Anda di halaman 1dari 10

TRANSFER BELAJAR, LUPA DAN JENUH BELAJAR

A. Transfer Belajar
1. Pengertian Transfer Belajar
Transfer dalam belajar adalah pengetahuan dan keterampilan siswa sebagai hasil belajar
pada masa lalu sering kali mempengaruhi proses belajar yang dialaminya sekarang. [1] Transfer
dalam belajar yang lazim di sebut transfer belajar (transfer of learning) itu mengandung arti
pemindahan keterampilan hasil belajar dari satu situasi ke situasi lainnya (Reber 1988). Kata
“pemindahan keterampilan” tidak berkonotasi hilangnya keterampilan menghilangkan sesuatu
pada masa lalu karena di ganti dengan keterampilan baru pada masa sekarang. Oleh sebab itu,
definisi di atas harus dipahami sebagai pemindahan pengaruh atau pengaruh keterampilan
melakukan sesuatu terhadap tercapainya keterampilan melakukan sesuatu lainnya.
Transfer belajar adalah pengalihan hasil belajar yang telah dilakukan terhadap proses
belajar yang sedang dilakukan. [2]
Gagasan awal transfer pembelajaran diperkenalkan sebagai praktik pengalihan oleh
Edward Thorndike dan Robert S. Woodworth (1901). Mereka mengeksplorasikan bagaimana
orang-orang akan melakukan transfer belajar dalam satu konteks ke konteks yang lain yang sama
atau mirip karakteristiknya. Teori mereka menyiratkan bahwa transfer pembelajaran tergantung
pada proporsi tugas belajar dan tugas pemindahan pada kondisi yang mirip. [3]
Peristiwa pemindahan pengaruh (transfer) sebagaimana tersebut di atas pada umumnya
atau hampir selalu membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap aktivitas dan hasil
pembelajaran materi pelajaran atau keterampilan lain. Sehingga transfer belajar dapat di bagi
menjadi dua kategori, yakni transfer positif dan transfer negatif.
Sedangkan menurut Gagne seorang education Psychologist (pakar psikologi pendidikan)
yang masyhur, transfer dalam belajar dapat digolongkan ke dalam empat kategori, yang mana
penjelasan lebih lanjut mengenai aneka ragam transfer baik dari Thorndike maupun dari Robert
M. Gagne adalah sebagai berikut: [4]
a. Transfer positif
Yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Transfer positif
dapat terjadi dalam diri seorang siswa apabila guru membantu untuk belajar dalam situasi
tertentu yang mempermudah siswa tersebut belajar dalam situasi-situasi lainnya. Dalam hal ini,
transfer positif menurut Barlow (1985) adalah learning in one sitaution helpful in other
situations, artinya belajar dalam suatu situasi yang dapat membantu belajar dalam situasi-situasi
lain.
Contoh, seorang siswa yang telah menguasai matematika akan mudah mempelajari
statistika, karena banyaknya kesamaan hukum, prinsip ataupun rumus yang ada di matematika
dan statistika.
Tugas guru adalah mengupayakan agar terjadi transfer positif, seperti : [5]
a. menyambungkan pengetahuan, keterampilan dan keahlian yang telah diberikan kepada siswa
dengan yang akan diberikan.
b. mempersiakan siswa untuk dapat mengikuti pembelajaran yang dilakukan dengan pertanyaan dan
penjelasan yang mengantarkan ke penjelasan inti.
c. memberikan penugasan yang memungkinkan siswa melakukan persiapan sebelum mengikuti
pembelajaran baik di rumah maupun di kelas.
b. Transfer negatif
Yaitu transfer yang berefek buruk terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Transfer negatif
dapat dialami seorang siswa apabila ia belajar dalam situasi tertentu yang memiliki pengaruh
merusak terhadap keterampilan/pengetahuan yang dipelajari dalam situasi-situasi lainnya.
Pengertian ini di ambil dari pakar psikologi pendidikan oleh Daniel Lenox Barlow (1985) yakni
learning in one situation has a damaging effect in other situations.
Contoh, orang yang sudah terbiasa mengetik dengan menggunakan dua jari, kalau belajar
mengetik dengan menggunakan sepuluh jari akan lebih banyak mengalami kesukaran dari pada
orang yang baru belajar mengetik. Artinya, keterampilan yang sebelumnya sudah dimiliki
menjadi penghambat belajar keterampilan lainnya.
c. Transer vertikal (tegak lurus)
Yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan/keterampilan yang
lebih tinggi. Transfer vertikal (tegak lurus) dapat terjadi dalam diri seorang siswa apabila
pelajaran yang telah dipelajari dalam situasi tertentu membantu siswa tersebut dalam menguasi
pengetahuan/keterampilan yang lebih tinggi/rumit.
Contoh, seorang siswa SD yang telah menguasai prinsip penjumlahan dan pengurangan
akan mudah mempelajari perkalian, atau seorang anak yang telah menguasai mata pelajaran
nahwu dan shorrof akan sangat mudah mempelajari kitab-kitab fiqh, tafsir dan sejenisnya.
Agar memperoleh transfer vertikal, guru sangat dianjurkan untuk menjelaskan kepada para
siswa secara eksplisit mengenai faedah materi yang sedang diajarkannya bagi kegiatan belajar
materi lainnya yang lebih kompleks. Upaya ini penting sebab kalau siswa tidak memiliki alasan
yang benar mengapa ia harus mempelajari materi yang sedang diajarkan gurunya itu, mungkin ia
tak akan mampu memanfaatkan materi tadi untuk mempelajari materi lainnya yang lebih rumit.
d. Transfer lateral (ke arah samping)
Yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan/keterampilan yang
sederajat. Transfer lateral (ke arah samping) dapat terjadi dalam diri seorang siswa apabila ia
mampu menggunakan materi yang telah dipelajarinya untuk mempelajari materi yang sama
kerumitannya dalam situasi-situasi yang lain. Dalam hal ini, perubahan waktu dan tempat tidak
mengurangi mutu hasil belajar siswa tersebut.
Contoh, seorang mempunyai orang yang mempelajari dan memahami mata pelajaran
bahasa asing yang mempunyai struktur gramatika, susunan kata, sintaksis yang sama. Seperti
mempelajari dan memahami bahasa inggris akan mempermudah mempelajari bahasa jerman.
Dengan adanya empat tipe transfer yang telah disebutkan di atas maka seorang guru harus
berupaya agar terjadi transfer yang positif, yaitu bagaimana ia dapat menyusun dan menata
suasana belajar yang dapat bermanfaat pada aktifitas belajar siswa. Pada tataran praksis seorang
guru harus dapat mengupayakan proses belajar yang mempunyai kesesuaian dan kemiripan dunia
keseharian anak. Atau dengan kata lain bagaimana seorang guru dapat mengupayakan suatu
proses pelajaran yang membumi, dan tidak mengawang-awang, sehingga anak mempunyai bekal
untuk dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang didapatkannya di bangku sekolah dalam
kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian diharapkan pendidikan yang diselenggarakan dapat mempersiapkan
siswa untuk dapat terjun ke kehidupan nyata di masyarakat setelah ia menamatkan
pendidikannya.
Transfer belajar harus sesuai dengan materi yang diajarkan karena pada dasarnya seorang
siswa hanya menerima apa yang disampaikan guru dan siswa harus mengalami sendiri dari
prosesnya secara langsung. Contohnya :
- Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.
- Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit).
- Penting bagi siswa mengetahui alasan dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan
dan keterampilan itu. [6]
2. Teori-teori yang berkaitan dengan Transfer Belajar
Masalah pokok yang di bahas oleh Albert Bapp adalah tentang transfer belajar.[7] Transfer
belajar ini terdiri atas tiga teori, yakni:
a. Teori disiplin ilmu/ilmu daya, yang menjelaskan bahwa daya jiwa pada manusia itu dapat di
latih. Dan setelah berlatih dengan baik, daya-daya itu dapat digunakan pula untuk pekerjaan yang
lain yang menggunakan daya tersebut, dengan demikian terjadilah transfer belajar. Misalnya
seorang anak yang semenjak kecil melatih diri cara-cara melempar dengan tepat, mula-mula ia
melempar dengan batu, kemudian di sekolah ia sering bermain kasti sehingga terlatih pula
melempar dengan bola. Menurut teori daya, anak yang telah mempunyai kemampuan lari,
lompat, loncat akan menghasilkan kemampuan dalam bidang atletik.
b. Teori elemen identik, yang berpandangan bahwa transfer belajar dari satu bidang ke bidang studi
yang lain atau bidang studi sekolah ke kehidupan sehari-hari, terjadi berdasarkan unsur-unsur
yang sama. Misalnya antara bidang studi fisika dan ilmu mekanika, dan sebagainya. Menurut
teori ini Hakekat transfer belajar adalah pengalihan dari penguasaan suatu unsur tertentu pada
bidang studi yang lain, makin banyak adanya unsur-unsur yang sama akan semakin besar
terjadinya transfer belajar postif. Unsur-unsur identik dapat di transfer ke unsur-unsur identik
lainnya, yang sering juga di sebut sebagai “teori elemen identik”.[8]
c. Teori generalisasi, bahwa transfer belajar lebih berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
menangkap struktur pokok, pola dan prinsip umum, yang dengannya mampu menangkap ciri-ciri
atau sifat-sifat umum yang terdapat dalam sejumlah hal yang khusus. Misalnya ketika seseorang
menguasai dalam kaidah-kaidah pokok dalam hukum islam (ushul fiqh), maka ia akan dengan
mudah menguasai ketentuan hukum yang lebih terperinci dalam hukum islam.
3. Faktor-Faktor Penyebab Transfer Belajar
a. Intelegensi, individu yang lancar dan pandai biasanya segera mampu menganalisa dan dapat
melihat hubungan logis, ia segera melihat unsur-unsur yang sama serta pola dasar atau kaidah
hukum, sehingga sangat mudah terjadi transfer.
b. Sikap, Meskipun orang mengerti dan memahami sesuatu serta hubungannya dengan yang lain,
tetapi pendirian/kecenderungannya menolak/sikap negatif, maka transfer tidak akan terjadi, dan
demikian sebaliknya.
c. Materi Pelajaran, Biasanya mata pelajaran yang mempunyai daerah berdekatan akan mudah
terjadi transfer. Contohnya: Matematika dengan Statistika, Ilmu Jiwa Daya dengan Sosiologi
akan lebih mudah terjadi transfer.
d. Sistem Penyampaian Guru, Pendidik yang senantiasa menunjukkan hubungan antara suatu
pelajaran yang sedang dipelajari dengan mata pelajaran yang lain atau dengan menunjuk
kehidupan nyata yang dialami anak, biasanya akan mudah terjadi transfer.
B. Lupa dan Jenuh Belajar
1. Lupa
Lupa (Forgetting) adalah hilangnya kemampuan untuk menyebutkan atau memproduksi
kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari. Menurut Gulo (1982) dan Reber (1988)
mendefinisikan lupa sebagai ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah
dipelajari atau dialami. [9] Dapat kita ambil garis besar pengertian dari Gulo dan Reber bahwa
sebenarnya lupa bukanlah kita kehilangan item pemahaman baik informasi maupun pengetahuan,
melainkan hanya ketidakmampuan kita mengeluarkan kembali apa yang telah kita pelajari dan
kita amati di masa yang lalu.
Karen Markowitz dan Eric Jensen menyebutkan bahwa mengingat lalu melupakan adalah
suatu fenomena umum. [10] ia merupakan suatu pengendalian biologis yang membantu kita
mempertahankan keseimbangan dalam dunia yang dipenuhi oleh rangsangan sensor. Oleh karena
itu, melupakan sesuatu bukanlah hal yang buruk. Ia hanya membedakan antara informasi yang
penting dan tidak penting. Melupakan itu sangat tidak menguntungkan jika informasi itu sangat
diinginkan kita. Hal yang di ingat adalah hal yang tidak dilupakan, dan hal yang tidak dilupakan
adalah hal yang tidak di ingat (tak dapat di ingat kembali). [11]
Faktor-faktor penyebab lupa :
1. Lupa dapat terjadi jika karena gangguan konflik antara item-item informasi atau materi yang ada
dalam sistem memori seseorang. Gangguan konflik ini terbagi menjadi 2 macam:
a. Proactive Interference, Gangguan ini terjadi jika item-item atau materi pelajaran yang lama telah
tersimpan dalam subsistem akal permanennya mengganggu masuknya materi pelajaran baru.
Dalam hal ini gangguan seperti ini terjadi jika seorang siswa mempelajari sebuah materi
pelajaran yang sangat mirip dengan materi pelajaran yang telah dikuasainya dalam waktu yang
relatif pendek. Dalam keadaan demikian materi pelajaran yang baru sulit untuk di ingat dan
dengan sangat mudah untuk dilupakan.
b. Retroactive Interference, Gangguan ini terjadi jika materi pelajaran baru membawa konflik dan
gangguan terhadap pemanggilan kembali materi pelajaran yang telah lebih dahulu tersimpan
dalam subsistem akal permanennya siswa tersebut. Dalam hal ini materi pelajaran lama akan
sangat sulit diingat atau diproduksi kembali (siswa tersebut lupa akan materi pelajaran lama itu).
2. Lupa dapat terjadi ketika terjadi tekanan terhadap item yang telah ada baik sengaja atau tidak.
Repression theory (Reber, 1988). Penekanan ini terjadi karena beberapa kemungkinan:
a. Karena item informasi (pengetahuan, tanggapan, kesan, dan sebagainya) yang di terima siswa
kurang menyenangkan sehingga ia dengan sengaja menekannya hingga ke alam ketidak sadaran.
b. Karena item informasi yang baru secara otomatis menekan item informasi yang lama yang telah
ada (seperti retroaktif).
c. Item informasi yang ada tertekan ke alam bawah sadar karena lama tidak digunakan.
3. Lupa dapat terjadi karena perbedaan situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu
mengingat kembali item tersebut (Anderson, 1990). Contohnya: ketika anak-anak belajar
mengenai nama binatang yang ada dalam gambar seperti jerapah dan kuda nil, maka anak-anak
akan kesulitan untuk mengingat kembali nama hewan tersebut ketika melihatnya di kebun
binatang.
4. Lupa dapat terjadi karena adanya perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses dan situasi
belajar tertentu. Jadi, meskipun seorang siswa telah mengikuti proses mengajar belajar dengan
tekun dan serius, tetapi karena sesuatu hal sikap dan minat siswa tersebut menjadi sebaliknya
(seperti karena ketidak senangan kepada guru) maka materi pelajaran itu akan mudah
terlupakan.
5. Menurut law of disuse (Hilgard dan Bower 1975), lupa dapat terjadi karena materi pelajaran yang
telah dikuasai tidak pernah digunakan atau dihafalkan siswa. Menurut asumsi sebagian ahli,
materi yang diperlakukan demikian dengan sendirinya akan masuk ke alam bawah sadar atau
mungkin juga bercampur aduk dengan materi pelajaran baru.
6. Lupa juga dapat disebabkan karena adanya perubahan syaraf dalam otak. Contohnya pada
seseorang yang terserang penyakit tertentu, atau pada mereka yang kecanduan alcohol atau gegar
otak, dapat menyebabkan seseorang kehilangan item informasi yang ada dalam memorinya
secara permanen.
7. Decay Theory adalah teori ini menyatakan bahwa item informasi yang hendak di serap telah
rusak sebelum dimasukkan ke dalam memori permanen seseorang. Kerusakan ini biasanya
disebabkan oleh tenggang waktu antara saat diserapnya item informasi dengan saat proses
pengkodean dan transformasi dalam memori jangka pendek siswa tersebut (Anderson, 1990).
8. lupa dapat terjadi karena suatu informasi itu tidak penting. Lain halnya apabila suatu infoermasi
itu penting. Yang di sebut dengan penting di sini ialah seberapa besar suatu informasi menarik
minat. Jadi, jika suatu informasi tidak di anggap penting ia tidak akan di simpan dalam ingatan
jangka panjang, ia hanya tersimpan dalam ingatan jangka oendek.
Kiat mengurangi Lupa dalam belajar:
1. Over learning
Over learning (belajar lebih) artinya upaya belajar yang melebihi batas penguasaan dasar
atas materi pelajaran tertentu. Over learning terjadi apabila respons atau reaksi tertentu muncul
setelah siswa melakukan pembelajaran atas respon tersebut dengan cara di luar kebiasaan.
Banyak contoh yang dapat dipakai untuk over learning, antara lain pembacaan teks Pancasila
pada setiap hari Senin memungkinkan ingatan siswa terhadap teks Pancasila lebih kuat.
2. Extra study time
Extra study time (tambahan waktu belajar) ialah upaya penambahan alokasi waktu belajar
atau penambahan frekuensi aktivitas belajar. Penambahan alokasi waktu belajar materi tertentu
berarti siswa menambah jam belajar, misalnya dari satu jam menjadi dua jam waktu belajar.
Penambahan frekuensi belajar berarti siswa meningkatkan kekerapan belajar materi tertentu,
misalnya dari sekali sehari menjadi dua kali sehari. Kiat ini dipandang cukup strategis karena
dapat melindungi memori dari kelupaan.
3. Mnemonic device
Mnemonic device (muslihat memori) yang sering juga hanya disebut mnemonic itu berarti
kiat khusus yang dijadikan “alat pengait” mental untuk memasukkan item-item informasi ke
dalam system akal siswa. Muslihat mnemonic ini banyak ragamnya, diantaranya:
- Singkatan, yakni terdiri atas huruf-huruf awal nama atau istilah yang harus diingat siswa.
Pembuatan singkatan-singkatan ini seyogianya dilakukan sedemikian rupa sehingga menarik dan
memiliki kesan tersendiri.
- Sistem kata pasak (peg word system), yakni sejenis teknik mnemonic yang menggunakan
komponen-komponen yang sebelumnya telah dikuasai sebagai pasak (paku) pengait memori
baru. Kata komponen pasak ini dibentuk berpasangan yang memiliki kesamaan watak (baik itu
warna, rasa, dan seterusnya). Misalnya langit-bumi; panas-api; merah-darah; dan seterusnya.
- Rima (Rhyme), yakni sajak yang di buat sedemikian rupa yang isisnya terdiri atas kata dan istilah
yang harus di ingat siswa.
4 4 . Clustering
Clustering (pengelompokkan) ialah menata ulang item-item materi menjadi kelompok-
kelompok kecil yang dianggap lebih logis dalam arti bahwa item-item tersebut memiliki
signifikansi dan lafal yang sama atau sangat mirip. Penataan ini direkayasa sedimikian rupa
dalam bentuk daftar-daftar item materi sehingga mudah untuk dihafalkan.
5. Distributed Practice (Latihan terbagi)
Lawan latihan terbagi adalah latihan terkumpul yang sudah tidak efektif karena mendorong
siswa melakukan cramming. Dalam latihan terbagi siswa melakukan latihan-latihan dengan
alokasi waktu yang pendek dan dipisah-pisahkan antara waktu-waktu istirahat. Upaya demikian
dilakukan untuk menghindari cramming, yakni banyak belajar materi secara tergesa-gesa dalam
waktu yang singkat.
6. Pengaruh letak bersambung
Siswa dianjurkan menyusun daftar kata-kata (nama, istilah, dan sebagainya) yang diawali
dan diakhiri dengan kata-kata yang harus di ingat. Kata-kata tersebut sebaiknya ditulis dengan
menggunakan huruf dan warna yang mencolok agar tampak sangat berbeda dari kata-kata
lainnya yang tidak perlu diingat sehingga kata-kata tersebut melekat erat dalam ingatan siswa.
2. Jenuh Belajar
Secara harfiah, arti jenuh ialah padat atau penuh sehingga tidak mampu lagi memuat apa
pun. Selain itu, jenuh juga dapat berarti jemu atau bosan. Kejenuhan belajar ialah rentang waktu
tertentu yang digunakan untuk belajar, tetapi tidak mendatangkan hasil (Reber, 1988).[12]
Seorang siswa yang mengalami kejenuhan belajar merasa seakan-akan pengetahuan dan
kecakapan yang diperoleh dari belajar tidak ada kemajuan. Tidak adanya kemajuan hasil belajar
ini pada umumnya tidak berlangsung selamanya, tetapi dalam rentang waktu tertentu saja,
misalnya seminggu. Namun tidak sedikit siswa yang mengalami rentang waktu yang membawa
kejenuhan itu berkali-kali dalam satu periode belajar tertentu.
Menurut Cross (1974) dalam bukunya The Psychology of Learning, [13] keletihan siswa
dapat dikategorikan menjadi tiga macam:
1. Keletihan indera siswa,
2. Keletihan fisik siswa,
3. Keletihan mental siswa.
Keletihan indera dan keletihan fisik dalam hal ini mata dan telinga pada umumnya dapat
dikurangi atau dihilangkan lebih mudah setelah siswa beristirahat cukup terutama tidur nyenyak
dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang cukup bergizi. Sebaliknya, keletihan mental tak
dapat diatasi dengan cara yang sederhana cara mengatasi keletihan-keletihan lainnya. Itulah
sebabnya, keletihan mental dipandang sebagai faktor utama penyebab munculnya kejenuhan
belajar.
Faktor-faktor penyebab keletihan mental siswa bisa kita lihat di bawah ini:
1. Karena kecemasan siswa terhadap dampak negatif yang ditimbulkan oleh keletihan itu sendiri;
2. Karena kecemasan siswa terhadap standar/patokan keberhasilan bidang-bidang studi tertentu
yang dianggap terlalu tinggi terutama ketika siswa tersebust sedang merasa bosan mempelajari
bidang-bidang studi tadi.
3. Karena siswa berada di tengah-tengah situasi kompetitif yang ketat dan menuntut lebih banyak
kerja intelek yang berat.
4. Karena siswa mempercayai konsep kinerja akademik yang optimum, sedangkan ia sendiri
menilai belajarnya sendiri hanya berdasarkan ketentuan yang ia buat sendiri.
Selanjutnya, keletihan mental yang menyebabkan munculnya kejenuhan belejar itu
lazimnya dapat diatasi dengan menggunakan kiat-kiat antara lain sebagai berikut:
1. Melakukan istirahat dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi dengan takaran
yang cukup banyak.
2. Pengubahan atau penjadwalan kembali jam-jam dari hari-hari belajar yang dianggap lebih
memungkinkan siswa belajar lebih giat.
3. Pengubahan atau penataan kembali lingkungan belajar siswa yang meliputi pengubahan posisi
meja tulis, lemari, rak buku, alat-alat perlengkapan belajar dan sebagainya sampai
memungkinkan siswa merasa berada disebuah kamar baru yang lebih menyenangkan untuk
belajar.
4. Memberikan motivasi dan stimulasi baru agar siswa merasa terdorong untuk belajar lebih giat
daripada sebelumnya.
5. Siswa harus berbuat nyata (tidak menyerah atau tinggal diam) dengan cara mencoba belajar dan
belajar lagi.
Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan jenuh belajar adalah sebagai berikut: [14]
1. Seorang kehilangan motivasi dan konsolidasi pada suatu level ilmu pengetahuan dan
keterampilan.
2. Munculnya kebosanan dan keletihan karena kemampuan seseorang telah sampai pada batas
maksimalnya dalam belajar.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offest, 2010), hlm 164.
[2] Muchlis Sholihin, Psikologi Belajar PAI, (Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2006), hlm
51.
[3] Sudarwan Danim, Psikologi Pendidikan (Dalam Perspektif Baru), (Bandung: Alfabeta, 2010),
hlm 189.
[4] Muhibbin Syah, Psikologi, hlm 165-166.
[5] Mochlis Sholichin, Psikologi Belajar Aplikasi Teori Belajar dalam Pembelajaran, (Surabaya:
CV. Salsabila Putra Pratama, 2013), hlm 218.
[6] Sofan Amri, Proses Pembelajaran Kreatif & Motifasi dalam Kelas. (Jakarta: Prestasi Pustaka,
2010), hlm .
[7] Oemar Hamalik, Psikologi Belajar Mengajar. (Banfung: Sinar Baru Algensindo, 2009), hlm
52.
[8] Sudarwan Danim, Psikologi), hlm 189.
[9] Muhibbin Syah, Psikologi , hlm 155-156.
[10] Mahmud, Psikologi Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm 164.
[11] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), hlm
47.
Muhibbin Syah, psikologi, hlm 162.
[12]
Ibid, hlm 163.
[13]
Muchlis Sholihin, Psikologi, hlm 56.
[14]
Diposkan oleh Sky Blue di 04.55

Anda mungkin juga menyukai