Anda di halaman 1dari 16

Percobaan 2

Pemisahan dan Pemurnian Zat Padat

Rekristalisasi dan Titik Leleh

I. Tujuan Percobaan
 Mengkalibrasi termometer dengan cara panas
 Memurnikan asam benzoat dari pengotornya dengan cara rekristalisasi dan
menentukan titik leleh asam benzoat.
 Memurnikan kamfer dari pengotornya dengan cara sublimasi dan
menentukan titik leleh kamfer

II. Prinsip Percobaan


 Kalibrasi titik 100˚C termometer dengan cara menempatkan termometer
pada uap diatas permukaan air yang mendidih lalu diperiksa barometer
 Prinsip rekristalisasi yaitu pemurnian zat padat berdasarkan perbedaan
kelarutan
 Prinsip sublimasi yaitu pemurnian zat padat berdasarkan perbedaan
tekanan uap
 Penentuan titik leleh dengan mengamati trayek titik lelehnya dimulai saat
terjadi pelelehan, transisi padat, cair sampai seluruh kristal mencair

III. Teori Dasar


Suatu zat yang tampil sebagai zat padat, tetapi tidak mempunyai struktur
kristal yang berkembangbiak disebut amorf (tanpa bentuk). Ter dan kaca
merupakan zat padat semacam itu. Tak seperti zat pada kristal, zat amorf tidak
mempunyai titik-titik leleh tertentu yang tepat. Sebaliknya zat amorf melunak
secara bertahap bila dipanasi dan meleleh dalam suatu jangka temperatur
.Kristal adalah benda padat yang mempunyai permukaan-permukaan datar.
Karena banyak zat padat seperti garam, kuarsa, dan salju ada dalam bentuk-
bentuk yang jelas simetris, telah lama para ilmuwan menduga bahwa atom, ion
ataupun molekul zat padat ini juga tersusun secara simetris (Keenan, 1991).
Zat padat umumnya mempunyai titik lebur yang tajam (rentangan suhunya
kecil), sedangkan zat padat amorf akan melunak dan kemudian melebur dalam
rentangan suhu yang beasr. Partikel zat padat amorf sulit dipelajari karena tidak
teratur. Oleh sebab itu, pembahasan zat padat hanya membicarakan kristal.
Suatu zat mempunyai bentuk kristal tertentu. Dua zat yang mempunyai struktur
kristal yang sama disebut isomorfik (sama bentuk), contohnya NaF dengan
MgO, K2SO4 dengan K2SeO4, dan Cr2O3 dengan Fe2O3. Zat isomorfik tidak
selalu dapat mengkristal bersama secara homogen. Artinya satu partikel tidak
dapat menggantikan kedudukan partikel lain. Contohnya, Na+ tidak dapat
menggantikan K+ dalam KCl, walaupun bentuk kristal NaCl sama dengan KCl.
Suatu zat yang mempunyai dua kristal atau lebih disebut polimorfik (banyak
bentuk), contohnya karbon dan belerang. Karbon mempunyai struktur grafit
dan intan, belerang dapat berstruktur rombohedarl dan monoklin (Syukri,
1999).
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang jamak
digunakan, dimana zat-zat tersebut atau zat-zat padat tersebut dilarutkan dalam
suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada
kelarutan zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Karena konsentrasi
total impuriti biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila
dingin, maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara
produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap (Arsyad, 2001).
Prinsip dasar dari proses rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara
zat yang dimurnikan dengan zat pengotornya. Syarat – syarat pelarut yang
sesuai adalah : pelarut tidak bereaksi dengan zat yang dilarutkan, pelarut hanya
dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan dan tidak melarutkan zat
pencemarnya. Titik didih pelarut harus lebih rendah dari titik leleh zat yang
akan dimurnikan agar zat tersebut tidak terurai.
Berdasarkan pelarut yang digunakan metode rekristalisasi terbagi menjadi
dua yaitu rekristalisasi dengan pelarut tunggal dan rekristalisasi dengan multi
pelarut. Sedangkan berdasarkan tekniknya, metode rekristalisasi dibagi
menjadi tiga yaitu rekristalisasi dengan penyaringan panas, rekristalisasi
dengan nukleasi spontan dan rekristalisasi menggunakan seeding dari filtrat.
Meski sedikit masih dimungkinkan senyawa pengotor terikut dalam Kristal.
Pelakasanaan proses pemurnian ini yang berulang-ulang akan mengakibatkan
hilangnya sejumlah Kristal karena terbatasnya kelarutan senyawa yang akan
dimurnikan. Pada dasarnya peristiwa rekristalisasi berhubungan dengan reaksi
pengendapan. Endapan merupakan zat yang memisah dari satu fase padat
keluar ke dalam larutannya. Endapan terbentuk jika larutan bersifat terlalu
jenuh dengan zat yang bersangkutan (Pinalia, 2011).
Kristalisasi merupakan sebuah peristiwa pembentukan partikel-partikel zat
padat didalam suatu fase homogen. Kristalisasi dapat terjadi sebagai
pembentukan partikel padat dalam uap, seperti dalam pembentukan salju
sebagai pembekuan (Solidification) didalam lelehan cair. Pada prinsipnya
kristalisasi terbentuk melalui dua tahap yaitu, nukleasi atau pembentukan inti
Kristal dan pertumbuhan Kristal. Factor pendorong untuk laju nukleasi dan laju
pertumbuhan Kristal ialah supersaturasi. Baik nukleasi maupun pertumbuhan
tidak dapat berlangsung didalam larutan jenuh atau tak jenuh. Inti Kristal dapat
terbentuk dari berbagai jenis partikel, molekul, atom atau ion. Karena adanya
gerakan dari partikel-partikel tersebut, beberapa partikel mungkin membentuk
suatu gerombol atau klaster, klaster yang cukup banyak membentuk embrio
pada kondisi leat jenuh yang tinggi embrio tersebut membentuk inti Kristal
(Pinalia, 2011).
Kristalisasi dikatagorikan sebagai salah satu proses pemisahan yang
efisien. Pada umumnya tujuan dari proses kristalisasi adalah untuk pemisahan
dan pemurnian. Adapun sasaran dari proses kristalisasi adalah menghasilkan
produk kristal yang mempunyai kualitas seperti yang diinginkan. Kualitas
kristal antara lain dapat ditentukan dari tiga parameter berikut yaitu : distribusi
ukuran kristal (Crystal Size Distribution, CSD), kemurnian kristal (Crystal
purity) dan bentuk Kristal. Pada proses kristalisasi kristal dapat diperoleh dari
lelehan (Melt crystallization) atau larutan (Crystallization from solution). Dari
kedua proses ini yang paling banyak dijumpai di industri adalah kristalisasi dari
larutan (Setyopratomo, 2003).
Pada kristalisasi bahan pengikat pengotor yang ditambahkan bervariasi
konsentrasinya. Penambahan dilakukan secara bertetes-tetes hingga tidak
terbentuk endapan. Pemurnian ini diharapkan dapat mengurangi kadar air yang
terkandung dalam garam hasil pemurnian sehingga garam tidak mudah
mencair. Pada tahap kristalisasi menggunakan bahan pengikat pengotor yaitu
larutan Na2C2O4, Na2CO3 dan NaHCO3. Bahan-bahan ini ditambahkan untuk
mengikat pengo tor yang ada pada garam dapur sesuai hasil analisis zat-zat
pengotor garam dapur yang telah dilakukan sebelumnya. Pengotor ion Fe3+
akan membentuk senyawa Fe(OH)3 sedangkan pengotor dari Mg2+ dan Ca2+
akan membentuk senyawa MgCO3 dan CaCO3. Semua senyawa yang
terbentuk tersebut akan mengendap sehingga dapat dipisahkan dengan
penyaringan biasa (Triastuti, 2010).
Jenis pelarut berperan penting pada proses kristalisasi karena pelarutan
merupakan faktor penting pada proses kristalisasi. Kelarutan suatu komponen
dalam pelarut ditentukan oleh polaritas masing-masing. Pelarut polar akan
melarutkan senyawa polar dan pelarut non polar akan melarutkan senyawa non
polar. Diduga ada sedikit perbedaan polaritas dari komponen-komponen yang
ada dalam fraksi tidak tersabunkan DALMS, termasuk perbedaan polaritas
tokoferol dan tokotrienol serta masing-masing isomernya. Oleh karena itu,
penentuan jenis pelarut yang tepat penting dilakukan pada pembuatan
konsentrat vitamin E. Pada proses kristalisasi, pelarut mempengaruhi kecepatan
nukleasi dan morfologi Kristal (Ahmadi, 2010).
Kristal dapat digolongkan berdasarkan sifat ikatan antara atom-atom, ion-
ion atau molekul-molekul yang menyusunnya. Dan penggolongan seperti ini
akan sangat berguna. Pengolongan ini akan sangat berguna. Penggolongan ini
akan lebih mendasar menggunakan jumlah dan jenis unsure semestinya
(symmetry element). Bila hasil rotasi, pantulan atau inverse suatu benda dapat
dengan tepat disuspensi pada benda asalnya, maka struktur itu dikatakan
mengandung unsure seperti simetri tertentu sumbu rotasi, bidang pantulan
(cermin),atau titik pusat (pusat inverse).operasi simetri ini dapat diterapkan
pada bentuk-bentuk geometris, pada siatu benda fisis atau stuktur molekul.
Kemudahan suatu endapan dapat disaring dan dicuci tergantung sebagian
besar pada struktur morfologi endapan, yaitu bentuk dan ukuran-ukuran
kristalnya. Semakin besar kristal-kristal yang terbentuk selama berlangsungnya
pengendapan, makin mudah mereka dapat disaring dan mungkin sekali (meski
tak harus) makin cepat kristal-kristal itu akan turun keluar dari larutan, yang
lagi-lagi akan membantu penyaringan. Bentuk kristal juga penting. Struktur
yang sederhana seperti kubus, oktahedron, atau jarum-jarum, sangat
menguntungkan, karena mudah dicuci setelah disaring. Kristal dengan struktur
yang lebih kompleks, yang mengandung lekuk-lekuk dan lubang-lubang, akan
menahan cairan induk (mother liquid), bahkan setelah dicuci dengan seksama.
Dengan endapan yang terdiri dari kristal-kristal demikian, pemisahan
kuantitatif lebih kecil kemungkinannya bisa tercapai (Svehla, 1979).
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua
faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan
kristal. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk,
tetapi tak satupun dari ini akan tumbuh menjadi terlalu besar, jadi terbentuk
endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti
tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat lewat
jenuh, makin besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin
besarlah laju pembentukan inti. Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain
yang mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan
berlangsung. Jika laju ini tinggi, kristal-kristal yang besar akan terbentuk yang
dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh (Svehla, 1979).
Sublimasi merupakan cara yang digunakan untuk pemurnian senyawa –
senyawa organic yang berbentuk padatan.pemanasan yang dilakukan tehadap
senyawa organic akan menyebabkan terjadinya perubahan sebagai berikut:
apabila zat tersebut pada suhu kamar berada dalam keadaan padat, pada tekanan
tertentu zat tersebut akan meleleh kemudian mendidih. Disini terjadi perubahan
fase dari padat ke cair lalu kefase gas. Apabila zat tersebut pada suhu kamar
berada dalam keadaan cair. Pada tekanan dan temperature tertentu (pada titik
didihnya) akan berubah menjadi fase gas. Apabila zat tersebut pada suhu kamar
berada dalam keadaan padat, pada tekanan dan temperature tertentu akan
lansung berubah menjadi fase gas tanpa melalui fase cair terlebih dahulu. Zat
padat sebagai hasil reaksi biasanya bercampur dengan zat padat lain. Oleh
karena itu, untuk mendapatkan zat-zat padat yang kita inginkan, perlu
dimurnikan terlebih dahulu. Prinsip proses ini adalah perbedaan kelarutan zat
pengotornya. Rekristalisai dapat dilakukan dengan cara melarutkan cuplikan
kedalam pelarut yang sesuai (Underwood, 2002).
Sublimasi merupakan prinsip pengering-bekuan (freeze drying) adalah
menghilangkan air dan pelarut lain dari produk beku tanpa melewati fase cair.
Tingkat kebekuan produk yang dapat dicapai, lama pengeringan dan jenis
produk yang dikering-bekukan serta faktor personil yang mengoperasikan alat
dalam proses sublimasi tersebut. Pembekuan secara perlahan-lahan lebih baik
dibandingkan dengan pembekuan secara cepat sebab dengan pembekuan secara
perlahan-lahan akan terbentuk kristal es yang besar sehingga kondisi ini akan
memperlancar proses sublimasi dari setiap lapisan es dalam produk. Tahap
pengeringan pertama dimulai pada saat produk sudah berada dalam kondisi
beku sempurna dan keadaan beku ini harus tetap dipertahankan selama proses
pengeringan.
Pada tahap sublimasi masalah tingginya konsumsi energy pada
pengeringan beku tersebut dipecahkan dengan penerapan pemanasan terbalik,
yaitu merambatkan panas melalui lapisan beku untuk meningkatkan laju
perpindahan panas. Pemanasan terbalik yang dilakukan pada penelitian adalah
dengan harapan panas akan berkonduksi melalui lapisan beku bahan yang
mempunyai nilai konduktifitas panas lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan
bahan kering brongga, sehingga waktu yang dibutuhkan akan lebih cepat.
Titik leleh suatu zat adalah temperature pada fase padat dan cair ada dalam
kesetimbangan. Jika kesetimbangan semacam ini diganggu dengan
menambahkan atau menarik energy panas, sistemakan berubah bentuk lebih
banyak zat cair atau lebih banyak zat padat. Namun temperature akan tetap pada
titik leleh selama fase itu masih ada perubahan dari cair menjadi padat disebut
pembekuan dan proses kebalikannya disebut pelelehan atau peleburan. Titik
leleh suatu padatan sama dengan titik beku suatu cairan (Chang, 2004).
Asam benzoat, C7H6O2 (atau C6H5COOH), adalah padatan kristal berwarna
putih dan merupakan asam karboksilat aromatik yang paling sederhana. Nama
asam ini berasal dari gum benzoin (getah kemenyan), yang dahulu merupakan
satu-satunya sumber asam benzoat. Asam lemah ini beserta garam turunannya
digunakan sebagai pengawet makanan. Asam benzoat adalah prekursor yang
penting dalam sintesis banyak bahan-bahan kimia lainnya. Untuk semua
metode sintesis, asam benzoat dapat dimurnikan dengan rekristalisasi dari air,
karena asam benzoat larut dengan baik dalam air panas namun buruk dalam air
dingin. Penghindaran penggunaan pelarut organik untuk rekristalisasi membuat
eksperimen ini aman. Pelarut lainnya yang memungkinkan diantaranya
meliputi asam asetat, benzena, eter petrolium, dan campuran etanol dan air.
IV. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah batang pengaduk, batu
didih, cawan porselen, corong buchner, corong penyaring, gelas kimia, kaca
asbes, kaca arloji, kertas saring, labu erlenmeyer, pembakar bunsen, spatula,
tabung reaksi dan termometer.
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah akuades, asam benzoat,
kamfer dan karbon.

V. Prosedur Kerja
5.1 Kalibrasi Termometer
Tabung reaksi diisikan 10 ml akuades, lalu dimasukkan sedikit batu
didih. Tabung tersebut diklem tegak lurus, lalu dipanaskan perlahan
sampai mendidih. Termometer diposisikan pada uap diatas permukaan
air yang mendidih tersebut.
5.1 Kristalisasi Asam Benzoat dalam air
Asam benzoat 2 g dimasukkan kedalam gelas kimia 100 ml, lalu
dimasukkan pelarut (air) sedikit demi sedikit dalam keadaan panas
sampai asam benzoat larut. Ditambahkan sedikit berlebih pelarut panas.
Campuran tersebut dididihkan diatas kasa asbes dengan menggunakan
pembakar bunsen. Lalu ditambahkan 0,5 g karbon sedikit demi sedikit,
hati-hati, sampai diaduk dengan kaca pengaduk. Setelah itu, dididihkan
beberapa saat. Disiapkan corong penyaring kaca dilengkapi dengan
kertas saring lipat, dipasang labu erlenmeyer untuk menampung filtrate
panas. Lalu larutan dituangkan ke dalam corong secepat mungkin. Labu
Erlenmeyer didinginkan di dalam air es hingga terbentuk kristal. Lalu
dilakukan penyaringan menggunakan corong buchner yang dilengkapi
dengan peralatan isap. Kristal dicuci didalam corong buchner dengan
sedikit pelarut dingin, lalu kristal ditekan dengan spatula hingga kering.
Kristal ditebarkan didalam kertas saring kering lalu ditekan sekering
mungkin. Setelah itu, Kristal kering ditimbang dan ditentukan titik leleh
menggunakan cara kapiler.
5.3 Sublimasi
1 g serbuk kamfer ditempatkan di dalam cawan porselen, cawan
dipasang diatas klem bundar yang cocok, lalu cawan ditutup dengan
kaca arloji . diletakkan beberapa potongan es dibagian atas kaca arloji.
Dan dilakukan pemanasan langsung dengan api kecil. Lalu Kristal yang
menempel dikumpulkan. Lalu ditimbang dan ditentukan titik lelehnya.

VI. Data Pengamatan


6.1 Kalibrasi thermometer
Suhu awal pada thermometer adalah suhu ruangan lalu dalam waktu
konstan naik menjadi 99˚C.
6.2 Rekristalisasi asam benzoate
 Berat asam benzoat :2g
 Berat karbon : 0,5 g
 Berat kertas kosong : 0,52 g
 Berat kertas + sampel : 1,76 g
 Titik leleh awal : 110˚C
 Titik leleh akhir : 112˚C
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑙ℎ𝑖𝑟
%𝑟𝑎𝑛𝑑𝑜𝑚𝑒𝑛 ꞊ × 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙
1,76−0,52
꞊ × 100%
2
1,29
꞊ × 100 % = 64,5 %
2

6.3 Sublimasi
 Berat kertas perkamen : 0,47 g
 Berat Kristal kamfer : 1,42 g
 Titik leleh awal : 65˚C
 Titik leleh akhir : 68˚C
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑙ℎ𝑖𝑟
%𝑟𝑎𝑛𝑑𝑜𝑚𝑒𝑛 ꞊ × 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙
1,42−0,47
꞊ × 100%
1
0,95
꞊ × 100 % = 95 %
1

VII. Pembahasan
7.1 Kalibrasi thermometer
Prinsip dari percobaan ini adalah Kalibrasi titik 100˚C termometer atau
cara panas dengan memposisikan termometer pada uap diatas permukaan air
yang mendidih. Kalibrasi termometer berfungsi untuk memverifikasi , artinya
mengetahui apakah thermometer sesuai atau tidak dengan standar. Pada
percobaan ini didapat trayek pada thermometer menunjukan pada suhu 99˚C.
Dimana hasil tersebut sesuai dengan literature dan dapat dipakai karena
trayeknya menujukan pada suhu direntan 99˚C-100˚C.
7.2 Rekristralisasi dan sublimasi
Terdapat beberapa cara dalam proses pemisahan dan pemurnian zat yaitu
antara lain:kristalisasi, detilasi, sublimasi, rekristalisasi, ekstraksi,
kromatografi, dan penukaran ion. Tetapi yang dilakukan yaitu Rekristalisasi
dan sulimasi yang bertujuan melakukan kristalisasi dengan baik, memilih
pelarut yang sesuai untuk rekristalisasi, menjernihkan dan menghilangkan
warna larutan serta memisahkan dan memurnikan campuran dengan
rekristalisasi.
Prinsip dari pemisahan dan pemurnian zat padat akan lebih larut dalam
pelarut panas dibandingkan dengan pelarut dingin. Kristalisasi dari zat murni
akan menghasilkan Kristal yang identik dan teratur bentuknya sesuai dengan
Kristal senyawanya.
Percobaan yang dilakukan dalam praktikum kimia organik kali ini adalah
mengenai pemisahan dan pemurnian zat padat. Pemisahan seperti ini dilakukan
berdasarkan perbedaan titik leleh dari dua komponen senyawa yang dipisahkan
serta melalui rekristalisasi dan sublimasi. Sebagaimana tujuan dari percobaan
yaitu memilih pelarut yang sesuai untuk rekristalisasi, menjernihkan dan
menghilangkan warna larutan, memisahkan dan memurnikan campuran dengan
rekristalisasi.
Rekristalisasi adalah suatu metode untuk pemurnian senyawa padatan
yang dihasilkan dari reaksi-reaksi organik. Rekristalisasi merupakan salah satu
cara atau metode untuk memurnikan suatu zat padat, metode ini ditinjau
berdasarkan pada perbedaan daya larut antara zat yang dimurnikan dengan
pengotornya dalam suatu pelarut tertentu. Pemurnian yang di istilahkan sebagai
rekristalisasi pada prinsipnya adalah pelarutan Kristal kedalam pelarut yang
sesuai dan kemudian dikristalkan kembali. Dengan demikian impuritas yang
terperangkap kedalam Kristal bias keluar seiring larutnya Kristal dalam pelarut.
Pada percobaan pertama yaitu mengenai kristalisasi asam benzoat yang
dimulai dengan penambahan senyawa asam benzoat dengan pelarut panas (air).
Pelarut panas digunakan karena senyawa padat akan lebih mudah terlarut atau
larut dalam pelarut panas dibandingkan dengan pelarut dingin. Karena semakin
tinggi suhu pelarut maka energi atau kereaktifannya dalam menguraikan
molekul – molekul padatan untuk dapat larut semakin tinggi. Pelarut yang
terbaik adalah pelarut dimana senyawa yang dimurnikan hanya larut sedikit
pada suhu kamar tetapi sangat larut pada suhu yang lebih tinggi, misalnya
pada titik didih pelarut itu. Pelarut itu harus melarutkan secara mudah
pengotor-pengotor dan harus mudah menguap,sehingga dapat dipisahkan
secara mudah dari materi yang dimurnikan. Titik didih pelarut harus lebih
rendah dari titik leleh padatan untuk mencegah pembentukan minyak.
Pelarut tidak boleh bereaksi dengan zat yang akan dimurnikan dan harus
murah harganya. Adapun pelarut panas yang digunakan adalah air, karena air
bersifat polar dan titik didih air sebagai pelarut lebih rendah dari pada titik didih
asam benzoat sehingga kristal yang diinginkan pada saat pengeringan dapat
terbentuk, penggunaan air sebagai pelarut asam benzoat juga berhubungan
dengan kelarutan. Sesuai dengan syarat pelarut yaitu pelarut hanya dapat
melarutkan zat yang akan dimurnikan dan tidak melarutkan zat pencemarnya.
Reaksi antara air dan asam benzoat menyebabkan terbentuknya ikatan
hidrogen, inilah yang menyebabkan air dapat melarutkan asam benzoat. Asam
benzoat yang digunakan dalam percobaan ini merupakan asam benzoat yang
belum murni atau masih kotor. Karena itu dilakukan pemurnian terhadap asam
benzoat tersebut agar terbebas dari zat pengotor. Asam benzoat yang telah
dilarutkan dalam air tersebut, dipanaskan sampai mendidih (sampai melewati
kondisi lewat jenuh) setelah itu dilakukan pendinginan. Pada titik didihnya,
sedikit pelarut ditambahkan sampai terlihat bahwa tidak ada tambahan materi
yang larut lagi. . Penambahan norit pada larutan berfungsi untuk menyerap atau
mengikat pengotor yang ada pada asam benzoat atau yang dikenal dengan
istilah absorben. Sehingga pada saat disaring didapatkan filtrat yang bening dan
kemungkinan adalah asam benzoat murni. Jika belum terbentuk kristal maka
larutan di jenuhkan dengan cara penguapan, agar endapan dapat terbentuk
dengan mudah. Lalu larutan jenuh yang masih panas kemudian disaring melalui
kertas saring yang ditempatkan dalam suatu corong saring. Hal ini bertujuan
untuk memisahkan endapan dari larutannya. Filtrat hasil penyaringan tersebut
akan digunakan untuk proses kristalisasi pada tahap berikutnya.
Setelah kristal disaring dengan corong dengan peralata hisap, akan didapat
kristal murni berwarna putih dengan berat 1,29 gr, sedangkan berat sampel
asam benzoat adalah 2 gr. Adanya pengurangan berat ini diakibatkan hilangnya
zat pengotor yang terserap oleh norit dan dengan adanya penyaringan. Akan
tetapi hal ini juga dapat dipengaruhi oleh adanya sebagian kecil kristal yang
menempel pada kertas saring dan tidak ikut tertimbang .
Pada percobaan titik leleh, menurut literatur adapun titik leleh maka kristal
yang diperoleh semakin murni. Jika trayek yang diperoleh lebih kecil dari
literatur, maka hal ini menunjukkan bahwa kristal yang diperoleh belum benar-
benar murni dam masih ada zat pengotornya. Zat pengotor tersebut dapat
menurunkan titik leleh kristal ( huku rault tentang campuran ideal). Setelah itu,
zat pengotor akan mengganggu struktur kristal dan memperlemah ikatan-
ikatannya sehingga asam benzoat kotor akan mempunyai titik didih yang lebih
rendah daripada asam benzoat murni. Hal ini juga dapat dibandingkan dengan
sampel asam benzoat kotor yang belum direkristalisasi yang mempunyai trayek
titik didih 98 oC – 100 oC yang berarti sampel ini lebih tidak murni dari kristal
yang diperoleh. Zat murni mempunyai titik leleh yang lebih tinggi karena
adanya kestabilan dalam struktur kristalnya.
Asam benzoat yang benar-benar murni dapat disebabkan oleh adabnya
faktor-faktor antara lain adalah proses penyaringan yang tidak sempurna
sehingga masih ada pengotor yang ikut tersaring. Hak ini dikarenakan zat
mudah menggumpal di dinding dan menyebabkan melebar pada saat
penyaringan yang memungkin ada yang keluar dari kertas saring. Hal lain yang
mungkin terjadi adalah proses peneringan yang kurang sempurna sehingga
kristal masih mengandung air yang dapat menurunkan trayek titim lelehnya.
Selain itu kesalahan yang tejadi adalah kekurangan tepatan praktikan dalam
membaca trayek titik leleh karena kurang koordinasi antara praktikan yang
mengamati asam benzoat dam praktikan yang membacca skala suhu pada
termometer.
Sublimasi merupakan suatu pemisahan dan pemurnian zat padat yang
mempunyai tekanan uap yang relatif tinggi pada suhu dibawah titik lelehnya.
Pemurnian dengan metode sublimasi ini dapat dilakukan dengan adanya
perbedaan kemampuan untuk menyublim pada shu tertentu antara zat murni
dengan pengotornya. Pada sublimasi kamper, kita langsung memanaskan dalam
filtel flask yang ditutupi dengan taung reaksi yang berisi es batu yang berfu gsi
untuk mendidihkan uap kamper sehingga kamper yang menyublim dapat
langsung berubah menjadi fasa padat dan dapat langsung dipisahkan dari
pengotornya. Perlu diperhatikan bahwa air es jangan sampai menetes pada filter
flask, jika menetes maka percobaan dianggap gagal.
Pada percobaan sublimasi yaitu sublimasi pada kamfer kotor. Pemurnian
kamfer dengan menggunakan proses sublimasi dikarenakan karena sifat kamfer
yang mudah menyublim dan merupakan padatan Kristal yang tak bewarna.
Kamfer yang masih dalam bentuk kristal dipanaskan hingga mlewati perubahan
fasanya. Reaksi dari kamfer berlangsung dengan sangat cepat. Hal ini
disebabkan zat padat dalam proses sublimasi mengalami proses perubahan
langsung menjadi gas tanpa melalui fase cair, kemudian terkondensasi menjadi
padatan atau Kristal kembali. Sehingga dalam proses sublimasi, kamfer tidak
berubah menjadi senyawa lain, hanya berubah bentuk (fase) dari padat ke gas.
Saat dilakukan pemanasan secara sistem terisolasi, naftalen menyublim dengan
menyisakan kristal yang menempel didasar glass wool berupa jarum dan pipih.
Pada percobaan diperoleh berat kamfer murni yaitu 0,95 gram yang sebelumnya
berat kamfer adalah 1 gram. Berat kamfer yang didapatkan lebih sedikit dari
pada jumlah awal dari kamfer sebelum sublimasi. Berarti hasil kamfer yang
didapatkan tidak benar – benar murni, hal ini dapat disebabkan karena pengaruh
lingkungan sekitar sehingga tidak semua pengotor dapat dipisahkan.
Untuk percobaan penetuan titik leleh kamfer, menurut literatur bahwa titik
leleh dari kamfer adalah 80,2 oC. Apabila hasil titik leleh kristal kamfer
dibawah literatur maka zat yang diperoleh belum benar-benar murni karena
trayek titik leleh masih jauh dari data literatur. Adanya hasil sublimasi yang
kurang murni mungkin disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah
adanya pengarh lingkungan terutama tekanan dalam laboratorium yang bisa
dikendalikan oleh praktikan. Sublimasi dapat terjadi jika terdapat zat padat
dengan tekanan uap yang relatif tinggi pada suhu dibawah titik lelehnya, jika
tekanan uap pada laboratorium berbeda dengan tekanan uap kamper juga kan
berubah yang menyebabkan tidak semua pengotor dipisahkan dari kamper pada
pemanasan dihentikan sehingga mengurangi titik leleh kamper. Hal ain yang
mungkin terjadi adalah ketidakcermatan dalam pembacaan trayek titk leleh
ketika melakukan uji titik leleh dengan cara kapiler.

VIII. Kesimpulan
 Thermometer layak dipakai karena trayek pada saat di kalibrasi
mendekati titik didih air yaitu 100˚C dan skala yang didapat adalah
99˚C.
 Hasil pemurnian asam benzoat adalah 64,5 % dan hasil titik leleh asam
benzoat awal 110˚C dan titik leleh akhir 112˚C.
 Hasil pemurnian kamfer adalah 95 % dan hasil titik leleh kamfer awal
65˚C dan titik leleh akhir 68˚C.
IX. Daftar Pustaka
Ahmadi, Kgs., 2010, Kristalisasi Pelarut Suhu Rendah Pada Pembuatan
Konsentrat Vitamin E Dari Distilat Asam Lemak Minyak Sawit :
Kajian Jenis Pelarut, Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 11 No. 1.
Arsyad, M. Natsir, 2001, Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah, Gramedia,
Jakarta.
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar: Konsep konsep Inti. Edisi. ke-3. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Day, R.A dan Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.
Keenan, Charles W. dkk., 1992, Kimia Untuk Universitas Jilid 2, Erlangga.
Jakarta.
Pinalia, A., 2011, Kristalisasi Ammonium Perkoalat (AP) Dengan Sistem
Pendinginan Terkontrol Untuk Menghasilkan Kristal Berbentuk
Bulat, Majalah Teknologi Dirgantara, Vol. 9 No. 2.
Setyopratomo, P., dkk., 2003, Studi Eksperimental Permurnian Garam NaCl
Dengan Cara Rekristalisasi, Unitas, Vol. 11 No. 2.
Siregar, K., dkk., 2006, Pengeringan Beku Dengan Metode Pembekuan Vakum
Dan Lempeng Sentuh Dengan Pemanasan Terbalik Pada Proses
Sublimasi Untuk Daging Buah Durian, Buletin Agricultural
Engineering BEARING, Vol. 2 No. 1.
Svehla, 1979, Buku Ajar Vogel: Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan
Semimikro, PT Kalman Media Pusaka, Jakarta.
Syukri, 1999, Kimia Dasar 3, ITB Press, Bandung
Triastuti, A., dkk., 2010. Pemurnian Garam Dapur Melalui Metode Kristalisasi
Air Tua Dengan Bahan Pengikat Pengotor Na2C2O4 – NaHCO3 Dan
Na2C2O4 – Na2CO3. Vol. 8 No. 1.

Anda mungkin juga menyukai