I. Tujuan Percobaan
Mengkalibrasi termometer dengan cara panas
Memurnikan asam benzoat dari pengotornya dengan cara rekristalisasi dan
menentukan titik leleh asam benzoat.
Memurnikan kamfer dari pengotornya dengan cara sublimasi dan
menentukan titik leleh kamfer
V. Prosedur Kerja
5.1 Kalibrasi Termometer
Tabung reaksi diisikan 10 ml akuades, lalu dimasukkan sedikit batu
didih. Tabung tersebut diklem tegak lurus, lalu dipanaskan perlahan
sampai mendidih. Termometer diposisikan pada uap diatas permukaan
air yang mendidih tersebut.
5.1 Kristalisasi Asam Benzoat dalam air
Asam benzoat 2 g dimasukkan kedalam gelas kimia 100 ml, lalu
dimasukkan pelarut (air) sedikit demi sedikit dalam keadaan panas
sampai asam benzoat larut. Ditambahkan sedikit berlebih pelarut panas.
Campuran tersebut dididihkan diatas kasa asbes dengan menggunakan
pembakar bunsen. Lalu ditambahkan 0,5 g karbon sedikit demi sedikit,
hati-hati, sampai diaduk dengan kaca pengaduk. Setelah itu, dididihkan
beberapa saat. Disiapkan corong penyaring kaca dilengkapi dengan
kertas saring lipat, dipasang labu erlenmeyer untuk menampung filtrate
panas. Lalu larutan dituangkan ke dalam corong secepat mungkin. Labu
Erlenmeyer didinginkan di dalam air es hingga terbentuk kristal. Lalu
dilakukan penyaringan menggunakan corong buchner yang dilengkapi
dengan peralatan isap. Kristal dicuci didalam corong buchner dengan
sedikit pelarut dingin, lalu kristal ditekan dengan spatula hingga kering.
Kristal ditebarkan didalam kertas saring kering lalu ditekan sekering
mungkin. Setelah itu, Kristal kering ditimbang dan ditentukan titik leleh
menggunakan cara kapiler.
5.3 Sublimasi
1 g serbuk kamfer ditempatkan di dalam cawan porselen, cawan
dipasang diatas klem bundar yang cocok, lalu cawan ditutup dengan
kaca arloji . diletakkan beberapa potongan es dibagian atas kaca arloji.
Dan dilakukan pemanasan langsung dengan api kecil. Lalu Kristal yang
menempel dikumpulkan. Lalu ditimbang dan ditentukan titik lelehnya.
6.3 Sublimasi
Berat kertas perkamen : 0,47 g
Berat Kristal kamfer : 1,42 g
Titik leleh awal : 65˚C
Titik leleh akhir : 68˚C
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑙ℎ𝑖𝑟
%𝑟𝑎𝑛𝑑𝑜𝑚𝑒𝑛 ꞊ × 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙
1,42−0,47
꞊ × 100%
1
0,95
꞊ × 100 % = 95 %
1
VII. Pembahasan
7.1 Kalibrasi thermometer
Prinsip dari percobaan ini adalah Kalibrasi titik 100˚C termometer atau
cara panas dengan memposisikan termometer pada uap diatas permukaan air
yang mendidih. Kalibrasi termometer berfungsi untuk memverifikasi , artinya
mengetahui apakah thermometer sesuai atau tidak dengan standar. Pada
percobaan ini didapat trayek pada thermometer menunjukan pada suhu 99˚C.
Dimana hasil tersebut sesuai dengan literature dan dapat dipakai karena
trayeknya menujukan pada suhu direntan 99˚C-100˚C.
7.2 Rekristralisasi dan sublimasi
Terdapat beberapa cara dalam proses pemisahan dan pemurnian zat yaitu
antara lain:kristalisasi, detilasi, sublimasi, rekristalisasi, ekstraksi,
kromatografi, dan penukaran ion. Tetapi yang dilakukan yaitu Rekristalisasi
dan sulimasi yang bertujuan melakukan kristalisasi dengan baik, memilih
pelarut yang sesuai untuk rekristalisasi, menjernihkan dan menghilangkan
warna larutan serta memisahkan dan memurnikan campuran dengan
rekristalisasi.
Prinsip dari pemisahan dan pemurnian zat padat akan lebih larut dalam
pelarut panas dibandingkan dengan pelarut dingin. Kristalisasi dari zat murni
akan menghasilkan Kristal yang identik dan teratur bentuknya sesuai dengan
Kristal senyawanya.
Percobaan yang dilakukan dalam praktikum kimia organik kali ini adalah
mengenai pemisahan dan pemurnian zat padat. Pemisahan seperti ini dilakukan
berdasarkan perbedaan titik leleh dari dua komponen senyawa yang dipisahkan
serta melalui rekristalisasi dan sublimasi. Sebagaimana tujuan dari percobaan
yaitu memilih pelarut yang sesuai untuk rekristalisasi, menjernihkan dan
menghilangkan warna larutan, memisahkan dan memurnikan campuran dengan
rekristalisasi.
Rekristalisasi adalah suatu metode untuk pemurnian senyawa padatan
yang dihasilkan dari reaksi-reaksi organik. Rekristalisasi merupakan salah satu
cara atau metode untuk memurnikan suatu zat padat, metode ini ditinjau
berdasarkan pada perbedaan daya larut antara zat yang dimurnikan dengan
pengotornya dalam suatu pelarut tertentu. Pemurnian yang di istilahkan sebagai
rekristalisasi pada prinsipnya adalah pelarutan Kristal kedalam pelarut yang
sesuai dan kemudian dikristalkan kembali. Dengan demikian impuritas yang
terperangkap kedalam Kristal bias keluar seiring larutnya Kristal dalam pelarut.
Pada percobaan pertama yaitu mengenai kristalisasi asam benzoat yang
dimulai dengan penambahan senyawa asam benzoat dengan pelarut panas (air).
Pelarut panas digunakan karena senyawa padat akan lebih mudah terlarut atau
larut dalam pelarut panas dibandingkan dengan pelarut dingin. Karena semakin
tinggi suhu pelarut maka energi atau kereaktifannya dalam menguraikan
molekul – molekul padatan untuk dapat larut semakin tinggi. Pelarut yang
terbaik adalah pelarut dimana senyawa yang dimurnikan hanya larut sedikit
pada suhu kamar tetapi sangat larut pada suhu yang lebih tinggi, misalnya
pada titik didih pelarut itu. Pelarut itu harus melarutkan secara mudah
pengotor-pengotor dan harus mudah menguap,sehingga dapat dipisahkan
secara mudah dari materi yang dimurnikan. Titik didih pelarut harus lebih
rendah dari titik leleh padatan untuk mencegah pembentukan minyak.
Pelarut tidak boleh bereaksi dengan zat yang akan dimurnikan dan harus
murah harganya. Adapun pelarut panas yang digunakan adalah air, karena air
bersifat polar dan titik didih air sebagai pelarut lebih rendah dari pada titik didih
asam benzoat sehingga kristal yang diinginkan pada saat pengeringan dapat
terbentuk, penggunaan air sebagai pelarut asam benzoat juga berhubungan
dengan kelarutan. Sesuai dengan syarat pelarut yaitu pelarut hanya dapat
melarutkan zat yang akan dimurnikan dan tidak melarutkan zat pencemarnya.
Reaksi antara air dan asam benzoat menyebabkan terbentuknya ikatan
hidrogen, inilah yang menyebabkan air dapat melarutkan asam benzoat. Asam
benzoat yang digunakan dalam percobaan ini merupakan asam benzoat yang
belum murni atau masih kotor. Karena itu dilakukan pemurnian terhadap asam
benzoat tersebut agar terbebas dari zat pengotor. Asam benzoat yang telah
dilarutkan dalam air tersebut, dipanaskan sampai mendidih (sampai melewati
kondisi lewat jenuh) setelah itu dilakukan pendinginan. Pada titik didihnya,
sedikit pelarut ditambahkan sampai terlihat bahwa tidak ada tambahan materi
yang larut lagi. . Penambahan norit pada larutan berfungsi untuk menyerap atau
mengikat pengotor yang ada pada asam benzoat atau yang dikenal dengan
istilah absorben. Sehingga pada saat disaring didapatkan filtrat yang bening dan
kemungkinan adalah asam benzoat murni. Jika belum terbentuk kristal maka
larutan di jenuhkan dengan cara penguapan, agar endapan dapat terbentuk
dengan mudah. Lalu larutan jenuh yang masih panas kemudian disaring melalui
kertas saring yang ditempatkan dalam suatu corong saring. Hal ini bertujuan
untuk memisahkan endapan dari larutannya. Filtrat hasil penyaringan tersebut
akan digunakan untuk proses kristalisasi pada tahap berikutnya.
Setelah kristal disaring dengan corong dengan peralata hisap, akan didapat
kristal murni berwarna putih dengan berat 1,29 gr, sedangkan berat sampel
asam benzoat adalah 2 gr. Adanya pengurangan berat ini diakibatkan hilangnya
zat pengotor yang terserap oleh norit dan dengan adanya penyaringan. Akan
tetapi hal ini juga dapat dipengaruhi oleh adanya sebagian kecil kristal yang
menempel pada kertas saring dan tidak ikut tertimbang .
Pada percobaan titik leleh, menurut literatur adapun titik leleh maka kristal
yang diperoleh semakin murni. Jika trayek yang diperoleh lebih kecil dari
literatur, maka hal ini menunjukkan bahwa kristal yang diperoleh belum benar-
benar murni dam masih ada zat pengotornya. Zat pengotor tersebut dapat
menurunkan titik leleh kristal ( huku rault tentang campuran ideal). Setelah itu,
zat pengotor akan mengganggu struktur kristal dan memperlemah ikatan-
ikatannya sehingga asam benzoat kotor akan mempunyai titik didih yang lebih
rendah daripada asam benzoat murni. Hal ini juga dapat dibandingkan dengan
sampel asam benzoat kotor yang belum direkristalisasi yang mempunyai trayek
titik didih 98 oC – 100 oC yang berarti sampel ini lebih tidak murni dari kristal
yang diperoleh. Zat murni mempunyai titik leleh yang lebih tinggi karena
adanya kestabilan dalam struktur kristalnya.
Asam benzoat yang benar-benar murni dapat disebabkan oleh adabnya
faktor-faktor antara lain adalah proses penyaringan yang tidak sempurna
sehingga masih ada pengotor yang ikut tersaring. Hak ini dikarenakan zat
mudah menggumpal di dinding dan menyebabkan melebar pada saat
penyaringan yang memungkin ada yang keluar dari kertas saring. Hal lain yang
mungkin terjadi adalah proses peneringan yang kurang sempurna sehingga
kristal masih mengandung air yang dapat menurunkan trayek titim lelehnya.
Selain itu kesalahan yang tejadi adalah kekurangan tepatan praktikan dalam
membaca trayek titik leleh karena kurang koordinasi antara praktikan yang
mengamati asam benzoat dam praktikan yang membacca skala suhu pada
termometer.
Sublimasi merupakan suatu pemisahan dan pemurnian zat padat yang
mempunyai tekanan uap yang relatif tinggi pada suhu dibawah titik lelehnya.
Pemurnian dengan metode sublimasi ini dapat dilakukan dengan adanya
perbedaan kemampuan untuk menyublim pada shu tertentu antara zat murni
dengan pengotornya. Pada sublimasi kamper, kita langsung memanaskan dalam
filtel flask yang ditutupi dengan taung reaksi yang berisi es batu yang berfu gsi
untuk mendidihkan uap kamper sehingga kamper yang menyublim dapat
langsung berubah menjadi fasa padat dan dapat langsung dipisahkan dari
pengotornya. Perlu diperhatikan bahwa air es jangan sampai menetes pada filter
flask, jika menetes maka percobaan dianggap gagal.
Pada percobaan sublimasi yaitu sublimasi pada kamfer kotor. Pemurnian
kamfer dengan menggunakan proses sublimasi dikarenakan karena sifat kamfer
yang mudah menyublim dan merupakan padatan Kristal yang tak bewarna.
Kamfer yang masih dalam bentuk kristal dipanaskan hingga mlewati perubahan
fasanya. Reaksi dari kamfer berlangsung dengan sangat cepat. Hal ini
disebabkan zat padat dalam proses sublimasi mengalami proses perubahan
langsung menjadi gas tanpa melalui fase cair, kemudian terkondensasi menjadi
padatan atau Kristal kembali. Sehingga dalam proses sublimasi, kamfer tidak
berubah menjadi senyawa lain, hanya berubah bentuk (fase) dari padat ke gas.
Saat dilakukan pemanasan secara sistem terisolasi, naftalen menyublim dengan
menyisakan kristal yang menempel didasar glass wool berupa jarum dan pipih.
Pada percobaan diperoleh berat kamfer murni yaitu 0,95 gram yang sebelumnya
berat kamfer adalah 1 gram. Berat kamfer yang didapatkan lebih sedikit dari
pada jumlah awal dari kamfer sebelum sublimasi. Berarti hasil kamfer yang
didapatkan tidak benar – benar murni, hal ini dapat disebabkan karena pengaruh
lingkungan sekitar sehingga tidak semua pengotor dapat dipisahkan.
Untuk percobaan penetuan titik leleh kamfer, menurut literatur bahwa titik
leleh dari kamfer adalah 80,2 oC. Apabila hasil titik leleh kristal kamfer
dibawah literatur maka zat yang diperoleh belum benar-benar murni karena
trayek titik leleh masih jauh dari data literatur. Adanya hasil sublimasi yang
kurang murni mungkin disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah
adanya pengarh lingkungan terutama tekanan dalam laboratorium yang bisa
dikendalikan oleh praktikan. Sublimasi dapat terjadi jika terdapat zat padat
dengan tekanan uap yang relatif tinggi pada suhu dibawah titik lelehnya, jika
tekanan uap pada laboratorium berbeda dengan tekanan uap kamper juga kan
berubah yang menyebabkan tidak semua pengotor dipisahkan dari kamper pada
pemanasan dihentikan sehingga mengurangi titik leleh kamper. Hal ain yang
mungkin terjadi adalah ketidakcermatan dalam pembacaan trayek titk leleh
ketika melakukan uji titik leleh dengan cara kapiler.
VIII. Kesimpulan
Thermometer layak dipakai karena trayek pada saat di kalibrasi
mendekati titik didih air yaitu 100˚C dan skala yang didapat adalah
99˚C.
Hasil pemurnian asam benzoat adalah 64,5 % dan hasil titik leleh asam
benzoat awal 110˚C dan titik leleh akhir 112˚C.
Hasil pemurnian kamfer adalah 95 % dan hasil titik leleh kamfer awal
65˚C dan titik leleh akhir 68˚C.
IX. Daftar Pustaka
Ahmadi, Kgs., 2010, Kristalisasi Pelarut Suhu Rendah Pada Pembuatan
Konsentrat Vitamin E Dari Distilat Asam Lemak Minyak Sawit :
Kajian Jenis Pelarut, Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 11 No. 1.
Arsyad, M. Natsir, 2001, Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah, Gramedia,
Jakarta.
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar: Konsep konsep Inti. Edisi. ke-3. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Day, R.A dan Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.
Keenan, Charles W. dkk., 1992, Kimia Untuk Universitas Jilid 2, Erlangga.
Jakarta.
Pinalia, A., 2011, Kristalisasi Ammonium Perkoalat (AP) Dengan Sistem
Pendinginan Terkontrol Untuk Menghasilkan Kristal Berbentuk
Bulat, Majalah Teknologi Dirgantara, Vol. 9 No. 2.
Setyopratomo, P., dkk., 2003, Studi Eksperimental Permurnian Garam NaCl
Dengan Cara Rekristalisasi, Unitas, Vol. 11 No. 2.
Siregar, K., dkk., 2006, Pengeringan Beku Dengan Metode Pembekuan Vakum
Dan Lempeng Sentuh Dengan Pemanasan Terbalik Pada Proses
Sublimasi Untuk Daging Buah Durian, Buletin Agricultural
Engineering BEARING, Vol. 2 No. 1.
Svehla, 1979, Buku Ajar Vogel: Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan
Semimikro, PT Kalman Media Pusaka, Jakarta.
Syukri, 1999, Kimia Dasar 3, ITB Press, Bandung
Triastuti, A., dkk., 2010. Pemurnian Garam Dapur Melalui Metode Kristalisasi
Air Tua Dengan Bahan Pengikat Pengotor Na2C2O4 – NaHCO3 Dan
Na2C2O4 – Na2CO3. Vol. 8 No. 1.