Anda di halaman 1dari 26

Bab I

Pendahuluan

Siswa

seringkali

tenggelam

dalam

kesibukan

mereka

mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian, dan guru juga tenggelam


dalam mempersiapkan siswa menghadapi ujian, sehingga mereka lupa
bahwa tujuan utama dari sekolah adalah: memberikan keterampilan
dan pengetahuan yang diperlukan oleh anak agar kelak mereka dapat
berfungsi efektif sebagai orang dewasa. Jika siswa dapat mengisi titiktitik yang kosong dalam sebuah ujian bahasa tetapi tidak dapat
menulis surat untuk temannya atau untuk melamar pekerjaan, atau
dapat

melakukan

operasi

perkalian

desimal

tetapi

tidak

dapat

menghitung pajak penjualan, maka pengajaran yang diterima oleh


siswa sangat salah arahnya. Namun, sangat sering siswa yang memiliki
hasil sangat bagus di sekolah atau saat mengerjakan ujian tidak
mampu mentransfer pengetahuan tau keterampilan mereka dalam
kehidupan nyata.
Selama masa sekolah formal, individu tidak dapat dilatih untuk
mampu menghadapi setiap situasi spesifik yang ditemuinya dalam
hidup. Oleh karena itu, hal ini menjadi tugas para psikolog dan guru
untuk memastikan, sejauh mungkin, penguasaan keterampilan atau
perkembangan sikap atau kebiasaan yang sesuai dengan individu
sehingga dapat menerapkan apa yang sudah ia pelajari pada satu
situasi belajar ke dalam situasi lain atau pada pengalaman hidupnya
yang lain. Maka, menjadi tugas sekolah untuk mengikutsertakan
pembelajaran sikap, kebiasaan, keterampilan, dan pengetahuan yang
akan menjadi dasar dari kehidupan sehari-hari mereka.

Bab II
Transfer Belajar (Transfer of learning)

A. Pengertian
Transfer belajar mengandung arti pemindahan keterampilan
hasil belajar dari satu situasi ke situasi lainnya (Reber, 1988). Kata
pemindahan

keterampilan

tidak

berkonotasi

pada

hilangnya

keterampilan melakukan sesuatu pada masa lalu karena diganti


dengan

keterampilan

menekankan

sebagai

baru

pada

masa

pemindahan

sekarang,

pengaruh

tetapi

atau

lebih

pengaruh

keterampilan melakukan sesuatu terhadap tercapainya keterampilan


melakukan sesuatu lainnya.
Darling-Hammond dan Bransford (2005), mendefinisikan transfer
belajar

sebagai

kemampuan

untuk

menerapkan

hasil

belajar

sebelumnya ke situasi, masalah, atau pembelajaran baru. Definisi lain


menjelaskan transfer belajar sebagai pemindahan pengetahuan,
keterampilan, pemahaman, sikap, dan pola pikir dari satu situasi
belajar ke situasi belajar yang lain (Johri, 2005, p. 145).
Jadi, jika seorang murid mempelajari sebuah konsep dalam
matematika

dan

kemudian

menggunakan

konsep

itu

untuk

memecahkan sebuah masalah dalam ilmu pengetahuan, maka transfer


telah terjadi. Transfer juga terjadi jika seorang murid membaca dan
mempelajari tentang konsep keadilan di sekolah dan selanjutnya
memperlakukan orang lain dengan lebih adil di luar kelas. Mengajarkan
transfer, membantu murid menghubungkan apa yang mereka pelajari
di sekolah dengan bagaimana hal tersebut diterapkan di luar sekolah
(Bransford, Darling-Hammond, & LePage, 2005).
Transfer dalam belajar ada yang bersifat positif dan ada yang
negatif. Transfer belajar disebut positif jika pengalaman-pengalaman

atau kecakapan-kecakapan yang telah dipelajari dapat diterapkan


untuk mempelajari situasi yang baru, contoh ketampilan mengendarai
sepeda motor, akan mempermudah belajar mengendarai kendaraan
bermotor roda empat. Atau dengan kata lain, respon yang lama dapat
memudahkan untuk menerima timulus yang baru. Disebut transfer
negatif jika pengalaman atau kecakapan yang lama menghambat
untuk

menerima

pelajaran

atau

kecakapan

yang

baru.

Contoh

ketrampilan mengemudikan kendaraan bermotor dalam arus lalu lintas


yang bergerak di sebelah kiri jalan, yang diperoleh seseorang selama
tinggal di indonesia, akan menimbulkan kesulitan bagi orang itu bila ia
dipindah ke salah satu negara eropa barat, yang arus lalu lintasnya
bergerak disebelah kanan jalan.

B. Teori-teori dalam transfer belajar


Ada beberapa teori yang berusaha menjelaskan bagaimana dan
mengapa transfer terjadi, dan apa yang ditransfer dari satu situasi ke
situasi yang lain.
1. Teori disiplin formal
Teori ini didasarkan pada teori daya jiwa milik Aristoteles.
Pandangan ini bertitik tolak pada anggapan bahwa kejiwaan manusia
itu dipandang sebagai kumpulan dari sejumlah bagian daya-daya yang
berdiri

sendiri,

seperti

daya

berpikir,

daya

mengingat,

daya

berkemauan, daya mersa, dan sebagainya.


Teori disiplin formal menjelaskan bahwa daya jiwa dapat dilatih
dengan melatih keterampilan tertentu atau melakukan hal spesifik.
Daya jiwa dapat diperkuat dengan latihan sama seperti kekuatan
tubuh; semakin sulit latihan maka akan semakin berpengaruh pada
daya tersebut. Setelah terlatih dengan baik, daya-daya tersebut dapat
diterapkan dalam bidang kehidupan yang lain. Sebagai contoh, dengan
mengambil kursus bahasa Latin akan meningkatkan kemampuan
berpikir seseorang atau belajar mengeja akan meningkatkan daya

perhatian

dan

obeservasi

seseorang.

Bahasa

Latin,

Yunani,

Matematika, dan ilmu pengetahuan (science) merupakan subjek utama


yang digunakan dalam melatih daya jiwa. Teori ini juga berpandangan
bahwa melatih jiwa atau bentuk dari aktivitas lebih penting daripada isi
pembelajaran.
Teori disiplin formal mendapatkan penolakan dalam beberapa
hal. Di akhir abad sembilan belas, William James (dalam Ormrod,
2008), mempelajari puisi baru setiap harinya selama beberapa minggu,
sebagai usaha untuk melihat apakah kemampuannya mempelajari
puisi akan meningkat. Sebaliknya, ia mendapati bahwa kemampuan
mempelajari puisinya lebih lambat. Peneliti lain juga menemukan
bahwa murid yang mempelajari bahasa Latin tidak lebih baik dalam
kemampuan berbahasa Inggris, tata bahasa, atau ejaan dibandingkan
dengan murid yang tidak mempelajari bahasa latin (Mueller, 1975;
Thorndike (dalam Leberman, Doyle, & Mc Donald, 2006). Dikatakan
juga bahwa murid yang mengalami kemajuan melalui pendekatan
disiplin formal hanyalah murid yang pintar yang lebih cenderung
memilih beberapa subjek belajar. Dalam penelitian terbaru yang
melibatkan pemrograman komputer, terbukti bahwa kemampuan
belajar tentang pemrograman komputer tidak membantu murid untuk
mentransfer kemampuan tersebut ke situasi pemecahan masalah yang
lain (Ormrod, 2008).
Meskipun terdapat beberapa kritik terhadap teori disiplin formal,
terdapat beberapa aspek dalam teori yang masih digunakan sebagai
pedoman hingga sekarang. Penelitian menemukan bahwa ide tentang
pembagian daya jiwa tidaklah sepenuhnya salah karena memang
terdapat daerah di otak yang lebih dominan dalam fungsi tertentu
(Mueller, 1975). Dalam eksperimen lain, Rychlak, Nguyen, dan
Schneider (dalam Ormrod, 2008) menemukan bahwa tingkat kesukaan
peserta belajar dalam satu subjek dapat mempengaruhi pembelajaran
selanjutnya. Komponen afektif ini kemungkinan adalah dasar dari
pendekatan disiplin formal.

2. Pandangan Behavioral
1) Teori Elemen Identik
Bentuk transfer yang lebih spesifik yang dinamakan Teori
Elemen Identik dikemukakan oleh Edward Thorndike. Dalam beberapa
eksperimen,

Thorndike

menyimpulkan

bahwa

transfer

sangat

bergantung pada jumlah kesamaan yang ada, baik dari isi ataupun
teknik, antara situasi baru dengan situasi lama. Transfer terjadi karena
elemen umum dalam kedua situasi memerlukan kemampuan mental
yang sama dan bukan karena latihan mental yang diperoleh dari
mempelajari subjek tertentu. Thorndike berpendapat bahwa transfer
akan efektif jika ada kemiripan tugas antara satu dengan yang lain.
Beberapa eksperimen oleh peneliti lain, termasuk eksperimen
Thorndike sendiri (Haslerud, 1972), mengungkapkan bahwa jumlah
transfer yang terjadi minimal dan cenderung menghambat daripada
mendorong terjadinya transfer. Banyak eksperimen Thorndike, sama
seperti teori transfer klasik yang lain, dikritik karena bukti terjadinya
transfer yang ditemukan terjadi dalam kondisi tidak alami dan tidak
mencerminkan proses belajar yang sesungguhnya. Teorinya juga
mendapatkan kritik karena terlalu bergantung pada drill dan latihan.
Haskell (2000) menyatakan subjektivitas yang terdapat dalam konsep
kesamaan, dan berpendapat bahwa elemen identik hanya berhasil
dalam transfer dekat. Walaupun terdapat beberapa kritik terhadap
teori elemen identik, teori ini dipandang sebagai teori yang paling
berpengaruh dalam pendidikan. Pemikiran tentang latihan berkembang
menjadi bagian fundamental dari teori transfer kontemporer.
2) Teori Generalisasi
Teori ini dikembangkan oleh Charles Judd yang menyatakan
transfer belajar sebagai pemindahan prinsip-prinsip (Johri, 2005). Teori
generalisasi menyatakan bahwa transfer terjadi sebagai hasil dari
pembelajaran ciri umum atau prinsip dasar dalam satu situasi. Sebagai
hasilnya, seseorang mampu menerapkan generalisasi tersebut ke

situasi baru. Dalam salah satu eksperimen, dua kelompok anak diminta
untuk melempar panah dart ke target di bawah air. Kelompok
eksperimental, yang diajarkan tentang prinsip pembiasan cahaya
mampu mentransfer pengetahuan tersebut dan menampilkan hasil
lemparan yang lebih baik dibanding kelompok kontrol. Teori Judd juga
menyatakan bahwa sikap dan pembawaan peserta belajar, seperti
motivasi, berpengaruh pada transfer, dan bahwa isi pembahasan tidak
sepenting metode. Inti dari model Judd adalah bahwa sebuah
pendahuluan pada perspektif kognitif tentang transfer yang akan
membangkitkan pengetahuan awal peserta belajar, sama pentingnya
dengan strategi untuk meningkatkan transfer.
3. Pendekatan Kognitif
a. Perspektif Gestalt
Dalam pandangan teori gestalt, transfer akan terjadi ketika
individu mampu mengenali kesamaan di dalam fakta, dan konsep atau
prinsip dasar yang dapat diterapkan ke dalam konteks lain. teori ini
dikenal sebagai Teori Transposisi atau Konfigurasi (Johri, 2005). Teori ini
tidak mengikuti pandangan bahwa bagian dari suatu keseluruhan
mampu bekerja dalam isolasi, tetapi teori ini justru menekankan pada
elemen dasar seperti persepsi, insight, dan intelegensi. Persepsi
peserta belajar tentang hubungan antara situasi lama dan baru juga
penting. Semakin bermakna pengalaman itu, maka akan semakin
menyeluruh pula konsep yang dipahami, dan hal tersebut akan
memaksimalkan transfer. Penggunaan metode mengajar yang tepat
juga memegang peran penting dalam proses transfer.
b. Perspektif Kognitif yang Lain
Model pemrosesan informasi atau teori skema menyatakan bahwa
transfer terjadi ketika individu mampu memunculkan apa yang telah
dipelajari sebelumnya pada waktu yang tepat. Skema adalah istilah
yang digunakan untuk mendeskripsikan gambaran mental tentang
pengetahuan yang dibentuk individu dari pengalaman sebelumnya.

Skema lama disesuaikan ketikan pembelajaran baru terjadi. Pada


pendekatan

ini,

transfer

positif

terjadi

ketika

peserta

belajar

menggunakan skema untuk memahami situasi baru, atau ketika


hubungan terbentuk antara pengetahuan awal, situasi baru, dan
penerapan dari pengetahuan awal. Transfer akan terjadi ketika
hubungan antara apa yang harus dipelajari dan pengetahuan awal
telah terbentuk dalam long term memory, karena pengetahuan tidak
selalu tersedia pada short term memory yang membuat individu
mampu menghubungkan situasi sekarang dengan pengetahuan awal.
Perspektif kognitif yang lain adalah perspektif kontekstual yang
menyatakan bahwa sebagian besar pengetahuan dan keterampilan
yang dipelajari terbatas pada situasi dimana mereka dipelajari
(situated learning) dan bahwa transfer ke situasi baru dan berbeda
adalah tidak mungkin. Organisasi, retrieval, dan pemrosesan skema
memegang peranan penting. Tranfer menjadi lebih mungkin terjadi
ketika peserta belajar mencari kesamaan antara permasalahan baru
dengan pembelajaran sebelumnya.
Perspektif

kontemporer

dalam

transfer

belajar

mendukung

pandangan tentang prinsip dasar dan pendekatan konteks spesifik.


Gagasan bahwa harus ada elemen yang sama antara tugas lama dan
baru agar transfer dapat terjadi masih digunakan. Pendapat tentang
transfer umum, dimana teori disiplin formal didasarkan, dipercaya
memang kadang-kadang terjadi tetapi tidak sesering transfer spesifik,
dan tidak dengan cara ekstrem yang dinyatakan dalam teori disiplin
formal. Sebagai contohnya, Fong, Krantz, dan Nisbett (dalam Haskell,
2000), menemukan bahwa murid yang menerima pelatihan tentang
probabilitas dan prinsip statistik mampu mentransfer prinsip tersebut
ke

dalam

penalaran

dan

pemecahan

masalah

harian.

Dalam

eksperimen lain juga ditemukan bahwa pelatihan yang diterima dalam


bidang tertentu membuat mereka mampu mentransfer pelatihan
tersebut

ke

dalam

bidang

lain.

Pentingnya

pengetahuan

awal,

pengalaman, dan keterlibatan peserta belajar dalam proses belajar

juga menjadi dasar dari semua teori. Sementara masih belum jelas
tentang

bagaimana

transfer

terjadi,

penelitian

terbaru

telah

menunjukkan garis besar tentang beberapa cara bagaimana transfer


positif dapat ditingkatkan dan peran penting dimana guru berperan
dalam memfasilitasi proses transfer.

C. Jenis-jenis Transfer
Perbedaan pendapat tentang bagaimana terjadinya transfer,
juga usaha untuk mengkategorikan perbedaan kualitas transfer yang
terjadi, menghasilkan gambaran tentang beberapa jenis transfer.
Beberapa diantaranya yang dikenal secara luas yaitu transfer positif
dan negatif, transfer lateral dan vertikal, transfer dekat dan jauh, dan
transfer low-road dan high-road.
Pada perkembangan awal, transfer belajar terbagi menjadi dua
yaitu transfer positif dan transfer negatif. Transfer dikatakan positif
apabila pembelajaran sebelumnya membawa efek positif terhadap
kegiatan belajar selanjutnya, sedangkan transfer dikatakan negatif jika
pembelajaran sebelumnya membawa efek negatif terhadap kegiatan
belajar selanjutnya. Edward Lee Thorndike, dalam teori elemen
identiknya, menyebutkan bahwa transfer positif biasanya akan terjadi
jika ada kesamaan elemen antara materi yang lama dengan materi
yang baru. Misalnya, siswa yang telah menguasai matematika akan
lebih mudah untuk mempelajari statistika. Di sisi lain, transfer negatif
terjadi bila kesamaan elemen dalam keterampilan sebelumnya menjadi
penghambat dalam pembelajaran keterampilan lainnya. Misalnya,

seseorang yang telah terbiasa mengetik dengan dua jari akan


mengalami kesulitan ketika harus belajar mengetik dengan sepuluh
jari.
Selanjutnya, menurut Robert M. Gagne, transfer belajar dapat
dibedakan dalam empat kategori, yaitu:
1. Transfer positif (positive transfer)
Transfer
pembelajaran

positif
di

satu

adalah
situasi

transfer

yang

meningkatkan

terjadi

pembelajaran

ketika
dan

performansi di situasi lain. Transfer positif dapat terjadi dalam diri


siswa ketika guru membantu siswa untuk belajar dalam situasi tertentu
yang akan mempermudah siswa tersebut belajar dalam situasi-situasi
lainnya. Contohnya, mempelajari susunan dari sebuah kalimat akan
membantu siswa dalam menulis karangan yang lebih baik.

2. Transfer Negatif (negative transfer)


Transfer negatif terjadi ketika pembelajaran pada situasi
sebelumnya

mengganggu

atau

menghalangi

pembelajaran

pada

situasi baru. Transfer ini dapat terjadi jika seorang siswa belajar dalam
situasi tertentu yang memiliki efek merusak terhadap keterampilan
yang dipelajari dalam situasi berikutnya. Contohnya, dari terbiasa
mengemudi mobil di jalan sebelah kiri, harus berpindah untuk
menngemudi mobil di jalan sebelah kanan.
3. Transfer Vertikal (vertical transfer)
Transfer vertikal dapat terjadi dalam diri seorang siswa apabila
pelajaran yang telah dipelajari dalam satu situasi membantu siswa
tersebut menguasai pengetahuan atau keterampilan yang lebih tinggi
atau rumit. Contohnya, seorang siswa SD yang telah menguasai prinsip
penjumlahan dan pengurangan ketika duduk di bangku kelas II, akan
mudah mempelajari perkalian ketika ia naik ke kelas III. Agar terjadi
transfer

vertikal

yang

efektif,

guru

sangat

dianjurkan

untuk

menjelaskan kepada siswa secara eksplisit tentang manfaat dari materi


yang sedang diajarkannya bagi kegiatan belajar lain yang lebih
kompleks. Penjelasan kepada siswa ini penting, karena jika siswa tidak
memiliki alasan mengapa ia harus mempelajari materi yang sedang
diajarkan

tersebut,

kemungkinan

siswa

tidak

akan

mampu

memanfaatkan materi yang telah diajarkan untuk mempelajari materi


lain yang lebih rumit.
4. Transfer Lateral (lateral transfer)
Transfer lateral dapat terjadi dalam diri seorang siswa apabial
ia mampu menggunakan materi yang telah dipelajarinya untuk
mempelajari materi yang sama kerumitannya dalam situasi-situasi
yang lain. dalam hal ini, perubahan waktu dan tempat tidak
mempengaruhi kualitas hasil belajar siswa tersebut. Contohnya,
seorang siswa yang mengetahui cara menghitung rata-rata dalam
matematika, dapat menemukan hitungan rataan pada data penelitian
sosial.
Santrock, dalam bukunya Educational Psychology, menjelaskan
bahwa transfer dekat (near transfer) merupakan transfer yang terjadi
situasi pembelajaran serupa dengan situasi pembelajaran awal. Dalam
transfer

dekat,

keterampilan

dan

pengetahuan

yang

dimiliki

diaplikasikan dari satu konteks ke konteks yang lain. Sebuah contoh


terjadinya transfer dekat yaitu ketika murid yang telah belajar
mengetik dengan mesin ketik mentransfer keterampilan ini untuk
mengetik pada sebuah keyboard komputer. Meskipun transfer ini dinilai
sebagai transfer yang paling mudah dan paling berhasil terjadi,
kemungkinan untuk menerapkan keterampilan individu pada situasi
yang benar-benar baru sangatlah rendah.
Transfer jauh (far transfer) berarti transfer pembelajaran ke
sebuah situasi yang sangat berbeda dari situasi pembelajaran awal.
Transfer jauh lebih sulit dilakukan dan terjadi ketika pembelajaran
dapat diterapkan ke situasi baru untuk memecahkan masalah. Individu

10

memiliki keterampilan dasar yang dapat digunakan pada situasi yang


lebih spesifik. Misalnya, jika seorang murid mendapatkan pekerjaan
paruh waktu di sebuah kantor arsitek dan menerapkan apa yang ia
pelajari dalalm kelas geometri, untuk membantu arsitek menganalisis
masalah spasial (pengaturan ruang dan jarak) yang berbeda dari
masalah manapun yang dijumpai murid dalam kelas geometri, maka di
sini terjadi transfer jauh.
Gavriel Salomon dan David N. Perkins (1989), membedakan
antara low-road transfer dan high-road transfer. Transfer low-road
terjadi ketika pembelajaran sebelumnya secara otomatis, bahkan
seringkali secara tidak sadar, berpindah ke situasi lain. Transfer ini
paling sering terjadi pada keterampilan yang sangat terlatih, dimana
terdapat sedikit kebutuhan untuk pemikiran reflektif. Misalnya, ketika
seorang yang suka membaca menjumpai kalimat-kalimat baru dalam
bahasa asli mereka, mereka akan membacanya secara otomatis.
Sebaliknya, transfer high-road adalah transfer yang dilakukan
secara

sadar

dan

menghubungkan

disertai

antara

apa

usaha.
yang

Murid-murid
mereka

secara

pelajari

di

sadar
situasi

sebelumnya dengan situasi baru yang sekarang mereka hadapi.


Transfer high-road penuh dengan kesadaran, murid harus sadar atas
apa yang mereka lakukan dan memikirkan hubungan antar konteks.
Transfer high-road mengimplikasikan pengambilan intisari sebuah
aturan atau prinsip umum dari pengalaman sebelumnya dan kemudian
menerapkannya ke dalam masalah baru dalam konteks yang baru pula.
Sebagai contoh, seseorang yang baru terjun dalam dunia politik tetapi
ia

pandai

dalam

permainan

catur

mungkin

mengambil

prinsip

pengendalian dalam permainan catur, menimbang bagaimana prinsip


tersebut digunakan untuk mengendalikan dunia politik. Hal tersebut
merupakan transfer high-road.
Salomon dan Perkins (1989) membagi lagi transfer high-road
menjadi transfer forward-reaching dan transfer backward-reaching.
Transfer forward-reaching terjadi ketika murid berpikir mengenai

11

bagaimana mereka dapat menerapkan apa yang telah mereka pelajari


ke dalam situasi baru (dari situasi sekarang, mereka melihat ke
depan untuk menerapkan informasi ke sebuah situasi di masa depan).
Agar transfer forward-reaching dapat terjadi, murid harus mengetahui
situasi di mana mereka akan mentransfer pembelajaran. Misalnya,
murid dalam kelas bahasa yang baru saja mempelajari strategi menulis
tentang bagaimana membuat suatu paragraf menjadi hidup. Murid
tersebut mulai merenungkan bagaimana ia dapat menggunakan
strategi menulis yang dipelajarinya itu untuk menarik hati pembaca
ketika ia menjadi reporter majalah sekolah tahun depan. Hal ini
merupakan transfer forward-reaching.
Transfer backward-reaching terjadi ketika murid melihat ke
belakang

pada

sebuah

situasi

sebelumnya

(lama)

mengenai

informasi yang akan membantu mereka memecahkan masalah dalam


sebuah konteks baru. Pertimbangkan seorang murid pada hari
pertamanya bekerja sebagai editor surat kabar sekolah. Ia berusaha
mencari cara untuk mengkonstruksi tata letak halaman-halaman surat
kabar sekolah yang akan diterbitkan. Ia merenung selama beberapa
saat dan berpikir mengenai kelas geometri (tentang bidang di dalam
bidang)

yang

pemahaman

sebelumnya
dari

telah

pengalaman

diambilnya.
masa

lalu

Ia

mendapatkan

tersebut

untuk

mengkonstruksi tata letak surat kabar murid tersebut. Hal ini


merupakan transfer backward-reaching.
D. Faktor-faktor

yang

Mempengaruhi

Timbulnya

Transfer

Belajar
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya transfer
belajar adalah sebagai berikut:
1. Taraf Intelegensi dan Sikap
Faktor ini berasal dari anak didik dan berkisar pada masalah
kapasitas dasar (kemampuan dasar), sikap minat anakdidik dan lain
sebagainya. Kapasitas dasar atau kemampuan dasar adalah membantu

12

timbulnya transfer belajar. Anak yang pandai cenderung memiliki


transfer yang tinggi dan sebaliknya anak yang kurang pandai
cenderung memiliki yang rendah. Disamping itu, bahwa timbulnya
transfer tidak secara otomatis, melainkan timbul dengan sengaja. Oleh
karena itu, sikap serta usaha yang disengaja kearah ini akan
membantu timbulnya transfer. Ini berarti bahwa apa yang dipelajari
oleh anak didik dapat dimanfaatkan dan dipraktekkan sesuai dengan
situasi dan kondisi, di mana dia berada. Demikian juga sikap guru dan
usaha

anak

didik

untuk

melakukan

perbuatan

belajar,

juga

mempengaruhi jumlah transfer.


2. Metode Guru dalam Mengajar
Faktor ini berasal dari guru dan berkisar antara lain pada
penguasaan persiapan, alat peraga, pemilihan bahan dan sebagainya.
Dengan bahan yang sama akan menghasilkan hasil yang berbeda,
disebabkan perbedaan dalam pemakaian metode mengajar. Hasil
belajar yang dihasilkan dengan penggunaan metode diskusi akan
berlainan hasilnya bila guru menggunakan metode metode ceramah.
Kadar kemampuan yang dihasilkan dengan penggunaan metode
diskusi tentu saja lebih tinggi daripada kemampuan yang dihasilkan
dengan metode ceramah. Dalam metode diskusi anak didik lebih aktif
daripada guru. Sedangkan metode ceramah cenderung membuat anak
didik, selalu berada pada posisi menerima, tidak ada saling memberi
dan saling menerima di kalangan anak didik. Dengan metode ceramah,
jalan pembelajaran cenderung membosankan anak didik,sehingga
informasi

yang

disampaikan

tak

dapat

diserap

dengan

baik,

disebabkan daya konsentrasi anak didik yang semakin menurun.


Pemakaian metode tanya jawab atau metode brain storming
(metode sumbang saran) diakui keampuhannya dapat meningkatkan
kreativitas anak didik. Inisiatif anak didik dapat dipicu dengan metode
ini. Kesalahan pengertian dihindari sehingga tidak terjadi kerancuan
dalam struktur kognitif. Kerapian pengorganisasian informasi dalam

13

struktur kognitif dapat melicinkan jalan ke arah timbulnya transfer


belajar.
3. Proses Belajar, Motivasi Belajar, dan Konsentrasi
Siswa diharapkan bersungguh-sungguh dalam mengolah materi
pelajaran, dan ini juga tergantung dari motivasi belajar dan sejauh
mana kadar konsentrasinya. Maka, siswa yang kurang melibatkan diri
dalam proses belajar, kurang cermat dalam dalam persepsi dan kurang
mendalam dalam mengolah materi pelajaran, tidak diharapkan akan
mengadakan transfer belajar. Semua ini berkaitan dengan tata cara
belajar atau teknik-teknik belajar, apakah efisien dan efektif. Maka
makin efektif tata cara belajar itu, makin meningkat pula kemungkinan
siswa akan mengadakan transfer belajar.
4. Isi Mata Pelajaran
Hubungan antara mata pelajaran yang satu dengan mata
pelajaran yang lain menjadi penengah yang dapat menimbulkan
transfer dalam belajar. Suatu mata pelajaran yang dapat dikuasai bias
dijadikan

landasan

untuk

menguasai

mata

pelajaran

lain

yang

relevan,baik kaidah maupun prinsip-prinsipnya. Penguasaan kaidah


mata pelajaran bahasa Indonesia misalnya, dapat digunakan untuk
mempelajari mata pelajaran bahasa Inggris, begitu pula sebaliknya.
Pengusaan keterampilan membuat surat tertentu, dapat ditransfer
kepada keterampilan lain yang masih dalam ruang lingkup tulismenulis surat dan sebagainya

E. Nilai Transfer Dalam Praktek Kependidikan Dan Pengajaran


Transfer dapat terjadi bilamana situasi belajar di sekolah mirip
dengan situasi dalam kehidupan sebenarnya, dimana belajar itu akan

14

digunakan. Maka dengan tanpa adanya persamaan antara belajar di


sekolah dengan pola kehidupan di luar sekolah, berarti tidak akan
terjadi transfer. Sekolah hendaknya mengadakan sejumlah daftar mata
pelajaran penting yang isinya sesuai kehidupan masyarakat. Isi
kurikulum harus dihubungkan dengan pekerjaan yang diinginkan.
Matapelajaran yang harus di pelajari adalah mata pelajaran yang
fundamental bagi anak yang kemudian dipergunakan secara progresif
dalam berbagai macam pengalaman kehidupan. Perhatian guru di
fokuskan pada kesamaan antara pengalaman di dalam dan di luar
sekolah. Pengertian, pemahaman, dan generalisasi yang berguna harus
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pekerjaan mengajar. Anak
didik harus dibantu untuk mengembangkan titik pandang ke arah
kehidupan luar sekolah sehingga ia dapat menyesuaikan diri terhadap
tuntutan hidup yang selalu berkembang.
Pentingnya Transfer Belajar
a. Reaksi kita dalam situasi kehidupan saat ini dipengaruhi oleh
pengalaman masa lalu kita.
b. Sebagian besar program pendidikan dan latihan didasarkan pada
asumsi bahwa apa yang dipikirkan di kelas akan di transfer pada
situasi yang baru.
Transfer belajar yang terjadi di sekolah
Dalam

proses

belajar

mengajar

di

sekolah,

guru

dapat

membantu muridnya agar proses transfer belajar maksimal. Prosedur


yang dibahas adalah pengajaran matematik dan ilmu sosial.
a. Pengajaran matematik
Komplain dari murid dan orang tua bahwa terjadi transfer
belajar yang sangat minim dari pengajaran matematika di sekolah
pada situasi sehari-hari. Salah satu alasannya adalah bahwa rumus
dan simbol matematik yang digunakan sering tidak familiar bagi
muridnya.

Konsep

pengajaran

yang

baik

yaitu

dengan

cara

15

membawakan pengajaran matematik ke dalam kehidupan sehari-hari,


antara lain :

Konsep dasar dan prinsip fundamentalnya harus bertumpu pada


pengalaman

murid.

Pengajaran

yang

di

lakukan

dengan

menggunakan alat peraga agar lebih memperjelas materi atau ide

yang abstrak.
Guru perlu membantu murid-muridnya dalam belajar agar ide-ide
abstrak menjadi materi yang lebih konkrit.

Materi pelajaran diaplikasikan dalam bermacam-macam situasi


kehidupan sehari-hari.
b. Pengajaran ilmu sosial
Pengajaran ilmu sosial diharapkan agar murid kelak dapat

menjadi warga Negara yang lebih baik. Guru dapat membantu


muridnya agar bisa terjadi transfer dari ilmu sosial di sekolah ke dalam
kehidupan sehari-hari, antara lain dengan cara :

Konsep perlu dibuat lebih jelas dengan menggunakan audio visual

dan materi yang lebih konkrit.


Melakukan diskusi untuk menemukan situasi kehidupan dimana

pelajaran itu dapat digunakan.


Darmawisata dan studi trip perlu dilakukan untuk memberikan

pengetahuan yang penting bagi murid.


Aktivitas pelajaran diorganisir sedemikian rupa sehingga tampak
menarik bagi murid.

Guru membantu murid-muridnya untuk menemukan kesamaan


antara pelajaran di sekolah dengan pengalaman hidup sehari-hari
dengan memberikan gambaran contoh atau kasus-kasus yang
terjadi.

16

Meningkatkan Hasil Belajar Melalui Teori Transfer Belajar


Kurikulum sekolah menuntut sejumlah guru yang masingmasing memegang mata pelajaran sesuai bidang keahliannya agar
mudah dan jelas menanamkan pengertian tentang kaidah, prinsip dan
dalil dalam mata pelajaran ke dalam struktur kognitif anak didik
sehingga

hasil

belajar

dapat

ditransfer

untuk

memperoleh

pengetahuan dalam mempelajari mata pelajaran yang lain. Guru harus


mengajarkan

materi

pelajaran

yang

di

pegangnya

dengan

menghubungkan dengan mata pelajaran yang lain bila memang ada


hubungannya sehingga memungkinkan terjadinya transfer belajar.
Dengan banyaknya pandangan tentang teori transfer belajar,
penerapan transfer belajar di dalam kelas memerlukan pendekatan
yang sistematis dan konsisten jika pengajar menginginkan adanya
peningkatan pada hasil belajar siswa. Usaha yang disengaja dan sadar
harus dilakukan pada siswa maupun guru, dan kegiatan dan strategi
mengajar yang dilakukan harus memiliki tujuan, dan sesuai dengan
jenis

pengetahuan

yang

ingin

ditransfer,

begitu

juga

dengan

kemampuan siswa. Motivasi intrinsik harus ditingkatkan, karena


besarnya

motivasi

siswa

menentukan

kegigihan

mereka

dalam

mengerjakan sebuah tugas, yang kemudian akan mempengaruhi


sejauh mana transfer akan terjadi (Bransford, 2001). Guru dapat
membantu meningkatkan motivasi intrinsik dengan memastikan bahwa
tugas yang diberikan tidaklah membosankan ataupun sulit, tetapi
cukup menantang bagi siswa. Siswa harus mengerti dengan jelas apa
yang

harus

mereka

pelajari

dan

mengapa

mereka

harus

mempelajarinya. Siswa akan lebih termotivasi bila mereka mengerti


mengapa mereka harus mengerjakan tugas tertentu, atau bagaimana
tugas tersebut akan berguna bagi mereka.

17

Bab III
Kasus dan Pembahasan

Kegagalan

guru

dalam

melakukan

evaluasi

pembelajaran setiap akhir proses pembelajaran dalam kelas.


Dalam

dunia

pendidikan,

ada

juga

guru

yang

tidak

mengiraukan tentang kegiatan evaluasi, yang penting ia masuk kelas,


mengajar, mau ia laksanakan evaluasi di akhir pelajaran atau tidak itu
urusannya. Yang jelas pada akhir semester ia telah mencapai target
kurikulum. Akhir-akhir ini kalau kita teliti di lapangan, banyak guru
yang mengalami kegagalan dalam melaksanakan evaluasi di akhir
pelajaran.
Jika kita perhatikan dunia pendidikan, kita akan mengetahui
bahwa pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan,
selalu mengadakan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik
oleh pihak terdidik maupun oleh pendidik. Demikian pula dalam satu
kali proses pembelajaran, guru hendaknya menjadi seorang evaluator
yang baik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan
yang telah dirumuskan itu tercapai atau belum, dan apakah materi
pelajaran yang diajarkan sudah tepat yang akan menunjukkan
terjadinya efektivitas transfer belajar dalam proses belajar mengajar.
Semua pertanyaan tersebut akan dapat dijawab melalui kegiatan
evaluasi atau penilaian.
Dengan menelaah pencapaian tujuan pengajaran, guru dapat
mengetahui apakah proses belajar yang dilakukan cukup efektif
memberikan hasil yang baik dan memuaskan atau sebaliknya. Jadi
jelaslah bahwa guru hendaknya mampu dan terampil melaksanakan
penilaian, karena dengan penilaian guru dapat mengetahui prestasi
yang dicapai oleh siswa setelah ia melaksanakan proses belajar dan

18

apakah siswa benar-benar memahami materi pembelajarannya bila


diterapkan dalam kehidupan nyata.
Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar siswa, guru
hendaknya terus menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai
oleh siswa dari waktu ke waktu. Informasi yang diperoleh melalui
evaluasi ini merupakan umpan balik (feed back) terhadap proses
belajar mengajar. Umpan balik ini akan dijadikan titik tolak untuk
memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar selanjutnya.
Dengan

demikian

proses

belajar

mengajar

akan

terus

dapat

ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal.


Dengan diadakannya evaluasi, guru juga dapat mengetahui
kelemahan-kelemahan atau kekurangannya dalam menyampaikan
materi pelajaran dan mengapa transfer belajar yang terjadi tidak
maksimal. Sehingga guru dapat menata kembali atau meggunakan
strategi

baru

dalam

proses

pembelajaran

sehingga

akan

memaksimalkan proses transfer dan mendapatkan hasil yang lebih


baik dari sebelumnya.

19

Bab IV
Hasil Diskusi

Setiap manusia yang utuh adalah siswa dan guru sepanjang


hidupnya. Kita membantu diri kita sendiri untuk belajar, jadi kita
adalah guru untuk diri kita sendiri. Kita juga menolong orang lain untuk
belajar melalui kominikasi kita dengan orang lain. Meskipun dalam
percakapan santai, kita berusaha untuk menyampaikan informasi,
pengirim dan penerima informasi keduanya belajar dari proses
komunikasi ini. Selain itu, kita semua hidup dalalm masyarakat yang
membuat dan menggunakan peralatan yang memperluas kemampuan
fisik dan mental kita.
Transfer

belajar

dinilai

sebagai

sebuah

proses

dimana

seseorang menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah


dipelajarinya pada lingkungan baru dan pemecahan masalah yang
baru dan untuk menyelesaikan tugas pada situasi baru. (Pemikiran
tentang transfer belajar secara tradisional.)
Transfer

belajar

juga

dianggap

sebagai

sebuah

proses

mentransfer pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang,


juga pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki orang lain, pada diri
sendiri dan orang lain. (Pemikiran tentang mengajar sebagai transfer
belajar.)
Kemampuan untuk mempelajari transfer belajar dan untuk
benar-benar

menerapkan

transfer

belajar

tersebut

membangun

kemampuan otak yang sehat. Seharian, kita menemui permasalahan


dan tugas yang kita atasi pada tingkat ketidaksadaran dan atau yang

20

coba kita atasi pada tingkat kesadaran. Pada tiap situasi ini, kita
menggunakan transfer belajar.
Sebagai contoh, kegiatan menyeberang jalan. Pertimbangkan
permasalahan dalam menyeberang jalan. Kita sudah berkali-kali
menyeberang jalan sebelumnya. Bagaimanapun juga, pada tiap waktu
menyeberang jalan adalah permasalahan baru. Kondisi lampu lalu
lintas, waktu hari itu, cuaca, kondisi jalan, mobil yang sedang parkir di
jalan, banyaknya kendaraan yang lewat, dan sebagainya tidak
sepenuhnya situasi yang sama yang kita hadapi sebelumnya.
Tetapi, beberapa pola umum yang ada pada situasi tersebut
sama dengan apa yang sudah kita alami sebelumnya, dan otak kita
dirancang untuk melakukan pengenalan pola dalam ketidaksadaran.
Terlebih lagi, kita telah mengingat beberapa peraturan, seperti tengok
kanan-kiri sebelum menyeberang and mendengarka kendaraan yang
akan lewat. Pikiran atau otak kita cukup berpengalaman dalam
memperkirakan kecepatan dari kendaraan yang akan lewat dan
kecepatan kita dalam menyeberang jalan. Sehingga, transfer belajar
dari

ketidaksadaran

dan

kesadaran

dalam

pikiran

dan

tubuh

membantu kita berhasil menyeberang jalan.


Jadi, transfer belajar bukanlah hal yang sulit. Kita semua
melakukannya berulang-ulang dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Transfer yang terjadi berasal dari pengetahuan dan keterampilan yang
telah

kita

alami

berulangkali,

dan

dimana

kita

menggunakan

pengetahuan dan keterampilan tersebut secara rutin.

21

Bab V
Penutup

Transfer

belajar

adalah

penerapan

pengalaman

dan

pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya pada pembelajaran atau


pemecahan masalah dalam situasi baru. Terdapat banyak teori tentang
transfer belajar dengan pandangan dari berbagai tokoh. Dengan
berbagai

teori

yang

ada

tentang

transfer

belajar,

guru

dapat

mengaplikasikan teori tersebut ke dalam proses mengajarnya. Transfer


belajar yang terjadi di dalam sebuah proses belajar mengajar akan
maksimal apabila guru mampu menemukan dan membangun sistem
pembelajaran yang sesuai dengan kondisi peserta didik. Dengan
demikian, peserta didik akan lebih mudah dalam memahami materi
yang diajarkan oleh guru dan mereka mampu menerapkan hasil belajar
mereka itu dalam kehidupan sehari-harinya.

22

23

Daftar Pustaka

Crow, Lester D., & Crow, Alice. 1958. Educational Psychology. New
York: American Book Company
Haskel, Robert E. 2000. Transfer of Learning: Cognition, Instruction,
and Reasoning. San Diego: Academic Press.
Santrock, John W. 2009. Educational Psychology. New York: McGraw
Hill.
Slavin, Robert E. 1997. Educational Psychology: Theory and Practice.
Needham Heights: Allyn & Bacon.
Syah, Muhibbin. 2006. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
Bandung: Remaja Rosdakarya
http://aniendriani.blogspot.com/2011/03/transfer-dalam-belajar.html
http://arifnurohmnan.wordpress.com/2011/02/05/psikologi-lupa-dantransfer-belajar/
http://en.wikipedia.org/w/index.php?
title=Special:Search&search=theory+transfer+learning&fulltex
t=Search&ns0=1&redirs=1
http://jeffy-louis.blogspot.com/2011/01/kegagalan-guru-dalamproses.html
http://learnweb.harvard.edu/alps/thinking/docs/traencyn.htm
http://mihwanuddin.wordpress.com/2011/01/07/makalah-transferbelajar-transfer-of-learning/
http://www.scribd.com/doc/25489007/Transfer-of-Learning-Assgmt

Pembagian tugas kelompok


Prima : Pengertian dan Teori Transfer Belajar
Dyah : Jenis-jenis Transfer Belajar
Okta

: Nilai Transfer dalam Praktek Kependidikan dan Pengajaran

Sabrina : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Transfer Belajar

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai