Beryl Cholif A
1296141028
FAKULTAS EKONOMI
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut Barthwal (2010), terdapat dua elemen utama ekonomika industry, yaitu
elemen deskriptif dan elemen analitis. Aktivitas elemen deskriptif berfokus pada survey
industry dan lembaga komersial lainnya untuk memberikan informasi mengenai sumber daya
alam, iklim industry, kondisi insfrastruktur, penawaran factor produksi, kebijakan industry, dan
perdagangan serta tingkat kompetisi disuatu wilayah atau Negara Kepada stakeholders
industry. Sementara itu,, elemen analitis terkait dengan kajian mengenai penentuan strategi,
kebijakan, dan proses pengambilan keputusan dalam bisnis, seperti analisis pasar, penentuan
harga, pemilihan teknik produksi, penentuan lokasi produksi perusahaan, pengambilan
keputusan finansial perusahaan serta diverifikasi produk. Menurut Barthwal (2010), dua
elemen ini saling terkait dimana pengambilan keputusan (strategi) yang tepat dalam organisasi
bisnis (output elemen analitis) tidak akan tercapai dengan sempurna tanpa informasi yang
mencukupi tentang kondisi pasar (output elemen deskriptif).
Definisi Industri
Kesulitan untuk menentukan batasan industry seringkali muncul dalam hal penentuan
jenis perusahaan yang menghasilkan produk sejenis. Mengacu pada Clarkson dan Miller
(1982), Gwin (2000) dan Lipczynski (2005), dalam praktiknya, permasalahan tersebut diatasi
dengan pemanfaatan standar pengklasifikasian industry, seperti Standard Industrial
Classification (SIC) yang dikenal di Inggris pada tahun 1948 (diperbaharui pada tahun 1980
dan 1982), Nomenclature generale des activites economiques dans les communautes
Europeennes (NACE) yang diperkenalkan di Uni Eropa pada tahun 1992 atau North American
Industrial Classification System (NAICS) yang awalnya diperkenalkan di Negara-negara
Amerika Utara.
Tabel 1.2 memaparkan kelima tingkatan klasifikasi KBLI yang telah dijelaskan diatas
dalam konteks industri pengolahan kayu lapis. Sebagai contoh, jika seorang peneliti
yang ingin mengkaji struktur persaingan industri pengolahan kayu lapis dan sejenisnya
di Indonesia, maka penentuan perusahaan yang menjadi target analisis penelitian
tersebut didasarkan pada kode klasifikasi industri kayu lapis. Dalam hal ini, perusahaan
yang masuk dalam analisis penelitian tersebut adalah perusahaan yang memiliki
setidaknya kode 4 digit C 1621 (yang mencakup industri kayu lapis dengan kode C
16211, industri kayu lapis laminasi dengan kode C 16212, industri panel kayu lainnya
dengan kode C 16213, dan industri veneer dengan kode 16213). Data tersebut bisa
diperoleh dari Direktori Industri Pengolahan Skala Besar Menengah Indonesia yang
diterbitkan Badan Pusat Statistik Pusat maupun Provinsi.
Tabel 1.2 Pengkasifikasian Industri Pengolahan Kayu Lapis di Indonesia dalam KBLI 2009
Kategori Lapangan Usaha (Industri)
C Industri pengolahan
C 16 Industri kayu, barang dari kayu dan gabus dan barang ayaman dari
bamboo, rotan dan sebagainya
C 162 Industri barang dari kayu, industri barang dari gabus dan barang
dari ayaman jerami, rotan, bamboo dan sejenis lainnya
C 1621 Industri kayu lapis, veneer dan sejenisnya
C 16211 Industri kayu lapis
Ekonomika
Industri
Stigler Marris
Cyerth&March
1960
Bain
Von Lancaster
Neumen
Mason
1940 Hotelling Chamberlain
Knight
1920
Edgewort
h Marshal
1880
Adam Smith
Awal mula teori perusahaan yang dikemukakan oleh Smith dianggap sebagai
sumber lahirnya ekonomi industri kontenporer atau biiasa disebut “the mother of the
contemporary industrial economics”. Pemikiran Smith mengasumsikan adanya kondisi
pasar yang kompetitif dalam perekonomian dimana ada ‘tangan tersembunyi (invisible
hands)’ yang mampu memaksimalkan keinginan setiap individu. Kontribusi utama
Adam Smith yang selanjutnya menjadi basis acuan ekonomika industri adalah konsep
pembagian kerja (devision of labor) dan penentu harga produk. Terkait dengan
pembagian kerja, Smith mengemukakan bahwa peningkatan produktivitas, keahlian
dan keterampilan tenaga kerja sebagian besar cenderung dikontribusikan oleh
mekanisme pembagian kerja. Terkait dengan penentuan harga, Smith memperkenalkan
konsep harga pasar (market price) yang ditentukan oleh pasar dan konsep harga alamiah
(natural price) yang ditentukan berdasarkan factor produksi tenaga kerja yang
diperlukan dalam proses produksi. Pemikiran Smith menjadi basis untuk analisis price-
cost margin untuk industri pada pasar persaingan sempurna.
Pada periode selanjutnya, pertengahan abad ke-18 hingga pertengahan abad ke-
19, analisis ekonomi terkait aktivitas industri lebih banyak berkutat pada metodologi
(Barthwal, 2010). Dalam mengenalisis perilaku ekonomi perusahaan dan industri,
aliran pemikiran Jevons mengikuti metode yang sifatnya abstrak, mengacu pada pola
piker deduktif yang bertujuan untuk menguju hipotesis teori perusahaan. Sementara itu,
aliran pemikiran lainnya yang menyebut diri mereka aliran historical school mengacu
pada pola piker induktif melalui pendekatan empiris. Aliran historical school tidak
terlalu memperhatikan asumsi-asumsi dalam memahami perilaku perusahaan atau
industri, tetapi lebih terfokus pada pengumpulan fakta-fakta tentang perusahaan dan
industri untuk mengetahui perilaku perusahaan industri tersebut. Tokoh yang berada
pada aliran ini adalah Allen, Sergant Florance, Berle dan Means, W.G. Hoffman dan
Mason. Meskipun demikian, pada waktu berikutnya, terdapat ekonom seperti Alfred
Marshall dan J.Schumpeter yang mengkombinasikan analisis deduktif dan induktif
dalam analisisnya. Kontribusi pemikiran terhadap ekonomika industri pada fase ini
berupa teori permintaan, khususnya teori utilitas serta penyempurnaan konsep biaya
dan factor produksi Jevons. Pada fase ini pula, Jevons bersama F.Y Edgeworth
berkontribusi dalam penetapan asumsi untuk penyamaan harga dan biaya rata-rata dan,
selanjutnya, eliminasi excess profit. Selanjutnya J.B. Clark dan F. Knight berhasil
memperbaiki model pasar persaingan sempurna Edgeworth menjadi seperti yang kita
kenal saat ini.
Pada masa berikutnya, sekitar periode 1930an hingga 1940an, asumsi yang
kompetitif dianggap kurang mampu menjelaskan perilaku perusahaan dan mulai
muncul upaya untuk mencari pemikiran alternative yang dapat menjelaskan perilaku
perusahaan. Titik balik ini tampaknya ditandai dengan pendeskripsian ulang hokum
laba (law of returns) pada pasar persaingan sempurna. Awal dari berkembangnya
pemikiran yang tidak berbasis pada kondisi persaingan sempurna ditandai dengan
munculnya teori persaingan tidak sempurna (imperfect competition) oleh Joan
Robinson dan analisis kompetisi monopolistik oleh Chamberlin. Dua teori tersebut
selanjutnya mendorong munculnya pemikiran-pemikiran terkait berbagai topic seperti
duopoly, oligopoly, diversifikasi produk, perilaku iklan, penelitian dan pengembangan,
serta kebijakan harga dalam perusahaan yang selanjutnya membangun ekonomika
industri. Sealiran dengan Chamberlin, Hotelling menetapkan asumsi kestebilan dalam
proses kompetisi dengan mempertimbangkan aspek keunikan barang (differentiated
goods) dan dimensi spasial. Hasil pemikiran Chamberlin dan Hotelling mengilhami K.
Lancaster membangun teori konsumen baru yang sangat relevan dalam ekonomika
industri. Kemudian, Von Neumann dan Morgensten, pada tahun 1940an, membangun
teori permainan (game theory) yang selanjutnya dijadikan dasar pengembangan teori
perusahaan.
Pada periode selanjutnya, ekonomika industry mulai berkembang dengan
sangat cepat. Pada tahun 1950an, ekonomika industry menjadi salah satu cabang ilmu
ekonomi yang berdiri secara independen (Clarke, 2003; Barthwal, 2010). Periode 1950
dan 1960an merupakan sejarah bagi munculnya pemikiran-pemikiran fundamental
yang berkontribusi besar bagi pembangunan ekonomika industry. J.S. Brain
mengembangkan pemikiran dan analisis yang dirintis oleh gurunya, Masin, dengan
menulis buku terkait sturktur, perilaku, kinerja industry yang berjudul Industrial
Organization paa tahun 1959. Melalui buku tersebut, J.S, Brain membangun kerangka
analisis industry Struture-Conduct-Performance atau yang biasa disebut SCP, dimana
kerangka analisis ini sangat penting dalam perkembangan ekomika industry.
Meskipun analisis SCP semakin berperan dalam analisis ekonomika industry,
terdapat sejumlah keterbatasan yang muncul dari analisis SCP. Oleh karena itu, muncul
berbagai teori dan alat analisis yang menjadi alternative maupun melengkapi kerangka
analisis SCP. Analisis Robin Marris (1964) mengenai peran perilaku manajerial dalam
konteks korporasi modern telah mendorong munculnya kerangka analisis Techno-
Structure yang selanjutnya dikembangkan oleh J.K. Galbraith. Cyerth dan March
(1963) mengembangkan teori perilaku perusahaan. H.A. Simon (1950) mempelajari
pentingnya proses pengambilan keutusan dalam konteks organisasi industry sebagai
unit administrative. Sementara itu, G.J Stigler berfokus pada analisis struktur oligopoly.
Bukunya tang terkenal berjudul “The Organization of Industry” terbit pada tahun
10968. Berbagai pemikiran tersebut berkontrubusi terhadap cepatnya perkembangan
berbagai aspek ekonomika industry pada masa ini.
Pada periode selanjutnya hingga saat ini, analisis ekonomika industry menjadi
semakin luas dan semakin menekankan aspek kelembagaan dan organisasi industry.
Beberapa aspek baru yang dibahas mencakup perilaku strategic, dinamika industry,
laboratory experiments, konvergensi transaksi, efisiensi kontrak, kompetisi non-harga,
struktur finansial dan jasa finansial dan perilaku non-kooperatif (Barthwal, 2010). Di
samping itu, perkembangan analisis juga tidak lagi terbatas pada aspek mikro, seperti
konsentrasi pasar, produk, permodalan, bentuk-bentuk persaingan, permasalahan biaya
dan efisiensi alokatif, tetapi juga semakin banyak dikaitkan dengan aspek-aspek makro,
seperti kebijaksanaan pemerintah tentang protkesi, hambatan pasar (barriers to entry),
hambatan perdagangan, pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan inventasi asing
(Hasibuan, 1993).