Anda di halaman 1dari 18

DI SUSUN OLEH :

Beryl Cholif A

1296141028

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2016
BAB I

PENDAHULUAN

Definisi Ekonomika Industri

Stigler (1968) dalam Schmalensee (1989) menyatakan bahwa ekonomika industri


adalah cabang ilmu ekonomi yang bertujuan untuk memberikan pemahaman terkait struktur
dan perilaku industri dalam perekonomian, khususnya struktur pasar dan factor-faktor yang
mempengaruhinya, pengaruh konsentrasi peerusahaan terhadap kompetisi serta pengaruh
kompetisi terhadap harga, investasi, dan inovasi. Stigler menambahkan bahwa ekonomika
industry tidak hanya membahas teori tetapi juga pengukuran, pengujian hipotesis, dan analisis
kebijakan public terkait bisnis. Schmlensee (1989) mengajukan definisi yang, menurutnya,
cukup mampu mengakomodisi berbagai aspek eonomika industry. Schmlensee mendifinisikan
ekonomika indsutri sebagai disiplin ilmu yang mempelajari sisi penawaran dari perekonomian,
khususnya pasar dimana perusahaan-perusahaan berperan sebagai penjual. Sementara itu,
Church and Ware (2000), menyatakan bahwa ekonomika industry atau ilmu organisasi
industry merupakan studi tentang operasi dan kinerja pasar yang tidak sempurna dan perilaku
perusahaan dalam pasar tersebut. Menurut Church and Ware (2000), ekonomika industry
mengatasi keterbatasan teori persaingan sempurna yang tidak mampu menjelaskan perilaku
pasar dan perusahaan ketika kondisi kompetisi tidak terpenuhi. Dalam buku ini, ekonomika
industry didefinisikan sebagai sebuah cabang ilmu ekonomi yang membahas
permasalahan dan hubungan antara aspek struktur pasar, perilaku dan kinerja industry,
serta kebijakan public terkait industry.

Ekonomika industry memiliki sejumlah karakteristik yang sama dengan ekonomika


mikro dan ekonomika manajerial. Meskipun demikian, ekonomika industry berbeda dengan
ekonomika mikro maupun menejerial. Ekonomika mikro merupakan ilmu yang bersifat
abstrak, deduktif dan kaku. Sementara itu, ekonomika industry bersifat fleksibel dan induktif.
Di samping itu, berbeda dengan ekonomika mikro, ekonomika industry tidak menganut asumis
bahwa tujuan perusahaan hanyalah memaksimumkan keuntungan berdasarkan kendala
tertentu. Ekonomika industry menyimpulkan tujuan suatu perusahaan berdasarkan fakta yang
ada dan berfokus pada kendala yang menghambat pencapaian tujuan perusahaan serta menari
strategi untuk mengatasinya. Dalam hal ini, terlihat bahwa ekonomika industry bersifat lebih
aktif daripada ekonomika mikro. Dibandingkan dengan ekonomika mikro, ekonomika industry
membahas aspek operasional proses produksi, distribusi, dan asepk khusus lain dari perusahaan
atau industry secara lebih mendalam. Selain itu, berbeda dari ekonomika mikro yang cenderung
hanya berfokus pada proses pnentuan harga di perusahaan atau industry, ekonomika industry
juga memperhatikan aspek lain yang menggambarkan kondisis riil di pasar, seperti
pengembangan proses dan produk, desain produk, pengiklanan, dan strategi investasi (Clarke,
2003).

Mengacu pada Barthawal (2010), ekonomika industry juga memiliki beberapa


karakteristik yang serupa dengan ekonomika manajerial. Ekonomika manajerial dan
ekonomika inndustri sama-sama membahas konsep-konspek dan analisis terkait perusahaan,
seperti analisis permintaan, biaya, laba, kompetisi, dan elemen lain untuk menunjang
pengambilan keputusan. Meskipun demikian, ada dua perbedaan utama antara ekonomika
industry dan ekonomika manajerial. Pertama, ekonomika manajerial memegang asumsi awal
bahwa perusahaanbertujuan untuk memaksimumkan profit. Berangkat dari asumsi tersebut,
analisis dalam ekonomika manajerial berupaya untuk membuat skema dimana aturan-aturan
dan prosedur terkait dengan keputusan perusahaan diatur sedemikan dan diformulasikan
sehingga mampu mencapai tujuan memaksimasi profit. Berbeda dengan ekonomika
manajerial, ekonomika industry berupaya untuk memahami dan menjelaskan proses yang ada
di dalam system perusahaan dan berusaha memprediksi dampak yang terjadi ketika ada
perubahan variable-variable tertentu dalam system perusahaan. Dengan kata lain, ekonomika
industry memeiliki pendekatan yang lebih bersifat positif, sementara ekonomika manajerial
memiliki pendekatan yang lebih bersifat normatif. Kedua, berbeda dengan ekonomika
manajerial, ekonomika industry juga tidak terlalu banyak mengakomodasikan disiplin ilmu
lain. Dalam hal ini, analisis ekonomika manajerial melibatkan analisis terhadap masalah terkait
akuntansi, penelitian operasional, psikologi, pemasaran, dan berbagai disiplin ilmu lain.
Analisis ekonomi industry tidak mengkaji permasalahan hingga sejauh itu, bahkan cenderung
lebih berfokus pada pengkajian permasalahan yang bersifat lebih structural dalam suatu
industry.

Menurut Barthwal (2010), terdapat dua elemen utama ekonomika industry, yaitu
elemen deskriptif dan elemen analitis. Aktivitas elemen deskriptif berfokus pada survey
industry dan lembaga komersial lainnya untuk memberikan informasi mengenai sumber daya
alam, iklim industry, kondisi insfrastruktur, penawaran factor produksi, kebijakan industry, dan
perdagangan serta tingkat kompetisi disuatu wilayah atau Negara Kepada stakeholders
industry. Sementara itu,, elemen analitis terkait dengan kajian mengenai penentuan strategi,
kebijakan, dan proses pengambilan keputusan dalam bisnis, seperti analisis pasar, penentuan
harga, pemilihan teknik produksi, penentuan lokasi produksi perusahaan, pengambilan
keputusan finansial perusahaan serta diverifikasi produk. Menurut Barthwal (2010), dua
elemen ini saling terkait dimana pengambilan keputusan (strategi) yang tepat dalam organisasi
bisnis (output elemen analitis) tidak akan tercapai dengan sempurna tanpa informasi yang
mencukupi tentang kondisi pasar (output elemen deskriptif).

Definisi Industri

Dalam pendefinisian ‘Ekonomika Industri’ di atas, banyak digunakan istilah ‘idustri’.


Oleh karena itu, perlu dipahami terlebih dahulu batasan dari industry. Mengacu pada
Lipczynski, et al. (2005), istilah ‘industri’ mengacu pada sejumlah perusahaan yang
memproduksi dan menjual sejumlah produk yang serupa, memanfaatkan teknologi yang serupa
dan mungkin juga mengakses factor produksi (input) dari pasar factor produksi yang sama.

Kesulitan untuk menentukan batasan industry seringkali muncul dalam hal penentuan
jenis perusahaan yang menghasilkan produk sejenis. Mengacu pada Clarkson dan Miller
(1982), Gwin (2000) dan Lipczynski (2005), dalam praktiknya, permasalahan tersebut diatasi
dengan pemanfaatan standar pengklasifikasian industry, seperti Standard Industrial
Classification (SIC) yang dikenal di Inggris pada tahun 1948 (diperbaharui pada tahun 1980
dan 1982), Nomenclature generale des activites economiques dans les communautes
Europeennes (NACE) yang diperkenalkan di Uni Eropa pada tahun 1992 atau North American
Industrial Classification System (NAICS) yang awalnya diperkenalkan di Negara-negara
Amerika Utara.

Standar pengklasifikasian industry di Indonesia didasarkan pada Klasifikasi Baku


Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) atau yang pada awal perkembangannya, disebut
Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI). KBLI mengklasifikasikan seluruh kegiatan
ekonomi menjadi beberapa lapangan usaha. Pendekatan KBLI menekankan pada pendekatan
kegiatan, yaitu dengan melihat proses dari kegiatan ekonomi dalam menciptakan barang/jasa
dan pendekatan fungsi, yaitu dengan melihat fungsi pelaku ekonomi dalam menciptakan
barang/jasa (BPS, 2009). KBLI yang terkini adalah KBLI 2009. KBLI 2009 merupakan
pembaharuan terkini dari kelima system klasifikasi lapangan usaha Indonesia sebelumnya
(KLUI 1968, KLUI 1983, KLUI 1990, KLUI 1997, dan KBLI 2005). Struktur dan panduan
pemberian kode KBLI adalah sebagai berikut:
Kategori Lapangan Usaha (Industri)
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
B Pertambangan dan Penggalian
C Industri Pengolahan
D Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas dan Udara Dingin
E Pengadaan Air, Pengolahan Sampah dan Daur Ulang, Pembuangan dan
Pembersihan Limbah dan Sampah
F Konstruksi
G Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil, dan Sepeda
Motor
H Transportasi dan Perdagangan
I Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum
J Informasi dan Komunikasi
K Jasa Keuangan dan Asuransi
L Real Estat
M Jasa Profesional, Ilmiah dan Teknis
N Jasa Persewaan, Ketenagakerjaan, Agen Perjalanan, dan Penunjang Usaha
Lainnya
O Administrasi Pemerintahaan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib
P Jasa Pendidikan
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
R Kebudayaan, Hiburan, dan Rekreasi
S Kegiatan Jasa Lainnya
T Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga; Kegiatan yang Menghasilkan
Barang dan Jasa Oleh Rumah Tangga yang Digunakan Sendiri untuk Memenuhi
Kebutuhan
U Kegiatan Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya
Sumber : Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (BPS, 2009)

1. Kategori, menunjukkan garis pokok penggolongan kegiatan ekonomi. Penggolongan


ini diberi kode satu digit kode alphabet. Dalam KBLI, seluruh kegiatan ekonomi di
Indonesia digolongkan menjadi 21 kategori. Kategori-kategori tersebut diberi kode
huruf dari A sampai dengan U.
2. Golongan Pokok, merupakan uraian lebih lanjut dari kategori. Setiap kategori diuraikan
menjadi satu atau beberapa golongan pokok (sebanyak-banyaknya lima golongan
pokok, kecuali industry pengolahan) menurut sifat masing-masing golongan pokok.
Setiap golongan pokok diberi kode dua digit angka.
3. Golongan, merupakan uaraian lebih lanjut dari golongan pokok (poin 2). Kode
golongan terdiri dari tiga digit angkat, yaitu dua digit angkat pertama menunjukkan
golongan pokok yang berkaitan, dan satu digit angka terakhir menunjukkan golongan
pokok dapat diuraikan menjadi sebanyak-banyaknya Sembilan golongan.
4. Subgolongan, merupakan uraian lebih lanjut dari kegiatan ekonomi yang tercakup
dalam suatu golongan (poin 3). Kode subgolongan terdiri dari empat digit, yaitu kode
tiga digit angka pertama menunjukkan golongan yang berkaitan, dan satu digit angka
terakhir menunjukkan kegiatan ekonomi dari subgolongan bersangkutan. Setiap
golongan dapat diuraikan lebih lanjut menjadi sebanyak-banyaknya Sembilan
subgolongan.
5. Kelompok, dimaksudkan untuk memilah lebih lanjut kegiatan yang dicakup dalam
suatu subgolongan (poin 4) menjadi beberapa kegiatan yang lebih homogen.

Tabel 1.2 memaparkan kelima tingkatan klasifikasi KBLI yang telah dijelaskan diatas
dalam konteks industri pengolahan kayu lapis. Sebagai contoh, jika seorang peneliti
yang ingin mengkaji struktur persaingan industri pengolahan kayu lapis dan sejenisnya
di Indonesia, maka penentuan perusahaan yang menjadi target analisis penelitian
tersebut didasarkan pada kode klasifikasi industri kayu lapis. Dalam hal ini, perusahaan
yang masuk dalam analisis penelitian tersebut adalah perusahaan yang memiliki
setidaknya kode 4 digit C 1621 (yang mencakup industri kayu lapis dengan kode C
16211, industri kayu lapis laminasi dengan kode C 16212, industri panel kayu lainnya
dengan kode C 16213, dan industri veneer dengan kode 16213). Data tersebut bisa
diperoleh dari Direktori Industri Pengolahan Skala Besar Menengah Indonesia yang
diterbitkan Badan Pusat Statistik Pusat maupun Provinsi.
Tabel 1.2 Pengkasifikasian Industri Pengolahan Kayu Lapis di Indonesia dalam KBLI 2009
Kategori Lapangan Usaha (Industri)
C Industri pengolahan
C 16 Industri kayu, barang dari kayu dan gabus dan barang ayaman dari
bamboo, rotan dan sebagainya
C 162 Industri barang dari kayu, industri barang dari gabus dan barang
dari ayaman jerami, rotan, bamboo dan sejenis lainnya
C 1621 Industri kayu lapis, veneer dan sejenisnya
C 16211 Industri kayu lapis

Sebagai tambahan, data perusahaan yang tergabung dalam industri pengolahan


(manufaktur) di Indonesia maupun setiap provinsi di Indonesia berdasarkan
pengkategorian KBLI juga bisa di akses melalui website Kementrian Perindustrian dan
Perdagangan (http://kemenperin.go.id/direktori-perusahaan). Sementara itu, direktori
perbankan Indonesia berikut laporan setiap bank bisa diakses melalui website Bank
Indonesia (http://www.bi.go.id/web/id/publikasi/DPI/Direktori+Bank+Indonesia/).
Untuk kasus lapangan usaha (industri) yang tidak memiliki direktori, penentuan
perusahaan yang masuk sebagai target analisis industri dapat dilakukan dengan
mencocokkan kesesuaian deskripsi profil perusahaan yang diperoleh dari berbagai
sumber (dokumen indternal yang memuat profil perusahaan, website perusahaan,
asosiasi industri, maupun berbagai lembaga atau database terpercaya yang memuat
informasi tentang perusahaan) dengan definisi industri terkait dalam KBLI. Sebagai
contoh, misalnya seorang peneliti ingin menganalisis struktur pasar industri penyiaran
dan pemograman di Indonesia. Meskipun demikian, tidak terdapat direktori industri
penyiaran dan pemrograman di Indonesia. Dalam kasus ini, peniliti tersebut harus
mencari referensi mengenai deskripsi operasi perusahaan (misalnya melalui company
profile yang bisa diperoleh perusahaan, website, review industri ataupun data dari
layanan penyedia indormasi tentang perusahaan) dan menguji kecocokannya dengan
definisi resmi menurut KBLI, khususnya untuk industri penyiaran dan pemograman
dengan kode J 60. Apabila deskripsi perusahaan sesuai dengan definisi industri terkait
dalam KBLI, maka perusahaan tersebut dapat disimpulkan sebagai bagian dari industri
penyiaran dan pemograman di Indonesia.
Selain memperhatikan tingkat kesamaan produk, teknologi dan factor produksi,
penentuan batasan industri juga harus mempertimbangkan batasan geografis. Apakah
industri harus dibatasi pada region local (nasional), regional, continental ataukah
global? Terkait dengan hal ini, Elzinga dan Hogarty ( 1973, 1978) dalam Lipczynski,
et al. (2005) menyatakan bahwa geografis ini dapat ditentukan dengan membandingkat
proporsi nilai transaksi pembelian dari produsen di dalam region (transaksi eksternal),
masing-masing, relative terhadap total pembelian konsumen didalam region. Nilai rasio
yang tinggi dari pembandingan tersebut mengindikasikan bahwa cakupan suatu industri
adalah benar pada tingkatan wilayah operasi tersebut (Elzinga dan Hogarty
merekomendasikan nilai kritis rasio sebesar (75%).
Sebagai contoh, mengacu pada pendefinisian Elzingan dan Hogarty, dalam
kasus industri rokok di tingkat local (Indonesia), apabila setidaknya 75% pembelian
rokok di wilayah local (Indonesia) bersumber dari produsen rokok Indonesia, maka
dapat diinterprestasikan bahwa cakupan industri rokok di Indonesia adalah pasar local
(Indonesia). Hal ini berarti pesaing dalam industri rokok Indonesia adalah perusahaan-
perusahaan rokok local (Indonesia). Sebaliknya, jika proporsi pembelian rokok dari
produsen Indonesia kurang dari 75%, maka cakupan industri rokok Indonesia tersebut
bukan pasar pada tingkatan local (Indonesia), namun pada tingkatan yang lebih luas
(bisa jadi pasar regional seperti wilayah ASEAN atau pasar global). Oleh karena itu,
pesaing dalam industri rokok, dalam kasus ini, adalah perusahaan-perusahaan rokok
lokal (Indonesia) dan perusahaan-perusahaan di luar Indonesia (perusahaan asing
tingkat regional atau global). Informasi mengenai cakupan industri sangat penting
untuk menentukan siapa saja pesaing perusahaan dalam industri. Informasi yang tepat
terkait hal ini menjadi sarana dalam membangun basis data yang tepat untuk melakukan
analisis industri.

Mengapa Ekonomika Industri Penting?


Ekonomika industri menjadi cabang ilmu ekonomi yang semakin penting untuk
dipelajari bahkan hingga era modern saat ini. Pentingnya ekonomika industri sebagai
suatu materi pembelajaran didasarkan sejumlah fakta berikut:
1. Praktik-praktik struktur pasar yang semakin terkonsentrasi dalam kegiatan bisnis
telah dikenal sejak lama, dimana praktik-praktik konsentrasi pasar ini cenderung
mendorong terjadinya perilaku pelaku pasar yang menimbulkan berbagai kerugian
bagi konsumen, misalnya dalam hal penetapan harga yang tinggi. Dalam
memahami ekonomika industri, konsumen dapat memahami fenomena yang terjadi
di pasar dan menentukan strategi untuk meminimalkan risiko kerugian yang akan
ditanggungnya akibat struktur dan perilaku pasar yang ada.
2. Semakin tinggi konsentrasi industri, maka persaingan antar peruhsaan akan
semakin rendah dan seringkali muncul berbagai hambatan bagi pesaing untuk
masuk ke dalam pasar. Hal ini akan semakin mengakibatkan terjadinya inefisiensi
perekonomian. Dengan memahami ekonomika industri, perusahaan dan pemerintah
dapat mengambil strategi maupun kebijakan-kebijakan yang tepat untuk
mempengaruhi konstentrasi tersebut dalam rangka mendorong terwujudnya
efisiensi perekonomian
3. Konsentrasi industri yang tinggi berakibat pada adanya konsentrasi kekayaan. Hal
ini selanjutnya dapat menghambat terwujudnya pemerataan pembangunan, baik
dalam hal pemerataan pendapatan taupun pemerataan kesempatan kerja (berusaha).
Pemahaman tentang ekonomika industri akan memberikan landasar berpikir untuk
menganalisis permasalahan dan membangun solusi untuk mengatasi permasalahan
terkaut pemerataan pembangunan tersebut.
4. Kaitan struktur industri dengan penyelesaian masalah-masalah ekonomi terkait erat
dengan intervensi pemerintah. Dalam hal ini, pemahaman mengenai ekonomika
industri akan memberi landasan bagi evaluator untuk mengevaluasi efektifitas
kebijakan pemerintah dalam menciptakan struktur industri yang mengoptimalkan
benefit bagi perekonomian dan menganalisis kebijakan pemerintah seperti apakah
yang sekiranya tepat untuk diaplikasikan pada struktur industri yang ada.
5. Kanjian-kanjian tentang struktur perilaku, kinerja, dan industri tidak terlepas dari
masalah-masalah ekonomi, yaitu apa yang diproduksi. Dalam hal ini, pemahaman
ekonomika industri akan memberi landasan bagi setiap stakeholder dalam industri,
baik rumah tangga produsen, rumah tangga konsumen maupun pemerintah untuk
mengambil keputusannya secara tepat dalam mendukung terwujudnya tujuan
ekonominya masing-masing, khususnya dalam konteksi ini, adalah pencapaian
kesejahteraan masing-masing stakeholder tersebut.

Ruang Lingkup Kajian Ekonomika Industri


Jong dan Shepherd (2007) menyatakan bahwa terdapat 3 kanjian utama yang
dibahas dalam ekonomika industri, yaitu : 1) kompetisi, sebagai kekuatan utama di
sebagian besar pasar modern, 2) monopoli, sebagai kekuatan yang bertentangan dengan
kompetisi, dan 3) kebijakan public. Aspek kebijakan public, pada umumnya, mencakup
kebijakan antitrust untuk mencegah atau mengurangi kekuatan monopoli natural,
diregulasi menghapuskan berbagai hambatan pasar untuk mendorong kompetisi dan
perusahaan public untuk memenuhi kebutuhan public ketika kompetisi dan perusahaan
public untuk memenuhi kebutuhan public ketika kompetisi tidak berjalan. Menurut
Jong dan Shepherd, pada intinya, analisis ekonomika industri membahas sejumlah
pertanyaan terkait topic berikut:
1. Derajat kompetisi dan monopoli (“Seberapa besar kekuatan kompetisi dan
monopoli yang terdapat dalam suatu pasar?”) Struktur pasar menjadi elemen
penting yang dibahas dalam topik ini.
2. Faktor penentu kompetisi dan monopoli (“Apakah yang menentukan derajat
kompetisi dan monopoli?”). faktor teknologi dan economies atau diseconomies
of scale menjadi elemen penting yang dibahas dalam topic ini.
3. Perilaku (“Bagaimana kompetisi dan monopoli mempengaruhi perilaku
perusahaan?”). Strategi penentuan harga dan strategi lainnya merupakan elemen
penting dalam pembahasan topic ini.
4. Kinerja (“Bagaimanakah laba, harga, efisisensi, inovasi, dan berbagai elemen
kinerja dipengaruhi oleh derajat kompetisis dan kekuatan monopoli?”)
5. Arah hubungan antara struktur pasar, perilaku, kinerja. (“Seperti apakah
hubungan kasual yang terjadi? Apakah dari struktur membentuk perilaku lalu
kinerja atau, sebaliknya, kinerja membentuk struktur pasar?”)
Mengacu pada Barthwal (2010), ruang lingkup kajian ekonomika industri
mencakup factor-faktor yang mempengaruhi struktur, perilaku dan kinerja industri,
hubgungan antara industri mencakup teori perusahaan, struktur persaingan, perilaku
pasar, analisis kinerja, analisis lokasi industri, kebijakan pemerintah terkait industri dan
kebijakan perusahaan, proses industrialisasi dan pembangunan serta keunggulan
komperatif. Berikut ini akan dijelaskan gambaran umum beberapa dari sejumlah topic
kajian ekonomika industri yang dikemukakan oleh Barthwal tersebut.
Teori perusahaan mengkaji landasarn pemikiran yang diacu dalam proses
perncapaian tujuan perusahaan. Hal ini terkait dengan motivasi (tujuan) perusahaan dan
bentuk organisasi perusahaan. Motivasi perusahaan, diantaranya, adalah memaksimasi
profit, memaksimasi penjualan, memaksimasi nilai perusahaan, memaksimasi
pertumbuhan (asset, profit, nilai) perusahaan dan motivasi manajerial (memaksimasi
utilitas manajemen). Di samping sejumlah motivasi memaksimasi tersebut, Cyert dan
March dalam Barthwal (2010) mengemukakan sejumlah motivasilain dari perusahaan,
yaitu motivasi berbasis produksi (pemenuhan target dan stabilitas produksi), motivasi
berbasis inventory (optimalitas persediaan sebagai antisipas fluktuasi pasar, motivasi
berbasis penjualan (stabilitas dan ekspansi pemasaran, dan motivasi pencapaian share
pasar. Sementara itu, pada umumnya bentuk organisasi berkaitan dengan pola
kepemilikan dan tujuan perusahaan. Jika dilihat dari pola kepemilikannya, bentuk
organisasi perusahaan dapat dibagi menjadi 3, yaitu sektor privat, sektor public, dan
sektor gabungan (kombinasi sektor privat dan public). Sektor privat mencakup
perusahaan yang dimiliki individu maupun dikelola secara kolektif. Perusahaan dalam
sektor ini dimiliki dab dijalankan oleh pihak swasta, serta tidak ada campur tangan dari
pemerintah. Pada umumnya, perusahaan dalam sektor ini memiliki tujuan ekonomi,
yaitu meningkatkan kesejahteraan entitas yang ada didalamnya. Sektor public
mencakup perusahaan dan korporasi pemerintah. Perusahaan dalam sektor ini dimiliki
oleh pemerintah dan manajemen yang ditunjuk oleh pemerintah, serta ada intervensi
pemerintah dalam pengambilan keputusan. Selain memiliki tujuan ekonomi,
perusahaan dalam sektor ii juga memiliki tujuan social, misalnya melakukan control
terhadap sektor strategis (sektor pokok yang terkait dengan kebutuhan hidup pokok
masyarakat, seperti energy dan transportasi) dalam perekonomian, mendorong
pembangunan social (yang terkait dengan kesejahteraan penduduk di negaranya)
daripada hanya mendorong menciptakan profit dan menciptakan surplus untuk
membiayai pembangunan di negaranya.
Struktur persaingan dapat dipahami sebagai struktur atau kumpulan yang
mengindikasikan derajat persaingan dalam suatu pasar. Struktur persaingan dalam
industri, setidaknya, terkait dengan beberapa hal berikut, yaitu seberapa tinggi derajat
konsentrasi pembeli, seberapa tinggi derajat deiferensiasi produk, dan seberapa tinggi
tingkat kesulitan yang ditemui oleh perusahaan baru untuk masuk kedalam suatu
industri. Struktur pasar dalam industri cenderung berubah secara perlahan-lahan,
bahkan dapat dianggap tetap atau relative permanen dalam jangka pendek.
Perilaku industri mengacu pada bagaimana individu perusahaan berperilaku
dalam pasar. Menurut hasibuan, perilaku industri dapat diartikan sebagai pola
tanggapan dan penyesuaian suatu perusahaan di dalam pasar untuk mencapai tujuannya,
baik secara umum maupun khusus. Perilaku industri mencakup keputusan terkait
penentuan harga, koordinasi kegiatan dalam pasar seperti praktik kolusi dan kartel),
integrasi perusahaan, diferensiasi, maupun sejumlah strategi lainnya sebagai upaya
untuk mendapatkan pasar dan mencapai tujuan perusahaan.
Kinerja dalam konteks analisis industri, dapat didefinisikan sebagai keuntungan
dan kesejahteraan social yang dihasilkan dari operasi suatu industri. Menurut
Lipezynski (2005), kinerja menjadi ukuran keberhasilan aktivitas perusahaan-
perusahaan yang ada di pasar. Kinerja industri memangsulit diukut karena tujuan
perusahaan-perusahaan dalam industri tidak selalu sama. Meskipun demikian, terdapat
sejumlah aspek profitabilitas, pertumbuhan, kualitas produk, perkembangan teknologi
dan inovasi, serta efisiensi.
Terkait dengan kebijakan pemerintah terkait industri, pada dasarnya ada dua
jenis kebijakan industri, yaiut kebijakan yang bertujuan untuk menjaga dan mendorong
terciptanya kompetisi untuk menjamin agar mekanisme pasar dapat bekerja dengan
baik (kebijakan kompetitif) dan kebijakan yang bertujuan untuk mengatasi kegagalan
pasar, misalnya dengan melakukan promosi dan memberikan proteksi bagi industri
yang belum mampu bersaing di pasar. Kebijakan kompetitif mencakup kebijakan
pembangunan infrastruktur, kebijakan anti-monopoli dan kebijakan terkait
pengembangan teknologi. Kebijakan untuk mengatasi kegagalan pasar mencakup
kebijakan perdagangan yang protektif (penerapan tariff impor yang tinggi), subsidi
factor produksi, dukungan modal dan teknologi baru. Sebagai tambahan, dalam
penerapan kebijakan industri, pemerintah harus memperhatikan kondisi awal elemen-
elemen industri sebelum penerapan kebijakan industri. Ketika memang mekanisme
pasar sudah mampu berjalan dengan sempurna, maka kebijakan industri kompetitif
akan mendukung terwujudnya kinerja pasar yang baik. Akan tetapi, ketika mekanisme
pasar belum bisa berjalan dengan sempurna (masih ada sejumlah kegagalan pasar),
kebijakan industri harus lebih diarahkan dahulu pada upaya untuk mengatasi kegagalan
pasar.
Terkait dengan industrialisasi dalam pembangunan, industrialisasi dalam
analisis ekonomika industri merupakan bahasan yang sangat penting karena proses
industrialisasi memberikan dampak yang begitu besar bagi perekonomian. Dampak
tersebut berupa perubahan struktur perekonomian dari sektor primer ke sekunder dan
tersier yang selanjutnya mempengaruhi pola kehidupan ekonomi masyarakat,
kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan daya saing perekonomian
memalui penciptaan keunggulan komperatif maupun berbagai aspek pembangunan
lainnya.
Perkembangan Pemikiran Ekonomika Industri
Barthwal (2010) menyatakan bahwa awal mula dari perumusan elemen-elemen
ekonomika industri sulit untuk diketahui. Mengacu pada Hamprey (1940) dan Shepherd
(1979), Barthwal (2010) menyatakan bahwa sejumlah bahasan terkait praktik monopoli
dan beberapa elemen lain dari ekonomika industri sudah ada sejak tahun 2100 sebelum
masehi. Akan tetapi, sejarah ekonomika industri modern berawa pada abad ke-17 ketika
Adam Smith menulis buku The Wealth of Nations.
Gambar 1.1 Perkembangan pendekatan ekonomika industri

Ekonomika
Industri
Stigler Marris

Cyerth&March

1960

Bain
Von Lancaster
Neumen

Mason
1940 Hotelling Chamberlain

Barle dan Allen dan


Sraffa Means Florance

Knight
1920

Clark Aliran Studi Kasus


1900

Edgewort
h Marshal
1880

Jevons Aliran Empiris

Adam Smith
Awal mula teori perusahaan yang dikemukakan oleh Smith dianggap sebagai
sumber lahirnya ekonomi industri kontenporer atau biiasa disebut “the mother of the
contemporary industrial economics”. Pemikiran Smith mengasumsikan adanya kondisi
pasar yang kompetitif dalam perekonomian dimana ada ‘tangan tersembunyi (invisible
hands)’ yang mampu memaksimalkan keinginan setiap individu. Kontribusi utama
Adam Smith yang selanjutnya menjadi basis acuan ekonomika industri adalah konsep
pembagian kerja (devision of labor) dan penentu harga produk. Terkait dengan
pembagian kerja, Smith mengemukakan bahwa peningkatan produktivitas, keahlian
dan keterampilan tenaga kerja sebagian besar cenderung dikontribusikan oleh
mekanisme pembagian kerja. Terkait dengan penentuan harga, Smith memperkenalkan
konsep harga pasar (market price) yang ditentukan oleh pasar dan konsep harga alamiah
(natural price) yang ditentukan berdasarkan factor produksi tenaga kerja yang
diperlukan dalam proses produksi. Pemikiran Smith menjadi basis untuk analisis price-
cost margin untuk industri pada pasar persaingan sempurna.
Pada periode selanjutnya, pertengahan abad ke-18 hingga pertengahan abad ke-
19, analisis ekonomi terkait aktivitas industri lebih banyak berkutat pada metodologi
(Barthwal, 2010). Dalam mengenalisis perilaku ekonomi perusahaan dan industri,
aliran pemikiran Jevons mengikuti metode yang sifatnya abstrak, mengacu pada pola
piker deduktif yang bertujuan untuk menguju hipotesis teori perusahaan. Sementara itu,
aliran pemikiran lainnya yang menyebut diri mereka aliran historical school mengacu
pada pola piker induktif melalui pendekatan empiris. Aliran historical school tidak
terlalu memperhatikan asumsi-asumsi dalam memahami perilaku perusahaan atau
industri, tetapi lebih terfokus pada pengumpulan fakta-fakta tentang perusahaan dan
industri untuk mengetahui perilaku perusahaan industri tersebut. Tokoh yang berada
pada aliran ini adalah Allen, Sergant Florance, Berle dan Means, W.G. Hoffman dan
Mason. Meskipun demikian, pada waktu berikutnya, terdapat ekonom seperti Alfred
Marshall dan J.Schumpeter yang mengkombinasikan analisis deduktif dan induktif
dalam analisisnya. Kontribusi pemikiran terhadap ekonomika industri pada fase ini
berupa teori permintaan, khususnya teori utilitas serta penyempurnaan konsep biaya
dan factor produksi Jevons. Pada fase ini pula, Jevons bersama F.Y Edgeworth
berkontribusi dalam penetapan asumsi untuk penyamaan harga dan biaya rata-rata dan,
selanjutnya, eliminasi excess profit. Selanjutnya J.B. Clark dan F. Knight berhasil
memperbaiki model pasar persaingan sempurna Edgeworth menjadi seperti yang kita
kenal saat ini.
Pada masa berikutnya, sekitar periode 1930an hingga 1940an, asumsi yang
kompetitif dianggap kurang mampu menjelaskan perilaku perusahaan dan mulai
muncul upaya untuk mencari pemikiran alternative yang dapat menjelaskan perilaku
perusahaan. Titik balik ini tampaknya ditandai dengan pendeskripsian ulang hokum
laba (law of returns) pada pasar persaingan sempurna. Awal dari berkembangnya
pemikiran yang tidak berbasis pada kondisi persaingan sempurna ditandai dengan
munculnya teori persaingan tidak sempurna (imperfect competition) oleh Joan
Robinson dan analisis kompetisi monopolistik oleh Chamberlin. Dua teori tersebut
selanjutnya mendorong munculnya pemikiran-pemikiran terkait berbagai topic seperti
duopoly, oligopoly, diversifikasi produk, perilaku iklan, penelitian dan pengembangan,
serta kebijakan harga dalam perusahaan yang selanjutnya membangun ekonomika
industri. Sealiran dengan Chamberlin, Hotelling menetapkan asumsi kestebilan dalam
proses kompetisi dengan mempertimbangkan aspek keunikan barang (differentiated
goods) dan dimensi spasial. Hasil pemikiran Chamberlin dan Hotelling mengilhami K.
Lancaster membangun teori konsumen baru yang sangat relevan dalam ekonomika
industri. Kemudian, Von Neumann dan Morgensten, pada tahun 1940an, membangun
teori permainan (game theory) yang selanjutnya dijadikan dasar pengembangan teori
perusahaan.
Pada periode selanjutnya, ekonomika industry mulai berkembang dengan
sangat cepat. Pada tahun 1950an, ekonomika industry menjadi salah satu cabang ilmu
ekonomi yang berdiri secara independen (Clarke, 2003; Barthwal, 2010). Periode 1950
dan 1960an merupakan sejarah bagi munculnya pemikiran-pemikiran fundamental
yang berkontribusi besar bagi pembangunan ekonomika industry. J.S. Brain
mengembangkan pemikiran dan analisis yang dirintis oleh gurunya, Masin, dengan
menulis buku terkait sturktur, perilaku, kinerja industry yang berjudul Industrial
Organization paa tahun 1959. Melalui buku tersebut, J.S, Brain membangun kerangka
analisis industry Struture-Conduct-Performance atau yang biasa disebut SCP, dimana
kerangka analisis ini sangat penting dalam perkembangan ekomika industry.
Meskipun analisis SCP semakin berperan dalam analisis ekonomika industry,
terdapat sejumlah keterbatasan yang muncul dari analisis SCP. Oleh karena itu, muncul
berbagai teori dan alat analisis yang menjadi alternative maupun melengkapi kerangka
analisis SCP. Analisis Robin Marris (1964) mengenai peran perilaku manajerial dalam
konteks korporasi modern telah mendorong munculnya kerangka analisis Techno-
Structure yang selanjutnya dikembangkan oleh J.K. Galbraith. Cyerth dan March
(1963) mengembangkan teori perilaku perusahaan. H.A. Simon (1950) mempelajari
pentingnya proses pengambilan keutusan dalam konteks organisasi industry sebagai
unit administrative. Sementara itu, G.J Stigler berfokus pada analisis struktur oligopoly.
Bukunya tang terkenal berjudul “The Organization of Industry” terbit pada tahun
10968. Berbagai pemikiran tersebut berkontrubusi terhadap cepatnya perkembangan
berbagai aspek ekonomika industry pada masa ini.
Pada periode selanjutnya hingga saat ini, analisis ekonomika industry menjadi
semakin luas dan semakin menekankan aspek kelembagaan dan organisasi industry.
Beberapa aspek baru yang dibahas mencakup perilaku strategic, dinamika industry,
laboratory experiments, konvergensi transaksi, efisiensi kontrak, kompetisi non-harga,
struktur finansial dan jasa finansial dan perilaku non-kooperatif (Barthwal, 2010). Di
samping itu, perkembangan analisis juga tidak lagi terbatas pada aspek mikro, seperti
konsentrasi pasar, produk, permodalan, bentuk-bentuk persaingan, permasalahan biaya
dan efisiensi alokatif, tetapi juga semakin banyak dikaitkan dengan aspek-aspek makro,
seperti kebijaksanaan pemerintah tentang protkesi, hambatan pasar (barriers to entry),
hambatan perdagangan, pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan inventasi asing
(Hasibuan, 1993).

Paradigma Ekonomika Industri


Tirole (1994) menyatakan bahwa terdapat dua paradigma utama (mainstream)
dalam perkembangan ekonomika industri. Paradigma pertama bisa disebut paradigma
‘Harvard’ yang seringkali dikaitkan dengan pemikiran Joe Bain dan Edward Mason.
Paradigma ini lebih menekankan pendekatan empiris berdasarkan logika Structure-
Conduct-Performance (SCP) dan kurang berbasis pada teori ekonomi klasik.
Paradigma ini lebih menekankan pentingnya kondisi structural dan factor basis pasar
yang sifatnya eksogen seperti factor teknis/teknologi (seperti returns to scale dan
ekstensi learning curve), preferensi dan perilaku konsumen (struktur informasi terkait
produk, brand loyalty, reputasi perusahaan), dan perkembangan teknologi. Paradigma
yang kedua biasa disebut paradigma aliran ‘Chicago’ yang dipelopori oleh Aaron
Director dan George Stigler. Paradigma ini mengedepankan analis teoritis yang
menantang dan pembuktian teori melalui analisis empiris. Paradigma Chicago juga
lebih menekankan pentingnya peran perilaku pasar (seperti aktivitas integrasi,
penetapan harga, dan kolusi) dalam industri, berlakunya sistem pasar, dan
ketidakpercayaan terhadap peran pemerintah. Melengkapi pengkasifikasian Tirole
tersebut, Hinde (2000) mengidentifikasikan adanya 6 paradigma atau perspektif yang
melandasi berbagai pemikiran dalam sejarah perkembangan ekonomika industri.
Keenam paradigma tersebut mencakup:
1. Structur-Conduct-Performance (SCP). Aliran ini megemukakan adanya keterkaitan
secara linear antara struktur pasar, perilaku pelaku pasar, dan kierja perusahaan-
perusahaan dalam pasar. Aliran ini berpendapat bahwa struktur pasar (seperti pola
konsentrasi penjual dan pembeli di pasar) merupakan refleksi dari kondisi
permintaan dan penawaran yang ada di pasar. Struktur pasar, kemudian
mempengaruhi perilaku pasar (seperi strategi untuk berkolusi, strategi harga,
strategi periklanan dan sebagainya). Perilaku pasar ini selanjutnya menentukan
kinerja perusahaan yang ada didalam pasar.
2. Behaviorst. Aliran ini menyatakan bahwa perilaku pasar merupakan factor yang
terpenting dalam menentuka stuktur maupun kinerja pasar. Dalam hal ini, hubungan
antara struktur, perilaku dan kinerja tidak linear dan searah lagi sepertiyang
dikemukakan aliran SCP. Menurut pandangan aliran ini, upaya untuk mengontrol
aktivitas pelaku pasar yang bersifat kolusif seperti marger dan kartel sangat
diperlukan untuk mewujudkan pasar yang efisien.
3. New Industrial Economics. Aliran ini menekankan pembahasannya pada perilaku
yang terjadi di pasar dan strategi yang digunakan dalam pasar. Aliran ini
mengadopsi pendekatan teori permainan (game theory) untuk menjelaskan
hubungan saling ketergantungan dalam struktur pasar monopoli dan oligopoly.
4. UCLA-Chicago School. Aliran ini berpadangan bahwa keberhasilan suatu
perusahaan untuk beroprasi secara efisien merupakan kunci utama keberhasilan
perusahaan didalam pasar, termasuk di pasar oligopoly. Pemikiran ini bertentangan
dengan paradigm SCP yang menyatakan bahwa kinerja suatu perusahaan di dalam
pasar ditentukan oleh tingkat konsentrasi pasar dan kemampuan pelaku pasar untuk
mengendalikan harga.
5. Contestable Market. Aliran ini berpendapat bahwa kompetisi menjadi kekuatan
untuk mewujudkan tercapainya keseimbangan pasar dimana biaya untuk
mewujudkan tercapainya keseimbangan pasar dimana biaya untuk masuk ke dalam
atau keluar pasar sama dengan nol. Pemiiran ini menjadi salah satu landasan
pemikiran dalam debat mengenai privatisasi pada masa berkembangnya pemikiran
ini.
6. Austrian. Pandangan ini menganggap intervensi terhadap system pasar harus
seminimal mungkkin. Alian ini juga mengemukakakn pentingnya teknolgi dan
inovasi dalam mencapai keberhasilan kinerja pasar. Aliran ini beranggapan bahwa
tingkat profitabilitas yang terjadi pada pasar persaingan monopolistic sudah cukup
untuk mendukung terwujudnya teknologi dan inovasi.

Anda mungkin juga menyukai