diperoleh dengan harga serendah mungkin tetapi dengan mutu setinggi-tingginya (I Made
Sandi, 1985).
Di Indonesia industri dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa kategori,
pengelompokkan yang paling umum adalah oleh Badan Pusat Statistik berdasarkan jumlah
tenaga kerjanya, dimana industri dikelompokkan menjadi:
1. Industri rumah tangga/mikro, dengan jumlah tenaga kerja 1 - 4 orang;
2. Industri kecil, dengan jumlah tenaga kerja 5 - 19 orang;
3. Industri menengah, dengan jumlah tenaga kerja 20 - 99 orang, dan;
4. Industri besar, dengan jumlah tenaga kerja 100 orang atau lebih.
Sesuai dengan amanat Undang-undang No. 3 tahun 2014 tentang Perindustrian, kegiatan
perindustrian diselenggarakan dengan tujuan sebagai berikut:
a. mewujudkan Industri nasional sebagai pilar dan penggerak perekonomian nasional;
b. mewujudkan kedalaman dan kekuatan struktur Industri;
c. mewujudkan Industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta Industri Hijau;
d. mewujudkan kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah pemusatan
atau penguasaan Industri oleh satu kelompok atau perseorangan yang merugikan
masyarakat;
e. membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja;
f. mewujudkan pemerataan pembangunan Industri ke seluruh wilayah Indonesia guna
memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional; dan
g. meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan
legal. Strategi klaster industri sendiri dibagi menjadi 6 yaitu mobilisasi, diagnosa, strategi
kolaboratif, implementasi dan penilian. Pada klaster industri juga terdapat siklus
perkembangan klaster, yaitu tahapan klaster embrio, klaster tumbuh, klaster dewasa dan
klaster menurun.
Tahapan klaster embrio yaitu klaster pada tahap awal perkembangan, lalu klaster tumbuh
yaitu klaster yang mempunyai ruang untuk perkembangan lebih lanjyt, lalu klaster dewasa
yaitu klaster yang stabil atau sulit berkembang, dan klaster menurun yaitu klaster yang
telah mencapai puncak dan mengalami penurunan, pada klaster menurun kebanyakan
akan kembali lagi pada tahap awal klaster.
Pola Klaster Industri memiliki 4 faktor penentu yang dikenal diamond model yang
mengarah pada daya saing industri. 4 faktor tersebut yaitu, faktor input, kondisi
permintaan, industri pendukung dan terkait strategi perusahaan dan pesaing.
Kalster industri berkaitan erat dengan aglomerasi. Aglomerasi ini juga disebut sebagai
industri yang terlokalisir. Suatu aglomerasi tidak lebih dari sekumpulan klaster industri dari
aktivitas ekonomi dari penduduk. Terdapat beberapa teori mengenai aglomerasi industri
yaitu teori neoklasik, teori eksternalitas dinamis, teori ekonomi geografi baru, teori kutun
pertumbuhan, dan teori pemilihan lokasi kegiatan industri.
Pada aglomerasi industri juga terdapat manfaat, diantaranya mengurangi kerusakan
lingkungan karena adanya pemusatan kegiatan sehingga penanganannya lebih mudah,
memudahkan pengawasan kepada industri yang melakukan penyelewengan, dapat
menekan biaya produksi serendah mungkin. Tidak menganggu rencana tata ruang,
mengurangi kemacetan di kota karena kebanyakan lokasinya di pinggiran kota.
Adapun penyebab terjadinya aglomerasi seperti, terkonsentrasinya beberapa faktor
produksi yang dibutuhkan pada suatu lokasi, kesamaan lokasi usaha yang didasarkan pada
kesamaan faktor produksi tertentu, adanya wilayah pusat pertumbuhan industri yang di
sesuaikan dengan tata ruang dan fungsi wilayah, adanya kesamaan kebutuhan sarana,
prasarana, dan bidang pelayanan industri lainnya yang lengkap, adanya kerjasama dan
saling membutuhkan dalam menghasilkan suatu produk.
Maka dari itu klaster industri dapat dijadikan sebagai strategi dalam pemicu pertumbuhan
ekonomi wilayah di kabupaten/kota. Adapun penyebab terjadinya aglomerasi seperti,
terkonsentrasinya beberapa faktor produksi yang dibutuhkan pada suatu lokasi, kesamaan
lokasi usaha yang didasarkan pada kesamaan faktor produksi tertentu, adanya wilayah
pusat pertumbuhan industri yang di sesuaikan dengan tata ruang dan fungsi wilayah,
adanya kesamaan kebutuhan sarana, prasarana, dan bidang pelayanan industri lainnya
yang lengkap, adanya kerjasama dan saling membutuhkan dalam menghasilkan suatu
produk. Maka dari itu klaster industri dapat dijadikan sebagai strategi dalam pemicu
pertumbuhan ekonomi wilayah di kabupaten/kota.
Bergman dan Feser (1999) mengungkapkan bahwa setidaknya ada 5 (lima) konsep teoritis
utama yang mendukung literatur tentang klaster industri daerah, yaitu: external
Akhirnya Pusat pertumbuhan tidak saja hanya didorong oleh industri saja tetapi dapat
dimaknai dapat didorong oleh penggerak lain berupa aktivitas ekonomi. Motor pengge-rak
pusat pertumbuhan dapat dimaknai dengan aktivitas ekonomi yang terkonsentrasi, intensif
dan menciptakan nilai ekonomi di wilayah yang sama dan sekitarnya.
Beberapa penelitian menujukkan bahwa adanya aglomerasi industri membantu mendo-
rong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan pekerjaan di sekitar lokasi pusat
industri tersebut. Keberadaan pusat-pusat pertumbuhan baru, membantu me-ngurangi
beban pusat pertumbuhan yang telah ada. Sekaligus menekan pertumbuhan yang tidak
terkendali di pusat yang telah lebih dulu ada. Dengan adanya pusat pertum-buhan baru,
kemudian muncul polar-polar baru berikutnya yang dapat meningkatkan perekonomian
masyarakat. Dalam transformasi lokasinya, perkembangan pusat per-tumbuhan industri
baru ini, dapat menjadi kota itu sendiri, biasa disebut sebagai industry towns/cities yang
merefleksikan adanya kegiatan permukiman yang terlayani dan melayani eksistensi
industri. Beberapa KI yang menyatu dan menciptakan aglo-merasi lokasi KI dalam KPI
merupakan areal yang berpotensi untuk menjadi kota industri. Kota industri seperti ini akan
memerlukan suatu pelayanan publik yang dapat memenuhi kebutuhan warganya.
Keberadaan pusat-pusat pertumbuhan yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia
umumnya, dan khusus di P. Jawa (termasuk di Provinsi Banten dan Jawa Tengah) sudah
diterima sebagai model pusat pertumbuhan yang menjadi bagian dari pembangunan di
Indonesia. Saat ini, RTRW daerah-daerah sesuai dengan UU No 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, telah memasukan terminologi pusat pertumbuhan di dalam rencana
RTRW-nya. Terminologi pusat pertumbuhan di dalam tata ruang muncul dalam struktur
dan pola ruang yang merupakan manifestasi dari keberadaan pusat pertumbuhan. Di dalam
pola ruang terdapat pengalokasian kawasan diantaranya adalah kawasan budi-daya/lahan
peruntukan industri, pertambangan, perkebunan dan pariwisata. Hal ini diperkuat lagi
dengan UU No 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian yang mewajibkan perusahaan industri
wajib berada di dalam kawasan industri kecuali untuk dalam hal-hal tertentu. Hal ini
dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh
Perusahaan Kawasan Industri. Dalam hal ini:
(1) Perusahaan Industri, wajib berlokasi di Kawasan Industri, kecuali berlokasi di daerah
kabupaten/kota yang:
a. belum memiliki Kawasan Industri;
b. telah memiliki KI tetapi seluruh kaveling Industri di dalam KI telah habis.
Pengecualian juga berlaku bagi:
a. IKM yang tidak menimbulkan pencemaran lingkungan hidup berdampak luas;
b. Industri yang menggunakan Bahan Baku khusus dan/atau proses produksinya
memerlukan lokasi khusus.
(2) Perusahaan Industri yang dikecualikan di atas, wajib berlokasi di KPI.
(3) Industri yang dikecualikan tsb. di atas, ditetapkan oleh Menteri.
Di dalam dan di sekitar KPI terdapat kegiatan industri kecil dan menengah yang
dapat merupakan Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah (Sentra IKM). SIKM adalah
lokasi pemusatan kegiatan industri kecil dan industri menengah yang menghasilkan produk
sejenis, menggunakan bahan baku sejenis dan atau mengerjakan proses produksi yang
sama, dilengkapi sarana dan prasarana penunjang. Dengan demikian di suatu perwilayahan
industri di kabupaten/kota dapat merupakan satu kesatuan rantai usaha kegiatan industri
sebagaimana diperlihatkan pada gambar 3.3 berikut di bawah ini.
industri pada suatu wilayah, namun juga menjadi strategi agar percepatan penye-baran
dan pemerataan pembangunan industri dapat diwujudkan (http://ppi.kemen-perin.go.id).
pengembalian yang meningkat). Skala tersebut dapat tercipta apabila sektor ini
melakukan akumulasi modal dan inovasi teknologi. Dalam hal ini learning by doing
sangat penting untuk mempertahankan kondisi mapan yang bersifat jangka panjang
pada sektor tersebut.
3) pertumbuhan sektor non-industri pengolahan memiliki hubungan positif dengan
pertumbuhan sektor industri pengolahan. Hal ini dilatarbelakangi oleh
kecenderungan sektor non-industri pengolahan yang mengarah pada diminishing
return to scale.
Teori pertumbuhan industri Kaldorian kedua menyebutkan bahwa:
increasing return to scale hanya dapat tercipta dengan adanya akumulasi modal dan
kemajuan teknologi. Faktor investasi menjadi sorotan tersendiri dalam pengembangan
teori, dikarenakan investasi mampu memberikan manufacturing insentive yang dapat
mempercepat pertumbuhan sektor. Dibutuhkan tingkat investasi yang tinggi untuk dapat
memperbaharui mekanisasi teknik dari produksi. Menurut Djojohadikusumo (1994),
mekanisasi teknik produksi dapat diwujudkan dengan penambahan modal per tenaga
kerja. Pertumbuhan sektor industri pengolahan dapat terlihat dari produktifitas pekerja
dan rasio modal terhadap tenaga kerja memperlihatkan bahwa faktor investasi sebagai
bentuk akumulasi modal sangat penting dalam peningkatan produktifitas dan
pertumbuhan sektor industri pengolahan.
Berbagai badan pemerintah serta berbagai macam instansi menggunakan definisi industri
kecil yang berbeda-beda. Berbagai macam definisi industri kecil tersebut antara lain:
1. Menurut Depperindag (Departemen Perindustrian dan Perdagangan) tahun 1999,
industri kecil merupakan kegiatan usaha industri yang memiliki investasi sampai Rp.
200.000.000,- tidak termasuk bangunan dan tanah tempat usaha.
2. Menurut Biro Pusat Statistik (1998), mendefinisikan industri kecil dengan batasan jumlah
karyawan atau tenaga kerja dalam mengklasifikasikan skala industri yang dapat
dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, sebagai berikut:
• Perusahaan atau industri rumah tangga jika memperkerjakan kurang dari 3 orang.
• Perusahaan atau industri pengolahan termasuk jasa industri pengolahan yang
mempunyai pekerja 1 sampai 19 orang termasuk pengusaha, baik perusahaan atau
usaha yang berbadan hukum atau tidak.
• Perusahaan atau industri kecil jika memperkerjakan antara 5 sampai 19 orang.
• Perusahaan atau industri sedang jika memperkerjakan antara 20 sampai 99 orang.
• Perusahaan atau industri besar jika memperkerjakan antara 100 atau lebih.
Menurut Biro Pusat Statistik (2003), mendefinisikan industri kecil adalah usaha rumah
tangga yang melakukan kegiatan mengolah barang dasar menjadi barang jadi atau
setengah jadi, barang setengah jadi menjadi barang jadi, atau yang kurang nilainya menjadi
barang yang lebih tinggi nilainya dengan maksud untuk dijual, dengan jumlah pekerja paling
sedikit 5 orang dan paling banyak 19 orang termasuk pengusaha.
Menurut Bank Indonesia, industri kecil yakni industri yang asset (tidak termasuk tanah dan
bangunan), bernilai kurang dari Rp. 600.000.000,-.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995: a. (Pasal 1): ayat 1,
usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria
kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.
b. (Pasal 5):
i. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha,
ii. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,-,
iii. milik warga negara Indonesia,
iv. berdiri sendiri bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha
menengah atau usaha besar,
v. berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau
badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi
Kategori Industri Kecil menurut Departemen Perindustrian seperti yang tertulis menurut
Wulandari (2006:17-18) adalah sebagai berikut:
1. Industri Kecil Modern. Industri kecil modern meliputi industri kecil yang menggunakan
teknologi proses madya (intermediate process technologies), mempunyai skala
produksi yang terbatas, tergantung pada dukungan industri besar dan menengah dan
dengan system pemasaran domestic dan ekspor, menggunakan mesin khusus dan alat-
alat perlengkapan modal lainnya. Dengan kata lain, industri kecil yang modern telah
mempunyai akses untuk menjangkau system pemasaran yang relatif telah
berkembang baik di pasar domestik ataupun pasar ekspor.
2. Industri Kecil Tradisional. Industri kecil tradisional pada umumnya mempunyai ciri-ciri
antara lain, proses teknologi yang digunakan secara sederhana, mesin yang digunakan
dan alat perlengkapan modal lainnya relatif sederhana, lokasi di daerah pedesaan,
akses untuk menjangkau pasar yang berada di luar lingkungan yang berdekatan
terbatas.
3. Industri Kerajinan Kecil. Industri kecil ini sangat beragam, mulai dari industri kecil yang
menggunakan proses teknologi yang sederhana sampai industri kecil yang
menggunakan teknologi proses madya atau malahan sudah menggunakan proses
teknologi yang tinggi.
tawarnya yang tinggi baik terhadap pemasok, pembeli, serta daya sanignya yang tinggi
terhadap pesaing, pendatang baru maupun barang substitusi.
Produk Unggulan Daerah yang selanjutnya disingkat PUD Menurut Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2014 merupakan produk, baik berupa barang maupun jasa,
yang dihasilkan oleh koperasi, usaha skala kecil dan menengah yang potensial untuk
dikembangkan dengan memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki oleh daerah baik
sumber daya alam, sumber daya manusia dan budaya lokal, serta mendatangkan
pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah yang diharapkan menjadi kekuatan
ekonomi bagi daerah dan masyarakat setempat sebagai produk yang potensial memiliki
daya saing, daya jual, dan daya dorong menuju dan mampu memasuki pasar global.
Sedangkan yang disebut pengembangan adalah upaya yang dilakukan pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat dalam mengembangkan produk unggulan daerah
melalui perencanaan, pengorganisasian, pembiayaan, pengawasan, pengendalian, dan
evaluasi kegiatan. Perencanaan pengembangan PUD jangka menengah daerah dapat
dilakukan antara lain dengan model; Inkubator, Klaster, One Village One Product/Ovop, dan
Kompetensi inti
Penetapan produk Unggulan dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor
sebagaimana tabel berikut ini:
Tabel 4.1 Kriteria Produk Unggulan
No Faktor Penjelasan
1 Nilai Tambah Produk terpilih dinilai mampu memberikan sumbangan aspek ekonomi
Ekonomis/Peningkatan daerah sehingga memberikan peningkatan pendapatan daerah. Akan
Pendapatan Daerah dipetakan pada sub kriteria/faktor ini adalah :
Kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi
Kontribusi terhadap pendapatan asli daerah
Peningkatan nilai ekspor produk industri
2 Nilai Tambah Produk calon terpilih dinilai mampu memberikan sumbangan aspek sosial
Sosial/Penyerapan TK dan daerah sehingga memberikan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Akan
peningkatan kesejahteraan dipetakan pada subkriteria/faktor ini adalah :
Tingkat Penyerapan tenaga kerja lokal Kabupaten Sukabumi
Peningkatan Pendapatan Masyarakat Pelaku Usaha IKM
Produk ramah lingkungan
3 Dukungan Pasokan Bahan Produk calon terpilih akan dinilai dari sisi ketersediaan dan kontinuitas bahan
Baku baku/dukungan sumber daya alam sehingga memberikan jaminan
kelangsungan industri hilir. Akan dipetakan pada subkriteria/faktor ini adalah :
Ketersediaan Bahan Baku Lokal
Kerjasama pasokan bahan baku dari luar
Kemudahan subtitusi Bahan Baku
Sarana dan Prasarana Distribusi Penunjang Pasokan Bahan Baku
4 Pemasaran Akan dipetakan bagaimana permintaan dan saluran pemasaran dari produk
ini telah berfungsi sehingga produk tersebut dapat menjadi produk unggulan
daerah. Beberapa indikator dari faktor ini adalah:
Tingkat permintaan yang tinggi
Akses pasar regional, nasional dan internasional
No Faktor Penjelasan
5 Dukungan Kebijakan dan Di sini ingin dipetakan bagaimana pemerintah telah berperan serta dalam
Kelembagaan Pemerintah mendukung kesinambungan dan peningkatan potensi yang dapat dihasilkan
dari produk ini. Indikator-indikator dari faktor ini mencakup:
Posisi produk dalam RPIP Provinsi dan RIPIN
Posisi produk dalam peraturan daerah terkait
Dukungan lembaga pemerintah bagi pengembangan produk
6 Sumber Daya Manusia Akan dipetakan daya dukung sumber daya manusia terdiri dari ketersedian
Pelaku Usaha dan kualitas. Indikator-indikator dari faktor ini mencakup :
Ketrampilan Tenaga Kerja Pelaku Usaha
Sertifikasi Kompetensi Bidang industri
Kompetensi Manajemen Pelaku Usaha
7 Keunikan Daerah Produk calon terpilih yang hendak diteruskan menjadi produk industri
diharapkan mampu memberikan kekhasan daerah ditinjau dari:
Kekhasan/keunikan Produk sebagai ikon Kabupaten Sukabumi
Kemampuan mengangkat kebanggaan daerah
aktivitas-aktivitas yang dilakukan, mulai dari bahan baku sampai ke tangan konsumen,
termasuk juga pelayanan purna jual (Ngabalin, 2013).
Menurut Porter (1985 dikutip oleh Ngabalin, 2013) menjelaskan, analisis rantai nilai
merupakan alat analisis stratejik yang digunakan untuk memahami secara lebih baik
terhadap keunggulan kompetitif, untuk mengidentifikasi di mana nilai pelanggan dapat
ditingkatkan atau penurunan biaya, serta untuk memahami secara lebih baik hubungan
perusahaan dengan pemasok, pelanggan dan perusahaan lain dalam industri. Sifat rantai
nilai tergantung pada sifat industri dan berbeda-beda untuk perusahaan manufaktur,
perusahaan jasa dan organisasi yang tidak beriorientasi pada laba (Ngabalin, 2013). Analisis
rantai nilai merupakan analisis aktifitas-aktifitas yang mengahasilkan nilai, baik yang
berasal dari dalam dan luar perusahaan.
Konsep rantai nilai memberikan perspektif letak perusahaan dalam rantai nilai industri.
Analisis rantai nilai membantu perusahaan untuk memahami rantai nilai yang membentuk
produk tersebut. Nilai yang berawal dari bahan mentah sampai dengan penanganan
produk setelah dijual kepada konsumen. Perusahaan harus mampu mengenali posisinya
pada rantai nilai yang membentuk produk atau jasa tersebut. Hal tersebut sangat penting
untuk mengidentifikasi kesempatan dari persaingan. Setelah mengidentifikasi posisinya,
maka perusahaan mengenali aktivitas-aktivitas yang membentuk nilai tersebut. Aktivitas-
aktivitas tersebut dikaji untuk mengidentifikasi apakah memberikan nilai bagi produk atau
tidak. Jika aktifitas tersebut memberikan nilai, maka akan terus digunakan dan diperbaiki
untuk memaksimalkan nilai. Sebaliknya jika aktifitas tersebut tidak memberikan nilai
tambah maka harus dihapus (Ngabalin, 2013).
Menurut Schmitz (2005 dikutip oleh Ngabalin, 2013) menyampaikan alasan perlunya
dilakukan analisis rantai nilai, sebagai berikut:
1. Kegiatan dalam rantai nilai sering dilakukan dalam bagian atau divisi yang berbeda
sehingga bersifat global.
2. Beberapa kegiatan penambahan nilai dalam rantai nilai bersifat menguntungkan.
3. Beberapa pelaku (aktor) dalam rantai nilai memiliki kekuasaan atas pelaku yang lain
(Lead Farm).
Sementara itu, parameter kunci dalam analisis rantai nilai ialah sebagai berikut:
1. Produk jasa atau apa saja yang akan dihasilkan, termasuk desain produk dan
spesifiknya.
2. Bagaimana barang atau jasa tersebut dihasilkan. Hal ini melibatkan defenisi proses
produksi yang mencakup unsur-unsur seperti teknologi yang akan digunakan, kualitas,
standar tenaga kerja serta standar lingkungan
3. Berapa banyak jumlah yang harus diproduksi serta kapan produk tersebut di produksi.
Hal ini mengacu kepada penjadwalan produksi dan logistik. Rantai nilai menurut Porter
(1990 dikutip oleh Ngabalin, 2013) merupakan cara sistematik untuk menganalisis sumber
keunggulan kompetitif dengan memeriksa semua aktivitas yang dilakukan perusahaan dan
bagaimana semua aktivitas itu terintegrasi satu sama lain. Rantai nilai terdiri atas sembilan
kategori aktivitas yang dikaitkan menjadi satu kategori aktivitas. Aktivitas dibagi menjadi
dua aktivitas, yaitu : aktivitas utama (primary activities) dan aktivitas pendukung
(supporting activities).
Porter (1990) menyatakan bahwa aktivitas primer adalah aktivitas yang terlibat dalam
penciptaan fisik produk dan penjualan akhir. Dibagi menjadi kategori generik yang
diperlukan dalam peningkatan nilai dalam industri, yaitu: input, operasi, output,
pemasaran dan penjualan, dan jasa. Kemudian Porter (1990) menjelaskan bahwa, yang
dimaksud dengan aktivitas pendukung adalah aktivitas yang mendukung aktivitas primer
dan mendukung satu sama lainnya. Terbagi menjadi empat kategori, yaitu pembelian,
pengembangan teknologi, manajemen sumber daya manusia, dan infrastruktur
perusahaan (Ngabalin, 2013). Kerangka pemikiran Porter menyediakan cara untuk
digunakan oleh perusahaan agar dapat menghasilkan sumberdaya yang memiliki
keunggulan kompetitif. Analisis rantai nilai porter membagi dua aktivitas, yaitu aktivitas
primer dan pendukung dimana kedua aktivitas ini akan menunjukkan marjin.
apabila adanya suatu peningkatan atau penurunan dalam kegiatan ekonomi. Multiplier
effect dalam pembangunan sektor industri merupakan konsep dari dampak akibat
pembangunan sektor industri dimana dapat memicu pertumbuhan sektor-sektor lain.
Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Menurut Undang-undang No 11 tahun 2009 tentang
kesejahteraan sosial Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan
material,spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya” Menurut Midgley
menjelaskan bahwa Kesejahteraan sosial adalah suatu keadaan sejahtera secara sosial
tersusun dari tiga unsur sebagai berikut.
(1) setinggi apa masalah-masalah sosial dikendalikan
(2) seluas apa kebutuhan-kebutuhan dipenuhi
(3) setinggi apa kesempatankesempatan untuk maju tersedia
Tiga unsur ini berlaku bagi individu, keluarga , komunitas bahkan seluruh masyarakat.
Kesejahteraan masyarakat yaitu terpenuhinya semua kebutuhan indvidu , kelompok atau
orang banyak. Masyarakat dikatakan sejahtera apabila semua kebutuhan nya terpenuhi
misalnya kebutuhan sandang, papan, pangan, pendidikan, kesehatan, pekerjaan,
keamanan, kebahagiaan dan lain-lain. Armatya sen mengemukakan bahwa welfare
economic merupakan Suatu proses rasional kearah melepaskan masyarakat dari hambatan
untuk mempeoleh kemajuan.
Kesejahteraan sosial dapat dilihat dari berbagai ukuran, seperti tingkat kehidupan
(level of living), pemenuhan kebutuhan pokok (basic needs fullfillment) dan kualitas hidup
(quality of life) Kesejahteraanmasyarakat juga dikemukakan oleh Badan Pusat Statistik yang
menyebutkan 8 indikator kesejahteraan masyarakat yaitu:
1. Pendapatan
2. Konsumsi atau pengeluaran keluarga
3. Keadaan tempat tinggal
4. Fasilitas tempat tinggal
5. Kesehatan anggota keluarga
6. Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan
7. Kemudahan memasukkan anak kejenjang pendidikan
8. Kemudahan mendapatkan faslitas transportasi
Pembangunan selalu identik dengan kesejahteraan masyarakat. Karena pada dasarnya
tujuan utama suatu pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Karena dengan adanya pembangunan diharapkan dapat memberikan masyarakat kualitas
hidup yang lebih baik serta perbaikan ekonomi masyarakat serta perluasan lapangan
pekerjaan sehingga dapat mengurangi tingkat kemiskinan suatu daerah. Peranan industri
dalam pertumbuhan wilayah secara jelas dikemukakan oleh Yeates dan Gardner bahwa
kegiatan industri merupakan salah satu faktor penting dalam mekanisme perkembangan
dan pertumbuhan wilayah. Hal ini disebakan adanya efek multiplier dan inovasi yang
ditimbulkan oleh kegiatan industri. Konsep multiplier effect merupakan konsep yang
mengkaji tentang dampak baik sosial maupun ekonomi pada pembangunan yang saling
berkaitan satu dengan yang lain nya. Komponen penting yang harus diketahui adalah
sebagai berikut:
1. Pola perkembangan penduduk
2. Pola perpindahan penduduk
3. Pola perkembangan ekonomi
4. Pola penyerapan tenaga kerja
5. Berkembangnya struktur ekonomi
6. Meningkatnya pendapatan masyarakat
7. Perluasan lapangan pekerjaan
8. Kesehatan masyarakat Pengembangan kawasan industri yang dijalankan oleh
pemerintah melalui berbagai kerjasama dengan berbagai stakeholder dan swasta akan
menimbulkan multiplier effect pada kehidupan masyarakat pada suatu daerah sebagai
sasaran kebijakann