Anda di halaman 1dari 11

PENGELOLAAN TPA BERWAWASAN LINGKUNGAN

I. UMUM

Lokasi TPA merupakan tempat pembuangan akhir sampah yang akan menerima segala
resiko akibat pola pembuangan sampah terutama yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadinya pencemaram lindi (leachate) ke badan air maupun air tanah, pencemaran
udara oleh gas dan efek rumah kaca serta berkembang biaknya vektor penyakit seperti
lalat (Judith, 1996). Menurut Qasim (1994) dan Thobanoglous (1993), potensi
pencemaran leachate maupun gas dari suatu landfill ke lingkungan sekitarnya cukup
besar mengingat proses pembentukan leachate dan gas dapat berlangsung dalam waktu
yang cukup lama yaitu 20 - 30 tahun setelah TPA ditutup.
Dengan demikian maka perlu ada suatu upaya yang harus dilakukan untuk pengamanan
pencemaran lingkungan.
Upaya pengamanan lingkungan TPA diperlukan dalam rangka mengurangi terjadinya
dampak potensial yang mungkin terjadi selama kegiatan pembuangan akhir
berlangsung (dampak potensial dapat dilihat pada tabel 1). Upaya tersebut meliputi :
„ Penentuan lokasi TPA yang memenuhi syarat (SNI No. 03-3241-1997 tentang Tata
Cara Pemilihan Lokasi TPA).
„ Pembangunan fasilitas TPA yang memadai, pengoperasian TPA sesuai dengan
persyaratan dan reklamasi lahan bekas TPA sesuai dengan peruntukan lahan dan
tata ruang .
„ Monitoring pasca operasi terhadap bekas lahan TPA.
Selain itu perlu juga dilakukan perbaikan manajemen pengelolaan TPA secara lebih
memadai terutama ketersediaan SDM yang handal serta ketersediaan biaya operasi dan
pemeliharaan TPA.

Tabel 1. Dampak potensial kegiatan pembuangan akhir

Tahap Kegiatan Prakiraan Dampak


Pembangunan
Prakonstruksi „ Pemilihan lokasi „ Lokasi yang tidak memenuhi
TPA. persyaratan akan mencemari
lingkungan dan mengganggu
„ Perencanaan. kesehatan masyarakat
„ Perencanaan yang tidak didukung
oleh data yang akurat akan
„ Pembebasan menghasilkan konsntruksi yang tidak
lahan. memadai
„ Ganti rugi yang tidak memadai akan
menimbulkan keresahan masyarakat
Konstruksi „ Mobilisasi alat „ Meningkatkan polusi udara (debu,
berat & tenaga. kebisingan)
„ Keresahan sosial apabila tenaga
setempat tidak dimaanfaatkaan
„ Pembersihan „ Pengurangan tanaman
lahan.
„ Pekerjaan sipil „ Pembuatan konstruksi yang tidak
memenuhi persyaratan akan
menyebabkan kebocoran lindi, gas
dan lain-lain

1
Operasi „ Pengangkutan. „ Pengangkutan sampah dalam
keadaan terbuka dapat menyebabkan
bau dan sampah berceceran di
sepanjang jalan yang dilalui truk
„ Penimbunan dan „ Penimbunan sampah yang tidak
pemadatan. beraturan dan pemadatan yang
kurang baik menyebabkan masa
pakai TPA lebih singkat
„ Penutupan „ Penutupan tanah yang tidak memadai
tanah. dapat menyebabkan bau, populasi
lalat tinggi dan pencemaran udara
„ Ventilasi gas yang tidak memadai
„ Ventilasi gas menyebabkan pencemaran udara,
kebakaran dan bahaya asap
„ Lindi yang tidak terkumpul dan
„ Pengumpulan terolah dengan baik dapat
lindi dan menggenangi jalan dan mencemari
pengolahan lindi badan air dan air tanah

Pasca operasi „ Reklamasi lahan „ Reklamasi yang tidak sesuai dengan


peruntukan lahan apalagi digunakan
untuk perumahan dapat
membahayakan konstruksi bangunan
dan kesehatan masyarakat
„ Pemantauan „ Tanpa upaya pemantauan yang
kualitas lindi dan memadai, maka akan menyulitkan
gas upaya perbaikan kualitas lingkungan

2. TAHAPAN PENGAMANAN PENCEMARAN LINGKUNGAN TPA

2.1. TAHAP PRA KONSTRUKSI

1. Pemilihan Lokasi TPA


Untuk mengantisipasi dampak negatif tersebut yang diakibatkan oleh metode
pembuangan akhir sampah yang tidak memadai seperti yang selalu terjadi di berbagai
kota di Indonesia, maka langkah terpenting adalah memilih lokasi yang sesuai dengan
persyaratan.
Sesuai dengan SNI No. 03-3241-1997 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA, bahwa
lokasi yang memenuhi persyaratan sebagai tempat pembuangan akhir sampah adalah :
„ Jarak dari perumahan terdekat 500 m
„ Jarak dari badan air 100 m
„ Jarak dari airport 1500 m (pesawat baling-baling) dan 3000 m (pesawat jet)
„ Muka air tanah > 3 m
„ Jenis tanah lempung dengan konduktivitas hidrolik < 10 -6 cm / det
„ Merupakan tanah tidak produktif
„ Bebas banjir minimal periode 25 tahun

Pemilihan lokasi TPA sebagai langkah awal dalam peningkatan metode pembuangan
akhir sampah, perlu dilakukan secara teliti melalui tahapan studi yang komprehensif
(feasibility study dan studi amdal). Sulitnya mendapatkan lahan yang memadai didalam

2
kota, maka disarankan untuk memilih lokasi TPA yang dapat digunakan secara regional.
Untuk lokasi TPA yang terlalu jauh (>25 km) dapat menggunakan sistem transfer
station.

2. Survey dan pengukuran Lapangan


Data untuk pembuatan DED TPA harus meliputi :
„ Jumlah sampah yang akan dibuang ke TPA
„ Komposisi dan karakteristik sampah
„ Data jaringan jalan ke lokasi TPA
„ Jumlah alat angkut (truk)
Pengumpulan data tersebut dapat dilakukan secara langsung (primer) maupun tidak
langsung (sekunder).
Pengukuran lapangan dilakukan untuk mengetahui data kondisi lingkungan TPA seperti:
„ Topografi
„ Karakteristik tanah, meliputi karakteristik fisik (komposisi tanah, konduktivitas
hidrolik, pH, KTK dan lain-lain) dan karakteristik kimia (komposisi mineral tanah,
anion dan kation)
„ Sondir dan geophysic
„ Kondisi air tanah, meliputi kedalaman muka air tanah, arah aliran air tanah, kualitas
air tanah (COD, BOD, Chlorida, Fe, Organik dan lain-lain)
„ Kondisi air permukaan, meliputi jarak dari TPA, level air, fluktuasi level air musim
hujan dan kemarau, kualitas air sungai (BOD, COD, logam berat, chlorida, sulfat,
pestisida dan lain-lain)
„ Lokasi mata air ( jika ada) termasuk debit.
„ Kualitas lindi, meliputi BOD, COD, Chlorida, Logam berat, Organik dan lain-lain.
„ Kualitas udara, meliputi kadar CH4, COx, SOx, NOx dan lain-lain.
„ Jumlah penduduk yang tinggal disekitar TPA (radius < 500 m)
„ Dan lain-lain

3. Perencanaan
Perencanaan TPA berupa Detail Engineering Design (DED), harus dapat mengantisipasi
terjadinya pencemaran lingkungan . Dengan demikian maka perencanaan TPA tersebut
harus meliputi :
„ Disain site plan disesuaikan dengan kondisi lahan yang tersedia
„ Disain fasilitas yang meliputi fasilitas umum (jalan masuk dan jalan operasi, saluran
drainase, kantor TPA, pagar), fasilitas perlindungan lingkungan (tanggul, lapisan
dasar kedap air, jaringan pengumpul dan pengolah lindi, ventilasi gas, barrier, tanah
penutup, sumur uji, alat berat dan lain-lain) dan fasilitas pendukung (air bersih,
bengkel, jembatan timbang dan lain-lain)
„ Tahapan pembangunan disesuaikan dengan kemampuan pendanaan daerah untuk
membangun suatu TPA sehingga dengan kondisi yang paling minimal TPA tersebut
dapat berfungsi tanpa mencemari lingkungan.
„ Dokumen DED dilengkapi juga dengan gambar detail, SOP, dokumen tender,
spesifikasi teknis, disain note dan lain-lain
Perpindahan atau pergeseran lokasi TPA harus diikuti oleh pembuatan DED pada lokasi
baru (redisign).

4. Pembebasan lahan
Pembebasan lahan TPA perlu memperhatikan dampak sosial yang mungkin timbul
seperti kurang memadainya ganti rugi bagi masyarakat yang tanahnya terkena proyek.
Luas lahan yang dibebaskan minimal dapat digunakan untuk menampung sampah
selama 5 tahun.

3
5. Pemberian izin
Pemberian izin lokasi TPA harus diikuti dengan berbagai konsekuensi seperti dilarangnya
pembangunan kawasan perumahan atau industri pada radius < 500 m dari lokasi TPA,
untuk menghindari terjadinya dampak negatif yang mungkin timbul dari berbagai
kegiatan TPA

6. Sosialisasi
Untuk menghindari terjadinya protes sosial atas keberadaan suatu TPA, perlu diadakan
sosialisasi dan advokasi publik mengenai apa itu TPA, bagaimana mengoperasikan suatu
TPA dan kemungkinan dampak negatif yang dapat terjadi namun disertai dengan
rencana atau upaya pihak pengelola untuk menanggulangi masalah yang mungkin
timbul dan tanggapan masyarakat terhadap rencana pembangunan TPA. Sosialisasi
dilakukan secara bertahap dan jauh sebelum dilakukan perencanaan.

2.2. TAHAP KONSTRUKSI

2.2.1. Mobilisasi Tenaga dan Alat


1. Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga kerja yang akan melaksanakan
pekerjaan konstruksi TPA. Untuk tenaga profesional seperti tenaga supervisi, ahli
struktur dan mandor harus direkrut sesuai dengan persyaratan kualifikasi,
sedangkan untuk tenaga buruh atau tenaga keamanan dapat direkrut dari tenaga
setempat (jika ada). Rekrutmen tenaga setempat adalah untuk menghindari
terjadinya konflik atau kecemburuan sosial.

2. Alat
Mobilisasi peralatan konstruksi mungkin akan menimbulkan dampak kebisingan dan
debu, namun sifatnya hanya sementara. Untuk itu agar dapat diusahakan mobilisasi
atau demobilisasi alat berat dilakukan pada saat lalu lintas dalam keadaan sepi
serta tidak melalui permukiman yang padat.

2.2.2. Pembersihan lahan (land clearing)


Pembersihan lahan akan menimbulkan dampak pengurangan jumlah tanaman dan
debu sehingga perlu dilakukan penanaman pohon sebagai pengganti atau membuat
green barrier yang memadai.

2.2.3. Pembangunan fasilitas umum


1. Jalan Masuk TPA
Jalan masuk TPA akan digunakan oleh kendaraan pengangkut sampah dengan
kapasitas yang cukup besar, sehingga kelas jalan dan lebar jalan perlu
memperhatikan beban yang akan lewat serta antrian yang mungkin terjadi.
Pengaturan lalu lintas untuk kendaraan yang akan masuk dan keluar TPA
sedemikian rupa sehingga dapat menghindari antrian yang panjang karena dapat
mengurangi efisiensi pengangkutan.

2. Kantor TPA
Kantor TPA berfungsi sebagai kantor pengendali kegiatan pembuangan akhir mulai
dari penimbangan/ pencatatan sampah yang masuk (sumber, volume/berat,
komposisi dan lain-lain), pengendalian operasi, pengaturan menajemen TPA dan
lain-lain. Luas dan konstruksi bangunan kantor TPA perlu memperhatikan fungsi
tersebut. Selain itu juga dapat dilengkapi dengan ruang laboratorium sederhana

4
untuk analisis kualitas lindi maupun efluen lindi yang akan dibuang kebadan air
penerima.

3. Drainase
Drainase keliling TPA diperlukan untuk menampung air hujan agar tidak masuk ke
area timbunan TPA, selain untuk mencegah tergenangnya area timbunan sampah
juga untuk mengurangi timbulan lindi.

4. Pagar TPA
Pagar TPA selain berfungsi sebagai batas TPA dan keamanan TPA juga dapat
berfungsi sebagai green barrier. Untuk itu maka pagar TPA sebaiknya dibuat
dengan menggunakan tanaman hidup dengan jenis pohon yang rimbun dan cepat
tumbuh seperti pohon angsana.

2.2.4. Pembangunan fasilitas perlindungan lingkungan


1. Lapisan Dasar Kedap Air
Lapisan dasar kedap air berfungsi untuk mencegah terjadinya pencemaran lindi
terhadap air tanah. Untuk itu maka konstruksi dasar TPA harus cukup kedap, baik
dengan menggunakan lapisan dasar geomembrane/geotextile maupun lapisan
tanah lempung dengan kepadatan dan permeabilitas yang memadai (< 10-6
cm/det). Lapisan tanah lempung sebaiknya terdiri dari 2 lapis masing-masing
setebal 30 cm. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya keretakan akibat
kerusakan lapisan pertama karena terekspose cukup lama. Selain itu untuk
menghindari terjadinya keretakan lapisan dasar tanah lempung, maka sebelum
dilakukan peninmbunan sebaiknya lapisan dasar “terlindung” . Sebagai contoh
dapat dilakukan penanaman rumput atau upaya lain yang cukup memadai.
- Lapisan dasar kedap air (lempung)

„ Jarak aman dasar TPA dengan muka air tanah


adalah > 3 m
„ Kemiringan dasar lahan kearah pengumpul
lindi ± 1 %

2. Jaringan Pengumpul Lindi


Pipa jaringan pengumpul lindi di dasar TPA berfungsi untuk mengalirkan lindi yang
terbentuk dari timbunan sampah ke kolam penampung lindi. Jaringan pengumpul
lindi dapat berupa pipa PVC berlubang yang dilindungi oleh gravel. Tipe jaringan
disesuaikan dengan kebutuhan seperti luas TPA, tingggi timbunan, debit lindi dan
lain-lain. Sebagai contoh :

Kolam penampung lindi

5
Penampang melintang jaringan pengumpul lindi adalah sebagai berikut :

Lapisan sampah pertama

Lapisan tanah porous

Lapisan sirtu

Pipa PVC berlubang


dan dilindungi gravel

3. Pengolahan Lindi
Instalasi atau kolam pengolahan lindi berfungsi untuk menurunkan kadar pencemar
lindi sampai sesuai dengan ketentuan standar efluen yang berlaku. Mengingat
karakteristik lindi didominasi oleh komponen organik dengan nilai BOD rata-rata
2000 - 10.000 ppm (Qasim, 1994), maka pengolahan lindi yang disarankan minimal
dengan proses pengolahan biologi (secondary treatment). Proses pengolahan lindi
perlu memperhatikan debit lindi, karakteristik lindi dan badan air penerima tempat
pembuangan efluen. Hal tersebut berkaitan dengan pemilihan proses pengolahan,
penentuan kapasitas dan dimensi kolam serta perhitungan waktu detensi.
Mengingat proses biologi akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan aktivitas
mikroorganisme, maka pengkondisian dan pengendalian proses memegang peranan
penting. Sebagai contoh kegagalan proses yang terjadi selama ini adalah karena
tidak adanya upaya seeding dan aklimatisasi proses biologi, sehingga efisiensi
proses tidak dapat diprediksi bahkan cenderung sangat rendah.
Secara umum proses pengolahan lindi secara sederhana terdiri dari beberapa tahap
sebagai berikut :
„ Pengumpulan lindi, dilakukan di kolam pengumpul
„ Proses anaerobik, dilakukan di kolam anaerob (kedalaman > 2m). Proses ini
diharapkan dapat menurunkan BOD sampai 60 %
„ Proses fakultatif yang merupakan proses peralihan dari anaerobik, dilakukan di
kolam fakultatif. Proses ini diharapkan dapat menurunkan BOD sampai 70 %
„ Proses maturasi atau stabilisasi, dilakukan di kolam maturasi dengan efisiensi
proses 80 %
„ Land treatment, dilakukan dengan membuat lahan yang berfungsi sebagai
saringan biologi yang terdiri dari ijuk, pasir, tanah dan tanaman yang dapat
menyerap bahan polutan.
Dalam kondisi efluen belum dapat mencapai nilai efluen yang diharapkan, maka
dapat dilakukan proses resirkulasi lindi ke lahan timbunan sampah melalui pipa
ventilasi gas. Adanya proses serupa “trickling filter”, diharapkan dapat menurunkan
kadar BOD lindi.

4. Ventilasi Gas
Ventilasi gas berfungsi untuk mengalirkan gas dari timbunan sampah yang
terbentuk karena proses dekomposisi sampah oleh aktivitas mikroorganisme. Tanpa
adanya ventilasi yang memadai, akan dapat menyebabkan tingginya akumulasi gas
di timbunan sampah sehingga sangat mudah terbakar. Gas yang mengalir dan
keluar dari pipa ventilasi sebaiknya diolah sebagai biogas (di negara maju, gas dari
landfill dimanfaatkan untuk menghasilkan tenaga listrik). Tetapi apabila tidak
dilakukan pengolahan gas TPA, maka gas yang keluar dari pipa vent harus dibakar,
hal tersebut untuk menghindari terjadinya dampak negatif terhadap pencemaran
udara berupa efek rumah kaca (green house effect).

6
Pemasangan pipa gas berupa pipa PVC berlubang (vertikal) yang dilindungi oleh
casing yang diisi kerikil, harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan ketinggian
lapisan sel sampah. Letak pipa gas agar berada pada jalur jaringan pipa lindi.

Kerikil
casing

Pipa gas, berlubang

5. Green Barrier
Untuk mengantisipasi penyebaran bau dan populasi lalat yang tinggi, maka perlu
dibuat green barrier berupa area pepohonan disekeliling TPA. Tebal green barrier
kurang lebih 10 m (canopi). Pohon yang cepat tumbuh dan rimbun untuk
memenuhi kebutuhan ini antara lain jenis pohon angsana.

6. Sumur Uji
Sumur uji diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya pencemaran terhadap air
tanah yang disebabkan oleh adanya rembesan lindi dari dasar TPA (dasar TPA tidak
kedap, adanya retakan lapisan tanah, adanya kebocoran geomembran ).

2.2. 5. Pembangunan fasilitas pendukung


1. Sarana Air Bersih
Air bersih di TPA diperlukan untuk pembersihan kendaraan pengangkut sampah
(truck), alat berat, keperluan mandi cuci bagi petugas maupun pengunjung TPA.
Selain itu apabila memungkinkan air bersih juga diperlukan untuk menyiram debu
disekitar area penimbunan secara berkala untuk mengurangi polusi udara.
2. Bengkel
Bengkel di TPA diperlukan untuk pemeliharaan alat berat serta memperbaiki
kendaraan yang mengalami kerusakan ringan yang terjadi di TPA, sehingga tidak
sampai mengganggu operasi pembuangan sampah. Peralatan bengkel harus
disesuaikan dengan jenis kerusakan yang akan ditangani.
3. Jembatan Timbang
Jembatan timbang diperlukan untuk mengetahui berat sampah yang masuk TPA
sehingga masa pakai TPA dapat dikendalikan. Selain itu jembatan timbang tersebut
dapat digunakan sebagai ukuran pembayaran pembuangan sampah per truk (untuk
sampah dari sumber tertentu yang tidak dikenakan retribusi).

2.3. TAHAP PASCA KONSTRUKSI

2.3.1. Operasi dan Pemeliharaan TPA


Operasi dan pemeliharaan TPA merupakan hal yang paling sulit dilaksanakan dari
seluruh tahapan pengelolaan TPA. Meskipun fasilitas TPA yang ada sudah cukup
memadai, apabila operasi dan pemeliharaan TPA tidak dilakukan dengan baik maka
tetap akan terjadi pencemaran lingkungan.
Untuk menghindari terjadinya dampak negatif yang mungkin timbul , maka
pengoperasian pembuangan akhir sampah dilakukan dengan memperhatikan hal-
hal sebagai berikut :

7
„ Penerapan sistem sel

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10

dst

Penerapan sistem sel memerlukan pengaturan lokasi pembuangan sampah


yang jelas termasuk pemasangan rambu-rambu lalu lintas truk sampah ,
kedisiplinan sopir truk untuk membuang sampah pada sel yang telah
ditentukan dan lain-lain
„ Pemadatan sampah sedemikian rupa agar dapat mencapai kepadatan 700
kg/m3, yaitu dengan lintasan alat berat 5 x. Untuk proses pemadatan pada lapis
pertama perlu dilakukan secara hati-hati agar alat berat tidak sampai merusak
jaringan pipa leachate yang dapat menyebabkan kebocoran leachate.
„ Penutupan tanah dilakukan secara harian ( 20 cm), intermediate ( 30 cm) dan
penutupan tanah akhir (50 cm ). Pemilihan jenis tanah penutup perlu
mempertimbangkan tingkat kekedapannya, diusahakan merupakan jenis yang
tidak kedap. Dalam kondisi penutupan tanah tidak dilakukan secara harian,
maka untuk mengurangi populasi lalat dilakukan penyemprotan insektisida
„ Pengolahan lindi dikondisikan untuk mengoptimalkan proses pengolahan baik
melalui proses anaerob, aerob, fakultatif, maturasi dan resirkulasi lindi, sehingga
dicapai efluen yang memenuhi standar baku mutu (BOD 30 - 150 ppm)
„ Pipa ventilasi gas berupa pipa berlubang yang dilindungi oleh kerikil dan casing
dipasang secara bertahap sesuai dengan ketinggian lapisan timbunan
sampah

2.3.2. Reklamasi lahan bekas TPA


Untuk menghindari terjadinya dampak negatif, karena proses dekomposisi sampah
menjadi lindi dan gas berlangsung dalam waktu yang sangat lama ± 30 tahun
(Thobanoglous, 1993), maka lahan bekas TPA direkomendasikan untuk lahan
terbuka hijau atau sesuai dengan rencana tata guna lahannya. Apabila lahan bekas
TPA akan digunakan sebagai daerah perumahan atau bangunan lain, maka perlu
memperhitungkan faktor keamanan bangunan secara maksimal.
Reklamasi lahan bekas TPA disesuaikan dengan rencana peruntukannya terutama
yang berkaitan dengan konstruksi tanah penutup akhir. Untuk lahan terbuka hijau,
ketebalan tanah penutup yang dipersyaratkan adalah 1 m (tergantung jenis
tanaman yang akan ditanam), ditambah lapisan top soil. Sedangkan untuk
peruntukan bangunan, persyaratan penutupan tanah akhir serupa dengan
konstruksi jalan dan faktor keamanan sesuai dengan peraturan konstruksi yang
berlaku.

2.3.3. Monitoring TPA pasca operasi

8
Monitoring kualitas lingkungan pasca operasi TPA diperlukan untuk mengetahui
ada tidaknya pencemaran baik karena kebocoran dasar TPA, jaringan pengumpul
lindi, proses pengolahan lindi yang tidak memadai maupun kebocoran pipa ventilasi
gas. Fasilitas yang diperlukan untuk monitoring ini adalah sumur uji dan pipa
ventilasi gas yang terlindung. Sumur uji yang harus ada minimal 3 unit, yaitu yang
terletak sebelum area peninmbunan, dekat lokasi penimbunan dan sesudah area
penimbunan.
Parameter kunci yang diperlukan antara lain meliputi :
„ Kualitas air , meliputi antara lain BOD/COD, chlorida, sulfat
„ Kualitas udara, meliputi debu, COx, NOx, H2S, gas metan (CH4)
„ Kepadatan lalat

Periode pemantauan sebaiknya dilakukan secara berkala terutama untuk parameter


kunci, sedangkan untuk parameter yang lebih lengkap dapat dilakukan setahun 1-2
kali (musim kemarau dan hujan).

3. DOKUMEN KAJIAN LINGKUNGAN

Dokumen kajian lingkungan TPA yang berisikan hal-hal tersebut diatas, harus
disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku (UU 23 / 1997
tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP No 27 / 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan dan Kepmen LH/Depkes/Kimpraswil yang berkaitan
dengan masalah kegiatan yang berdampak terhadap lingkungan)
Secara umum dokumen yang harus dilengkapi untuk melaksanakan pembangunan dan
pengoperasian TPA adalah :

1. AMDAL
„ Untuk kegiatan pembangunan TPA > 10 Ha
„ Untuk kegiatan pembangunan TPA yang terletak dikawasan lindung, berbatasan
dengan kawasan lindung atau yang secara langsung mempengaruhi kualitas
lingkungan kawasan lindung. Seperti di pinggir sungai, pantai, laut dan kawasan
lindung lainnya (< 10 ha)
„ Dokumen AMDAL terdiri dari Kerangka Acuan (KA) ANDAL, ANDAL, RKL / RPL.
„ KA ANDAL meliputi pendahuluan (latar belakang, tujuan dan kegunaan studi),
ruang lingkup studi (lingkup rencana kegiatan yang akan ditelaah, lingkup rona
lingkungan hidup awal dan lingkup wilayah studi), metode studi (metode
pengumpulan dan analisa data, metode prakiraan dampak dan penentuan
dampak penting, metode evaluasi dampak), pelaksanaan studi (tim studi, biaya
studi dan waktu). KA ANDAL juga dilengkapi dengan daftar pustaka dan
lampiran
„ Penyusunan dokumen ANDAL meliputi pendahuluan (latar belakang, tujuan
studi dan kegunaan studi), metoda studi (dampak penting yang ditelaah,
wilayah studi, metode pengumpulan dan analisa data, metode prakiraan
dampak penting dan evaluasi dampak penting), rencana kegiatan ( identitas
pemrakarsa dan penyusun ANDAL, tujuan rencana kegiatan, kegunaan rencana
kegiatan dari awal sampai akhir), rona lingkungan hidup (fisik-kimia, biologi,
sosial dan kesehatan masyarakat termasuk komponen-komponen yang
berpotensi terkena dampak penting) , prakiraan dampak penting (pra
konstruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi termasuk mekanisme aliran
dampak pada berbagai komponen lingkungan), evaluasi dampak penting
(telaahan terhadap dampak penting dan digunakan sebagai dasar pengelolaan).

9
Selain itu juga perlu dilengkapi dengan daftar pustaka sebagai dasar ilmiah dan
lampiran seperti surat izin rekomendasi untuk pemrakarsa, SK, foto-foto, peta,
gambar, tabel dan lain-lain
„ Penyusunan dokumen RKL, meliputi latar belakang pengelolaan lingkungan,
rencana pengelolaan lingkungan (dampak penting dan sumber dampak penting,
tolok ukur dampak, tujuan rencana pengelolaan lingkungan, pengelolaan
lingkungan melalui pendekatan teknologi/sosial ekonomi/institusi, lokasi
pengelolaan lingkungan, periode pengelolaan lingkungan, pembiayaan
pengelolaan lingkungan dan institusi yang bertanggung jawab dalam
pengelolaan lingkungan). Dokumen RKL ini juga dilengkapi dengan pustaka dan
lampiran
„ Penyusunan dokumen RPL, meliputi latar belakang pemantauan lingkungan
(dampak penting yang dipantau, sumber dampak, parameter lingkungan yang
dipantaau, tujuan RPL, metode pemantauan dan institusi yang bertanggung
jawab dalam pelaksanaan pemantauan lingkungan

2. UKL / UPL
„ Untuk kegiatan pembangunan TPA < 10 ha
„ Dokumen yang diperlukan adalah dokumen UKL dan UPL
„ Penyusunan dokumen UKL dan UPL, meliputi deskripsi rencana kegiatan (jenis
kegiatan, rencana lokasi dan posisinya dengan rencana umum tata ruang, jarak
lokasi kegiatan dengan SDA dan kegiatan lainnya, sarana/fasilitas yang
direncanakan, proses yang akan dilaksanakan), komponen lingkungan yang
mungkin akan terkena dampak, dampak yang akan terjadi (sumber dampak,
jenis dampak dan ukurannya, sifat dan tolok ukur dampak), upaya pengelolaan
lingkungan yang harus dilaksanakan oleh pemraakarsa, upaya pemantauan
lingkungan yang harus dilaksanakan oleh pemrakarsa (jenis dampak yang
dipantau, lokasi pemantauan, waktu pemantauan dan cara pemantauan),
mekanisme pelaporan pelaksanaan UKL/UPL pada saat kegiatan dilaksanakan
(instansi pembina, BPLDH dan dinas teknis terkait). Dokumen ini dilengkapi juga
dengan pernyataan pemrakarsa yang ditanda tangani untuk melaksanakan
upaya pengelolaan lingkungan.

4. PENUTUP

Mengacu pada berbagai permasalahan yang timbul dalam pengeloaan TPA di berbagai
kota di Indonesia yang telah mencemarai lingkungan, maka dukungan perencanaan
(teknis, ekonomi dan lingkungan), lokasi yang memadai, fasilitas TPA dan dana O/P saja
tidak cukup namun perlu komitmen yang kuat untuk melaksanakan keseluruhan proses
pembuangan sampah dan pengelolaan lingkungan dengan benar dan profesional.

DAFTAR PUSTAKA

10
1. Judith Petts, Envoronmental Impact Assesment for Waste Treatment & Disposal
Facilities, 1996.

2. Qasim, Sanitary Landfill leachate generation, control & Treatment, Technomic Publishing
Company, 1994

3. SNI 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA, Departemen Pekerjaan
Umum, 1994

4. Thobanoglous, G, Theisen, Integrated Solid Waste Management. Mc Graw-Hill


International Edition, 1993

5. Keputusan Menteri LH/Bapedal, Pekerjaan Umum dan Kesehatan yang relevan

11

Anda mungkin juga menyukai