Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Klaster


Menurut Porter (1998) klaster merupakan konsentrasi geografis perusahaan dan institusi
yang saling berhubungan pada sektor tertentu. Mereka berhubungan karena kebersamaan dan
saling melengkapi. Klaster mendorong industri untuk bersaing satu sama lain. Selain industri,
klaster termasuk juga pemerintah dan industri yang memberikan dukungan pelayanan seperti
pelatihan, pendidikan, informasi, penelitian dan dukungan teknologi.
Sedangkan menurut Schmitz (1997) klaster didefinisikan sebagai grub perusahaan yang
berkumpul pada satu lokasi dan berkerja pada sector yang sama. Sementara Enright, M,J, 1992
mendefinisikan klaster sebagai perusahaan-perusahaan yang sejenis/sama atau yang saling
berkaitan, berkumpul dalam suatu batasan geografis tertentu. Pengertian klaster (JICA, 2004)
juga dapat didefinisikan sebagai pemusatan geografis industri-industri terkait dan kelembagaan-
kelembagaannya. Perkembangan sarana transportasi dan telekomunikasi telah mengurangi
pentingnya kedekatan secara geografis, oleh karena itu batasan geografis menjadi fleksibel
tergantung dari kepentingannya, yaitu :
1) Merujuk dari segi usaha (business), klaster didefinisikan atas daerah yang luas di
sepanjang pertalian-pertalian industri. Ini artinya bias mencakup satu desa,
kabupaten,provinsi bahkan lintas provinsi yang berkaitan.
2) Sedangkan dipandang dari kepentingan pembangunan daerah, batasan
3) Geografis dipergunakan dalam konteks kontribusinya terhadap ekonomi
4) Daerah dan kesejahteraan penduduknya.
Marshall, menekankan pentingnya tiga jenis penghematan eksternal yang memunculkan
sentra industry: (1) konsentrasi pekerja trampil, (2) berdekatannya para pemasok
spesialis, dan (3) tersedianya fasilitas untuk mendapatkan pengetahuan. Adanya jumlah
pekerja terampil dalam jumlah besar memudahkan terjadinya penghematan dari sisi
tenaga kerja. Lokasi para pemasok yang berdekatan menghasilkan penghematan akibat
spesialisasi yang muncul dari terjadinya pembagian kerja yang meluas antar perusahaan
dalam aktivitas dan proses yang saling melengkapi. Tersedianya fasilitas untuk
memperoleh pengetahuan terbukti peningkatan penghematan akibat informasi dan
komunikasi melalui proses bersama, penemuan dan perbaikan dalam mesin, proses dan
organisasi secara umum.

2.2.1 Konsepsi Klaster


Pandangan Porter mengenai klaster adalah hal yang paling banyak dikutip dalam kajian-
kajian yang ditemukan.
“A consequence of the system of [diamond] determinants is that a nation’scompetitive industries
are not spread evenly through the economy but are connected in what I tem cluster consisting of
industries related by links of variouskinds” (Porter, 1990)
Kendati Porter belum mendefinisikan klaster secara jelas tetapi ia telah menghubungkan
antara kinerja sebuah Negara dalam ekonomi global yang diringkaskan dalam kata “daya saing”
dengan klaster. Konsep ini muncul setelah ia mengamati 16 klaster yang berperan penting dalam
pembangunan ekonomi dalam studinya tahun 1990 meskipun pada saat itu, dia belum
memberikan penekanan yang besar pada masalah klaster. The sources of locational competitive
advantage in a nation (‘the diamond’).
Dia juga memasukkan 2 faktor konteks yang berhubungan secara tidak langsung melalui:
(1) role of chance dan (2) role of government. Faktor-faktor ini secara dinamik mempengaruhi
posisi daya saing perusahaan dalam suatu Negara.
“competitive advantage in advanced industries is increasingly determined by differential know
ledge, skills and rates of innovation which are embodied in skilled people and organizational
routines” (Porter, 1990)
Hasil hubungan faktor-faktor ini mungkin akan menunjukkan pola klaster, dimana
hubungan antara bisnis dan organisasi seharusnya mendukung pencapaian competitive
advantage.

2.2.2 Karakteristik Pendekatan Klaster


Kendati definisi klaster dapat bermacam-macam, namun pengamatan menunjukkan
beberapa karakteristik umum yang melekat pada konsep ini. Dari sisi output, setidaknya ada 3
dimensi yang dapat diperhatikan:
1) Competitiveness, tercermin dalam konteks dinamis dan global, misalnya berhubungan
erat dengan inovasi dan adopsi praktik terbaik.
2) Economic specialization, dalam batas tertentu dari aktivitas-aktivitas yang berhubungan
(klaster automotive, klaster budaya, klaster bunga potong, dll).
3) Spatial identity, yang relevan dengan agen dan organisasi di dalam klaster ataupun yang
di luar klaster. Misalnya Asosiasi Peternak Susu Lembang.
Sedangkan dari sisi dalam/ pembentuk klaster, setidaknya ada 4 elemen yang dapat
diperhatikan yaitu :
1) Menekankan pada interaksi antar perusahaan
2) Kombinasi sumber daya dan kompetensi yang dikontrol oleh organisasi/perusahaan
3) Interaksi antar usaha dalam system pendukung institusi yang lebih luas
4) Konsenrasi spatial
Dengan menggabungkan dimensi-dimensi ini, kita akan tiba pada kerangka memberikan
definisi klaster sebagai berikut :
“Klaster terdiri dari kelompok perusahan-perusahaan yang memiliki kompetensi yang berbeda
namun berhubungan berlokasi dalam sebuah wilayah tertentu, dimana melalui sebuah bentuk
interaksi tertentu diantara mereka dan melalui sebuah "institusi bentukan" bersama, yang
mungkin juga dibentuk bersama organisasi lain, meningkatkan daya saing. Spesialisasi dan
identitas mereka daam perekoomian gobal"
Berikut penjelasan dari masing-masing dimensi tersebut:
Interaksi antar perusahaan Interaksi antar perusahaan dalam batas wilayah tertentu
merupak suatu ciri dasar konsep klaster; ciri ini membedakannya dari konsep global seperti
sektor. “We use the term ‘cluster’ generally when describing locational and transactional
relationships between firnns; ‘sector’ when discussingindustry-targeted strategies and policies
to enhance competitiveness”(Rosenfeld, 1995).
Tetapi transaksi seperti apa yang penting? Pertama, pengklasteran dilihat dalam konteks
pergerakan barang secara fisik dan pertukaran jasa diantara perusahaan. Khususnya dalam
manufaktur, klaster diartikan sebagai sistem saluran dari supplychain. Klaster telah
diasosiasikan, secara khusus, dengan meningkatnya kebutuhan pada metode pengiriman just in
time dalam insutri otomotif.
Kendati demikian, bukti hubungan antara sistem logistik baru dengan kemunculan klaster
spatial belumlah teralu kuat (Sadler, 1994). JIT, tampak semakin terbatas pada jenis komponen
yang besar dengan nilai tambah yang kecil. dialihkan dari dimensi aliran fisik kepada aspek-
aspek manajemen rantai pasokan dan pembelajaran antara perusahaan, yaitu hubungan dari
material ke immaterial. Kajian lain diseputar analisis klaster tampak semakin menekankan pada
upaya kolaborasi dan penciptaan saling kepercayaan sebagai salah satu kunci timbulnya daya
saing "it is this hidden dimension of co-operation that helps give cluster their competitive
advantage (Cooke, 1995).
2.2.3 Pengertian Klaster Industri
Istilah klaster mempunyai pengertian kumpulan, kebmpok, himpunan, atau gabungan
obyek tertentu yang memiliki keserupaan atau atas dasar karakteristik tertentu. Dalam konteks
ekonomi / bisnis, klaster industri yang mempunyai pengertian sebagai berikut:
 Klaster sebagai sekumpukan perusahaan dan lembaga-lembaga terkait di bidang tertentu
yang berdekatan secara geografis dan saling terkait karena “kebersamaan
(commonalities) dan komplementaritas" (Porter, 1990)
 Klaster merupakan jaringan produksi bagi perusahaan-perusahaan yang saling bergantung
secara erat (termasuk agen yang terspesialisasi), agen penghasil pengetahuan (perguruan
tinggi lembaga riset, perusahaan rekayasa), lembaga perantara (broker, konsultan), dan
pelanggan yang terkait dalam mata rantai produksi peningkatan nilai tambah (Roelandt
dan den Hertog, 1998)
 Konsentrasi geografis dari perusahaan dan industri yang saling berkompetisi,
komplementer/saling terkait yang melakukan bisnis satu dengan lainnya dan memiliki
kebutuhan serupa akan kemampuan, teknologi dan infrastruktur (Munnich Jr., et al 1999)
 Kelompok industri dengan focal/core industri yang saling berhubungan secara intensif
dan membentuk partnership, baik dengan supporting industry maupun related industry
(Deper indag, 2000)

2.2.4 Ciri-ciri Klaster Industri


Ciri-ciri klaster industri Lyon dan Atherton (dalam Tatang. 2008), berpendapat bahwa
terdapat tiga hal mendasar yang dicirikan oleh klaster industri, terlepas dari perbedaan struktur,
ukuran ataupun sektornya, yaitu:
1) Kebersamaan / Kesatuan (Commonality) yaitu bisnis-bisnis beroperasi dalam bidang-
bidang "serupa" atau terkait satu dengan lainnya dengan fokus pasar bersama atau suatu
rentang aktivitas bersama.
2) Konsentrasi (Concentration) yaitu bahwa terdapat pengelompokan bisnis-bisnis yang
dapat dan benar-benar melakukan interaksi.
3) Konektivitas (Connectivity) yaitu bahwa terdapat organisasi yang saling
terkait/bergantung (interconnected/linked) dengan beragam jenis hubungan yang berbeda.
Porter (1990) mendefinisikan klaster sebagai sekumpulan perusahaan dan lembaga-
lembaga terkait di bidang tertentu yang berdekatan secara geografis dan saling terkait karena
kebersaman. Sedangkan menurut Tatang (2008), secara harfiah klaster sebagai kumpulan,
kelompok, himpunan, atau gabungan obyek tertentu yang memiliki keserupaan atau atas dasar
karakteristik tertentu. Dalam konteks ekonomi/bisnis, klaster industri (industrial cluster)
merupakan terminologi yang mempunyai pengertian khusus tertentu. Kemudian. Diperkuat oleh
Deperindag, bahwa klaster sebagai Kelompok industri dengan core industry yang saling
berhubungan secara intensif dan menbentuk partnership, baik dengan supporting industry
maupun related industry.
2.2.5 Manfaat Klaster Industri
Manfaat klaster industri bagi dunia usaha dan ekonomi di wilayah yang bersangkutan, di
antaranya:
1) Meningkatkan keahlian pelaku melalui proses pembelajaran bersama antar perusahaan
potensial yang ada dalam klaster
2) Perusahaan-perusahaan yang ada dalam klaster secara bersama-sama akan mendapatkan
keahlian konplemen yang tidak akan didapatkan bila perusahaan-perusahaan tersebut
bertindak sendiri
3) Setiap perusahaan yang ada di dalam klaster memperoleh potensi economic of dengan
adanya spesialisasi produksi serta dengan adanya pasar bersama atau melalui pembelian
bahan mentah bersama sehingga bisa mendapatkan diskon besar.
4) Memperkuat hubungan sosial dan hubungan informal lainnya yang dapat menumbuhkan
penciptaan ide dan bisnis baru
5) Memperbaiki arus informasi dakam klaster, misalnya memungkinkan penyedia finansial
dalam menentukan pengusaha yang layak pinjam dan bagi pelaku bisnis untuk mencari
penyedia jasa yang baik
6) Membangun infrastruktur professional, legal, finansial dan jasa spesialis lainnya.
2.2.6 Pelaku Klaster Industri
Pelaku utama dalam pengembangan klaster adalah perusahaan-perusahaan yang terlibat.
Perusahaan ini dikelompokkan menjadi (1) perusahaan yang bergerak dalam industri inti yaitu
industri yang menjadi pemicu dan pendorong timbuhnya usaha lain, serta (2) perusahaan yang
tergolong dalam industri pendukung yang meliputi industry pemasok bahan baku, industri
perlengkap, dan industri lanjutan dari industri inti. Penamaan istilah sebagai industri inti dan
pendukung bukanlah berarti bahwa satu industri lebih berperan dan dominan dibandingkan
industri lain, melainkan hanya merupakan posisi industri pada sistem klaster.
Posisi ini bisa berubah pada konteks klaster yang berbeda. Namun, perusahaan bukanlah
satu-satunya pelaku. Institusi pendidikan juga berperan penting sebagai katalisator dalam
pengembangan klaster. Perguruan tinggi berperan dalam pendidikan dan menjadi pemain kunci
dalam memajukan lembaga riset dan pengembangan suatu klaster. Pelaku lainnya adalah
perantara finansial seperti perusahaan modal usaha, asosiasi usaha yang bekerja untuk
kepentingan usaha dan anggota, serta institusi layanan usaha dengan keahlian yang sesuai
dengan kebutuhan perusahaan. Kesemua lembaga ini dapat membantu memperkuat
pengembangan klaster dan memainkan peran dalam pengembangannya. Terakhir adalah
pemerintah, lokal dan lembaga ekonomi lainnya yang berperan dalam memfasilitasi
pengembangan klaster melalui intervensi kebijakan.
2.2.7 Strategi Klaster Industri
Aspek kunci dalam strategi pengembangan klaster adalah mobilisasi, diagnosa, strategi
kolaboratif, implementasi, dan penilaian. Klaster bersifat dinamis dan perkembangannya
mempunyai siklus yang dapat dikenali. Siklus perkembangan klaster ditunjukkan secara
sederhana melalui empat tahapan:

 Klaster embrio : Klaster pada tahapan awal perkembangan


 Klaster tumbuh: Klaster yang mempunyai ruang untuk perkembangan lebih lanjut
 Klaster dewasa: Klaster yang stabil atau akan sulit untuk lebih berkembang
 Klaster menurun: Klaster yang sudah mencapai puncak dan sedang mengalami
penurunan. Klaster pada tahap ini sekali waktu mampu untuk menemukan kembali
dirinya dan masuk ke dalam siklus perkembangan yang baru lagi

Dalam klaster embrio, pemerintah dan perantara dapat berarti pening dalam peningkatan
kerjasama dan berperan sebagai broker informasi. Sedangkan pada klaster dewasa dan klaster
menurun, peningkatan keterbukaan dan inovasi juga diperlukan untuk mencegah bahaya lock-in
wilayah. Selain membantu menjaga daya saing klaster tradisional, peningkatan keterbukaan dan
inovasi dapat menjadi titik awal kemajuan pengembangan industri baru. Proses memulai dan
menjaga keberlangsungan klaster mempunyai karakter perekonomian yang berbeda. Memulai
sebuah klaster harus meliputi: (1) membangun dasar industri atau teknologi dan (2) menemukan
potensi kewirausahaan untuk dikembangkan. Kekuatan yang mendasari lahirya sebuah klaster
berbeda dengan kekuatan yang dibutuhkan untuk mengasuransikan keberlanjutan perkembangan
klaster. Beberapa bentuk intervensi diperlukan di setiap tahapan siklus, namun intensitas dan
cara penyampaiannya yang perlu penyesuaian.
Setiap pelaku pengembangan klaster perlu memperhatikan beberapa hal, diantaranya
sifat, tingkatan pengembangan, dan konteks pengaturan klaster. Hal ini dicapai melalui diagnosa
yang baik melalui kerjasama dengan perusahaan dan institusi klaster. Selain itu, karakteristik
lokasi dimana klaster itu berada juga perlu diperhatikan. Dalam merumuskan strategi dan
tindakan pengembangan klaster, pelaku juga harus kreatif dan berhati-hati dalam
mentransplantasikan pengalaman dari klaster lainnya tanpa melihat kondisi klasternya sendiri.
Pengembangan klaster dapat difasilitasi melalui strategi yang terintegrasi antar pelaku
yang terlibat dalam klaster. Strategi klaster harus dibedakan antara yang spesifik klaster dengan
yang tidak. Sebagai contoh, pengembangan infrastruktur jarang menjadi strategi pengembangan
klaster yang spesifik. Sebaliknya, intervensi yang mendukung akses finansial dapat sangat
spesifik diarahkan pada beberapa kaster tertentu.
Cakupan intervensi sangat luas, dan tidak setiap intervensi dapat sesuai untuk setiap
klaster. Strategi dan intervensi harus dinamis dan terfokus, disesuaikan dengan perkembangan
klaster. Sementara itu, pengelola klaster juga harus berhati-hati dalam melakukan intervensi yang
terlalu besar, karena seharusnya pasar yang lebih berperan. Oleh karena itu, intervensi yang
dilakukan harus dirancang untuk memperkuat pasar.
2.2.8 Pola Klaster Industri
Penumbuh kembangan klaster, sebagaimana dirumuskan oleh Michael Porter (1998).
mengandung empat faktor penentu atau dikenal dengan nama diamond model yang mengarah
kepada daya saing industri, yaitu: (1) faktor input (faktor /input condition), (2) kondisi
permintaan (demand condition). (3) industri pendukung dan terkait (related and supporting
industries), serta (4) strategi perusahaan dan pesaing (context for firm and strategy). Berikut
adalah penjelasan tentang diamond model dari Porter.

1) Faktor Input
Faktor input dalam analisis Porter adalah variabel-variabel yang sudah ada dan dimiliki
oleh suatu cluster industri seperti sumber daya manusia (human resource), modal (capital
resource), infrastruktur fisik (physical infrastructure), infrastruktur informasi
(information infrastructure). Infrastruktur ilmu pengetahuan dan teknologi (scientific and
technological infrastructure), infrastruktur administrasi (administrative infrastructure),
serta daya alam Semakin tinggi kualitas faktor input ini, maka semakin besar peluang
industri untuk meningkatkan daya saing dan produktivtas
2) Kondisi Permintaan
Kondisi permintaan menurut diamond model dikaitan dengan sophisticated and
demanding local customer. Semakin maju suatu masyarakat dan semakin demanding
pelanggan dalam negeri, maka industri akan selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas
produk atau melakukan innovasi guna memenuhi keinginan pelanggan lokal yang tinggi.
Namun dengan adanya globalisasi kondisi permintaan tidak hanya berasal dari lokal
tetapi juga bersumber dari luar negeri.
3) Industri Pendukung dan Terkait
Adanya industri pendukung dan terkait akan meningkatkan efisiensi dan sinergi dalam
Clusters. Sinergi dan efisiensi dapat tercipta terutama dalam transaction cost, sharing
teknologi, informasi mupun skill tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh industri atau
perusahaan lainnya. Manfaat lain dari industri pendukung dan terkait adalah akan
terciptanya daya saing dan produktivitas yang meningkat.
4) Strategi Perusahaan dan pesaing
Strategi perusahaan dan pesaing dalam diamond model juga penting karena kondisi ini
akan memotivasi perusahaan atau industri untuk selalu meningkatkan kualitas produk
yang dihasilkan dan selalu mencari inovasi baru. Dengan adanya persaingan yang sehat,
perusahaan akan selalu mencari strategi baru yang cocok dan berupaya untuk selalu
meningkatkan efisiensi

Anda mungkin juga menyukai