan pendidikan adalah
menempatkan tujuan-tujuan itu pada konteksnya (misalnva, dalam sebuah unit
pelajaran), bukan memfokuskan pada setiap tujuan secara terpisah. Kita akan
membicarakan lagi masalah ini nanti di belakang.

KESIMPULAN

Tujuan pokok dari bab ini adalah membahas bagaimana mengajar dan mengases
dapat diperluas sehingga melampaui proses kognitif Mengingat Kami telah
memaparkan dan menjelaskan 19 proses kognitif yang dikelompokkan dalam enam
kategori proses. Dua proses kognitif termasuk dalam kategori Mengingat; 17 proses
kognitif lainnya termasuk dalam kategori-kategori: Memahami, Mengaplikasikan ,
Menganalisis, Mengevaluasi, dan Mencipta.

Pengategorikan proses-proses kognitif ini berimplikasi pada pengajaran dan


asesmen. Pada pengajaran, dua proses kognitif yang termasuk dalam kategori
Mengingat mendukung retensi belajar, sedangkan 17 proses kognitif lainnya
menyokong transfer belajar. Maka, jika targetnya adalah mengajarkan transfer belajar,
tujuannya harus mencakup proses-proses kognitif yang termasuk dalam kategori-
kategori Memahami, Mengaplikasikan , Menganalisis, Mengevaluasi, dan Mencipta.
Paparan dan penjelasan perihal kategori proses kognitif dalam bab ini dimaksudkan
untuk membantu para pendidik merumuskan tujuan-tujuan pendidikan yang lebih luas
untuk mengajarkan retensi dan transfer.

41
BAB 5

Pada asesmen, analisis dan pengkategorian proses-proses kognitif dimaksudkan


untuk membantu para pendidik (termasuk pembuat tes) meluaskan asesmen
pembelajaran mereka. Jikalau targetnya adalah mengajarkan transfer, tugas
asesmennya harus mencakup proses-proses kognitif yang tidak sekadar Mengingat
Meskipun tugas-tugas asesmen yang mencakup mengingat kembali dan mengenali
mendapat tempat dalam asesmen, tugas-tugas ini dapat (dan sering kali harus)
dilengkapi dengan tugas-tugas yang meliputi seluruh proses kognitif yang dibut-uhkan
untuk transfer belajar.

42

Anda mungkin juga menyukai