Anda di halaman 1dari 20

USULAN PENYUSUNAN KAJIAN RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KABUPATEN

TEKNIS DI WILAYAH KABUPATEN SUMEDANG

E.1 TEORI INDUSTRI


Industri dapat didefinisikan menjadi dua bagian besar. Definisi pertama adalah himpunan
perusahaan-perusahaan sejenis. Misalnya industri alas kaki memiliki artian
kumpulan/himpunan perusahaan-perusahaan penghasil produk-produk alas kaki. Kedua,
industri dapat pula merujuk pada sektor ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan yang
mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi (manufaktur).
Beberapa pakar mencoba mendefinisikan industri, Winardi (1998) menyatakan bahwa
industri adalah usaha untuk produktif dalam kegiatan produksi atau perusahaan spesifik
yang mengadakan beberapa layanan umpamanya transportasi atau perubahan yang
memakai modal atau tenaga kerja dalam jumlah relatif besar. Definisi industri lainnya
adalah usaha untuk memproduksi barang jadi dengan bahan baku atau bahan mentah
melalui proses produksi penggarapan dalam jumlah besar sehingga barang tersebut dapat

DINAS KOPERASI, USAHA KECIL MENENGAH PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN


Bagian E-1
KABUPATEN SUMEDANG
USULAN PENYUSUNAN KAJIAN RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KABUPATEN
TEKNIS DI WILAYAH KABUPATEN SUMEDANG

diperoleh dengan harga serendah mungkin tetapi dengan mutu setinggi-tingginya (I Made
Sandi, 1985).
Di Indonesia industri dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa kategori,
pengelompokkan yang paling umum adalah oleh Badan Pusat Statistik berdasarkan jumlah
tenaga kerjanya, dimana industri dikelompokkan menjadi:
1. Industri rumah tangga/mikro, dengan jumlah tenaga kerja 1 - 4 orang;
2. Industri kecil, dengan jumlah tenaga kerja 5 - 19 orang;
3. Industri menengah, dengan jumlah tenaga kerja 20 - 99 orang, dan;
4. Industri besar, dengan jumlah tenaga kerja 100 orang atau lebih.
Sesuai dengan amanat Undang-undang No. 3 tahun 2014 tentang Perindustrian, kegiatan
perindustrian diselenggarakan dengan tujuan sebagai berikut:
a. mewujudkan Industri nasional sebagai pilar dan penggerak perekonomian nasional;
b. mewujudkan kedalaman dan kekuatan struktur Industri;
c. mewujudkan Industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta Industri Hijau;
d. mewujudkan kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah pemusatan
atau penguasaan Industri oleh satu kelompok atau perseorangan yang merugikan
masyarakat;
e. membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja;
f. mewujudkan pemerataan pembangunan Industri ke seluruh wilayah Indonesia guna
memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional; dan
g. meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan

E.2 KLASTER INDUSTRI


Kluster industri adalah kelompok industri yang saling berhubungan atau saling terikat yang
melakukan hubungan bisnis dan kemampuan serta teknologi yang serupa karena adanya
faktor produksi bersama. Menurut Lyon dan Atherton (2000) berpendapat bahwa terdapat
tiga hal mendasar yang dicirikan oleh klaster industri, terlepas dari perbedaan struktur,
ukuran ataupun sektornya, yaitu :
Komunitas yaitu bisnis-bisnis yang beroprasi dalam bidang serupa atau terkait.
Konsentrasi yaitu pengelompokkan bisnis-bisnis dan melakukan interaksi
Konektivitas yaitu organisasi yang terkait denganb eragam jenis hubungan yang berbeda.
Cluster industri dalam pengembangan ekonomi adalah salah satu konsep untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan efisiensi proses produksi.
Klaster industri juga memiliki beberapa manfaat untuk ekonomi wilayah, seperti
meningkatkan keahlian melalui proses pembelajaran bersama antar perusahaan yang
potensial yang ada di dalam kluster, perusahan yang berkerja sama di kluster industri
mendapat keuntungan dan keahlian yang tidak didapatkan jika bertindak sendiri,
memperkuat hubungan sosial dan informal, membangun infrastruktur profesional dan

DINAS KOPERASI, USAHA KECIL MENENGAH PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN


Bagian E-2
KABUPATEN SUMEDANG
USULAN PENYUSUNAN KAJIAN RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KABUPATEN
TEKNIS DI WILAYAH KABUPATEN SUMEDANG

legal. Strategi klaster industri sendiri dibagi menjadi 6 yaitu mobilisasi, diagnosa, strategi
kolaboratif, implementasi dan penilian. Pada klaster industri juga terdapat siklus
perkembangan klaster, yaitu tahapan klaster embrio, klaster tumbuh, klaster dewasa dan
klaster menurun.
Tahapan klaster embrio yaitu klaster pada tahap awal perkembangan, lalu klaster tumbuh
yaitu klaster yang mempunyai ruang untuk perkembangan lebih lanjyt, lalu klaster dewasa
yaitu klaster yang stabil atau sulit berkembang, dan klaster menurun yaitu klaster yang
telah mencapai puncak dan mengalami penurunan, pada klaster menurun kebanyakan
akan kembali lagi pada tahap awal klaster.
Pola Klaster Industri memiliki 4 faktor penentu yang dikenal diamond model yang
mengarah pada daya saing industri. 4 faktor tersebut yaitu, faktor input, kondisi
permintaan, industri pendukung dan terkait strategi perusahaan dan pesaing.
Kalster industri berkaitan erat dengan aglomerasi. Aglomerasi ini juga disebut sebagai
industri yang terlokalisir. Suatu aglomerasi tidak lebih dari sekumpulan klaster industri dari
aktivitas ekonomi dari penduduk. Terdapat beberapa teori mengenai aglomerasi industri
yaitu teori neoklasik, teori eksternalitas dinamis, teori ekonomi geografi baru, teori kutun
pertumbuhan, dan teori pemilihan lokasi kegiatan industri.
Pada aglomerasi industri juga terdapat manfaat, diantaranya mengurangi kerusakan
lingkungan karena adanya pemusatan kegiatan sehingga penanganannya lebih mudah,
memudahkan pengawasan kepada industri yang melakukan penyelewengan, dapat
menekan biaya produksi serendah mungkin. Tidak menganggu rencana tata ruang,
mengurangi kemacetan di kota karena kebanyakan lokasinya di pinggiran kota.
Adapun penyebab terjadinya aglomerasi seperti, terkonsentrasinya beberapa faktor
produksi yang dibutuhkan pada suatu lokasi, kesamaan lokasi usaha yang didasarkan pada
kesamaan faktor produksi tertentu, adanya wilayah pusat pertumbuhan industri yang di
sesuaikan dengan tata ruang dan fungsi wilayah, adanya kesamaan kebutuhan sarana,
prasarana, dan bidang pelayanan industri lainnya yang lengkap, adanya kerjasama dan
saling membutuhkan dalam menghasilkan suatu produk.
Maka dari itu klaster industri dapat dijadikan sebagai strategi dalam pemicu pertumbuhan
ekonomi wilayah di kabupaten/kota. Adapun penyebab terjadinya aglomerasi seperti,
terkonsentrasinya beberapa faktor produksi yang dibutuhkan pada suatu lokasi, kesamaan
lokasi usaha yang didasarkan pada kesamaan faktor produksi tertentu, adanya wilayah
pusat pertumbuhan industri yang di sesuaikan dengan tata ruang dan fungsi wilayah,
adanya kesamaan kebutuhan sarana, prasarana, dan bidang pelayanan industri lainnya
yang lengkap, adanya kerjasama dan saling membutuhkan dalam menghasilkan suatu
produk. Maka dari itu klaster industri dapat dijadikan sebagai strategi dalam pemicu
pertumbuhan ekonomi wilayah di kabupaten/kota.
Bergman dan Feser (1999) mengungkapkan bahwa setidaknya ada 5 (lima) konsep teoritis
utama yang mendukung literatur tentang klaster industri daerah, yaitu: external

DINAS KOPERASI, USAHA KECIL MENENGAH PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN


Bagian E-3
KABUPATEN SUMEDANG
USULAN PENYUSUNAN KAJIAN RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KABUPATEN
TEKNIS DI WILAYAH KABUPATEN SUMEDANG

economies, lingkungan inovasi, persaingan atau kompetisi kooperatif (cooperative


competition), persaingan antar industri (interfirm rivalry), dan path dependence. Selain
itu, pendekatan yang keenam adalah yang dikenal dengan efisiensi kolektif (collective
efficiency),

Gambar 4.1 Tahapan Kluster Industri

E.3 PERWILAYAHAN INDUSTRI


Pengertian dan Perwilayahan Industri
Banyak para ahli terutama ahli geografi berpendapat tentang pengertian wilayah. Namun
demikian untuk pemahaman bersama, pengertian wilayah yang digunakan dalam kajian ini
merujuk pada Undang-undang RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yaitu ruang
yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
Kemudian perwilayahan itu sendiri didefinisikan sebagai suatu upaya me-ngelompokan
atau mengklasifikasi unsur-unsur yang sama. Menyusun dan mengelom-pokan serangkaian
lokasi yang mempunyai sifat-sifat yang sama menurut kriteria tertentu, sehingga informasi
dapat diperoleh secara efisien dan ekonomis. Karena itu, perwilayahan atau regionalisasi
dapat diartikan sebagai alat untuk “memotret” kehidup-an nyata yang beragam secara
spasial. Selain itu, perwilayahan atau regionalisasi juga merupakan
perencanaan/pengelolaan (konsep non-alamiah) yang digunakan untuk mengelola dan
mencapai tujuan-tujuan pembangunan. Kebijakan perwilayahan diguna-kan untuk
penerapan pengelolaan (manajemen) sumber daya yang memerlukan pende-katan
pengelolaan yang berbeda-beda sesuai dengan perbedaan karakteristik secara spasial.
Dalam kaitan dengan penyusunan Dokumen Master Plan Pengembangan WPPI, di dalam
Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015 Tentang Perwilayahan Industri, dinyatakan

DINAS KOPERASI, USAHA KECIL MENENGAH PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN


Bagian E-4
KABUPATEN SUMEDANG
USULAN PENYUSUNAN KAJIAN RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KABUPATEN
TEKNIS DI WILAYAH KABUPATEN SUMEDANG

bahwa Perwilayahan Industri adalah strategi untuk mempercepat penye-baran dan


pemerataan pembangunan industri ke seluruh wilayah negara kesatuan
pengembangan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI), pengembangan kawasan
peruntukan industri (KPI), pembangunan kawasan industri (KI), dan pengembangan Sentra
IKM (industri kecil dan industri menengah).
Percepatan penyebaran industri dapat dilakukan dengan pembangunan industri atau
melakukan relokasi industri eksisting ke daerah lain yang masih terbuka untuk
pengembangan industri; Sedangkan pemerataan pembangunan industri diperoleh melalui
penyebaran industri yang berdampak pada peningkatan PDRB sektor industri dan
penyerapan tenaga kerja secara berimbang baik antarwilayah di Pulau Jawa maupun antara
Pulau Jawa dan luar P. Jawa. Upaya pemerataan ini erat kaitannya dengan pembangunan
pusat-pusat pertumbuhan industri yang akan menjadi peng-gerak utama (prime mover)
yang akan membawa kemajuan atau peningkatan bagi daerah sekitarnya.
Konsep Pusat Pertumbuhan (Berbasis Industri)
Pusat pertumbuhan (Growth Poles), merupakan suatu teori dalam pengembangan
perwilayahan yang dipopulerkan oleh Francois Perroux (1983) yang didefinisikan sebagai
konsentrasi perusahaan yang inovatif dinamis yang dapat menghasikan efek pendorong di
hulu dan hilir di sepanjang rantai produksi suatu industri sehingga menghasilkan
pertumbuhan bagi daerah sekitarnya. Pertumbuhan yang terjadi pada lokasi tertentu akan
berjalan dengan intensitas yang tidak serang beragam, tetapi secara perlahan, kemudian
pertumbuhan tersebut akan menyebar dari berbagai akses yang pada akhirnya
mempengaruhi perekonomian wilayah secara keseluruhan.
Pusat pertumbuhan tersebut, dapat berupa kota atau wilayah pinggiran kota yang
peruntukannya telah ditetapkan sebagai suatu kawasan dari sudut kepentingan ekonomi
(misalnya, industri). Meskipun pada awalnya lahan peruntukan kawasan pusat
pertumbuhan masih berupa lahan pertanian yang mencerminkan sebagai wilayah desa
atau wilayah pinggiran kota, namun di kemudian hari ketika pusat pertumbuhan telah
meningkat area tersebut akan menjadi wilayah perkotaan dan bukan tidak mungkin seperti
yang disebutkan Higgins (1995) akan menjadi pusat pengembangan wilayah.
Menurut Speakman dan Koivisto (2013), pusat pertumbuhan terdiri atas beberapa
komponen, diantaranya adanya sektor utama, sektor kedua, pemasok dan pengusaha
setempat, deliniasi wilayah pusat pertumbuhan, perputaran uang, investasi, ekspor dan
pasar setempat. Konsep ini awalnya diletakkan pada suatu kegiatan ekonomi yang telah
berjalan seperti biasa yang kemudian dilakukan pemusatan kegiatan ekonomi yang
ditandai dengan masuknya modal, sehingga perusahaan yang berinvestasi dapat
menggandakan pendapatan dan menciptakan nilai tambah. Nilai tambah yang dimak-sud
dapat diperoleh baik oleh perusahaan maupun sektor sekunder dan seterusnya, pemasok,
dan pengusaha setempat maupun pekerja setempat.

DINAS KOPERASI, USAHA KECIL MENENGAH PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN


Bagian E-5
KABUPATEN SUMEDANG
USULAN PENYUSUNAN KAJIAN RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KABUPATEN
TEKNIS DI WILAYAH KABUPATEN SUMEDANG

Untuk mengidentifikasi apakah suatu wilayah yang memiliki pengelompokan aktivitas


ekonomi disebut sebagai pusat pertumbuhan dapat diidentifikasi berdasarkan bebe-rapa
kriteria antara lain, apakah:
a. terdapat sekelompok kegiatan ekonomi yang terkonsentrasi pada suatu lokasi
tertentu,
b. konsentrasi ekonomi tersebut mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang
dinamis dalam perekonomian,
c. terdapat keterkaitan input dan output yang kuat antara sesama kegiatan
ekonomi pada pusat tersebut, dan
d. apakah dalam kelompok kegiatan ekonomi tersebut, terdapat sebuah industri induk
yang mendorong pengembangan kegiatan ekonomi pusat tersebut.

Akhirnya Pusat pertumbuhan tidak saja hanya didorong oleh industri saja tetapi dapat
dimaknai dapat didorong oleh penggerak lain berupa aktivitas ekonomi. Motor pengge-rak
pusat pertumbuhan dapat dimaknai dengan aktivitas ekonomi yang terkonsentrasi, intensif
dan menciptakan nilai ekonomi di wilayah yang sama dan sekitarnya.
Beberapa penelitian menujukkan bahwa adanya aglomerasi industri membantu mendo-
rong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan pekerjaan di sekitar lokasi pusat
industri tersebut. Keberadaan pusat-pusat pertumbuhan baru, membantu me-ngurangi
beban pusat pertumbuhan yang telah ada. Sekaligus menekan pertumbuhan yang tidak
terkendali di pusat yang telah lebih dulu ada. Dengan adanya pusat pertum-buhan baru,
kemudian muncul polar-polar baru berikutnya yang dapat meningkatkan perekonomian
masyarakat. Dalam transformasi lokasinya, perkembangan pusat per-tumbuhan industri
baru ini, dapat menjadi kota itu sendiri, biasa disebut sebagai industry towns/cities yang
merefleksikan adanya kegiatan permukiman yang terlayani dan melayani eksistensi
industri. Beberapa KI yang menyatu dan menciptakan aglo-merasi lokasi KI dalam KPI
merupakan areal yang berpotensi untuk menjadi kota industri. Kota industri seperti ini akan
memerlukan suatu pelayanan publik yang dapat memenuhi kebutuhan warganya.
Keberadaan pusat-pusat pertumbuhan yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia
umumnya, dan khusus di P. Jawa (termasuk di Provinsi Banten dan Jawa Tengah) sudah
diterima sebagai model pusat pertumbuhan yang menjadi bagian dari pembangunan di
Indonesia. Saat ini, RTRW daerah-daerah sesuai dengan UU No 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, telah memasukan terminologi pusat pertumbuhan di dalam rencana
RTRW-nya. Terminologi pusat pertumbuhan di dalam tata ruang muncul dalam struktur
dan pola ruang yang merupakan manifestasi dari keberadaan pusat pertumbuhan. Di dalam
pola ruang terdapat pengalokasian kawasan diantaranya adalah kawasan budi-daya/lahan
peruntukan industri, pertambangan, perkebunan dan pariwisata. Hal ini diperkuat lagi
dengan UU No 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian yang mewajibkan perusahaan industri
wajib berada di dalam kawasan industri kecuali untuk dalam hal-hal tertentu. Hal ini

DINAS KOPERASI, USAHA KECIL MENENGAH PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN


Bagian E-6
KABUPATEN SUMEDANG
USULAN PENYUSUNAN KAJIAN RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KABUPATEN
TEKNIS DI WILAYAH KABUPATEN SUMEDANG

mendorong semakin strategisnya perencanaan ruang untuk menga-komodasi kepentingan


industri.

Sumber: (Speakman dan Koivisto 2013)


Gambar 4.2 Perkembangan Pusat Pertumbuhan Dalam Jangka Pendek dan Panjang

Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI)


Merujuk pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 14 Tahun 2015 Tentang
Perwilayahan Industri, WPPI adalah wilayah yang dirancang dengan pola berbasis
pengembangan industri dengan pendayagunaan potensi sumberdaya wilayah melalui
penguatan infrastruktur industri dan konektivitas yang memiliki keterkaitan ekonomi kuat
dengan wilayah di sekitarnya yang di dalamnya terdiri atas pengembangan kawa-san
peruntukan industri (KPI), pembangunan kawasan industri (KI), dan pengembang-an Sentra
IKM (industri kecil dan menengah). Dengan demikian secara keruangan konsep
perwilayahan industri adalah integrasi kewilayahan KPI-KPI di kabupaten/kota pada suatu
provinsi yang dikembangkan melalui sistem konekvitas baik kegiatan industrinya maupun
jaringan insfrastrukturnya. Pengelompokan KPI, KI, dan Sentra IKM ke dalam WPPI dengan
pola ruang berbasis pengembangan industri dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:
1. Ketersediaan sumber air: memiliki akses ke sumber air permukaan;
2. Akses transportasi: memiliki akses ke jaringan transportasi (jalan dan pelabuhan);
3. Ketersediaan energi: Memiliki akses ke sumber energi (listrik dan gas);
4. Ketersediaan tenaga kerja: Memiliki akses ke sumber tenaga kerja;
5. Lingkungan hidup: Tidak mengganggu kelestarian fungsi lingkungan hidup;
6. Kondisi lahan: Tidak mengubah lahan produktif; Relatif tidak subur;
7. Peruntukan lahan non pertanian, non permukiman dan non konservasi.
Di dalam KPI terdapat kawasan-kawasan industri (KI). Menurut UU No. 3/2014 tentang
Perindustrian, Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan Industri yang

DINAS KOPERASI, USAHA KECIL MENENGAH PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN


Bagian E-7
KABUPATEN SUMEDANG
USULAN PENYUSUNAN KAJIAN RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KABUPATEN
TEKNIS DI WILAYAH KABUPATEN SUMEDANG

dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh
Perusahaan Kawasan Industri. Dalam hal ini:
(1) Perusahaan Industri, wajib berlokasi di Kawasan Industri, kecuali berlokasi di daerah
kabupaten/kota yang:
a. belum memiliki Kawasan Industri;
b. telah memiliki KI tetapi seluruh kaveling Industri di dalam KI telah habis.
Pengecualian juga berlaku bagi:
a. IKM yang tidak menimbulkan pencemaran lingkungan hidup berdampak luas;
b. Industri yang menggunakan Bahan Baku khusus dan/atau proses produksinya
memerlukan lokasi khusus.
(2) Perusahaan Industri yang dikecualikan di atas, wajib berlokasi di KPI.
(3) Industri yang dikecualikan tsb. di atas, ditetapkan oleh Menteri.
Di dalam dan di sekitar KPI terdapat kegiatan industri kecil dan menengah yang
dapat merupakan Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah (Sentra IKM). SIKM adalah
lokasi pemusatan kegiatan industri kecil dan industri menengah yang menghasilkan produk
sejenis, menggunakan bahan baku sejenis dan atau mengerjakan proses produksi yang
sama, dilengkapi sarana dan prasarana penunjang. Dengan demikian di suatu perwilayahan
industri di kabupaten/kota dapat merupakan satu kesatuan rantai usaha kegiatan industri
sebagaimana diperlihatkan pada gambar 3.3 berikut di bawah ini.

Gambar 4.3 Elemen-elemen ruang dan infratsruktur pendukung WPPI

Upaya perwujudan perwilayahan industri merupakan bentuk peningkatan peran dan


intervensi pemerintah (by design) dalam rangka percepatan penyebaran dan pemera-taan
pembangunan industri ke seluruh NKRI, terutama ke luar pulau Jawa. Untuk itu diperlukan
“perlakuan khusus” berupa pemberian fasilitas dalam rangka menarik tumbuhnya industri
baru yang mengolah potensi sumberdaya wilayah secara nasional sesuai dengan prioritas
Wilayah Pengembangan Industri (WPI).
Pengembangan wilayah berbasis industri, akan memilah wilayah pada pusat pertum-buhan
industri dan wilayah pengaruhnya serta wilayah buffernya. Pusat pertumbuhan industri
yang merupakan kumpulan kawasan industri yang memiliki economics of scale akan
memerlukan sarana dan prasarana industri yang terkonsentrasi pada lokasi pusat

DINAS KOPERASI, USAHA KECIL MENENGAH PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN


Bagian E-8
KABUPATEN SUMEDANG
USULAN PENYUSUNAN KAJIAN RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KABUPATEN
TEKNIS DI WILAYAH KABUPATEN SUMEDANG

pertumbuhan industri tersebut. Kumpulan kawasan industri tersebut diharapkan terjadi


karena interaksi antar kegiatan industri yang saling mendukung baik dari sisi kepen-tingan
untuk melakukan pengelolaan bersama, atau kepentingan dalam membangun koneksi
industri hilir dan hulunya.
Permintaan lahan industri saat ini dapat mencapai ribuan hektar, sedangkan keterse-diaan
lahan terbatas. Oleh karena itu kemungkinan terjadinya beberapa KPI/KI berke-lompok
sekaligus yang akan membangun jejaring bersama, terutama berkenaan dengan
ketersediaan sarana dan prasarana bersama. Dengan ketersediaan yang dila-kukan
bersama, diharapkan ongkos yang ditanggung unit industri lebih memungkinkan dan tidak
harus menunggu ketersediaan sarana dan prasarana oleh pemerintah. Bahkan untuk
infrastruktur sekalipun akan memungkinkan untuk dibangun oleh pihak
industrialist/swasta.
Pengembangan KI-KI dan KPI-KPI ke dalam WPPI akan membutuhkan ketersediaan sarana
dan prasarana pendukung baik bagi barang input, maupun produknya, misalnya mengenai
penyimpanan (storage), atau jaringan jalan yang membantu aliran barang/ jasa. Pelayanan
jasa berkenaan dengan keberadaan industri ini dapat mencakup dari sisi sistem pelayanan
distribusi dan transportasi, jasa perbankan dan hukum, jasa courier, informasi dan jasa
berkenaan dengan transaksi. Selain itu, untuk sumber daya manusia yang digunakan juga
memerlukan pelayanan permukiman yaitu dari mulai perumahan, jaringan transportasi,
pasar, pendidikan dan kesehatan, serta pelayanan jasa lainnya seperti hotel dan rekreasi.
Wilayah ini disebut sebagai wilayah pendukung dalam pusat pertumbuhan industri.
Dengan demikian, upaya pengelompokkan KPI-KPI dan KI-KI termasuk sentra-sentra IKM-
nya ke dalam suatu WPPI, merupakan terobosan sebagai upaya optimalisasi pemanfaatan
sumberdaya alam sektor industri, efisiensi dalam pelayanan prasarana pendukung untuk
kelancaran industri, dan upaya peningkatan daya saing dan keta-hanan keberlanjutan
industri nasional, karena WPPI :
“ dirancang dengan pola berbasis pengembangan industri dengan pendayagunaan potensi
sumber daya wilayah melalui penguatan infrastruktur industri dan konektivitas yang
memiliki keterkaitan ekonomi kuat dengan wilayah disekitarnya. Hal ini dimaksudkan
untuk menekan kesenjangan (disparity) pendapatan dan mengurangi kesenjangan
kemiskinan antar wilayah (provin-si dan kabupaten/kota) serta kesenjangan antara kota
dan desa (http://ppi.Kemen-perin.go.id) “
Konsep utama WPPI adalah :
Terbentuknya suatu wilayah dengan karakteristik tertentu yang berpotensi untuk
menumbuhkan dan mengembangkan industri tertentu yang akan berperan sebagai
penggerak utama (prime mover) bagi pengembangan wilayah tersebut serta membawa
peningkatan pertumbuhan industri dan ekonomi pada wilayah lain di sekitarnya dalam
suatu wilayah regional atau provinsi dengan batas-batas yang jelas. Pemilihan dan
penetapan WPPI bukan hanya dimaksudkan untuk memberikan prioritas pembangun-an

DINAS KOPERASI, USAHA KECIL MENENGAH PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN


Bagian E-9
KABUPATEN SUMEDANG
USULAN PENYUSUNAN KAJIAN RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KABUPATEN
TEKNIS DI WILAYAH KABUPATEN SUMEDANG

industri pada suatu wilayah, namun juga menjadi strategi agar percepatan penye-baran
dan pemerataan pembangunan industri dapat diwujudkan (http://ppi.kemen-perin.go.id).

E.4 PERTUMBUHAN INDUSTRI


Dalam proses pembangunan, Sektor industri dijadikan sebagai prioritas pembangunan
yang diharapkan mempunyai peranan sebagai leading sector atau sektor pemimpin bagi
pembangunan sektor-sektor lainnya (Arsyad, 2010:442). Leading sector maksudnya adalah
dengan pembangunan industri maka memacu dan mengangkat pembangunan sektor-
sektor lainnya seperti sektor pertanian dan sektor jasa. Menurut Lewis dalam Todaro
(2006:132), pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja dimulai
dari investasi di sektor industri, dan akumulasi modal secara keseluruhan di sektor modern
akan menimbulkan perluasan output pada sektor modern tersebut. Pengalihan tenaga
kerja dari sektor pertanian ke sektor modern (industri) selanjutnya akan meningkatkan
pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor modern.
Menurut Arsyad (2004), dalam teori Solow-Swan , capital output ratio (COR) memiliki sifat
yang dinamis, artinya dalam menghasilkan tingkat output tertentu dibutuhkan kombinasi
yang seimbang antara kapital dan tenaga kerja. Jika penggunaan kapital tinggi maka
penggunaan tenaga kerja akan rendah, sebaliknya jika penggunaan kapital rendah maka
penggunaan tenaga kerja akan tinggi.
Investasi menjadi penting bagi pertumbuhan ekonomi terkait dengan kontribusi yang
diberikannya. Kontribusi investasi terhadap pertumbuhan ekonomi bisa dilihat dari sisi
permintaan dan penawaran. Dari sisi permintaan, peningkatan investasi menstimulasi
petumbuhan ekonomi dengan menciptakan permintaan yang efektif. Berdasarkan sisi
penawaran, peningkatan investasi merangsang pertumbuhan ekonomi dengan
menciptakan lebih banyak cadangan modal yang kemudian berkembang dalam bentuk
peningkatan kapasitas produksi.
Teori Pertumbuhan Inklusif
Teori pertumbuhan inklusif digunakan sebagai kerangka berpikir untuk mengidentifikasi
penghambat pertumbuhan dari sisi penyediaan lapangan kerja yang berasal dari
pembentukan investasi. Sektor swasta di suatu daerah memiliki kelebihan tabungan yang
dapat dialokasikan untuk berinvestasi. Maka investasi tersebut cenderung digunakan untuk
memperluas pasar dengan menambah output dan memperkerjakan lebih banyak pekerja.
Diagnosa pertumbuhan ini bekerja dengan cara menganalisa komponen pertumbuhan
yang paling berpengaruh dan menemukan faktor apa saja yang dapat mempengaruhi
komponen tersebut. Menurut Haussman, et.al (2005), komponen yang menghambat
pertumbuhan di sebuah wilayah adalah iklim investasi dan faktor apa saja yang akan
mempengaruhi tingkat investasi tersebut

DINAS KOPERASI, USAHA KECIL MENENGAH PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN


Bagian E-10
KABUPATEN SUMEDANG
USULAN PENYUSUNAN KAJIAN RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KABUPATEN
TEKNIS DI WILAYAH KABUPATEN SUMEDANG

Teori Pertumbuhan Harrord-Domar


Menurut teori Harrord-Domar, pembentukan modal merupakan faktor penting yang
menentukan pertumbuhan ekonomi. Pembentukan modal tersebut dapat diperoleh
melalui proses akumulasi tabungan. Dalam teori Harrord-Domar pembentukan modal tidak
hanya dipandang sebagai pengeluaran yang akan menambah kemampuan suatu
perekonomian untuk menghasilkan barang dan jasa, tetapi juga akan meningkatkan
permintaan efektif masyarakat. Teori ini menunjukan sebuah kenyataan yang cenderung
diabaikan oleh Keynes yaitu pada suatu periode tertentu dilakukan sejumlah pembentukan
modal, maka pada masa berikutnya perekonomian tersebut akan mempunyai kemampuan
yang lebih besar dalam menghasilkan barang dan jasa. Namun, teori ini juga menganggap
bahwa kenaikan kapasitas produksi dan pendapatan nasional ditentukan oleh kenaikan
pengeluaran masyarakat. Dengan demikian, meskipun kapasitas produksi bertambah,
pendapatan nasional baru akan mengalami kenaikan hanya jika terjadi kenaikan
pengeluaran masyarakat (Arsyad, 2010:83)
Teori Pertumbuhan Ekonomi Solow-Swan
Model pertumbuhan Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan
persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi
dalam perekonomian, serta bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa
suatu negara secara keseluruhan (Mankiw, 2006). Menurut Arsyad (2004), dalam teori
Solow-Swan ini, capital output ratio (COR) memiliki sifat yang dinamis, artinya dalam
menghasilkan tingkat output tertentu dibutuhkan kombinasi yang seimbang antara kapital
dan tenaga kerja. Jika penggunaan kapital tinggi maka penggunaan tenaga kerja akan
rendah, sebaliknya jika penggunaan kapital rendah maka penggunaan tenaga kerja akan
tinggi. Pokok pemikiran lainya adalah dalam fungsi produksinya adanya teknologi yang
teragumentasi pada faktorfaktor produksi seperti kapital dan labor, sebagaimana terlihat
pada model di bawah ini:
Y = F(K, AL)……………………
Y = F(AK,L)…………………….
Teori Pertumbuhan Industri Kaldorian
Teori Kaldor menganggap bahwa sektor industri manufaktur merupakan mesin
pertumbuhan bagi sebuah wilayah dalam meningkatkan pertumbuhan sektor-sektor lain
sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomi.. Dalam penelitian Dewi (2010), teori ini
terdapat tiga aspek industri yang disorot.
1) Pertumbuhan GDP memiliki hubungan positif terhadap pertumbuhan sektor industri
pengolahan.
2) produktivitas tenaga kerja sektor industri pengolahan memiliki hubungan positif
dengan pertumbuhan sektor industri pengolahan itu sendiri. Dalam hal ini sektor
industri pengolahan dianggap dapat menghasilkan increasing return to scale (skala

DINAS KOPERASI, USAHA KECIL MENENGAH PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN


Bagian E-11
KABUPATEN SUMEDANG
USULAN PENYUSUNAN KAJIAN RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KABUPATEN
TEKNIS DI WILAYAH KABUPATEN SUMEDANG

pengembalian yang meningkat). Skala tersebut dapat tercipta apabila sektor ini
melakukan akumulasi modal dan inovasi teknologi. Dalam hal ini learning by doing
sangat penting untuk mempertahankan kondisi mapan yang bersifat jangka panjang
pada sektor tersebut.
3) pertumbuhan sektor non-industri pengolahan memiliki hubungan positif dengan
pertumbuhan sektor industri pengolahan. Hal ini dilatarbelakangi oleh
kecenderungan sektor non-industri pengolahan yang mengarah pada diminishing
return to scale.
Teori pertumbuhan industri Kaldorian kedua menyebutkan bahwa:
increasing return to scale hanya dapat tercipta dengan adanya akumulasi modal dan
kemajuan teknologi. Faktor investasi menjadi sorotan tersendiri dalam pengembangan
teori, dikarenakan investasi mampu memberikan manufacturing insentive yang dapat
mempercepat pertumbuhan sektor. Dibutuhkan tingkat investasi yang tinggi untuk dapat
memperbaharui mekanisasi teknik dari produksi. Menurut Djojohadikusumo (1994),
mekanisasi teknik produksi dapat diwujudkan dengan penambahan modal per tenaga
kerja. Pertumbuhan sektor industri pengolahan dapat terlihat dari produktifitas pekerja
dan rasio modal terhadap tenaga kerja memperlihatkan bahwa faktor investasi sebagai
bentuk akumulasi modal sangat penting dalam peningkatan produktifitas dan
pertumbuhan sektor industri pengolahan.
Berbagai badan pemerintah serta berbagai macam instansi menggunakan definisi industri
kecil yang berbeda-beda. Berbagai macam definisi industri kecil tersebut antara lain:
1. Menurut Depperindag (Departemen Perindustrian dan Perdagangan) tahun 1999,
industri kecil merupakan kegiatan usaha industri yang memiliki investasi sampai Rp.
200.000.000,- tidak termasuk bangunan dan tanah tempat usaha.
2. Menurut Biro Pusat Statistik (1998), mendefinisikan industri kecil dengan batasan jumlah
karyawan atau tenaga kerja dalam mengklasifikasikan skala industri yang dapat
dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, sebagai berikut:
• Perusahaan atau industri rumah tangga jika memperkerjakan kurang dari 3 orang.
• Perusahaan atau industri pengolahan termasuk jasa industri pengolahan yang
mempunyai pekerja 1 sampai 19 orang termasuk pengusaha, baik perusahaan atau
usaha yang berbadan hukum atau tidak.
• Perusahaan atau industri kecil jika memperkerjakan antara 5 sampai 19 orang.
• Perusahaan atau industri sedang jika memperkerjakan antara 20 sampai 99 orang.
• Perusahaan atau industri besar jika memperkerjakan antara 100 atau lebih.
Menurut Biro Pusat Statistik (2003), mendefinisikan industri kecil adalah usaha rumah
tangga yang melakukan kegiatan mengolah barang dasar menjadi barang jadi atau
setengah jadi, barang setengah jadi menjadi barang jadi, atau yang kurang nilainya menjadi

DINAS KOPERASI, USAHA KECIL MENENGAH PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN


Bagian E-12
KABUPATEN SUMEDANG
USULAN PENYUSUNAN KAJIAN RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KABUPATEN
TEKNIS DI WILAYAH KABUPATEN SUMEDANG

barang yang lebih tinggi nilainya dengan maksud untuk dijual, dengan jumlah pekerja paling
sedikit 5 orang dan paling banyak 19 orang termasuk pengusaha.
Menurut Bank Indonesia, industri kecil yakni industri yang asset (tidak termasuk tanah dan
bangunan), bernilai kurang dari Rp. 600.000.000,-.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995: a. (Pasal 1): ayat 1,
usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria
kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.
b. (Pasal 5):
i. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha,
ii. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,-,
iii. milik warga negara Indonesia,
iv. berdiri sendiri bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha
menengah atau usaha besar,
v. berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau
badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi
Kategori Industri Kecil menurut Departemen Perindustrian seperti yang tertulis menurut
Wulandari (2006:17-18) adalah sebagai berikut:
1. Industri Kecil Modern. Industri kecil modern meliputi industri kecil yang menggunakan
teknologi proses madya (intermediate process technologies), mempunyai skala
produksi yang terbatas, tergantung pada dukungan industri besar dan menengah dan
dengan system pemasaran domestic dan ekspor, menggunakan mesin khusus dan alat-
alat perlengkapan modal lainnya. Dengan kata lain, industri kecil yang modern telah
mempunyai akses untuk menjangkau system pemasaran yang relatif telah
berkembang baik di pasar domestik ataupun pasar ekspor.
2. Industri Kecil Tradisional. Industri kecil tradisional pada umumnya mempunyai ciri-ciri
antara lain, proses teknologi yang digunakan secara sederhana, mesin yang digunakan
dan alat perlengkapan modal lainnya relatif sederhana, lokasi di daerah pedesaan,
akses untuk menjangkau pasar yang berada di luar lingkungan yang berdekatan
terbatas.
3. Industri Kerajinan Kecil. Industri kecil ini sangat beragam, mulai dari industri kecil yang
menggunakan proses teknologi yang sederhana sampai industri kecil yang
menggunakan teknologi proses madya atau malahan sudah menggunakan proses
teknologi yang tinggi.

DINAS KOPERASI, USAHA KECIL MENENGAH PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN


Bagian E-13
KABUPATEN SUMEDANG
USULAN PENYUSUNAN KAJIAN RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KABUPATEN
TEKNIS DI WILAYAH KABUPATEN SUMEDANG

E.5 REVIEW KEBIJAKAN


Produk Unggulan Daerah (PUD) merupakan suatu barang atau jasa yang dimiliki dan
dikuasai oleh suatu daerah, yang mempunyai nilai ekonomis dan daya saing tinggi serta
menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, yang diproduksi berdasarkan pertimbangan
kelayakan teknis (bahan baku dan pasar), talenta masyarakat dan kelembagaan
(penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, dukungan infrastruktur, dan
kondisi sosial budaya setempat) yang berkembang di lokasi tertentu. Pengembangan
ekonomi lokal merupakan proses membangun dialog dan kemitraan aksi para pihak yang
meliputi pemerintah daerah, para pengusaha, dan organisasi-organisasi masyarakat lokal.
Pilar-pilar pokok strateginya adalah meningkatkan daya tarik, daya tahan, dan daya saing
ekonomi lokal. Tujuan utamanya adalah untuk menciptakan pertumbuhan yang tinggi dan
pembangunan berkelanjutan yang bermanfaat bagi semua pihak di daerah dalam rangka
meningkatkan kesempatan kerja baru, peningkatan dan pengurangan kemiskinan secara
signifikan.
Dalam rangka upaya pembangunan ekonomi daerah, inventarisasi potensi
wilayah/masyarakat/daerah mutlak diperlukan agar dapat ditetapkan kebijakan pola
pengembangan baik secara sektoral maupun secara multisektoral. Salah satu langkah
inventarisasi/identifikasi potensi ekonomi daerah adalah dengan mengidentifikasi produk-
produk potensial, andalan dan unggulan daerah pada tiap-tiap sub sektor. Produk unggulan
daerah menggambarkan kemampuan daerah menghasilkan produk, menciptakan nilai,
memanfaatkan sumberdaya secara nyata, memberi kesempatan kerja, mendatangkan
pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah, memiliki prospek untuk meningkatkan
produktivitas dan investasinya. Sebuah produk dikatakan unggul jika memiliki daya saing
sehingga mampu untuk menangkal produk pesaing di pasar domestic dan /atau menembus
pasar ekspor (Sudarsono, 2001). Kriteria produk unggul menurut Unkris Satya Wacana
Salatiga, adalah komoditi yang memenuhi persyaratan kecukupan sumberdaya lokal,
keterkaitan komoditas, posisi bersaing dan potensi bersaing. Dari kriteria ini memunculkan
pengelompokkan komoditas berikut:
1. Komoditas potensial adalah komoditas daerah yang memiliki potensi untuk berkembang
karena keunggulan komparatif. Keunggulan komparatif terjadi misalnya karena
kecukupan ketersediaan sumberdaya, seperti bahan baku lokal, keterampilan
sumberdaya lokal, teknologi produksi lokal serta sarana dan prasarana lokal lainnya.
2. Komoditas andalan adalah komoditas potensial yang dipandang dapat dipersandingkan
dengan produk sejenis di daerah lain, karena disamping memiliki keunggulan komparatif
juga memiliki efisiensi usaha yang tinggi. Efisiensi usaha itu tercermin dari efisiensi
produksi, produktivitas pekerja, profitabilitas dan lain-lain.
3. Komoditas unggulan adalah komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif, karena
telah memenangkan persaingan dengan produk sejenis di daerah lain. Keunggulan
kompetitif demikian dapat terjadi karena efisiensi produksinya yang tinggi akibat posisi

DINAS KOPERASI, USAHA KECIL MENENGAH PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN


Bagian E-14
KABUPATEN SUMEDANG
USULAN PENYUSUNAN KAJIAN RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KABUPATEN
TEKNIS DI WILAYAH KABUPATEN SUMEDANG

tawarnya yang tinggi baik terhadap pemasok, pembeli, serta daya sanignya yang tinggi
terhadap pesaing, pendatang baru maupun barang substitusi.
Produk Unggulan Daerah yang selanjutnya disingkat PUD Menurut Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2014 merupakan produk, baik berupa barang maupun jasa,
yang dihasilkan oleh koperasi, usaha skala kecil dan menengah yang potensial untuk
dikembangkan dengan memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki oleh daerah baik
sumber daya alam, sumber daya manusia dan budaya lokal, serta mendatangkan
pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah yang diharapkan menjadi kekuatan
ekonomi bagi daerah dan masyarakat setempat sebagai produk yang potensial memiliki
daya saing, daya jual, dan daya dorong menuju dan mampu memasuki pasar global.
Sedangkan yang disebut pengembangan adalah upaya yang dilakukan pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat dalam mengembangkan produk unggulan daerah
melalui perencanaan, pengorganisasian, pembiayaan, pengawasan, pengendalian, dan
evaluasi kegiatan. Perencanaan pengembangan PUD jangka menengah daerah dapat
dilakukan antara lain dengan model; Inkubator, Klaster, One Village One Product/Ovop, dan
Kompetensi inti
Penetapan produk Unggulan dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor
sebagaimana tabel berikut ini:
Tabel 4.1 Kriteria Produk Unggulan
No Faktor Penjelasan
1 Nilai Tambah Produk terpilih dinilai mampu memberikan sumbangan aspek ekonomi
Ekonomis/Peningkatan daerah sehingga memberikan peningkatan pendapatan daerah. Akan
Pendapatan Daerah dipetakan pada sub kriteria/faktor ini adalah :
 Kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi
 Kontribusi terhadap pendapatan asli daerah
 Peningkatan nilai ekspor produk industri
2 Nilai Tambah Produk calon terpilih dinilai mampu memberikan sumbangan aspek sosial
Sosial/Penyerapan TK dan daerah sehingga memberikan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Akan
peningkatan kesejahteraan dipetakan pada subkriteria/faktor ini adalah :
 Tingkat Penyerapan tenaga kerja lokal Kabupaten Sukabumi
 Peningkatan Pendapatan Masyarakat Pelaku Usaha IKM
 Produk ramah lingkungan
3 Dukungan Pasokan Bahan Produk calon terpilih akan dinilai dari sisi ketersediaan dan kontinuitas bahan
Baku baku/dukungan sumber daya alam sehingga memberikan jaminan
kelangsungan industri hilir. Akan dipetakan pada subkriteria/faktor ini adalah :
 Ketersediaan Bahan Baku Lokal
 Kerjasama pasokan bahan baku dari luar
 Kemudahan subtitusi Bahan Baku
 Sarana dan Prasarana Distribusi Penunjang Pasokan Bahan Baku
4 Pemasaran Akan dipetakan bagaimana permintaan dan saluran pemasaran dari produk
ini telah berfungsi sehingga produk tersebut dapat menjadi produk unggulan
daerah. Beberapa indikator dari faktor ini adalah:
 Tingkat permintaan yang tinggi
 Akses pasar regional, nasional dan internasional

DINAS KOPERASI, USAHA KECIL MENENGAH PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN


Bagian E-15
KABUPATEN SUMEDANG
USULAN PENYUSUNAN KAJIAN RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KABUPATEN
TEKNIS DI WILAYAH KABUPATEN SUMEDANG

No Faktor Penjelasan
5 Dukungan Kebijakan dan Di sini ingin dipetakan bagaimana pemerintah telah berperan serta dalam
Kelembagaan Pemerintah mendukung kesinambungan dan peningkatan potensi yang dapat dihasilkan
dari produk ini. Indikator-indikator dari faktor ini mencakup:
 Posisi produk dalam RPIP Provinsi dan RIPIN
 Posisi produk dalam peraturan daerah terkait
 Dukungan lembaga pemerintah bagi pengembangan produk
6 Sumber Daya Manusia Akan dipetakan daya dukung sumber daya manusia terdiri dari ketersedian
Pelaku Usaha dan kualitas. Indikator-indikator dari faktor ini mencakup :
 Ketrampilan Tenaga Kerja Pelaku Usaha
 Sertifikasi Kompetensi Bidang industri
 Kompetensi Manajemen Pelaku Usaha
7 Keunikan Daerah Produk calon terpilih yang hendak diteruskan menjadi produk industri
diharapkan mampu memberikan kekhasan daerah ditinjau dari:
 Kekhasan/keunikan Produk sebagai ikon Kabupaten Sukabumi
 Kemampuan mengangkat kebanggaan daerah

E.6 NILAI TAMBAH INDUSTRI


Value Chain atau rantai nilai dapat digambarkan untuk memandang suatu perusahaan
sebagai rantai aktivitas yang mengubah input menjadi output yang bernilai bagi
pelanggannya. Nilai bagi pelanggan berasal dari tiga sumber dasar.
(1) Aktivitas yang membedakan produk,
(2) aktivitas yang menurunkan biaya produk dan
(3) aktivitas yang dapat segera memenuhi kebutuhan pelanggan.
Analisis rantai nilai berupaya memahami bagaimana suatu bisnis menciptakan nilai bagi
pelanggan dengan memeriksa kontribusi dari aktivitas-aktivitas yang berbeda dalam bisnis
terhadap nilai tersebut (Pears and Robinson, 2009 dikutip oleh Wisdaningrum, 2013).
Defenisi value chain Analysis (VCA) menurut Womack (1990 dikutip oleh Wisdaningrum,
2013) ialah Sebagai berikut:
“........is a technique widely applied in the fields of operations management, process
engineering and supply chain management, for the analysis and subsequent improvement
of resource utilization and product flow within manufacturing processes.”
Menururt Pietrobelli (2006 dikutip oleh Ngabalin, 2013), rantai nilai mencakup semua
kegiatan yang diperlukan untuk membuat produk, mulai dari mengkonsep produk hingga
produk tersebut dapat dipasarkan. Kegiatan tersebut meliputi pengembangan produk,
tahap produksi yang berbeda-beda antar produk, ekstraksi bahan mentah, bahan setengah
jadi, produksi komponen dan perakitan, distribusi, pemasaran, bahkan hingga daur ulang
produk.
Sedangkan (Shank, 1992), mendefenisikan analisis rantai nilai, merupakan suatu cara untuk
memahami rantai nilai yang membentuk nilai suatu produk. Rantai nilai ini berasal dari

DINAS KOPERASI, USAHA KECIL MENENGAH PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN


Bagian E-16
KABUPATEN SUMEDANG
USULAN PENYUSUNAN KAJIAN RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KABUPATEN
TEKNIS DI WILAYAH KABUPATEN SUMEDANG

aktivitas-aktivitas yang dilakukan, mulai dari bahan baku sampai ke tangan konsumen,
termasuk juga pelayanan purna jual (Ngabalin, 2013).
Menurut Porter (1985 dikutip oleh Ngabalin, 2013) menjelaskan, analisis rantai nilai
merupakan alat analisis stratejik yang digunakan untuk memahami secara lebih baik
terhadap keunggulan kompetitif, untuk mengidentifikasi di mana nilai pelanggan dapat
ditingkatkan atau penurunan biaya, serta untuk memahami secara lebih baik hubungan
perusahaan dengan pemasok, pelanggan dan perusahaan lain dalam industri. Sifat rantai
nilai tergantung pada sifat industri dan berbeda-beda untuk perusahaan manufaktur,
perusahaan jasa dan organisasi yang tidak beriorientasi pada laba (Ngabalin, 2013). Analisis
rantai nilai merupakan analisis aktifitas-aktifitas yang mengahasilkan nilai, baik yang
berasal dari dalam dan luar perusahaan.
Konsep rantai nilai memberikan perspektif letak perusahaan dalam rantai nilai industri.
Analisis rantai nilai membantu perusahaan untuk memahami rantai nilai yang membentuk
produk tersebut. Nilai yang berawal dari bahan mentah sampai dengan penanganan
produk setelah dijual kepada konsumen. Perusahaan harus mampu mengenali posisinya
pada rantai nilai yang membentuk produk atau jasa tersebut. Hal tersebut sangat penting
untuk mengidentifikasi kesempatan dari persaingan. Setelah mengidentifikasi posisinya,
maka perusahaan mengenali aktivitas-aktivitas yang membentuk nilai tersebut. Aktivitas-
aktivitas tersebut dikaji untuk mengidentifikasi apakah memberikan nilai bagi produk atau
tidak. Jika aktifitas tersebut memberikan nilai, maka akan terus digunakan dan diperbaiki
untuk memaksimalkan nilai. Sebaliknya jika aktifitas tersebut tidak memberikan nilai
tambah maka harus dihapus (Ngabalin, 2013).
Menurut Schmitz (2005 dikutip oleh Ngabalin, 2013) menyampaikan alasan perlunya
dilakukan analisis rantai nilai, sebagai berikut:
1. Kegiatan dalam rantai nilai sering dilakukan dalam bagian atau divisi yang berbeda
sehingga bersifat global.
2. Beberapa kegiatan penambahan nilai dalam rantai nilai bersifat menguntungkan.
3. Beberapa pelaku (aktor) dalam rantai nilai memiliki kekuasaan atas pelaku yang lain
(Lead Farm).
Sementara itu, parameter kunci dalam analisis rantai nilai ialah sebagai berikut:
1. Produk jasa atau apa saja yang akan dihasilkan, termasuk desain produk dan
spesifiknya.
2. Bagaimana barang atau jasa tersebut dihasilkan. Hal ini melibatkan defenisi proses
produksi yang mencakup unsur-unsur seperti teknologi yang akan digunakan, kualitas,
standar tenaga kerja serta standar lingkungan
3. Berapa banyak jumlah yang harus diproduksi serta kapan produk tersebut di produksi.

DINAS KOPERASI, USAHA KECIL MENENGAH PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN


Bagian E-17
KABUPATEN SUMEDANG
USULAN PENYUSUNAN KAJIAN RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KABUPATEN
TEKNIS DI WILAYAH KABUPATEN SUMEDANG

Hal ini mengacu kepada penjadwalan produksi dan logistik. Rantai nilai menurut Porter
(1990 dikutip oleh Ngabalin, 2013) merupakan cara sistematik untuk menganalisis sumber
keunggulan kompetitif dengan memeriksa semua aktivitas yang dilakukan perusahaan dan
bagaimana semua aktivitas itu terintegrasi satu sama lain. Rantai nilai terdiri atas sembilan
kategori aktivitas yang dikaitkan menjadi satu kategori aktivitas. Aktivitas dibagi menjadi
dua aktivitas, yaitu : aktivitas utama (primary activities) dan aktivitas pendukung
(supporting activities).
Porter (1990) menyatakan bahwa aktivitas primer adalah aktivitas yang terlibat dalam
penciptaan fisik produk dan penjualan akhir. Dibagi menjadi kategori generik yang
diperlukan dalam peningkatan nilai dalam industri, yaitu: input, operasi, output,
pemasaran dan penjualan, dan jasa. Kemudian Porter (1990) menjelaskan bahwa, yang
dimaksud dengan aktivitas pendukung adalah aktivitas yang mendukung aktivitas primer
dan mendukung satu sama lainnya. Terbagi menjadi empat kategori, yaitu pembelian,
pengembangan teknologi, manajemen sumber daya manusia, dan infrastruktur
perusahaan (Ngabalin, 2013). Kerangka pemikiran Porter menyediakan cara untuk
digunakan oleh perusahaan agar dapat menghasilkan sumberdaya yang memiliki
keunggulan kompetitif. Analisis rantai nilai porter membagi dua aktivitas, yaitu aktivitas
primer dan pendukung dimana kedua aktivitas ini akan menunjukkan marjin.

Gambar 4.4 Rantai Nilai Porter

E.7 DAMPAK INDUSTRI


Dalam menggunakan konsep multiplier effect Domanski &Gwosdz , menyatakan bahwa
ada dua basis yang digunakan untuk mengukur multiplier effect seperti jumlah lapangan
pekerjaan, tingkat pendapatan yang diterima dan beberapa riset lain mengukurnya melalui
PDRB. Namun, pengukuran tersebut tidak mutlak karena beberapa pendapat juga
memasukkan pengukuran multiplier effect diluar bidang ekonomi. Hal ini disebabkan
karena dampak dibidang ekonomi sendiri pada akhirnya aka nberakibat pada bidang lain

DINAS KOPERASI, USAHA KECIL MENENGAH PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN


Bagian E-18
KABUPATEN SUMEDANG
USULAN PENYUSUNAN KAJIAN RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KABUPATEN
TEKNIS DI WILAYAH KABUPATEN SUMEDANG

apabila adanya suatu peningkatan atau penurunan dalam kegiatan ekonomi. Multiplier
effect dalam pembangunan sektor industri merupakan konsep dari dampak akibat
pembangunan sektor industri dimana dapat memicu pertumbuhan sektor-sektor lain.
Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Menurut Undang-undang No 11 tahun 2009 tentang
kesejahteraan sosial Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan
material,spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya” Menurut Midgley
menjelaskan bahwa Kesejahteraan sosial adalah suatu keadaan sejahtera secara sosial
tersusun dari tiga unsur sebagai berikut.
(1) setinggi apa masalah-masalah sosial dikendalikan
(2) seluas apa kebutuhan-kebutuhan dipenuhi
(3) setinggi apa kesempatankesempatan untuk maju tersedia
Tiga unsur ini berlaku bagi individu, keluarga , komunitas bahkan seluruh masyarakat.
Kesejahteraan masyarakat yaitu terpenuhinya semua kebutuhan indvidu , kelompok atau
orang banyak. Masyarakat dikatakan sejahtera apabila semua kebutuhan nya terpenuhi
misalnya kebutuhan sandang, papan, pangan, pendidikan, kesehatan, pekerjaan,
keamanan, kebahagiaan dan lain-lain. Armatya sen mengemukakan bahwa welfare
economic merupakan Suatu proses rasional kearah melepaskan masyarakat dari hambatan
untuk mempeoleh kemajuan.
Kesejahteraan sosial dapat dilihat dari berbagai ukuran, seperti tingkat kehidupan
(level of living), pemenuhan kebutuhan pokok (basic needs fullfillment) dan kualitas hidup
(quality of life) Kesejahteraanmasyarakat juga dikemukakan oleh Badan Pusat Statistik yang
menyebutkan 8 indikator kesejahteraan masyarakat yaitu:
1. Pendapatan
2. Konsumsi atau pengeluaran keluarga
3. Keadaan tempat tinggal
4. Fasilitas tempat tinggal
5. Kesehatan anggota keluarga
6. Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan
7. Kemudahan memasukkan anak kejenjang pendidikan
8. Kemudahan mendapatkan faslitas transportasi
Pembangunan selalu identik dengan kesejahteraan masyarakat. Karena pada dasarnya
tujuan utama suatu pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Karena dengan adanya pembangunan diharapkan dapat memberikan masyarakat kualitas
hidup yang lebih baik serta perbaikan ekonomi masyarakat serta perluasan lapangan
pekerjaan sehingga dapat mengurangi tingkat kemiskinan suatu daerah. Peranan industri

DINAS KOPERASI, USAHA KECIL MENENGAH PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN


Bagian E-19
KABUPATEN SUMEDANG
USULAN PENYUSUNAN KAJIAN RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KABUPATEN
TEKNIS DI WILAYAH KABUPATEN SUMEDANG

dalam pertumbuhan wilayah secara jelas dikemukakan oleh Yeates dan Gardner bahwa
kegiatan industri merupakan salah satu faktor penting dalam mekanisme perkembangan
dan pertumbuhan wilayah. Hal ini disebakan adanya efek multiplier dan inovasi yang
ditimbulkan oleh kegiatan industri. Konsep multiplier effect merupakan konsep yang
mengkaji tentang dampak baik sosial maupun ekonomi pada pembangunan yang saling
berkaitan satu dengan yang lain nya. Komponen penting yang harus diketahui adalah
sebagai berikut:
1. Pola perkembangan penduduk
2. Pola perpindahan penduduk
3. Pola perkembangan ekonomi
4. Pola penyerapan tenaga kerja
5. Berkembangnya struktur ekonomi
6. Meningkatnya pendapatan masyarakat
7. Perluasan lapangan pekerjaan
8. Kesehatan masyarakat Pengembangan kawasan industri yang dijalankan oleh
pemerintah melalui berbagai kerjasama dengan berbagai stakeholder dan swasta akan
menimbulkan multiplier effect pada kehidupan masyarakat pada suatu daerah sebagai
sasaran kebijakann

DINAS KOPERASI, USAHA KECIL MENENGAH PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN


Bagian E-20
KABUPATEN SUMEDANG

Anda mungkin juga menyukai