Anda di halaman 1dari 14

Makalah Kinetika Katalis

Katalisis Pada Produksi Bahan Kimia dan Energy dari Sumber


Terbarukan

Katalisis pada Biodiesel dengan Menggunakan Minyak Nabati

JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN

2013
Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono – alkyl ester dari rantai
panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar mesin diesel dan terbuat dari
sumber terbaharui seperti minyak nabati misalnya: minyak sawit, minyak kelapa, minyak kemiri,
minyak jarak pagar, dan minyak berbagai tumbuhan yang mengandung trigliserida. Sebuah proses
transesterifikasi digunakan untuk mengubah minyak dasar (minyak nabati) menjadi ester yang
diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Setelah melewati proses ini, biodiesel memiliki sifat
pembakaran yang mirip dengan diesel (solar) minyak bumi. Zat ini merupakan kandidat yang paling
dekat untuk menggantikan bahan baku fosil (solar) sebagai sumber energi utama dunia, karena ia
merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel petrol di mesin. Biodiesel telah
banyak digunakan sebagai bahan bakar pengganti solar. Bahan baku biodiesel yang dikembangkan
bergantung pada sumber daya alam yang dimiliki suatu negara, minyak kanola di Jerman dan
Austria, minyak kedelei di Amerika Serikat, minyak sawit di Malaysia, dan minyak kelapa di Filipina
Indonesia mempunyai banyak sekali tanaman penghasil minyak lemak nabati, diantaranya adalah
kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, jarak, nyamplung, dan lain-lain. Beberapa tanaman yang potensial
untuk bahan baku biodiesel dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Beberapa tanaman penghasil minyak di Indonesia
Nama latin Nama Indonesia Nama lain (daerah)
Elaeis guineensis Kelapa sawit Sawit, kelapa sawit
Ricinus communis Jarak (kastroli) Kaliki, jarag (Lampung)
Jatropha curcas Jarak pagar -
Ceiba pentandra Kapok Randu (Sunda, Jawa)
Chalopyllum inophyllum Nyamplung nyamplung
Ximena americana Bidaro Bidaro

(Sumber : Pusat Penelitian Energi ITB)

Agar dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti solar, biodiesel harus mempunyai kemiripan
sifat fisik dan kimia dengan minyak solar. Salah satu sifat fisik yang penting adalah viskositas.
Sebenarnya, minyak lemak nabati sendiri dapat dijadikan bahan bakar, namun, viskositasnya terlalu
tinggi sehingga tidak memenuhi persyaratan untuk dijadikan bahan bakar mesin diesel. Perbandingan
sifat fisik dan kimia biodiesel dengan minyak solar disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 perbandingan sifat fisik dan kimia biodiesel dan solar


Sifat fisik / kimia Biodiesel Solar
Komposisi Ester alkil Hidrokarbon
Densitas, g/ml 0,8624 0,8750
Viskositas, cSt 5,55 4,6
Titik kilat, oC 172 98
Angka setana 62,4 53
Energi yang dihasilkan 40,1 MJ/kg 45,3 MJ/kg

(Sumber : Internasional Biodiesel, 2001)

Apalagi biodiesel memiliki kelebihan lain dibanding dengan solar, yakni :


1. Angka setana lebih tinggi (>57) sehingga efisiensi pembakaran lebih baik
dibanding dengan minyak solar.
2. Biodiesel diproduksi dari bahan pertanian sehingga dapat terus diperbaharui
3. Ramah lingkungan karena tidak ada emisi gas sulfur
4. Aman dalam penyimpanan dan transfortasi karena tidak mengandung racun.
5. Meningkatkan nilai produk pertanian Indonesia
6. Memungkinkan diproduksi dalam skala kecil dan menengah sehingga bisa
diproduksi di daerah pedesaan

Pada prinsipnya, proses pembuatan biodiesel sangat sederhana. Biodiesel dihasilkan melalui
proses yang disebut reaksi esterifikasi asam lemak bebas atau reaksi transesterifikasi trigliserida.
Reaksi transesterifikasis sendiri adalah suatu proses penggantian alkohol dari suatu gugus
ester (trigliserida) dengan ester lain atau mengubah asam–asam lemak ke dalam bentuk ester
sehingga menghasilkan alkyl ester. Proses tersebut dikenal sebagai proses alkoholisis. Proses
alkoholisis ini merupakan reaksi biasanya berjalan lambat namun dapat dipercepat dengan bantuan
suatu katalis. Katalis yang biasa dipergunakan adalah katalis asam seperti HCl dan H2SO4, dan katalis
basa NaOH dan KOH. Reaksi sederhananya:
katalis

Minyak lemak + alkohol/metanol biodiesel + gliseril


Trigliserida

Minyak atau lemak adalah substansi yang bersifat non soluble di air (hidrofobik) terbuat dari
satu mol gliserol dan tiga mol asam lemak. Minyak atau lemak juga biasa dikenal sebagai trigliserida.
Struktur kimia trigliserida disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Rumus bangun trigliserida

R1, R2, dan R3 merupakan rantai hidrokarbon yang berupa asam lemak dengan jumlah atom C lebih
besar dari sepuluh. Senyawa inilah yang akan dikonversi menjadi ester melalui reaksi transesterifikasi.

Asam Lemak Bebas

Selain mengandug trigliserida, minyak lemak nabati juga mengandung asam lemak bebas
(free fatty acid), fosfolipid, sterol, air, odorants, dan pengotor-pengotor lainnya. Di antara kandungan-
kandungan tersebut yang perlu diperhatikan ialah asam lemak bebas.

Asam lemak bebas merupakan pengotor yang tidak boleh ada dalam reaksi transesterifikasi.
Asam lemak bebas bereaksi dengan basa (katalis reaksi transesterifikasi) membentuk sabun dan air.
Selain itu, reaksi transesterifikasi menghasilkan produk samping berupa gliserin. Sabun sulit
dipisahkan dari gliserin, sehingga adanya asam lemak bebas dalam reaksi transesterifikasi dapat
menyebabkan kesulitan dalam pemisahan produk.

Alkohol

Alkohol digunakan sebagai reaktan dalam reaksi esterifikasi maupun transesterifikasi. Alkohol
yang sering digunakan adalah metanol, etanol, propanol, dan isopropanol. Dalam skala industri,
metanol lebih banyak digunakan karena harganya lebih murah daripada alkohol yang lain.
Alkohol diumpankan dalam reaksi esterifikasi maupun transesterifikasi dalam jumlah berlebih
untuk mendapatkan konversi maksimum. Pemakaian alkohol yang berlebih tentu saja menambah
biaya produksi pembuatan biodiesel, oleh karena itu alkohol sisa di daur ulang.

Katalis

Katalis adalah suatu zat yang berfungsi mempercepat laju reaksi dengan
menurunkan energi aktivasi, namun tidak menggeser letak keseimbangan. Penambahan katalis
bertujuan untuk mempercepat reaksi dan menurunkan kondisi operasi. Tanpa katalis reaksi
transesterifikasi baru dapat berjalan pada suhu 250oC. Ketika reaksi selesai, kita akan mendapatkan
massa katalis yang sama seperti pada awal kita tambahkan. Katalis yang dapat digunakan dapat
berupa katalis homogen atau heterogen, yaitu :
a) Katalis homogen merupakan katalis yang mempunyai fasa sama dengan reaktan dan produk.
Katalis homogen yang banyak digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah katalis basa/alkali
seperti kalium hidroksida (KOH) dan natrium hidroksida (NaOH). Penggunaan katalis homogen
ini mempunyai kelemahan yaitu: bersifat korosif, berbahaya karena dapat merusak kulit, mata,
paru-paru bila tertelan, sulit dipisahkan dari produk sehingga terbuang pada saat
pencucian,mencemari lingkungan, tidak dapat digunakan kembali. Keuntungan dari katalis
homogen adalah tidak dibutuhkannya suhu dan tekanan yang tinggi dalam reaksi.
Kekurangannya pemisahan katalis homogen ini cukup sulit.
b) Katalis heterogen merupakan katalis yang mempunyai fasa yang tidak sama dengan reaktan
dan produksi. Jenis katalis heterogen yang dapat digunakan pada reaksi transeseterifikasi adalah
CaO, MgO, dan SrO.
 CaO(Kalsuim Oksida)
Kalsium oksida biasanya dibuat oleh dekomposisi termal dari bahan seperti kapur, yang
mengandung kalsium karbonat (CaCO3; mineral kalsit ). Hal ini tercapai dengan
memanaskan bahan sampai suhu diatas 825 °C, proses ini dinamakan calcination atau
lime-burning , untuk memisahkan CO2 dari senyawa. Ini dilakukan dengan memanaskan
material di atas 825 ° C. CaO telah diteliti sebagai katalis basa yang kuat dimana untuk
menghasilkan biodiesel menggunakan CaO sebagai katalis basa mempunyai banyak
manfaat, misalnya aktivitas yang tinggi, kondisi reaksi yang rendah, masa katalis yang
lama, serta biaya katalis yang rendah.
 MgO(Magnesium Oksida)
Magnesium Oksida memiliki sifat fisik yang sama namun tidak terlalu sering digunakan
dikarenakan katalis ini tidak terlalu efisien disbanding katalis CaO.
 SrO (Stronsium Oksida)
Stronsium oksida merupakan oksida basa karena mengandung ion oksida. Katalis ini
jarang digunakan didalam penelitian, salah satu penyebabnya ialah harga katalis ini yang
relatif cukup mahal dibandingkan dengan katalis basa heterogen lainnya. Stronsium
oksida merupakan oksida logam yang sangat aktif dan akan larut dalam media reaksi.
Pada proses transesterifikasi minyak kedelai dengan SrO sebagai katalis basa padat akan
menghasilkan metil ester 90% yield. Katalis itu stabil bahkan setelah 10 siklus reaksi. SrO
dapat mempercepat banyak reaksi kimia, seperti pasangan oksidatif metana (gas),
oksidasi selektif sejenis metan, dan reaksi nitroaldol.
Keuntungan menggunakan katalis heterogen adalah: mempunyai aktivitas yang tinggi,
kondisi reaksi yang ringan, masa hidup katalis yang panjang, biaya katalis yang rendah, tidak
korosif, ramah lingkungan dan menghasilkan sedikit masalah pembuangan, dapat dipisahakan
dari larutan produksi sehingga dapat digunakan kembali. Pada umumnya pemisahan katalis basa
heterogen tidak terlalu sulit, pemisahannya dapat dilakukan dengan filtrasi atau dekantasi.

Katalis Reaksi Esterifikasi

Reaksi esterifikasi berjalan baik jika dalam suasana asam. Katalis yang sering digunakan untuk
reaksi ini adalah asam mineral kuat, garam, gel silika, dan resin penukar kation.

Asam mineral yang banyak dipakai adalah asam klorida, asam sulfat, dan asam fosfat. Asam
klorida banyak dipakai untuk skala laboratorium, namun jarang dipakai untuk skala industri karena
sangat korosif. Asam fosfat jarang digunakan sebagai katalis karena memberikan laju reaksi yang
relatif lambat. Asam sulfat paling banyak digunakan dalam industri karena memberikan konversi tinggi
dan laju reaksi yang relatif cepat.

Selain asam mineral, katalis yang sering dipakai adalah resin penukar kation. Keunggulan
katalis ini adalah fasanya yang padat sehingga pemisahannya lebih mudah dan dapat dipakai berulang.
Selain itu, ester yang terbentuk tidak perlu dinetralkan. Namun, resin penukar kation merupakan
katalis yang mahal dibandingkan dengan asam mineral.
Katalis Reaksi Transesterifikasi

Katalis yang sering digunakan untuk reaksi transesterifikasi yaitu alkali, asam, atau enzim.
Penggunaan enzim masih belum umum dibandingkan alkali dan basa karena harganya mahal dan
belum banyak penelitian yang membahas kinerja katalis ini.

Alkali yang sering digunakan yaitu natrium metoksida (NaOCH3), natrium hidroksida (NaOH),
kalium hidroksida (KOH), kalium metoksida, natrium amida, natrium hidrida, kalium amida, dan kalium
hidrida. Natium hidroksida dan natrium metoksida merupakan katalis yang paling banyak digunakan.
Natrium metoksida lebih efektif dibandingkan natrium hidroksida tetapi harganya lebih mahal dan
beracun. Untuk perbandingan molar alkohol dan asam lemak 6:1, perolehan ester untuk NaOH 1%
dan NaOCH3 0,5% hampir sama setelah direaksikan selama 60 menit Namun, pada perbandingan
molar alkohol dan asam lemak 3:1, katalis natrium metoksida menunjukkan hasil yang lebih baik.

Kalium hidroksida (KOH) mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan katalis


lainnya. Pada akhir proses, KOH yang tersisa dapat dinetralkan dengan asam fosfat menjadi pupuk
(K3PO4) sehingga proses produksi biodiesel dengan katalis KOH tidak menghasilkan limbah cair yang
berbahaya bagi lingkungan. Selain itu, KOH dapat dibuat dari abu pembakaran limbah padat
pembuatan minyak nabati.

Asam yang dapat digunakan diantaranya asam sulfat (H2SO4), asam fosfat, asam klorida, dan
asam organik. Katalis asam yang paling banyak banyak dipakai adalah asam sulfat.

Pada kondisi operasi yang sama, katalis alkali jauh lebih cepat daripada katalis asam. Alkali
dapat memberikan perolehan yang tinggi untuk waktu reaksi sekitar 1 jam sedangkan asam baru
memberikan perolehan ester yang tinggi setelah bereaksi selama 3-48 jam. Pada alkali perolehan ester
akan memuaskan untuk perbandingan molar alkohol dan asam lemak 6:1 sedangkan pada asam baru
memberikan perolehan ester yang memuaskan untuk perbandingan molar alkohol dan asam lemak
30:1. Tetapi, katalis alkali tidak mengizinkan adanya kandungan asam lemak bebas dalam jumlah besar
pada reaktan karena akan terjadi reaksi penyabunan. Oleh karena itu, untuk minyak nabati yang
banyak mengandung asam lemak bebas dan air maka penggunaan katalis asam patut
dipertimbangkan.
Reaksi Pembuatan Biodiesel

Ester dapat dibuat dari minyak lemak nabati dengan reaksi esterifikasi atau transesterifikasi atau
gabungan keduanya.

A. Reaksi Esterifikasi

Reaksi esterifikasi merupakan reaksi antara asam lemak bebas dengan alkohol membentuk ester
dan air. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi endoterm, sehingga memerlukan pasokan kalor dari
luar. Temperatur untuk pemanasan tidak terlalu tinggi yaitu 55-60 oC (Kac, 2001). Secara umum reaksi
esterifikasi adalah sebagai berikut :

Asam lemak bebas alkohol ester alkil air

Reaksi esterifikasi dapat dilakukan sebelum atau sesudah reaksi transesterifikasi. Reaksi
esterifikasi biasanya dilakukan sebelum reaksi transesterifikasi jika minyak yang diumpankan
mengandung asam lemak bebas tinggi (>0.5%). Dengan reaksi esterifikasi, kandungan asam lemak
bebas dapat dihilangkan dan diperoleh tambahan ester.

B. Reaksi Transesterifikasi

Reaksi Transesterifikasi sering disebut reaksi alkoholisis, yaitu reaksi antara trigliserida dengan alkohol
menghasilkan ester dan gliserin. Alkohol yang sering digunakan adalah metanol, etanol, dan
isopropanol. Berikut ini adalah tahap-tahap reaksi transesterifikasi :

trigiliserida alkohol digliserida ester


digliserida alkohol monogliserida ester

monogliserida alkohol gliserin ester

Secara keseluruhan reaksi transesterifikasi adalah sebagai berikut :

Trigliserida 3 (alkohol) gliserin 3 (ester)

Trigliserida bereaksi dengan alkohol membentuk ester dan gliserin. Kedua produk reaksi ini
membentuk dua fasa yang mudah dipisahkan. Fasa gliserin terletak dibawah dan fasa ester alkil diatas.
Ester dapat dimurnikan lebih lanjut untuk memperoleh biodiesel yang sesuai dengan standard yang
telah ditetapkan, sedangkan gliserin dimurnikan sebagai produk samping pembuatan biodiesel.
Gliserin merupakan senyawaan penting dalam industri.

Rute-Rute Proses Pembuatan Biodiesel

Pembuatan biodiesel dengan bahan baku minyak berasam lemak bebas tinggi akan
menimbulkan banyak rute karena diperlukan satu reaksi atau lebih dan pemisahannya. berikut ini
gambaran singkat mengenai rute-rute pembuatan biodiesel.
A. Rute I (transesterifikasi – esterifikasi )

Pada rute ini, pembuatan ester alkil dari minyak nabati dilakukan dengan dua reaksi,
transesterifikasi dan esterifikasi.

Asam lemak bebas dalam minyak lemak nabati direaksikan dengan basa membentuk sabun.
Semua asam lemak bebas dikonversi menjadi sabun, sehingga minyak nabati yang masuk reaktor
transesterifikasi bebas asam lemak bebas. Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan satu tahap atau dua
tahap, pada reaksi dua tahap dilakukan pemisahan gliserin di tengah-tengah reaksi, hal ini dilakukan
agar kesetimbangan reaksi bergeser ke kanan, sehingga konversi yang diperoleh lebih tinggi.

Hasil yang diperoleh dari keluaran reaktor transesterifikasi adalah ester, gliserin, sabun, dan
pengotor. Ester dipisahkan dari produk dan sabun diubah kembali menjadi asam lemak bebas dengan
pengasaman. Asam lemak dapat diubah menjadi ester alkil dengan reaksi esterifikasi.

Asam lemak bebas bereaksi dengan alkohol menjadi ester dan air. Pada reaksi ini digunakan
katalis asam, dapat berupa katalis homogen (cair) atau heterogen (padat). Katalis padat dapat
memudahkan dalam proses pemisahan produk karena dapat disaring untuk kemudian dipakai
kembali. Selain menghasilkan ester, reaksi esterifikasi juga menghasilkan produk samping berupa air.

Ester hasil reaksi esterifikasi masih bercampur dengan pengotor-pengotor sehingga harus
dimurnikan. Pengotor paling banyak adalah gliserin. Gliserin mempunyai massa jenis yang lebih besar
daripada ester sehingga fasa gliserin berada di bawah, pemisahannya dapat dilakukan dengan
dekantasi. Gliserin dapat dimurnikan lebih lanjut dan menjadi produk samping yang bernilai ekonomi
cukup tinggi. Biodiesel hasil reaksi esterifikasi dicampurkan kembali dengan biodiesel hasil reaksi
transesterifikasi.

Biodiesel yang dihasilkan masih berupa produk mentah sehingga perlu dimurnikan.
Pemurniannya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan pencucian menggunakan air atau
pemurnian dengan penukar ion (penukar anion untuk mengikat asam dan penukar kation untuk
mengikat basa yang tersisa dari reaksi transesterifikasi). Pencucian dilakukan untuk menghilangkan
garam, alkohol, dan pengotor yang larut dalam air.

Rute ini tidak sesuai untuk memproduksi biodiesel dari minyak lemak nabati yang
mengandung asam lemak bebas tinggi karena memerlukan bahan baku berupa asam dan basa relatif
lebih banyak.
B. (ii) Rute II (esterifikasi – transesterifikasi)

Seperti pada rute I, Rute ini juga menggunakan dua reaksi, yaitu esterifikasi dan
transesterifikasi, namun pada rute ini reaksi esterifikasi dilakukan sebelum reaksi tranesterifikasi. Hal
ini dilakukan untuk menghilangkan asam lemak bebas sekaligus menambah perolehan biodiesel.
Reaksi esterifikasi dapat dilakukan dengan katalis homogen maupun heterogen. Esterifikasi dengan
katalis homogen menghasilkan produk yang bersifat asam sehingga sebelum reaksi transesterifikasi,
kelebihan asam ini harus dinetralkan terlebih dahulu. Penetralan dapat dilakukan dengan
penambahan basa atau menggunakan resin penukar anion. Penetralan menggunakan basa
menghasilkan garam yang dapat menjadi pengotor, hal ini tidak terjadi pada penetralan menggunakan
penukar ion.

Reaksi esterifikasi menghasilkan produk samping berupa air. Air harus dipisahkan sebelum
reaksi transesterifikasi. Pemisahan ini dapat dilakukan dengan penguapan atau menggunakan
absorber.

Umpan masuk reaktor transesterifikasi berupa trigliserida, ester, dan pengotor. Trigliserida
direaksikan dengan metanol menghasilkan ester dan gliserin. Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan
dua tahap untuk mendapatkan konversi tinggi. Pada reaksi dua tahap, pemisahan gliserin dilakukan
diantara kedua reaksi. Pemisahan gliserin ini berguna untuk menggeser kesetimbangan ke kanan
sehingga konversinnya menjadi lebih tinggi.

Reaksi transesterifikasi menghasilkan produk samping berupa gliserin. Ester dan gliserin tidak
saling larut sehingga dapat dipisahkan dengan dekantasi. Fasa ester dimurnikan lebih lanjut untuk
mendapatkan biodiesel yang sesuai dengan standard mutu yang disyaratkan. Fasa ester masih
mengandung pengotor-pengotor, seperti : sisa katalis, garam, metanol, dan pengotor lainnya.
Pemurnian fasa ester alkil dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pencucian dengan air atau
menggunakan penukar ion.

C. Rute III (esterifikasi dengan metanol superkritik)

Metanol superkritik adalah metanol yang berada pada kondisi diatas temperatur dan tekanan
kritiknya, yaitu 350 oC dan 30 MPa. Esterifikasi dengan metanol superkritik mempunyai beberapa
keunggulan yaitu waktu yang diperlukan untuk mencapai konversi yang diinginkan jauh lebih kecil
daripada dengan cara konvensional dan proses pemisahan produknya lebih mudah karena tidak
menggunakan katalis, sehingga tidak ada pengotor berupa katalis sisa. Namun, esterifikasi ini juga
mampunyai kelemahan yaitu kondisi operasi harus pada temperatur dan tekanan tinggi.

Penentuan Laju Reaksi Pada reaksi Menggunakan katalis

A + 3B ↔ C + D

A= Minyak nabati

B= Alkohol

C= ester

D= gliserol

-rA = k1 CA CB3

Karena reaksi ini menggunakan alcohol yang berlebihan, maka reaksi dapat dianggap searah
dan berorde satu terhadap minyak, sehingga reaksinya menjadi:

A + 3B → C + D

Persamaan reaksinya:

𝑑𝐶𝐴
−𝑟𝐴 = − = 𝑘. 𝐶𝐴 (1)
𝑑𝑡

Dimana: 𝑘 = 𝑘1 . 𝐶𝐵3 (2)

𝐶𝐴 𝑑𝐶𝐴 𝑡
− ∫𝐶𝐴𝑜 𝐶𝐴
= 𝑘 ∫0 𝑑𝑡 (3)

𝐶𝐴 = 𝐶𝐴𝑜(1 − 𝑋) (4)

Dengan mensubtitusikan persamaan (4) ke dalam persamaan (3) maka didapatkan:

𝑋 𝑑𝑋
∫0 1−𝑋
= 𝑘. 𝑡 (5)

Dengan mengintegralkan persamaan (5) diperoleh persamaan :


Dimana:
− ln(1 − 𝑋) = 𝑘. 𝑡 k=konstanta kinetika reaksi (min-1)
X=konversi minyak nabati
t=waktu reaksi
Konstanta kinetika reaksi ditentukan dari slope persamaan –ln(1 – x) = k t yang diturunkan
dari persamaan laju reaksi orde satu karena metanol yang digunakan berlebihan. Nilai k pada variasi
jumlah katalis ditampilkan pada Tabel dibawah ini.

Tabel Nilai Konstanta Kinetika Reaksi

Rasio W (%) k, menit-1


4 5 x 10-3
1:6 8 6 x 10-3
12 1 x 10-3

Berdasarkan Tabel diatas terlihat bahwa semakin besar nilai rasio reaktan dan diikuti juga
dengan semakin besarnya jumlah katalis maka akan semakin besar pula nilai konstanta kinetika reaksi
yang didapatkan. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa jumlah katalis juga berbanding lurus dengan
kecepatan reaksi. Apabila persen jumlah katalis ditingkatkan maka jumlah molekul yang bertumbuk
akan bertambah dan kecepatan reaksi juga akan meningkat.
Daftar Pustaka

http://chemical-engineer.digitalzones.com/biodiesel.html

http://eprints.upnjatim.ac.id/4110/1/A.7.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19813/4/Chapter%20II.pdf

Alam Syah, Andi Nur. Biodiesel Jarak Pagar; Bahan Bakar Alternatif yang Ramah Lingkungan.

http://eprints.unsri.ac.id/155/1/Pages_from_PROSIDING_AVOER_2011-49.pdf

Anda mungkin juga menyukai