Anda di halaman 1dari 6

BAB II

ISI

A. Pengertian Normalisasi Sungai

Normalisasi sungai adalah suatu metode yang digunakan untuk menyediakan alur sungai
dengan kapasistas mencukupi untuk menyalurkan air, terutama air yang berlebih saat curah
hujan tinggi. Tujuan normalisasi sungai antara lain untuk keperluan navigasi, melindungi tebing
sungai karena erosi (kikisan), atau untuk memperluas profil sungai guna menampung banjir–
banjir yang terjadi.
Kegiatan normalisasi sungai dapat berupa pembersihan sungai dari endapan lumpur dan
memperdalamnya agar kapasitas sungai dalam menampung air dapat meningkat. Hal ini
dilakukan dengan cara mengeruk sungai tersebut di titik-titik rawan tersembunyi aliran air.
Upaya pemulihan lebar sungai merupakan bagian penting dari program normalisasi sungai
karena meningkatkan kapasitas sungai dalam menampung dan mengalirkan air ke laut.
Mengecilnya kapasitas sungai dikarenakan terjadinya pendangkalan dan penyempitan badan
sungai, baik karena faktor alam maupun ulah manusia. Salah satu yang sering menjadi
penyebab, misalnya adalah menjamurnya rumah di bantaran sungai. Agar air tak meluap,
normalisasi sungai menjadi salah satu solusi di antara solusi-solusi yang ada seperti drainase
mikro, dan pembangunan sumur resapan.

Proyek normalisasi sungai mencakup pengerasan dinding sungai, pembangunan sudetan,


pembuatan tanggul dan juga pengerukan. Pengerasan atau penguatan tebing sungai dilakukan
dengan pembetonan dinding atau dengan pemasangan batukali, sudetan dilakukan dengan
membuat sungai baru yang lurus dengan lintasan terpendek. Sedangkan pembuatan tanggul
dilakukan dengan timbunan tanah atau dengan dinding beton yang dipasang memanjang di
lokasi–lokasi bergeografi rendah yang rawan banjir.
B. Pengerasan Dinding Sungai

Pengerasan dinding sungai atau perkuatan lereng sungai (Revetments) merupakan struktur
perkuatan yang ditempatkan ditebing sungai untuk menyerap energi air yang masuk guna
melindungi suatu tebing alur sungai atau permukaan lereng tanggul terhadap erosi dan limpasan
gelombang (o'ertopping) ke darat dan secara kesuluruhan berperan meningkatkan stabilitas alur
sungai atau tubuh tanggul yang dilindungi.
Daerah yang dilindungi revetment adalah daratan tepat di belakang bangunan.Permukaan
bangunan yang menghadap arah datangnya gelombang dapat berupa sisi vertikal atau miring.
Bangunan ini bisa terbuat dari pasangan batu, beton, tumpukan pipa (buis) beton, turap, kayu
atau tumpukan batu ataupun beberapa jenis revetment yang di produksi oleh pabrik. Namun
yang sering di jumpai di lapangan adalah revetment yang terbuat dari tumpukan batu dengan
lapis luarnya terdiri dari batu dengan ukuran yang lebih besar. Adapun jenis-jenis konstruksinya
antara lain:

1. Riprap Batu
Riprap batu adalah tipe perkuatan dinding cara langsung atau fleksibel revetment. Secaa
umum melindungi bagian tebing dengan lapisan batu dengan membentuk kemiringan
alami tebing. Tujuannya adalah melindungi tebing sungai dari gaya erosi air. Tipe
perkuatan ini digunakan pada:

 Sungai kecil hingga sedang dan pada semua tipe karakter sungai
 Umumnya digunakan pada sungai dengan kecepatan air melebihi 2 m/s atau pada
tebing dimana perlindungan dengan tanaman saja tidak cukup.
 Pada sungai dengan muka air yang berfluktuasi.
 Pada sungai yang tererosi secara aktif, umumnya pada sungai yang tidak lurus
atau pada tempat yang diperlukan penurunan energi air.
2. Bronjong atau Gabion
Bronjong atau gabion juga merupakan tipe perkuatan dinding cara langsung atau
armoring fleksibel revetment. Secara umum bronjong terbuat dari keranjang kawat atau
plastik yang diisi dengan batu. Keranjang diikatkan bersama untuk membentuk dinding
atau bantalan untuk mengontrol erosi sepanjang tebing sungai. Tujuannya adalah
Melindungi lereng tebing sungai dimana terdapat permasalahan penggerusan dan
penggerowongan. Bronjong digunakan untuk:

 Melapisi dinding tebing sungai.


 Pada sungai dari ukuran sedang hingga besar dan pada semua jenis karakter
sungai.

3. Campuran Semen-Tanah
Campuran semen tanah merupakan tipe perkuatan armoring, rigid revetment. Secara
umum perkuatan ini melindungi bagian tebing dengan lapisan campuran antara semen
dan tahah asli tebing. Tujuannya adalah melindungi tebing sungai secara permanen dari
gaya erosi air. Metode campuran semen tanah digunakan pada:

 Pada daerah yang jarang terdapat bahan riprap, menggunakan tanah dilokasi yang
dicampur dengan semen dapat menjadi alternatif yang praktis
 Pada daerah dengan material tanah mudah dihaluskan dengan komposisi lanau
(silt) dan lempung (clay) (material dengan kelulusan saringan no.200) tidak
kurang dari15%, tetapi tidak lebih dari 35%. Tanah dengan tekstur lebih baik
umumnya lebih sukar untuk dihaluskan dan memerlukan lebih banyak semen
seperti pada 100% butiran tanah yang tidak lolos pada saringan no.200.
4. Kantong Goni Berisi Pasir
Kantong goni berisi pasir juga merupakan tipe perkuatan armoring, rigid revetment.
Secara umum kantong goni berisi pasir ini dapat digunakan untuk melindungi daerah
tebing sungai bila ukuran dan kualitas batuan untuk riprap susah didapat serta karena
alasan biaya. Tujuannya adalah Membangun pelindungan sementara atau permanen
untuk mencegah erosi dan penggerusan. Adapun metode ini digunakan pada:

 Pekerjaan darurat sepanjang tanggul dan tebing sungai selama banjir.


 Pada sungai dari ukuran sedang hingga besar dan pada semua jenis karakter
sungai.

5. Dinding Penahan Beton


Perkerasan dengan beton merupakan perkuatan lereng dengan beton yang dicorkan
langsung pada lereng sungai yang telah disiapkan tulangannya. Dan petakan-petakan ini
dibatasi dengan beton bertulang. Tujuan dari perkuatan dinding penahan beton adalah
Melindungi tebing sungai secara permanen dari gaya erosi air. Dinding penahan beton
dapat digunakan untuk:
 Melapisi dinding tebing sungai.
 Pada sungai dengan kecepatan aliran rendah hingga tinggi.

C. Sudetan Sungai

Sudetan adalah usaha menyudet sungai yang bermeander di tempat-tempat tertentu, sehingga
air sungai tersebut tidak melewati meander lagi, namun melintas langsung melewati saluran
sudetan baru. Tujuannya adalah untuk mempercepat aliran air menuju ke hilir sekaligus
mendapatkan tanah untuk pertanian serta mengurangi banjir lokal. Indikasi dampak negatif dari
sudetan adalah retensi tahanan aliran berkurang, peningkatan banjir dan sedimentasi di daerah
hilir, dan erosi di daerah hulu. Terjadinya oxbow buatan yang terisolir sehingga menyebabkan
ekosistem mati, menjadi sarang nyamuk, dan pembuangan sampah, bahkan menjadi wilayah
pemukiman.

D. Studi Kasus

Sungai Ciliwung adalah salah satu sungai terpenting di Tatar Pasundan, Pulau Jawa,
Indonesia, terutama karena melalui wilayah ibukota, DKI Jakarta, dan kerap menimbulkan banjir
tahunan di wilayah hilirnya.
Panjang aliran utama sungai ini adalah hampir 120 km dengan daerah tangkapan airnya
(daerah aliran sungai) seluas 387 km persegi. Sungai ini relatif lebar dan di bagian hilirnya
sehingga dulu dapat dilayari oleh perahu kecil pengangkut barang dagangan. Wilayah yang
dilintasi Sungai Ciliwung adalah Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, dan Jakarta.
Hulu sungai ini berada di dataran tinggi yang terletak di perbatasan Kabupaten Bogor dan
Kabupaten Cianjur, atau tepatnya di Gunung Gede, Gunung Pangrango dan daerah Puncak.
Setelah melewati bagian timur Kota Bogor, sungai ini mengalir ke utara, di sisi barat Jalan Raya
Jakarta-Bogor, sisi timur Depok, dan memasuki wilayah Jakarta sebagai batas alami wilayah
Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Ci Liwung bermuara di daerah Luar Batang, di dekat Pasar
Ikan sekarang. Di sebelah barat, DAS Ci Liwung berbatasan dengan DAS Ci Sadane, DAS Kali
Grogol dan DAS Kali Krukut. Sementara di sebelah timurnya, DAS ini berbatasan dengan DAS
Kali Sunter dan DAS (Kali) Cipinang.
Di daerah Manggarai aliran Ci Liwung banyak dimanipulasi untuk mengendalikan banjir.
Jalur aslinya mengalir melalui daerah Cikini, Gondangdia, hingga Gambir, namun setelah Pintu
Air Istiqlal jalur lama tidak ditemukan lagi karena telah dibuat kanal-kanal semenjak zaman
Belanda dulu, seperti kanal di sisi barat Jalan Gunung Sahari dan Kanal Molenvliet di antara
Jalan Gajah Mada dan Jalan Hayam Wuruk. Di Manggarai, dibuat Kanal Banjir Barat yang
mengarah ke barat, lalu membelok ke utara melewati Tanah Abang, Tomang, Jembatan Lima,
hingga ke Pluit. Sedangkan Kanal Banjir Timur direncanakan mulai dari sekitar wilayah
Kampung Melayu ke timur, menghubungkan aliran-aliran Ciliwung, Cililitan, Cipinang, Kali
Sunter, Kali Buaran, Kali Cakung, hingga ke wilayah Marunda.
Dari 13 sungai yang mengalir di Jakarta, Ci Liwung memiliki dampak yang paling luas
ketika musim hujan karena ia mengalir melalui tengah kota Jakarta dan melintasi banyak
perkampungan, perumahan padat, dan permukiman-permukiman kumuh. Sungai ini juga
dianggap sungai yang paling parah mengalami perusakan dibandingkan sungai-sungai lain yang
mengalir di Jakarta. Selain karena daerah tangkapan airnya di bagian hulu di wilayah Puncak
dan Bogor yang rusak, badan sungai di wilayah Jakarta juga banyak mengalami penyempitan
dan pendangkalan yang mengakibatkan daya tampung air sungai menyusut, dan mudah
menimbulkan banjir.

Anda mungkin juga menyukai