Anda di halaman 1dari 32

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

EPIDIDIMITIS

OLEH : SGD 5

NI PUTU INDAH CAHYANI (0802105005)

I MADE ARYA KAMASUTA (0802105014)

NI PUTU PRIMA WULANDARI (0802105016)

PUTU DYAH ASTARI (08020105020)

NI NYOMAN PRADNYA PARAMITHA DEWI (0802105038)

IDA AYU EKA JAYANTHI (0802105048)

I GUSTI NGURAH MADE PURNA JIWA (0802105051)

GUSTI AYU KRISMA YUNTARI (0802105061)

A.A SAGUNG ISTRI KUSUMA DEWI (0802105064)

NI LUH SUKASIH (0802105071)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2011
LEARNING TASK

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN REPRODUKSI PRIA

TANGGAL 4 APRIL 2011

Kasus :

1. Seorang klien datang ke Poliklinik kulit dan kelamin RS Sayang. Klien dengan keluhan nyeri
dan pembengkakan pada skrotum dan lipat paha, menggigil, demam. Di RS dilakukan
pemeriksaan dan didapatkan tanda epididimis tampak bengkak, urine mengandung nanah dan
bakteri.

Tugas :

Buatlah konsep dasar penyakit (definisi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis,


penatalaksanaan, dll) dari munculnya gejala-gejala tersebut!
KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi

Epididimitis adalah suatu kondisi medis yang dalam hal ini terdapat peradangan pada
epididimis (suatu struktur melengkung di bagian belakang testis yang fungsinya sebagai
pengangkut, tempat penyimpanan, dan pematangan sel sperma yang berasal dari testis).
Kondisi ini mungkin dapat sangat menyakitkan, dan skrotum bisa menjadi merah, hangat,
dan bengkak. Ini mungkin akut (tiba-tiba menyerang) namun jarang menjadi kronis.

2. Epidemiologi

Epididimitis diderita 1 dari 144 klien laki-laki (0,69 %) pada usia 18-50 tahun atau sekitar
600.000 kasus pada laki-laki usia 18-35 tahun di Amerika Serikat. Epididimitis diderita
terutama oleh laki-laki usia 16-30 tahun dan usia 51-70 tahun. Dilaporkan baru-baru ini
terdapat kasus meningkatnya penyakit ini di Amerika Serikat yang dihubungkan dengan
meningkatnya laporan kasus Chlamydia dan Gonorrhoeae.
3. Etiologi

Bermacam penyebab timbulnya epididimitis tergantung dari usia klien, sehingga penyebab
dari timbulnya epididimitis dibedakan menjadi :

• Infeksi bakteri non spesifik

Bakteri coliforms (misalnya E coli, Pseudomonas, Proteus, Klebsiella) menjadi


penyebab umum terjadinya epididimitis pada anak-anak, dewasa dengan usia lebih
dari 35 tahun dan homoseksual. Ureaplasma urealyticum, Corynebacterium,
Mycoplasma, dan Mima polymorpha juga dapat ditemukan pada golongan penderita
tersebut. Infeksi yang disebabkan oleh Haemophilus influenza dan N meningitides
sangat jarang terjadi.

• Penyakit Menular Seksual (PMS)

Chlamydia merupakan penyebab tersering pada laki-laki berusia kurang dari 35


tahun dengan aktivitas seksual aktif. Infeksi yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae, Treponema pallidum, Trichomonas dan Gardnerella vaginalis juga
sering terjadi pada populasi ini.

• Virus

Virus menjadi penyebab yang cukup dominan pada anak-anak. Pada epididimitis
yang disebabkan oleh virus tidak didapatkan adanya pyuria. Mumps merupakan
virus yang sering menyebabkan epididimitis selain Coxsackie virus A dan
Varicella.

• TB (Tuberculosis)

Epididimitis yang disebabkan oleh basil tuberculosis sering terjadi di daerah


endemis TB dan menjadi penyebab utama terjadinya TB urogenitalis.
• Penyebab infeksi lain (seperti Brucellosis, Coccidioidomycosis, Blastomycosis,
Cytomegalovirus, Candidiasis, CMV pada HIV) dapat menjadi penyebab terjadinya
epididimitis namun biasanya hanya terjadi pada individu dengan sistem imun tubuh
yang rendah atau menurun.

• Obstruksi (seperti BPH, malformasi urogenital) memicu terjadinya refluks.

• Vaskulitis (seperti Henoch-Schönlein purpura pada anak-anak) sering


menyebabkan epididimitis akibat adanya proses infeksi sistemik.

• Penggunaan Amiodarone dosis tinggi

Amiodarone adalah obat yang digunakan pada kasus aritmia jantung dengan dosis
awal 600 mg/hari-800 mg/hari selama 1-3 minggu secara bertahap dan dosis
pemeliharaan 400 mg/hari. Penggunaan Amiodarone dosis tinggi ini (lebih dari 200
mg/hari) akan menimbulkan antibodi miodarone HCL yang kemudian akan
menyerang epididimis sehingga timbullah gejala epididimitis. Bagian yang sering
terkena adalah bagian cranial dari epididmis dan kasus ini terjadi pada 3-11 % klien
yang menggunakan obat Amiodarone.

• Prostatitis

Prostatitis merupakan reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang dapat disebabkan
oleh bakteri maupun non bakteri dapat mnyebar ke skrotum menyebabkan
timbulnya epididimitis dengan rasa nyeri yang hebat, pembengkakan, kemerahan
dan jika disentuh terasa sangat nyeri. Gejala yang juga sering menyertai adalah
nyeri di selangkangan, daerah antara penis dan anus serta punggung bagian bawah,
demam dan menggigil. Pada pemeriksaan colok dubur didapatkan prostat yang
membengkak dan terasa nyeri jika disentuh

• Tindakan pembedahan seperti prostatektomi

Prostatektomi dapat menimbulkan epididimitis karena terjadinya infeksi preoperasi


pada traktus urinarius. Hal ini terjadi pada 13 % kasus yang dilakukan
prostatektomi suprapubik.
• Kateterisasi dan instrumentasi

Terjadi epididimitis akibat tindakan kateterisasi maupun pemasangan instrumentasi


dipicu oleh adanya infeksi pada urethra yang menyebar hingga ke epididimis.

• Blood borne infection

Epididimitis terjadi melalui infeksi yang penyebarannya melalui darah dari focus
primer yang jauh, seperti kulit, gigi, telinga, dan tenggorokan.

4. Patofisiologi

Epididimitis merupakan suatu infeksi epididimis yang biasanya turun dari prostat atau
saluran urine yang terinfeksi. Kondisi ini dapat juga terjadi sebagai komplikasi dari
Gonorrhoeae. Pada pria dibawah 35 tahun penyebab utama epididimitis adalah Chlamydia
trachomatis. Infeksi mulai menjalar dari bagian atas melalui urethra dan duktus
ejakulatorius kemudian berjalan sepanjang vas deferens ke epididimis. Rasa nyeri
dirasakan pada unilateral dan rasa sakit pada kanalis inguinalis sepanjang jalur vas deferens
kemudian mengalami nyeri dan pembengkakan pada skrotum dan daerah lipatan paha.
Epididimis menjadi bengkak dan sangat sakit, suhu tubuh meningkat, menggigil, demam
dan urine dapat mengandung nanah (pyuria) dan bakteri (bakteriuria).

5. Klasifikasi

Epididimitis dapat diklasifikasikan menjadi akut dan kronis, tergantung pada lamanya
gejala.

• Epididimitis akut

Epididimitis akut memiliki waktu timbulnya nyeri dan bengkak hanya dalam
beberapa hari (kurang dari enam minggu). Epididimitis akut biasanya lebih berat
daripada epididimitis kronis.
• Epididimitis kronis

Epididimitis yang telah terjadi selama lebih dari enam minggu, ditandai oleh
peradangan bahkan ketika tidak adanya suatu infeksi. Pengujian diperlukan untuk
membedakan antara epididimitis kronis dengan berbagai gangguan lain yang dapat
menyebabkan nyeri skrotum konstan, termasuk di dalamnya kanker testis, urat
skrotum membesar (varikokel), dan kista dalam epididimis. Selain itu, saraf-saraf di
daerah skrotum yang terhubung ke perut kadang-kadang menyebabkan sakit mirip
hernia. Kondisi ini dapat berkembang bahkan tanpa adanya penyebab yang telah
dijelaskan sebelumnya. Dalam kondisi seperti ini diperlukan perawatan yang
mungkin agak lama. Hal ini dikarenakan terdapat hipersensitivitas struktur tertentu,
termasuk saraf dan otot, yang dapat menyebabkan atau berkontribusi pada
epididimitis kronis.

6. Manifestasi klinis

Gejala yang timbul tidak hanya berasal dari infeksi lokal namun juga berasal dari sumber
infeksi yang asli. Gejala yang sering berasal dari sumber infeksi asli seperti duh urethra dan
nyeri atau itching pada urethra (akibat urethritis), nyeri panggul dan frekuensi miksi yang
meningkat, dan rasa terbakar saat miksi (akibat infeksi pada vesika urinaria yang disebut
Cystitis), demam, nyeri pada daerah perineum, frekuensi miksi yang meningkat, urgensi,
dan rasa perih dan terbakar saat miksi (akibat infeksi pada prostat yang disebut Prostatitis),
demam dan nyeri pada region flank (akibat infeksi pada ginjal yang disebut Pielonefritis).
Gejala lokal pada epididimitis berupa nyeri pada skrotum. Nyeri mulai timbul pada bagian
belakang salah satu testis namun dengan cepat akan menyebar ke seluruh testis, skrotum
dan kadang ke daerah inguinal disertai peningkatan suhu badan yang tinggi. Biasanya
hanya mengenai salah satu skrotum saja dan tidak disertai dengan mual dan muntah. Selain
itu bisa juga disertai dengan pembengkakan dan kemerahan testicular dan/atau scrotal dan
urethral discharge. Gejala lain yang mungkin ditemukan antara lain benjolan di testis,
pembengkakan testis pada sisi epididimis yang terkena, pembengkakan selangkangan pada
sisi yang terkena, nyeri testis ketika buang air besar, keluar nanah dari urethra, nyeri ketika
berkemih, nyeri ketika berhubungan seksual atau ejakulasi, darah di dalam semen, dan
nyeri selangkangan.

7. Pemeriksaan diagnostik/penunjang

A. Pemeriksaan laboratorium

• Pemeriksaan darah lengkap dimana ditemukan leukosit meningkat dengan shift


to the left (10.000-30.000/ µl).

• Sperma analisa dimana terdapat leukosit > 1 juta/ml

• Kultur semen sebagai konfirmasi untuk mendapatkan kuman penyebab dari


epididimitis.

• Kultur urine dan pewarnaan gram untuk kuman penyebab infeksi.

• Analisa urine untuk melihat apakah disertai pyuria atau tidak.

• Tes penyaringan untuk Chlamydia dan Gonorrhoeae.

• Kultur darah bila dicurigai telah terjadi infeksi sistemik pada penderita.

B. Pemeriksaan radiologis

1. Colour Doppler Ultrasonography

• Pemeriksaan ini memiliki rentang tentang kegunaan yang luas dimana pemeriksaan
ini lebih banyak digunakan untuk membedakan epididimitis dengan penyebab akut
skrotum lainnya.

• Keefektifan pemeriksaan ini dibatasi oleh nyeri dan ukuran anatomi klien (seperti
ukuran bayi berbeda dengan dewasa).
• Pemeriksaan menggunakan ultrasonografi dilakukan untuk melihat aliran darah
pada arteri testikularis. Pada epididimitis, aliran darah pada arteri testikularis cenderung
meningkat.

• Ultrasonografi juga dapat dipakai untuk mngetahui adanya abses skrotum sebagai
komplikasi dari epididimitis.

• Epididimitis kronis daapt diketahui melalui pembesaran testis dan epididimis yang
disertai penebalan tunika vaginalis dimana hal ini akan menimbulkan gambaran echo
yang heterogen pada ultrasonografi.

2. Nuclear Scintigraphy

• Pemeriksaan ini menggunakan technetium-99 tracer dan dilakukan untuk


mengkonfirmasi hasil pemeriksaan aliran darah yang meragukan dengan memakai
ultrasonografi.

• Pada epididimitis akut akan terlihat gambaran peningkatan penangkapan kontras.

• Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100 % dalam menentukan daerah iskemia


akibat infeksi.

• Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negatif palsu.

• Keterbatasan dari pemeriksaan ini adalah harga yang mahal dan sulit dalam
melakukan interpretasi.

3. Vesicourethrogram (VCUG), Cystourethroscopy, dan USG abdomen

Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui suatu anomali congenital pada klien
anak-anak dengan bakteriuria dan epididimitis.
8. Pemeriksaan fisik

• Pada inspeksi ditemukan skrotum bisa menjadi merah dan bengkak. Ini mungkin
akut (tiba-tiba menyerang) namun jarang menjadi kronis, dan terdapat pembesaran
skrotum dan isinya, dan terdapat nanah pada urine.

• Pada palpasi ditemukan testis pada posisi normal vertikal, ukuran kedua testis sama
besar, dan tidak terdapat peninggian pada salah satu testis. Setelah beberapa hari,
epididimis dan testis tidak dapat teraba terpisah karena bengkak yang juga meliputi
testis. Akan teraba pembesaran atau penebalan dari epididimis secara keseluruhan, di
kauda atau di kaput yang mengindikasikan kuman penyebab infeksi. Ditemukan juga
rasa nyeri yang terlokalisir di epididimis dengan suhu yang sedikit meningkat karena
aliran darah meningkat di daerah tersebut. Kulit skrotum teraba panas, kenyal, merah,
dan bengkak karena adanya edema dan infiltrate. Funikulus spermatikus juga turut
meradang menjadi bengkak dan nyeri.

• Hasil pemeriksaan refleks kremaster normal

• Phren sign bernilai positif dimana nyeri dapat berkurang bila skrotum diangkat ke
atas karena pengangkatan ini akan mengurangi regangan pada testis. Namun
pemeriksaan ini kurang spesifik.

• Pembesaran kelenjar getah bening di regio inguinalis.

• Pada pemeriksaan colok dubur mungkin didapatkan tanda prostatitis kronis yaitu
adanya pengeluaran secret atau nanah setelah dilakukan masase prostat.

• Biasanya didapatkan eritema dan selulitis pada skrotum yang ringan.

• Pada anak-anak, epididimitis dapat disertai dengan anomali kongenital pada traktus
urogenitalis seperti ureter ektopik, vas deferens ektopik, dan lain-lain.

9. Kriteria diagnosis
Epididimitis akan sulit untuk membedakan dari torsio testis (kondisi ketika saluran
spermatika ke kedua testis memotong suplai darah). Keduanya dapat terjadi pada waktu
yang sama. Epididimitis biasanya memiliki bentuk serangan bertahap. Pada pemeriksaan
fisik, testis biasanya ditemukan berada dalam posisi normal vertikal, ukuran yang sama
dengan pasangannya, dan tidak naik tinggi. Temuan khas adalah kemerahan, hangat, dan
pembengkakan skrotum, dengan kelembutan belakang testis, jauh dari tengah (ini adalah
posisi normal dari epididimis relatif terhadap testis). Refleks kremaster, apabila
sebelumnya normal, akan tetap terlihat normal. Ini adalah tanda yang berguna untuk
mebedakannya dari torsio testis.

Analisis urine kemungkinan normal atau tidak normal. Sebelum munculnya teknik-teknik
canggih pencitraan medis, eksplorasi bedah adalah standar perawatan. Saat ini USG
Doppler adalah tes yang lebih disukai. Hal ini dapat menunjukkan peningkatan aliran darah
(juga dibandingkan dengan sisi normal), sebagai lawan dari torsio testis. Pengujian
tambahan mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi penyebab yang mendasari. Pada
anak-anak, sebuah kelainan saluran kemih sering ditemukan. Pada pria aktif secara seksual,
tes untuk penyakit menular seksual dapat dilakukan. Ini mungkin termasuk mikroskop dan
pembiakan dari sampel urine, Gram strain dan pembiakan dari cairan atau swab dari
saluran kemih, tes amplifikasi asam nuklir (untuk memperkuat dan mendeteksi DNA atau
asam nukleat mikroba lainnya) atau tes untuk sifilis dan HIV.

10. Diagnosis banding

Diagnosis banding epididimitis meliputi :

1) Orchitis

2) Hernia inguinalis inkarserata

3) Torsio testis

4) Seminoma testis

5) Trauma testis
11. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan epididimitis meliputi dua hal yaitu penatalaksanaan medis dan bedah,
yaitu :

a. Penatalaksanaan medis

Antibiotik digunakan bila diduga adanya suatu proses infeksi. Antibiotik yang sering
digunakan adalah :

• Fluoroquinolones, namun penggunaannya telah dibatasi karena terbukti resisten


terhadap kuman Gonorrhoeae.

• Cefalosporin (Ceftriaxon).

• Levofloxacin atau Ofloxacin untuk mengatasi infeksi Chlamydia, pada kasus


yang disebabkan oleh organisme enterik (seperti E. coli) dan digunakan pada
klien yang alergi penisilin.

• Doxycycline, Azithromycin, dan Tetrasiklin digunakan untuk mengatasi infeksi


bakteri non gonokokal lainnya.

• Pada anak-anak, Fluoroquinolones dan Doxycycline sebaiknya dihindari.


Bakteri yang menyebabkan infeksi saluran kemih sering menjadi penyebab
epididimitis pada anak. Kotrimoksasol atau penisilin yang cocok (misalnya
Sefaleksin) dapat digunakan. Jika ada penyakit menular seksual, pasangannya
juga harus dirawat.

Penanganan epididimitis lainnya berupa penanganan suportif, seperti :

• Pengurangan aktivitas.
• Skrotum lebih ditinggikan dengan melakukan tirah baring total selama dua
sampai tiga hari untuk mencegah regangan berlebihan pada skrotum.

• Kompres es/kompres dingin pada skrotum untuk mengurangi rasa sakit.

• Pemberian analgesik dan NSAID.

• Mencegah penggunaan instumentasi pada urethra.

b. Penatalaksanaan bedah

Penatalaksanaan di bidang bedah meliputi :

• Scrotal exploration

Tindakan ini digunakan bila telah terjadi komplikasi dari epididimitis dan
orchitis seperti abses, pyocele, maupun terjadinya infark pada testis. Diagnosis
tentang gangguan intrascrotal baru dapat ditegakkan saat melakukan
orchiectomy.

• Epididymectomy

Tindakan ini dilaporkan telah berhasil mengurangi nyeri yang disebabkan oleh
epididimitis kronis pada 50 % kasus.

• Epididymotomy

Tindakan ini dilakukan pada klien dengan epididimitis akut supurativa.

12. Komplikasi

Komplikasi dari epididimitis adalah :

1) Abses dan pyocele pada scrotum


2) Infark pada testis

3) Epididimitis kronis dan orchalgia

4) Infertilitas sekunder sebagai akibat dari inflamasi maupun obstruksi dari duktus
epididimis

5) Atrofi testis yang diikuti hipogonadotropik hipogonadism

6) Fistula kutaneus

7) Penyebaran infeksi ke organ lain atau sistem tubuh

13. Pencegahan

Pada saat menjalani pembedahan, seringkali diberikan antibiotik profilaktik (sebagai


tindakan pencegahan) kepada orang-orang yang memiliki risiko menderita epididimitis.
Epididimitis akibat penyakit menular seksual bisa dicegah dengan cara tidak melakukan
hubungan seksual diluar nikah. Apabila epididimitis yang diderita disebabkan oleh STD
(Sexual Transmitted Disease), pasangan atau partner klien juga perlu mendapatkan
perawatan. Lakukan hubunagn seksual yang aman, seperti seks monogamy (dengan 1
orang saja), dan penggunaan kondom akan membantu untuk melindungi dari STD yang
dapat menyebabkan epididimitis. Apabila klien menderita ISK kambuhan atau faktor
risiko lain yang bisa menyebabkan epididimitis, bisa disikusikan dengan dokter untuk
menentukan cara lain untuk mencegah kekambuhan dari epididimitis tersebut.

14. Prognosis

Epididimitis akan sembuh total bila menggunakan antibiotik yang tepat dan adekuat serta
melakukan hubungan seksual yang aman dan mengobati partner seksualnya.
Kekambuhan epididimitis pada seorang klien adalah hal yang biasa terjadi.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

1. Identitas

Cantumkan biodata klien secara lengkap yang mencakup umur, jenis kelamin, suku
bangsa.

2. Keluhan utama

Klien datang ke Rumah Sakit Sayang dengan keluhan nyeri dan pembengkakan pada
skrotum dan lipatan paha, menggigil, demam.

3. Riwayat penyakit

Faktor predisposisi timbulnya epididimitis tergantung usia klien dan terdiri dari infeksi
bakteri non spesifik (misalnya E coli, Pseudomonas, Proteus, Klebsiella), PMS
(Penyakit Menular Seksual), virus (misalnya Mumps), TB (Tuberculosis), penyakit
infeksi lain (seperti Brucellosis, Coccidioidomycosis, Blastomycosis, Cytomegalovirus,
Candidiasis, CMV pada HIV), obstruksi (seperti BPH, malformasi urogenital),
vaskulitis (seperti Henoch-Schönlein purpura pada anak-anak), penggunaan
Amiodarone dosis tinggi, prostatitis, tindakan pembedahan seperti prostatektomi,
kateterisasi dan instrumentasi, dan blood borne infection.

4. Data fokus :

Data subjektif :

- Klien mengatakan merasakan nyeri pada skrotum dan lipatan paha

- Klien mengeluh demam dan menggigil

- Klien mengeluh nyeri pada selangkangan dan panggul

- Klien mengatakan setiap berkemih dirasakan seperti ada rasa terbakar dan perih

- Klien mengatakan frekuensi berkemihnya meningkat

- Klien mengeluh nyeri ketika berkemih

- Klien mengeluh nyeri saat melakukan hubungan seksual

- Klien mengungkapkan perubahan dalam respon seksual

- Klien mengungkapkan rendahnya batas kemampuan karena penyakit

- Klien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakitnya

Data objektif :

- Klien tampak meringis kesakitan

- Klien tampak gelisah

- Tampak ada pembengkakan pada skrotum klien

- Skala nyeri klien 1-10


- Suhu tubuh klien > 37,5 oC

- Denyut nadi klien > 100 x/menit

- Klien tampak menggigil

- Kulit klien teraba hangat

- Kulit sekitar skrotum klien tampak kemerahan

- Klien tampak bingung ketika ditanya tentang penyakitnya

5. Pemeriksaan diagnostik dan fisik

A. Pemeriksaan laboratorium

• Pemeriksaan darah lengkap dimana ditemukan leukosit meningkat dengan shift


to the left (10.000-30.000/ µl).

• Sperma analisa dimana terdapat leukosit > 1 juta/ml

• Kultur semen sebagai konfirmasi untuk mendapatkan kuman penyebab dari


epididimitis.

• Kultur urine dan pewarnaan gram untuk kuman penyebab infeksi.

• Analisa urine didapatkan hasil urine mengandung nanah dan bakteri.

• Tes penyaringan untuk Chlamydia dan Gonorrhoeae.

• Kultur darah bila dicurigai terjadi infeksi sistemik pada penderita.

B. Pemeriksaan radiologis

1) Colour Doppler Ultrasonography


• Pemeriksaan ini memiliki rentang tentang kegunaan yang luas dimana pemeriksaan
ini lebih banyak digunakan untuk membedakan epididimitis dengan penyebab akut
skrotum lainnya.

• Keefektifan pemeriksaan ini dibatasi oleh nyeri dan ukuran anatomi klien (seperti
ukuran bayi berbeda dengan dewasa).

• Pemeriksaan menggunakan ultrasonografi dilakukan untuk melihat aliran darah


pada arteri testikularis. Pada epididimitis, aliran darah pada arteri testikularis
cenderung meningkat.

• Ultrasonografi juga dapat dipakai untuk mengetahui adanya abses skrotum sebagai
komplikasi dari epididimitis.

• Epididimitis kronis dapat diketahui melalui pembesaran testis dan epididimis yang
disertai penebalan tunika vaginalis dimana hal ini akan menimbulkan gambaran echo
yang heterogen pada ultrasonografi.

2) Nuclear Scintigraphy

• Pemeriksaan ini menggunakan technetium-99 tracer dan dilakukan untuk


mengkonfirmasi hasil pemeriksaan aliran darah yang meragukan dengan memakai
ultrasonografi.

• Pada epididimitis akut akan terlihat gambaran peningkatan penangkapan kontras.

• Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100 % dalam menentukan daerah iskemia


akibat infeksi.

• Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negative palsu.

• Keterbatasan dari pemeriksaan ini adalah harga yang mahal dan sulit dalam
melakukan interpretasi.
3) Vesicourethtrogram (VCUG), Cystourethroscopy, dan USG abdomen

• Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui suatu anomali congenital pada klien
anak-anak dengan bakteriuria dan epididimitis.

C. Pemeriksaan fisik

• Pada inspeksi ditemukan skrotum menjadi merah dan bengkak. Ini mungkin akut
(tiba-tiba menyerang) namun jarang menjadi kronis, dan terdapat pembesaran skrotum
dan isinya, dan terdapat nanah pada urine.

• Pada palpasi ditemukan testis pada posisi normal vertical, ukuran kedua testis sama
besar, dan tidak terdapat peninggian pada salah satu testis. Setelah beberapa hari,
epididimis dan testis tidak dapat teraba terpisah karena bengkak yang juga meliputi
testis. Akan teraba pembesaran atau penebalan dari epididimis secara keseluruhan, di
kauda atau di kaput yang mengindikasikan kuman penyebab infeksi. Ditemukan juga
rasa nyeri yang terlokalisir di epidididimis dengan suhu yang sedikit meningkat karena
aliran darah meningkat di daerah tersebut. Kulit skrotum teraba panas, kenyal, merah,
dan bengkak karena adanya edema dan infiltrate. Funikulus spermatikus juga turut
meradang menjadi bengkak dan nyeri.

• Hasil pemeriksaan refleks kremaster normal.

• Phren sign bernilai positif dimana nyeri dapat berkurang bila skrotum diangkat ke
atas karena pengangkatan ini akan mengurangi regangan pada testis. Namun
pemeriksaan ini kurang spesifik.

• Pembesaran kelenjar getah bening di region inguinalis.

• Pada pemeriksaan colok dubur mungkin didapatkan tanda prostatitis kronis yaitu
adanya pengeluaran secret atau nanah setelah dilakukan masase prostat.

• Biasanya didapatkan eritema dan selulitis pada skrotum yang ringan.


• Pada anak-anak, epididimitis dapat disertai dengan anomaly congenital pada traktus
urogenitalis seperti ureter ektopik, vas deferens ektopik, dan lain-lain.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Hipertermia berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat


epididimitis ditandai dengan suhu tubuh klien > 37,5 oC, klien tampak menggigil,
kulit klien teraba hangat, tampak ada pembengkakan pada skrotum klien, kulit
sekitar skrotum klien tampak kemerahan, nadi klien > 100 x/menit.

2) Nyeri akut berhubungan dengan adanya pus saat berkemih ditandai dengan klien
tampak meringis kesakitan, klien tampak gelisah, skala nyeri klien 4, denyut nadi
klien > 100 x/menit.

3) PK Infeksi

4) Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh akibat proses


penyakit akibat epididimitis ditandai dengan klien mengeluh nyeri saat melakukan
hubungan seksual, klien mengungkapkan perubahan dalam respon seksual, klien
mengungkapkan rendahnya batas kemampuan karena penyakit.

5) Kurang pengetahuan mengenai konsep penyakit dan pengobatan berhubungan


dengan kurang terpapar informasi ditandai dengan klien mengatakan kurang
mengetahui mengenai penyakitnya, klien tampak bingung ketika ditanya tentang
penyakitnya.

3. PERENCANAAN

a) Prioritas diagnosa

1) Hipertermia berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat


epididimitis ditandai dengan suhu tubuh klien > 37,5 oC, klien tampak menggigil,
kulit klien teraba hangat, tampak ada pembengkakan pada skrotum klien, kulit
sekitar skrotum klien tampak kemerahan, nadi > 100 x/menit.

2) Nyeri akut berhubungan dengan adanya pus saat berkemih ditandai dengan
klien tampak meringis kesakitan, klien tampak gelisah, skala nyeri klien 4, denyut
nadi klien > 100 x/menit.

3) PK Infeksi

4) Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh akibat


proses penyakit akibat epididimitis ditandai dengan klien mengeluh nyeri saat
melakukan hubungan seksual, klien mengungkapkan rendahnya batas kemampuan
karena penyakit.

5) Kurang pengetahuan mengenai konsep penyakit dan pengobatan


berhubungan dengan kurang terpapar informasi ditandai dengan klien mengatakan
kurang mengetahui mengenai penyakitnya, klien tampak bingung ketika ditanya
tentang penyakitnya.

b) Intervensi

1) Hipertermia berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder


akibat epididimitis ditandai dengan suhu tubuh klien > 37,5 oC, klien tampak
menggigil, kulit klien teraba hangat, tampak ada pembengkakan pada
skrotum klien, kulit sekitar skrotum klien tampak kemerahan, nadi > 100
x/menit.

Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan suhu tubuh
klien kembali normal dengan kriteria hasil :

• Suhu tubuh klien dalam rentang normal (36,5 oC-37,5 oC)

• Klie tidak tampak menggigil


• Klien melaporkan panas badannya turun

• Tidak tampak pembengkakan pada skrotum klien

• Tidak terdapat kemerahan di kulit sekitar skrotum klien

• Nadi klien dalam batas normal (60-100 x/menit)

Mandiri :

1. Monitor suhu tubuh, tekanan darah, nadi, dan respirasi secara berkala
(minimal tiap 2 jam)

Rasional :

Suhu diatas 37,5oC menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Menggigil


sering mendahului puncak suhu.

2. Pantau suhu lingkungan, batasi penggunaan selimut.

Rasional :

Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu


mendekati normal.

3. Berikan kompres hangat

Rasional :

Membuat vasodilatasi pembuluh darah sehingga dapat membantu mengurangi


demam

4. Anjurkan klien untuk mempertahankan asupan cairan adekuat

Rasional :

Untuk mencegah dehidrasi akibat penguapan cairan karena suhu tubuh yang
tinggi
Kolaborasi :

1. Berikan antipiretik dan antibiotic sesuai indikasi

Rasional :

Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.

2) Nyeri akut berhubungan dengan adanya pus saat berkemih ditandai


dengan klien tampak meringis kesakitan, klien tampak gelisah, skala nyeri
klien 4, nadi klien > 100 x/menit.

Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan nyeri dapat
terkontrol dengan kriteria hasil :

• Klien melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol

• Klien tidak tampak meringis

• Klien tidak tampak gelisah

• Klien melaporkan skala nyeri berkurang (skala nyeri 1-3), hilang (skala
nyeri 0), atau dapat dikontrol

• Nadi klien dalam rentang normal (60-100 x/menit)

Mandiri :

1. Kaji karakteristik nyeri meliputi lokasi, waktu, frekuensi, kualitas, faktor


pencetus, dan intensitas nyeri

Rasional :
Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis
tindakannya.

2. Kaji faktor-faktor yang dapat memperburuk nyeri klien

Rasional :

Dengan mengetahui faktor-faktor yang dapat memperburuk nyeri klien, dapat


mencegah terjadinya faktor pencetus dan menentukan intervensi apabila nyeri
terjadi.

3. Eliminasi faktor-faktor pencetus nyeri

Rasional :

Dengan mengeliminasi faktor-faktor pencetus nyeri, dapat mengurangi risiko


munculnya nyeri (mengurangi awitan terjadinya nyeri)

4. Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya teknik relaksasi, guided imagery,


terapi music, dan distraksi) yang dapat digunakan saat nyeri datang.

Rasional :

Dengan teknik manajemen nyeri, klien bisa mengalihkan nyeri sehingga rasa
nyeri yang dirasakan berkurang

Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian analgetik

Rasional :

Pemberian analgetik dapat memblok reseptor nyeri

3) PK Infeksi

Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan tidak ada
tanda-tanda infeksi dengan kriteria hasil :

• Tidak terjadi komplikasi infeksi

Mandiri :

1. Pantau tanda dan gejala infeksi lanjut

Rasional :

Agar dapat memberikan intervensi yang tepat untuk klien

2. Pantau tanda-tanda vital klien secara berkala

Rasional :

Takikardia, takipnea, demam, nadi cepat dan lemah menunjukkan terjadi sindroma
peradangan sistemik.

3. Pantau tanda-tanda sepsis

Rasional :

Sepsis menandakan radang sistemik dengan gejala demam, menggigil, nadi lemah
dan cepat, hipotensi, lemah serta gangguan mental.

Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian antibiotic

Rasional :

Agen antibiotik membantu mengeliminasi bakteri sebagai penyebab penyakit klien


4) Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh akibat
proses penyakit akibat epididimitis ditandai dengan klien mengeluh nyeri saat
melakukan hubungan seksual, klien mengungkapkan rendahnya batas
kemampuan karena penyakit.

Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan fungsi seksual
klien efektif dengan kriteria hasil :

Fungsi seksual

• Klien mengungkapkan penerimaan diri terhadap penyakit

• Klien mengungkapkan percaya diri dengan fungsi seksualnya

Adaptasi terhadap ketidakmampuan fisik

• Klien mampu beradaptasi terhadap keterbatasannya

• Mengungkapkan penurunan stress akibat ketidakmampuan fungsi seksual

Intervensi :

Konseling seksual

1. Bangun hubungan terapeutik dengan klien

Rasional :

Hubungan terapeutik yang baik dapat membangun kepercayaan klien terhadap


perawat untuk mengungkapkan masalah seksual klien

2. Berikan privasi dan pastikan kerahasiaan terhadap masalah klien

Rasional :
Menjaga privasi klien sangat penting karena masalah seksual merupakan masalah
yang sensitive

3. Mulailah dari topic yang kurang sensitive ke paling sensitive

Rasional :

Pembicaraan dari topic yang kurang sensitive membantu agar klien merasa nyaman
mengungkapkan masalahnya

4. Diskusikan efek penyakit terhadap respon seksual

Rasional :

Pemberian penkes mengenai proses penyakit membantu klien memahami penyebab


disfungsi seksualnya

5. Diskusikan pengobatan yang diperlukan klien

Rasional :

Pengobatan pada penyakit klien atau pemilihan pengobatan masalah seksual perlu
didiskusikan agar klien merasa terlibat dan aktif dalam pengobatannya.

Manajemen perilaku : seksual

1. Berikan sex education tentang hubungan fungsi seksual terhadap fungsi


penyakit

Rasional :

Pemberian penkes mengenai proses penyakit membantu klien memahami penyebab


disfungsi seksualnya

2. Diskusikan pada pasien secara privasi mengenai penerimaan kondisi seksual

Rasional :
Memfasilitasi klien untuk penerimaan kondisi seksual klien untuk tidak terlalu
stress dan meningkatkan percaya diri klien mengenai masalh seksualnya

5) Kurang pengetahuan mengenai konsep penyakit dan pengobatan


berhubungan dengan kurang terpapar informasi mengenai penyakit
epididimitis ditandai dengan klien mengatakan kurang mengetahui mengenai
penyakitnya, klien tampak bingung ketika ditanya tentang penyakitnya.

Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan klien memiliki
pengetahuan adekuat tentang epididimitis dengan kriteria hasil :

• Klien dapat memahami dan menjelaskan kembali penyakit epididimitis,


tanda dan gejala epididimitis

• Klien dapat menyebutkan penatalaksanaan termasuk pengobatan


epididimitis

Mandiri :

1. Mulai memberikan penjelasan ketika klien menunjukkan kesiapan untuk


belajar

Rasional :

Kesiapan klien untuk belajar mempermudah klien dalam proses pembelajaran

2. Memberikan klien informasi dasar tentang epididimitis

Rasional :

Informasi yang diberikan dapat memberikan klien gambaran tentang anatomi


fisiologi serta komplikasi yang potensial terjadi
3. Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya dan diskusi

Rasional :

Bertujuan untuk mengetahui informasi yang kurang dimengerti oleh klien

4. Jawab pertanyaan klien dengan singkat dan jelas

Rasional :

Untuk mempermudah klien mengerti akan jawaban yang kita berikan

4. IMPLEMENTASI

Sesuai dengan intervensi keperawatan

5. EVALUASI

Evaluasi dibuat berdasarkan tujuan yang telah disusun dan dibuat sesuai SOAP.

1. Klien melaporkan suhu tubuhnya dalam rentang normal (36,5 oC-37,5 oC), klien
tidak tampak menggigil, klien melaporkan panas badannya turun, tidak tampak
pembengkakan pada skrotum klien, tidak terdapat kemerahan di kulit sekitar skrotum
klien, nadi klien dalam batas normal (60-100 x/menit).

2. Klien melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol, klien tidak tampak meringis,
klien tidak tampak gelisah, klien melaporkan skala nyeri berkurang (skala nyeri 1-3),
hilang (skala nyeri 0), atau dapat dikontrol, nadi klien dalam rentang normal (60-100
x/menit).

3. Tanda-tanda komplikasi infeksi tidak ada pada klien.

4. Klien mengungkapkan penerimaan diri terhadap penyakit, klien mengungkapkan


percaya diri dengan fungsi seksualnya, klien mampu beradaptasi terhadap
keterbatasannya, klien mengungkapkan penurunan stress akibat ketidakmampuan
fungsi seksual.

5. Klien melaporkan telah dapat memahami dan menjelaskan kembali penyakit


epididimitis, tanda, dan gejala epididimitis. Dan klien dapat menyebutkan
penatalaksanaan termasuk pengobatan epididimitis.
DAFTAR PUSTAKA

Francis X. Schneck, Mark F. Bellinger. Abnormalities of the testis and scrotum and their surgical
management. Dalam: Walsh : Campbell’s Urology 8th ed. 2002.h267-77

John N. Krieger. Epididimitis. Dalam: Smith’s General Urology 6th ed. 2003.h189-95

NANDA.2005-2006, Nursing Diagnosis: Definitions and Classification, Philadelphia, USA

Smeltzer SC. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Brunner and Suddarth Edisi 8.

Jakarta : EGC

Johnson, Marion, dkk. 2000. IOWA Intervention Project Nursing Outcomes Classifcation (NOC),

Second edition. USA : Mosby.

McCloskey, Joanne C. dkk. 1996. IOWA Intervention Project Nursing Intervention Classifcation

(NIC), Second edition. USA : Mosby.

Carpenito,Lynda Juall. 2004. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Anonymous. Epididimitis. 2008. http://www.wikipedia.org [akses 2 April 2011]


Anonymous. Epididimitis and Orchitis. 2008. American Urology Association.
http://www.urologyhealth.com [akses 2 April 2011]

Taufik. Epididymitis. 2009. http://pisangkipas.wordpress.com/ [akses 2 April 2011]

Saladdin, Arianto. Penyakit-penyakit Intraskrotal-Penyakit yang berhubungan dengan skrotum


(kantung buah zakar). 2009. http://www.reocities.com/ResearchTriangle/invention/5332/zakar-
nl.html [akses 2 April 2011]

Anda mungkin juga menyukai