Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN Evaluasi Pengembangan

PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II


N

TINJAUAN LITERATUR II
2.1 Pendekatan Klaster

Istilah “klaster (cluster)” mempunyai pengertian harfiah sebagai kumpulan,


kelompok, himpunan, atau gabungan obyek tertentu yang memiliki keserupaan atau
atas dasar karakteristik tertentu. Dalam konteks ekonomi/bisnis, “klaster industri
(industrial cluster)” merupakan terminologi yang mempunyai pengertian khusus
tertentu. Walaupun begitu, dalam literatur, istilah “klaster industri” diartikan dan
digunakan secara beragam. Berikut adalah beberapa contoh definisi klaster industri.
Klaster industri adalah:

 Kumpulan/kelompok bisnis dan industri yang terkait melalui suatu rantai produk
umum, ketergantungan atas keterampilan tenaga kerja yang serupa, atau
penggunaan teknologi yang serupa atau saling komplementer (OECD, 2000);
 Kelompok industri dengan focal/core industry yang saling berhubungan secara
intensif dan membentuk partnership, baik dengan supporting industry maupun
related industry (Deperindag, 2000);

 Konsentrasi geografis dari perusahaan dan industri yang saling berkompetisi,


komplementer, atau saling terkait, yang melakukan bisnis satu dengan lainnya
dan/atau memiliki kebutuhan serupa akan kemampuan, teknologi dan
infrastruktur (Munnich Jr., et al. 1999);

 Aglomerasi dari industri yang bersaing dan berkolaborasi di suatu daerah, yang
berjaringan dalam hubungan vertikal maupun horizontal, melibatkan keterkaitan
pembeli-pemasok umum, dan mengandalkan landasan bersama atas lembaga-
lembaga ekonomi yang terspesialisasi (EDA, 1997);

II - 1

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

 Kelompok/kumpulan secara sektoral dan geografis dari perusahaan yang


meningkatkan eksternalitas ekonomi (seperti munculnya pemasok spesialis bahan
baku dan komponen, atau pertumbuhan kelompok keterampilan spesifik sektor)
dan mendorong peningkatan jasa-jasa yang terspesialisasi dalam bidang teknis,
administratif, dan keuangan (Ceglie dan Dini, 1999);

 Hubungan erat yang mengikat perusahaan-perusahaan dan industri tertentu


secara bersama dalam beragam aspek perilaku umum, seperti misalnya lokasi
geografis, sumber-sumber inovasi, pemasok dan faktor produksi bersama, dan
lainnya (Bergman dan Feser, 1999);

 Michael Porter mendefinisikan klaster sebagai sekumpulan perusahaan dan


lembaga-lembaga terkait di bidang tertentu yang berdekatan secara geografis
dan saling terkait karena “kebersamaan (commonalities) dan komplementaritas”
(Porter, 1990);

 Klaster merupakan jaringan produksi dari perusahaan-perusahaan yang saling


bergantungan secara erat (termasuk pemasok yang terspesialisasi), agen
penghasil pengetahuan (perguruan tinggi, lembaga riset, perusahaan rekayasa),
lembaga perantara/bridging institution (broker, konsultan) dan pelanggan, yang
terkait satu dengan lainnya dalam suatu rantai produksi peningkatan nilai
tambah (Roelandt dan den Hertog, 1998);

 Klaster merupakan suatu sistem dari keterkaitan pasar dan non pasar antara (a
system of market and nonmarket links) perusahaan-perusahaan dan lembaga
yang terkonsentrasi secara geografis (Abramson, 1998);

 Klaster merupakan konsentrasi perusahaan dan lembaga yang bersaing,


berkolaborasi dan saling bergantung yang dihubungkan dengan suatu sistem
keterkaitan pasar dan non pasar (UK DTI, 1998b, 2001).

II - 2

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

Lyon dan Atherton (2000) berpendapat bahwa terdapat tiga hal mendasar yang
dicirikan oleh klaster industri, terlepas dari perbedaan struktur, ukuran ataupun
sektornya, yaitu:

1. Komonalitas / Keserupaan / Kebersamaan / Kesatuan (Commonality); yaitu


bahwa bisnis-bisnis beroperasi dalam bidang-bidang “serupa” atau terkait satu
dengan lainnya dengan fokus pasar bersama atau suatu rentang aktivitas bersama.
2. Konsentrasi (Concentration); yaitu bahwa terdapat pengelompokan bisnis-bisnis
yang dapat dan benar-benar melakukan interaksi.

3. Konektivitas (Connectivity); yaitu bahwa terdapat organisasi yang saling terkait/


bergantung (interconnected/linked/interdependent organizations) dengan beragam
jenis hubungan yang berbeda.

Untuk memudahkan, Gambar 2.1 dan 2.2 berikut mengilustrasikan pengertian


tentang klaster industri.

Gambar 2.1 Model Generik Klaster Industri

II - 3

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

Gambar 2.2 Contoh Pemetaan Klaster Industri Rumput Laut

Bergman dan Feser (1999) mengungkapkan bahwa setidaknya ada 5 (lima)


konsep teoritis utama yang mendukung literatur tentang klaster industri daerah, yaitu:
external economies, lingkungan inovasi, persaingan atau kompetisi kooperatif
(cooperative competition), persaingan antar industri (interfirm rivalry), dan path
dependence. Selain itu, pendekatan yang keenam adalah yang dikenal dengan
efisiensi kolektif (collective efficiency) seperti digambarkan pada Gambar 2.3.

II - 4

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

Gambar 2.3 Rangkuman Konsep Klaster Industri dan Kemanfaatannya

1. Eksternalitas Ekonomi
Secara umum ada dua pendekatan konseptual dalam literatur untuk memahami
manfaat terkonsentrasinya perusahaan dalam ruang geografis tertentu, yaitu:
1. Teori lokasi industri (yang bertumpu pada karya Weber dan Hoover di tahun
1930-an), di mana manfaat yang diperoleh sering disebut ekonomi aglomerasi,
dan
2. Teori Marshal yang diawali analisis eksternalitas ekonomi dan kehadirannya
dalam “kawasan industri (industrial district)”.

Keduanya lebih menekankan pada eksternalitas statik atau dinamik (dari


sumber eksternalitas tersebut), dan tidak memberikan perhatian khusus pada
perbedaan antara eksternalitas keuangan atau teknologis.

II - 5

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

Teori lokasi industri Weber mengidentifikasi ekonomi aglomerasi, yaitu


penghematan biaya yang dinikmati oleh perusahaan-perusahaan akibat dari
meningkatnya konsentrasi secara spasial, sebagai salah satu dari tiga sebab utama
pengelompokan spasial atau aglomerasi. Sebab-sebab tersebut merupakan
eksternalitas ekonomi yang bersifat internal. Hoover selanjutnya memperkenalkan
ekonomi lokalisasi dan urbanisasi. Belakangan penekanan atas keuntungan dari jarak
kedekatan (proximity) antar perusahaan, ketersediaan dan penggunaan fasilitas
perbaikan yang terspesialisasi, infrastruktur bersama, berkurangnya risiko dan
ketidakpastian bagi para wirausahawan, dan informasi yang lebih baik, diidentifikasi
sebagai faktor penting dari aglomerasi.

Sementara itu, teori Marshall mendefinisikan eksternalitas ekonomi sebagai


penghematan biaya bagi perusahaan karena ukuran atau pertumbuhan output dalam
industri secara umum. Eksternalitas ekonomi yang bersifat eksternal ini merupakan
eksternalitas spasial, yaitu dampak samping ekonomi dari kedekatan jarak antara para
pelaku ekonomi. Bentuknya bisa bersifat positif atau negatif, statik ataupun dinamik,
keuangan ataupun teknologis. Faktor statik bersifat dua arah (peningkatan atau
pengurangan), sementara yang dinamik adalah yang berkaitan dengan kemajuan
teknologi, meningkatnya spesialisasi, dan pembagian kerja yang menyertai atau
mendorong pertumbuhan dan pembangunan.

Krugman (1991) menelaah lokalisasi produksi industri dan mengidentifikasi 3


(tiga) alasan lokalisasi tersebut, yaitu:

 Penghimpunan pasar tenaga kerja (labour market pooling) : konsentrasi sektoral


and geografis menciptakan sehimpunan keterampilan yang terspesialisasi yang
menguntungkan baik bagi tenaga kerja maupun perusahaan.

 Input antara (intermediate inputs) : klaster perusahaan memungkinkan adanya


dukungan dari pemasok input dan jasa-jasa yang lebih terspesialisasi.

 Spillover teknologi (technological spillovers) : “klasterisasi / pengklasteran”


memfasilitasi difusi know how dan gagasan secara cepat.

II - 6

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

Dalam konteks eksternalitas ekonomi statik, perusahaan umumnya cenderung


mengelompok dengan perusahaan lain yang erat dengan kepentingannya. Seperti
disampaikan oleh Bergman dan Feser (1999), studi klaster industri sangat
berkepentingan dengan eksternalitas ekonomi dinamik, terutama yang berkaitan
dengan pembelajaran (learning), inovasi, dan meningkatnya spesialisasi. Dalam
konteks ini Marshall merujuk keuntungan dari suatu “kawasan” (district) yang dapat
dinikmati perusahaan akibat dari ketersediaan tenaga kerja terampil, kesempatan
yang lebih baik untuk berspesialisasi intensif, dan difusi informasi dan pengetahuan
yang bersifat spesifik industri (knowledge spillover).

Di balik dinamika tersebut bukanlah semata ukuran “kawasan,” tetapi juga


faktor sosial, kultural dan politis, termasuk rasa saling-percaya (trust), kebiasaan
bisnis, ikatan sosial, dan pertimbangan kelembagaan lainnya. Analisis Marshall ini
memberikan pemahaman awal tentang bagaimana hubungan bisnis pada tingkat
mikro dapat mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan daerah, dan berkaitan
dengan pemikiran Porter tentang faktor struktur, strategi dan persaingan perusahaan
dalam analisisnya.

2. Lingkungan Inovasi

Sebagaimana disampaikan oleh Roelandt dan den Hertog (1999, h.1), dalam
perkembangan teori inovasi, perilaku dan aliansi strategis antar perusahaan, dan
interaksi serta pertukaran pengetahuan antara perusahaan, lembaga-lembaga riset,
perguruan tinggi dan lembaga lainnya telah menjadi “pusat” dari analisis proses
inovasi. Inovasi dan peningkatan (upgrading) kapasitas produktif dipandang sebagai
suatu proses sosial yang dinamis yang acapkali berhasil berkembang dalam suatu
jaringan dimana interaksi intensif terjadi antara pelaku yang
“menghasilkan/menyediakan” pengetahuan dan pelaku yang “membeli dan
menggunakan” pengetahuan.

Sehubungan dengan itu, klaster industri sering dinilai sebagai alat kebijakan
yang penting yang terkait dengan sistem inovasi nasional. Pandangan Lundvall
(1992) tentang sistem inovasi nasional menekankan pentingnya kapabilitas

II - 7

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

pembelajaran (learning capability) dari perusahaan, lembaga-lembaga dan


masyarakat pengetahuan. Klaster dan jaringan industri akan berperan sebagai
mekanisme bagi pertukaran pengetahuan dan informasi, terutama bagi elemen
terpentingnya yang justru (dipandang) sebagai bagian yang tak “terkodifikasi
(codified)” atau bersifat tacit (lekat dengan orang dan/ atau kelembagaan).
Pengetahuan yang tacit semakin penting seiring dengan cepatnya perubahan
lingkungan ekonomi global. Pertukaran pengetahuan demikian terjadi antar
multipihak, termasuk lembaga non bisnis. Karakteristik lingkungan setempat (daerah)
yang mendukung terjadi interaksi multipihak untuk pertukaran pengetahuan dan
informasi demikin akan memiliki keunggulan bagi perkembangan inovasi dibanding
dengan daerah lainnya yang tidak. Seperti misalnya diungkapkan Saxenian (1994),
bahwa perbedaan yang terjadi antara Silicon Valley dan Route 128 adalah akibat
faktor modal sosial.

Pandangan lain tentang ini adalah “teori” tentang “lingkungan inovatif


(innovative milieu)” Maillat (lihat misalnya Fromhold-Eisebith, 2002). Lingkungan
(milieu) lebih merupakan tatanan yang mampu memprakarsai suatu proses sinergis.
Pendekatan innovative/creative milieu mengasumsikan suatu anugerah kelembagaan
daerah yang baik dalam bentuk perguruan tinggi, laboratorium riset, lembaga-
lembaga pendukung publik, beberapa perusahaan dan faktor lainnya sebagai
prasyarat perlu, berfokus pada kekuatan-kekuatan utama yang mendorong lembaga-
lembaga tersebut benar-benar berinteraksi dan terkoordinasi sedemikian sehingga
membawa kepada hasil yang positif di daerah, utamanya perusahaan-perusahaan
yang inovatif. Seperti dikutip oleh Fromhold-Eisebith (2002) dari Camagni (1991),
GREMI (the Groupe de Recherche Europeen sur les Milieux Innovateurs)
mendefinisikan innovative milieu sebagai “sehimpunan atau jaringan komplek
terutama dari hubungan-hubungan sosial informal pada suatu area geografis terbatas,
yang seringkali menentukan “citra” khusus tertentu di luar (eksternal) dan suatu
“perwakilan/representasi” khusus serta rasa kepemilikan (sense of belonging) di
dalam (internal), yang meningkatkan kapabilitas inovatif setempat (lokal) melalui
proses pembelajaran kolektif dan sinergis. Dalam konsep ini ada tiga elemen utama

II - 8

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

yang menandai innovative milieu, yaitu: hubungan pelaku yang efektif dalam suatu
kerangka daerah; kontak sosial yang meningkatkan proses pembelajaran; dan citra
dan rasa memiliki.

3. Kompetisi Kooperatif

Dalam pandangan ini, perusahaan yang bersaing satu dengan lainnya akan
berusaha mencarai cara untuk dapat bekerjasama dalam pengembangan produk
ataupun merebut pasar. Pola kerjasama biasanya didasarkan atas kepercayaan, ikatan
keluarga, dan tradisi, seperti dijumpai dalam industrial district di Third Italy.
Belakangan, keterikatan sosial (social embeddedness) nampaknya banyak melandasi
perkembangan konsep tersebut. Fenomena ini nampaknya jarang dijumpai di luar
literatur industrial district (Bergman dan Feser, 1999). Di Indonesia pun, fenomena
demikian nampaknya lebih mungkin dijumpai di sentra-sentra industri kecil, yang
secara historis telah berkembang lama (turun-temurun dari suatu generasi ke generasi
berikut) dan “keterikatan” sosial dan kultural antar pelaku telah menjadi bagian
sangat penting dari komunitas sentra.

4. Persaingan/Rivalitas (Rivalry)

Serupa dengan tema dalam industrial district, konsep ini memandang bahwa
persaingan (karena struktur industri dan/ataupun semangat berkompetisi dari
perusahaan dalam industri) akan sangat mempengaruhi pembelajaran, inovasi dan
kewirausahaan, yang akan membentuk pola perkembangan ekonomi daerah.

5. Path Dependence

Model-model polarisasi, core-periphery, dan kausalitas kumulatif semuanya


merujuk kepada kecenderungan yang akan lebih memperkuat bagi daerah untuk terus
maju atau mundur. Jika teori neoklasik mengasumsikan constant returns, yang tidak
memberi ruang bagi eksternalitas (mendominasi pandangan atas pandangan
mainstream pertumbuhan daerah hingga tahun 1980-an), maka teori pertumbuhan
baru (new growth theory) mengasumsikan kemungkinan peran increasing returns.
Teori pertumbuhan baru memandang bahwa suatu keunggulan komparatif yang
terbentuk di suatu daerah atau negara (apakah karena faktor “kebetulan,” distribusi

II - 9

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

sumber daya alam, ataupun fenomena yang bersifat non perilaku) akan sangat
mungkin menguat sebagai akibat dari eksternalitas ekonomi.

Dalam ekonomi internasional yang “baru” pun, faktor increasing returns dalam
perdagangan berimplikasi pada kemungkinan pola perkembangan yang sangat
terkonsentrasi secara geografis, termasuk perbedaan dalam pendapatan dan
penyerapan kerja antar daerah. Eksternalitas yang berkaitan dengan pengetahuan
sangat mungkin menjadi fenomena lock-in effect, yang membuat suatu daerah
mempunyai kelebihan dalam bidang tertentu (yang didukung oleh pengetahuan
terkait yang berkembang) dibanding dengan daerah lainnya. Bagaimana
kemungkinan hal ini terjadi ataupun berlanjut nampaknya lebih merupakan persoalan
empiris. Istilah path dependence dalam hal ini mengacu kepada keadaan umum di
mana pilihan teknologi, walaupun nampaknya tidak efisien, inferior, ataupun yang
suboptimal, akan mendominasi alternatif/pilihan lainnya dan akan “memperkuat”
terus (self-reinforcing), walaupun ini tak berarti bahwa dengan upaya intervensi yang
cukup signifikan, hal tersebut tak dapat diubah.

Meyer-Stamer (1998) mengungkapkan, karena teknologi bisa bersifat path


dependent, maka lintasan (trajectory) dari perkembangan daerah juga dapat bersifat
path dependent. Hal ini nampaknya juga berimplikasi pada pentingnya bagi suatu
daerah untuk memiliki kepeloporan (sebagai first-mover) untuk dapat berhasil dalam
proses pembangunan. Beberapa bukti empiris di Tanah Air juga mengindikasikan
bahwa daerah-daerah tertentu mempunyai kelebihan dari daerah lainnya dalam
bidang tertentu, yang dilandasi oleh pengetahuan/keterampilan spesifik terkait, yang
berkembang dari waktu ke waktu. Walaupun, karena proses inovasi yang relatif
lambat (misalnya karena relatif rendahnya tingkat pendidikan) dan/atau faktor
lainnya, hal ini tak selalu menjadi keunggulan daerah yang terus terpelihara. Daerah
lain seringkali dapat “meniru” dan bahkan mengungguli apa yang sebelumnya
menjadi kelebihan suatu daerah (yang ditirunya).

6. Efisiensi Kolektif (Collective Efficiency)

II - 10

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

Selain kelima hal yang telah disampaikan, Schmitz (1997) adalah di antara
yang menelaah faktor/isu “lain” sehubungan dengan klaster industri. Ia menekankan
adanya “efisiensi kolektif” (collective efficiency) dari suatu klaster industri yang
berkontribusi pada keunggulan daya saing perusahaan. Artinya, perusahaan-
perusahan dan organisasi terkait lainnya dapat termotivasi oleh ekspektasi adanya
efisiensi kolektif yang dapat/akan diperolehnya jika “bergabung” dalam suatu klaster
industri tertentu.

Efisiensi kolektif ini teridiri atas dua aspek dan kombinasi dari keduanya akan
beragam antara suatu klaster dengan lainnya dan juga berkembang dari waktu ke
waktu, yaitu:

1. Ekonomi eksternal lokal/setempat (local external economies) : yang berkaitan


dengan manfaat ekonomi yang muncul dari terkonsentrasinya perusahaan di suatu
tempat/wilayah geografis. Ini bersifat insidental (tidak direncanakan), dan
“pasif.”

2. Tindakan/aktivitas bersama (joint action) : yang berkaitan dengan manfaat yang


diperoleh akibat upaya yang dengan sadar direncanakan dan dilakukan bersama
oleh anggota klaster. Elemen ini merupakan elemen yang sengaja direncanakan
dan adakalanya disebut elemen “aktif.”

Kedua aspek tersebut dapat memberikan dampak, baik yang bersifat statik
maupun dinamik, yang akan mempengaruhi bagaimana perkembangan suatu klaster
dari waktu ke waktu.

2.2 Klaster IKM Fokus Kajian


Pada bagian ini akan disampaikan survei literatur mengenai berbagai aspek
pengembangan klaster IKM yang diamanatkan dalam KAK. Seperti dijelaskan
sebelumnya, kegiatan ini akan difokuskan pada 9 (sembilan) klaster yaitu Klaster
Makanan Ringan, Klaster Garam Rakyat, Klaster Minyak Atsiri, Klaster Batu Mulia
dan Perhiasan, Klaster Gerabah dan Keramik Hias, Klaster Industri Kreatif (kerajinan

II - 11

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

dan barang seni), Klaster Kerajinan Kayu, Klaster Bordir dan Klaster Fesyen. Pada
laporan pendahuluan ini, survei literatur akan dibatasi pada Peta Jalan (Road map)
Pengembangan Klaster Industri tertentu yang tertuang dalam Peraturan Menteri
Perindustrian No. 131, 132, 133, 134, 135, 136, dan 137 Tahun 2009.

2.2.1 Klaster IKM Makanan Ringan

Industri Makanan Ringan adalah makanan hasil olahan industri yang bukan
merupakan makanan pokok tetapi sebagai makanan selingan seperti aneka kerupuk
(udang, ikan, bawang); aneka keripik (kacang, ikan, pisang, nangka, singkong,
kentang dsb); aneka kipang (kacang, jagung, ketan dsb); makanan ringan lainnya
seperti chiki.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 137/M-IND/PER/10/2009
tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Makanan
Ringan disebutkan bahwa Industri Makanan Ringan adalah industri yang terdiri
dari:
a. Industri Roti dan Sejenisnya (KBLI15410);
b. Industri Makanan dari Coklat dan Kembang Gula (KBLI 15432);
c. Industri Tempe dan Tahu (KBLI 15494);
d. Industri Makanan dari Kedele dan dan Kacang-kacangan Lainnya selain Kecap,
Tempe dan Tahu (KBLI 15495);
e. Industri Kerupuk, Keripik, Peyek dan Sejenisnya (KBLI 15496);
f. Industri Kue-kue Basah (KBLI 15498).
Pembangunan IKM makanan ringan di seluruh pelosok tanah air sangat
penting dalam kerangka penanggulangan kemiskinan dan upaya membuka
lapangan kerja, terutama di daerah yang saat ini dikenal sebagai sentra produsen
makanan ringan berciri khas lokal. Memperhatikan rencana jangka panjang (2010 -
2025), maka visi pembangunan IKM makanan ringan adalah:
”Mewujudkan industri makanan ringan yang tangguh dengan produk yang
higienis, sehat dan digemari secara nasional dan mampu membuka peluang

II - 12

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

lapangan kerja serta memberikan kontribusi nyata dalam peningkatan pendapatan


masyarakat dalam kerangka penanggulangan kemiskinan”.
Dengan visi seperti ini, arah pembangunan IKM makanan ringan menjadi
semakin jelas sejalan dengan misi pembangunan IKM makanan ringan yang
dilaksanakan menurut prioritas program dan kegiatan terpilih. Pembangunan IKM
makanan ringan dilakukan secara bersama-sama dan terpadu antara pemerintah
pusat dan daerah mengikuti semangat otonomi daerah.

2.2.2 Klaster IKM Garam Rakyat

Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 134/M-IND/PER/10/2009


tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Garam
disebutkan bahwa berdasarkan perdagangan Internasional, kelompok HS garam
dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu:
• Garam Meja (Table Salt) dengan HS 2501.00.100 adalah garam hasil olahan
dengan tingkat kualitas food grade, kadar NaCl lebih dari 97 % H2O kurang
dari 1 %. Garam ini dihasilkan dari rekristalisasi (refinery) garam umumnya
sudah dalam bentuk halus dan mengandung bahan tambahan seperti yodium,
senyawa anti gumpal (anti cacking) sehingga kristal garam bebas mengurai dan
bebas mengalir (free flowing) dan tidak menggumpal. Umumnya garam ini
dikemas dalam kemasan yang baik, seperti plastik, botol, maupun karton.
• Garam Curah (Salt in Bulk) dengan HS 2501.00.2900 adalah garam tambang,
tidak diproses atau larutan air. Umumnya jenis garam ini dalam bentuk curah,
merupakan bahan baku untuk industri Soda Kostik (Chlore Alkali Plant – CAP)
atau bahan baku untuk industri garam konsumsi beryodium. Kualitas garam ini
adalah industrial grade dengan NaCL lebih dari 98 % maupun common salt
dengan NaCl 95 – 97 %.

• Garam lainnya (Other Salt) dengan HS 2501.00.900 meliputi garam farmasi


(pharmaeutical salt) atau garam untuk keperluan analisa laboratorium
(laboratory salt pure analysis – p.a). jenis ini merupakan garam dengan kualitas
NaCl sangat tinggi yaitu lebih dari 99 %.

II - 13

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

Pengelompokkan lainnya menyebutkan bahwa kelompok produk garam


terdiri atas 3 (tiga) kelompok yaitu:

a. Garam bahan baku adalah garam yang berasal dari pungutan langsung di
ladang (tambak) garam yang belum dicuci maupun sudah dicuci dan belum
diproses lanjut menjadi garam beryodium atau garam kemasan. Garam bahan
baku ini terdiri dari bahan baku untuk industri garam konsumsi beryodium (SNI
01-4435-2000) dan garam bahan baku untuk industri Chlor Alkali Plan
(CAP)/Industri Soda Kostik.

b. Garam olahan adalah garam bahan baku yang sudah diproses lanjut menjadi
garam beryodium ataupun garam kemasan baik untuk keperluan konsumsi
maupun industri.

c. Garam beryodium adalah garam konsumsi yang mengandung komponen


utama natrium khlorida (NaCl) minimal 94,7%, air maksimal 7% dan Kalium
Yodat (KIO3) minimal 30 ppm serta senyawa-senyawa lainnya sesuai Standar
Nasional Indonesia 01 - 3556.2 – 2000.

Jenis garam dan penggunaannya dapat dibagi menjadi :

(1) GARAM KONSUMSI

Garam Konsumsi yaitu garam dengan kadar Natrium Chlorida minimum


94,7% atas dasar berat kering – adbk- (dry basis), dengan kandungan
impuritis Sulfat, Magnesium dan Kalsium maksimum 2 % dan sisanya adalah
kotoran (lumpur, pasir). Kadar air maksimal 7 %. Garam konsumsi ini masih
dibagi menjadi 3 jenis : food grade, medium grade dan low grade.

• Food atau high grade yaitu garam konsumsi mutu tinggi dengan
kandungan NaCl 97 %, kadar air dibawah 0,05 %, warna putih bersih,
butiran umumnya berupa kristal yang sudah dihaluskan. Garam jenis ini
digunakan untuk garam meja, industri penyedap makanan (bumbu masak,
masako dll), industri makanan mutu tinggi (makanan camilan : Chiki,

II - 14

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

Taro, supermi dan sebagainya), industri sosis dan keju, serta industri
minyak goreng.

• Medium grade yaitu garam konsumsi kelas menengah dengan kadar NaCl
94,7%-97% dan kadar air 3–7 % untuk garam dapur, dan industri
makanan menengah seperti kecap, tahu, pakan ternak.

• Low grade, yaitu garam konsumsi mutu rendah dengan kadar NaCl 90 –
94.7 %, kadar air 5–10 %, warna putih kusam, digunakan untuk
pengasinan ikan dan pertanian.

(2) GARAM INDUSTRI PERMINYAKAN

Garam Industri Perminyakan yaitu yang mempunyai kadar NaCl antara


95 sampai 97% (dry basis), impuritis Sulfat maksimum 0.5 %, impuritis
Calcium maksimum 0.2% dan impuritis Magnesium maksimum 0,3 % dengan
kadar air 3%- 5%. Garam industri jenis ini disebut garam Industri
Perminyakan karena umumnya dipakai di Industri perminyakan.

Didalam industri perminyakan garam mempunyai 2 kegunaan:

• Untuk penguat struktur sumur pengeboran agar sumur pengeboran tidak


longsor.

• Untuk bahan pembantu membuat uap yang digunakan dalam pengeboran


minyak secondary atau tertiary drilling method.

(3) GARAM INDUSTRI LAINNYA

Garam Industri Lainnya yaitu garam yang digunakan didalam industri


kulit, industri tekstil, pabrik es dan lain sebagainya. Garam ini mempunyai
kadar NaCl > 95% (dry basis), impurities Sulfat maksimum 0.5 %, impuritis
Calcium maksimum 0.2% dan impuritis Magnesium maksimum 0,3 % dengan
kadar air 1%- 5%.

(4) GARAM INDUSTRI CHLOR ALKALI PLANT (CAP) DAN INDUSTRI


FARMASI

II - 15

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

Yaitu garam dengan kadar Natrium Chlorida diatas 98,5 % dengan


impuritis Sulfat, Magnesium, Kalium dan kotoran (insoluble matter) yang
sangat kecil.

CAP (Chlor Alkali Plant) Industrial Salt atau garam Industri untuk
industri Soda-Klor, yaitu garam yang mempunyai kadar NaCl diatas 98,5 %
(dry basis), impurities Sulfat maksimum 0.2 %, impuritis Calcium maksimum
0.1% dan impuritis Magnesium maksium 0,06 %. Garam ini digunakan untuk
proses kimia dasar pembuatan soda dan klor.

Pharmaceutical Salt yaitu garam industri yang mempunyai kadar NaCl


diatas 99,5% dengan kadar impuritis mendekati 0. Garam ini digunakan
dalam industri pharmasi antara lain untuk pembuatan cairan infus serta cairan
untuk mesin cuci ginjal dan dijadikan garam murni untuk analisa kimia (pure
analysis–p.a.) untuk keperluan analisa di laboratorium.

Penggambaran jenis dan penggunaan garam tersebut diperlihatkan pada


Gambar 2.4.

II - 16

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

Gambar 2.4. Jenis Garam dan Penggunaan Garam

2.2.3 Klaster IKM Minyak Atsiri

Industri minyak atsiri merupakan salah satu bagian dari kelompok IKM
tertentu. Pengembangan minyak atsiri merupakan satu diantara 35 komoditi
prioritas nasional untuk dikembangkan dengan pendekatan klaster, yaitu sebuah
pendekatan yang menitikkan pada integrasi yang penuh dari seluruh kegiatan
sepanjang mata rantai nilai (value chain) dengan sasaran utamanya adalah
meningkatkan dan mewujudkan nilai tambah dari kegiatan hulu sampai kegiatan
paling akhir. Indonesia merupakan negara penting produsen minyak atsiri dunia
dengan menjadi penghasil beberapa jenis minyak atsiri yang sangat dominan.
Pendekatan Pengembangan Klaster Industri Kecil dan Menengah (IKM) Minyak
Atsiri dimaksudkan untuk memperkuat dan mengembangkan daya saing pasar

II - 17

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

minyak atsiri baik pasar domestik maupun ekspor, dengan demikian dapat
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan semua pelaku usaha secara adil dan
proporsional khususnya petani penyuling.
Dalam pembangunan industri suatu negara telah banyak dibahas tentang
konsep klaster dan membuktikan bahwa pendekatan konsep klaster industri lebih
efektif untuk meningkatkan daya saing dalam menghadapi pasar internasional yang
cepat berubah. Pada tahun anggaran 2008 telah dilakukan penguatan kolaborasi
pengembangan IKM minyak atsiri dengan pendekatan klaster di Pakpak Bharat –
Sumatera Utara, Aceh Besar – NAD, dan Pasaman Barat – Sumatera Barat, dan dari
kegiatan tersebut diperoleh hasil berupa MoU antara IKM minyak atsiri di Pakpak
Bharat dengan buyer luar negeri dengan Program Cultiva.

2.2.4 Klaster IKM Batu Mulia dan Perhiasan

A. Ruang Lingkup Industri Batu Mulia dan Perhiasan

Yang dimaksud dengan produk perhiasan adalah barang- barang perhiasan yang
menggunakan bahan baku utama berupa emas dan perak dan bahan
campurannya berupa logam kuningan dan tembaga atau campuran logam
lainnya. Batumulia adalah mineral yang terbentuk oleh proses alami tanpa
bantuan atau usaha manusia. Batumulia atau gemstone merupakan batuan,
mineral atau bahan alami lainnya yang setelah diolah memiliki keindahan dan
ketahanan yang memadai untuk dipakai sebagai barang perhiasan. Batuan yang
memiliki nilai yang tinggi adalah batuan yang mempunyai kekerasan tertentu
dan kilauan yang indah,,

Industri perhiasan perak di Indonesia adalah industri yang terkenal sejak


dahulu, di beberapa daerah di Indonesia terkenal dengan sentra produsen
perak baik di dalam maupun di luar negeri. Daerah tersebut adalah Kotagede
Yogyakarta; Bangil/Lumajang-Jawa Timur; Gianyar (Celuk)-Bali; Kota
Gadang-Sumatera Barat dan beberapa daerah lainnya. Assesories yang terbuat
dari bahan metal dalam hal ini berbahan dasar perak (sterling silver) dengan

II - 18

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

kadar 925 dan jenis perhiasan yang dikategorikan sebagai fine jewelry dimana
desain-desainnya dipadukan dengan batu-batuan yang memiliki kualitas tinggi,

Industri perhiasan Indonesia mempunyai potensi besar untuk dikembangkan,


dan sebagai industri padatrya mempunyai potensi yang besar pula untuk
menyerap tenaga kerja. Potensi ini tergambar dari cukup tersedianya bahan
baku berupa emas dan perak (Indonesia produsen emas ketujuh dunia dengan
produksi mencapai 160 ton pada tahun 2008) dan mempunyai tambang
intan (batumulia) berkualitas bagus di Martapura-Kalimantan Selatan, tenaga
kerja terampil dengan akar kompetensi warisan budaya, dan kebiasaan
masyarakat untuk memakai asesories (perhiasan) sekaligus menabung (saving)
dalam bentuk perhiasan yang terbukti dari besarnya potensi pasar dalam negeri
yang menempati peringkat ketujuh dunia (80 ton pada tahun 2008).

B. Pengelompokan Industri Batu mulia dan Perhiasan

Industri batumulia dan perhiasan pada dasarnya dikelompokkan menjadi:

1) industri batu permata (loose stone) yang asli maupun imitasi seperti intan,
ruby, safir, kecubung, kalimaya dan jenis-jenis batuan lainnya termasuk
mutiara,

2) perhiasan (emas, perak dan jenis logam mulia lainnya termasuk yang semi
logam mulia seperti tembaga, kuningan,

3) kombinasi antara logam dengan batu permata.

Dalam klasifikasi Harmonized System (HS), industri batumulia dan perhiasan


mencakup HS 7018, 7101 s/d 7109, 7110 s/d 7118. Rantai nilai industri
batumulia dan perhiasan pada dasarnya terdiri dari kegiatan penambangan batu
permata; pengolahan/ penggosokan batu permata; dan pengolahan perhiasan
secara parsial (loose atau finished) maupun kombinasi. Pada tingkat produsen
perhiasan dilakukan proses assembling atau pemaduan antara batumulia dengan
logam pengikat baik dari logam emas, perak ataupun logam, mulia lainnya.

Pada umumnya produsen perhiasan melakukan pemesanan pada industri/perajin

II - 19

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

batumulia dengan bentuk, ukuran, desain dan jenis batu yang telah ditetapkan.
Pemangku kepentingan klaster IKM batumulia dan perhiasan terdiri dari pelaku
inti dan pendukung. Pelaku inti meliputi perajin batumulia dan perajin
perhiasan (emas dan perak), sementara pelaku pendukung merupakan anggota
klaster lainnya yang bersifat mendukung kegiatan inti seperti; (a) industri mesin
dan peralatan batumulia; (b). industri mesin dan peralatan casting; (c) Pusat
pelatihan batumulia; (d) pusat pelatihan perhiasan; (e) Unit Pelayanan Teknis
(UPT) Casting; (f). Balai Besar Batik dan Kerajinan; (g) Lembaga Sertifikasi
Mutu Batumulia dan Instansi terkait di tingkat pusat dan Kabupaten/Kota
seperti Pemerintah Daerah, Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank, ASEPI,
APEPI, Lembaga Penelitian dan Perguruan Tinggi

SASARAN
A. Jangka Menengah (2010 – 2014)
1. Terbentuknya klaster-klaster industri batumulia dan perhiasan yang
akan memberikan nilai tambah yang lebih besar pada setiap simpul
kerjasama dan meningkatkan jumlah unit usaha sebesar rata-rata per tahun
sebesar 5,6% atau sebesar 2.572 UU per tahun serta tenaga kerja
sebesar 5,6% atau sebesar kurang lebih 7.381 orang per tahun.
Tolok ukur Sasaran Pengembangan (2010 – 2014)
Batumulia dan Perhiasan

Tolok Ukur 2010 2014


Unit Usaha (Unit) 45.379 56.210
Tenaga Kerja (Orang) 127.815 158.919
Nilai Produksi (Rp.) 40.183.148 Juta 602.830.926 Juta
Nilai Tambah ( Rp. ) 201.020.316 Juta 3.057.058 Juta

2. Terjadinya peningkatan produktifitas, efisiensi dan mutu (desain/keaneka


ragaman) produk di sentra-sentra perhiasan (sentra kerajinan perak dan
sentra kerajinan batumulia).
3. Tumbuhnya 15 perusahaan produk-produk ekspor batumulia dan perhiasan
yang mampu bersaing di pasar luar negeri atau sebagai pemasok produk-

II - 20

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

produk batumulia dan perhiasan.


4. Terciptanya iklim usaha yang lebih kondusif melalui sistem perpajakan
proporsional agar produk-produk perhiasan dapat lebih bersaing baik di
dalam negeri maupun luar negeri dan terjadi peningkatan ekspor sebesar
rata-rata mencapai 3% atau US$ 8.000.000/tahun

B. Jangka Panjang ( 2010 – 2025 )


1. Tercapainya pembinaan model klaster-klaster industri batumulia dan
perhiasan dengan jaringan usaha yang solid dan didukung oleh sub-sub
sistem pendukung yang kuat dan akan memberikan dampak pada
perkembangan jumlah unit usaha sebesar 8.7% atau rata-rata 1.526 UU/tahun
dan penyerapan tenaga kerja sebesar 8,7% atau 4.376 orang/tahun.
2. Terwujudnya industri batumulia dan perhiasan nasional yang mampu
bersaing baik di dalam maupun di luar negeri dan terjadi peningkatan ekspor
produk batumulia dan perhiasan rata-rata 6% per tahun atau senilai US$
1.800.000/tahun.
3. Tumbuhnya 45 perusahaan produk ekspor batumulia dan perhiasan yang
mampu bersaing di pasar luar negeri.
4. Terciptanya iklim usaha yang kondusif melalui sistem perpajakan dan
pengawasan penyeludupan bahan baku batumulia dan intan melalui
kerjasama terpadu di antara pihak-pihak yang terkait.

STRATEGI DAN KEBIJAKAN

A. Strategi Pokok

1. Pembinaan Model Klaster

a) Pembinaan dan pengembangan ini dilakukan melalui beberapa tahapan


yaitu: a) Diagnosis; b) Sosialisasi; c) Kolaborasi; d) Implementasi dan e)
Monitoring. Sistem ini dilakukan melalui penetapan Champion sebagai
penghela lokomotif atau yang menginisiasi seluruh anggota dengan

II - 21

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

melibatkan seluruh stakeholder sesuai dengan fungsi dan perannya.


Pada tahun 2009 telah memasuki tahap implementasi daripada rencana-
rencana aksi, antara lain pelaksanaan pelatihan ketrampilan teknis dan
disain, pemberian bantuan mesin dan peralatan, pelaksanaan
workshop/temu usaha dan Focus Group Discussion (FGD) dalam hal
permodalan/pembiayaan, pemecahan masalah bahan baku, pajak
pertambahan nilai (PPN), kemitraan dengan BUMN serta memfasilitasi
IKM batumulia dan perhiasan ke pameran-pameran di dalam maupun di
luar negeri.

b) Pengembangan Sentra Produksi melalui bantuan sarana dan prasarana,


fasilitasi kemitraan dengan BUMN-BUMN yang punya Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).

c) Pemetaan komoditi dilakukan dengan mendata jenis dan kemampuan


produksi dan juga kemampuan kapasitas dan kemutakhiran peralatan
yang tersedia serta pemetaan disain-disain yang ada baik disain dari luar
negerai maupun disain lokal (muatan seni budaya daerah). Pemetaan
keserasian dan kesesuaian jenis batu mulia misalnya, diukur dari
kekerasan dan keindahan kilau yang dipengaruhi oleh struktur geologi
dan ketrampilan pengrajin menentukan jenis ikatan logam mulia yang
akan digunakan.

2. Dukungan akses terhadap sarana produksi dan dukungan penguasaan


teknologi dan peningkatan keterampilan.

3. Prioritas pengembangan Kelompok Usaha Bersama (KUB). Dilakukan


untuk membermudah dalam melakukan pembinaan untuk pencapaian
hasil yang efektif dan efisien serta kemudahan dalam administrasi.

4. Kerjasama antar stakeholder dan dunia usaha. Dilakukan untuk


menciptakan kerjasama sinerji dengan keterpaduan program pembinaan
dan pengembangan.

5. Mendorong tumbuhnya iklim usaha yang sehat. Dilakukan untuk

II - 22

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

meningkatkan gairah usaha di sektor kerajinan batumulia dan perhiasan


dengan usulan berbagai kebijakan pengaturan, pengembangan dan
pengawasan.

B. Strategi Operasional

1. Peningkatan kapabilitas SdM IKM kerajinan batumulia dan perhiasan.


Pengetahuan dan keterampilan dalam aspek teknis (produksi dan desain)
maupun manajemen produksi dari pelaku IKM batumulia dan perhiasan
yang pada umumnya belum memadai terutama para produsen batu
mulia/permata. Untuk mengatasi hal ini akan dilakukan peningkatan
keterampilan melalui pelatihan-pelatihan yang relevan dengan
permasalahan di lapangan.

2. Modernisasi mesin dan peralatan.

a) Sebagian besar produsen/para perajin merupakan industri kecil yang


sebagian besar masih mempergunakan alat yang sederhana dan umur
mesin yang sudah tua. Demikian pula dengan Unit Pelayanan Teknis
yang secara operasional merupakan ujung tombak dalam pengembangan
teknologi dan sebagai unit percontohan. Dampak dari kondisi ini adalah
kualitas dan kuantitas produk serta kinerja yang kurang produktif.
Untuk mengatasi hal ini strategi operasional yang dilakukan adalah
melalui fasilitasi bantuan mesin dan peralatan untuk
modernisasi/revitalisasi UPT dan pengusaha yang tergabung dalam
Kelompok Usaha Bersama.

b) Penciptaan iklim usaha yang kondusif; Sebagai besar industri kerajinan


batumulia dan perhiasan terkendala oleh sistem perpajakan yang kurang
mendukung, sebagai perbandingan PPN, bea masuk dan jenis pajak
lainnya untuk loose diamond, PPN yang berlaku 10%, (CIF+duty), bea
masuk 5% dan jenis pajak lainnya sebesar 2,5% (CIF+duty) serta
PPn Bm sebesar 75%. Sedangkan di Malaysia loose diamond tidak

II - 23

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

dikenakan pajak apapun dan di China PPN hanya sebesar 4%.


Sementara bahan baku perak di Indonesia hanya kini masih dikenakan
pajak PPN 10%. Untuk memberikan iklim usaha yang lebih kondusif
akan dilakukan konsolidasi dan koordinasi untuk meresceduling
penurunan PPN perak dan pajak-pajak lainnnya agar tercipta iklim
usaha yang lebih mendorong perkembangan IKM batu mulia dan
perhiasan.

c). Pengembangan dan Penguatan Kelembagaan; Hampir semua perajin


perhiasan terutama untuk perajin batumulia mempunyai posisi tawar
yang lebih terhadap berbagai pihak. Terbentuknya kelembagaan seperti
Kelompok Usaha Bersama (KUB), Assosiasi ataupun bentuk lain yang
dapat memperbaiki akses terhadap sumber-sumber permodalan dan
pasar.

d). Pengembangan jejaring; Kerjasama antar pemangku kepentingan


melalui pembentukan sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan dan
program lintas sektoral yang mendukung IKM batumulia dan perhiasan
yang akan menghasilkan sinerji yang kuat dalam pengembangan industri
perhiasan

PROGRAM / RENCANA AKSI

A. Jangka Menengah (2010 – 2014)

1. Iklim Usaha ( Regulasi )

a) Penerapan kebijakan perpajakan yang lebih rasional, antara lain dengan


mengusahakan penyesuaian pajak-pajak perhiasan seperti PPN bahan
baku perak dan PPnBM batu permata.

b) Penerapan standardisasi produk (ISO-9000 dan CE-Mark) dengan


memperbanyak sosialisasi dan bimbingan penerapan ISO-9000 dan
CEMark terhadap IKM batumulia dan perhiasan.

II - 24

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

c) Dukungan pemerintah pusat dan daerah dalam upaya perlindungan


terhadap eksploitasi penjualan bahan baku batumulia ke luar negeri yang
belum diolah atau masih sedikit pengolahan (poles).

d) Mengupayakan terwujudnya Pembangunan Kawasan Khusus


Pengembangan Industri Perhiasan (KKPIP) yang saat ini sedang dalam
tahap pembangunan di Surabaya-Jawa Timur.

2. Promosi dan Pemasaran

a) Fasilitasi promosi dan pemasaran melalui pameran DN dan LN.

b) Pengembangan pasar spesifik untuk batumulia dan perhiasan.

c) Membangun portal sistem informasi untuk pasar luar negeri/ekspor.

d) Studi banding pengusaha/perajin ke luar negeri

e) Promosi melalui media cetak/elektronik, leaflet dan catalog

f) Mengikuti perlombaan desain di luar negeri.

3. Teknologi Produksi

a) Peningkatan kemampuan sistem manajemen mutu.

b) Peningkatan kesadaran serta dorongan untuk mengaplikasikan HaKI.

c) Sosialisasi dan penerapan standarisasi.

d) Penerapan Model Gugus Kendali Mutu.

e) Penguatan peran Perguruan Tinggi dalam teknik


perencanaan/pembuatan perhiasan CAD/CAM serta menjamin
kualitas batumulia.

4. Penguatan struktur usaha

a) Peningkatan kemitraan dengan perusahaan besar untuk merintis pasar


ekspor dan transfer pengetahuan dan desain.

b) Kemitraan dengan pemasok/penghasil bahan baku/bahan setengah

II - 25

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

jadi dan pemasaran.

c) Fasiltiasi kemitraan dengan instansi terkait dalam rangka pemanfaatan


asuransi dan pembiayaan ekspor.

d) Mengadakan kerjasama dengan negara-negara yang memiliki


keunggulan dalam desain dan model.

e) Pemetaan potensi bahan baku batumulia (jenis dan spesifikasi


kekerasan)

5. Sumber Daya Manusia.

a) Peningkatan kemampuan dalam bidang teknik produksi dan desain.

b) Peningkatan kemampuan dalam bidang ekspor- impor dan teknik


negosiasi.

c) Peningkatan kemampuan dalam bidang mutu produk.

d) Peningkatan kemampuan dalam pengujian kadar emas dan perak.

e) Peningkatan kemampuan dan pengetahuan website dan e-Commerce

6. Pengembangan Sarana dan Prasarana.

a) Modernisasi mesin dan peralatan untuk Unit Pelayanan Teknis


(UPT).

b) Bantuan mesin dan peralatan pada Kelompok Usaha Bersama yang


potensial untuk dikembangkan.

c) Bantuan sarana jaringan informasi

7. Pengembangan Institusi Pendukung dan Kelembagaan.

a) Pendirian Unit Pelayanan Langsung (UPL).

b) Revitalisasi dan pendirian Unit Pelayanan Teknis (UPT) yang dilakukan


melalui tahapan studi kelayakan di sentra-sentra potensial

II - 26

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

2.2.5 Klaster IKM Gerabah dan Keramik Hias

PENDAHULUAN

A. Ruang Lingkup Industri Gerabah dan Keramik Hias

Berdasarkan nomor HS, ruang lingkup industri kerajinan Gerabah dan


Keramik Hias mencakup nomor HS 691310000 s.d. 691490000 dengan
KBLI 26321. Berdasarkan pada teknologi proses dan komposisi bahan baku dan
penolong, maka ruang lingkup industri gerabah dan keramik hias dibagi menjadi
2 (dua) yaitu:

1. Industri kerajinan gerabah.

Adalah industri yang berbahan baku tanah liat dengan proses produksi
menjadi gerabah.

2. Industri kerajinan keramik hias

Adalah industri yang berbahan baku clay, feldspar, pasir silika, dan kaolin
dengan proses produksi menjadi keramik hias.

Berdasarkan pada kegunaannya maka industri gerabah dan keramik hias ada
industri untuk perlengkapan rumah tangga (tableware) dan untuk hiasan
(interior)

B. Pengelompokan Industri Gerabah dan Keramik Hias

1. Kelompok Industri Hulu

Meliputi industri bahan baku gerabah dan keramik hias seperti tanah liat
(clay), kaolin, feldspar, pasir kuarsa, dan zircon, serta toseki

SASARAN

A. Jangka Menengah (2010 -2014)

II - 27

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

1. Terbentuknya klaster-klaster industri kerajinan keramik hias yang mampu


memicu dan memacu perkembangan industri kecil gerabah dan keramik
hias, sehingga akan meningkatkan jumlah unit usaha sebesar rata-rata per
tahun sebesar 3,79% atau sebesar 1.243 UU/tahun, tenaga kerja sebesar
3,68% atau sebesar 5.219 orang per tahun dengan nilai produksi sebesar
6,94% atau meningkat Rp. 6.863 juta/tahun.

2. Tersedianya bahan baku yang standard baik yang dilakukan oleh


perusahaan maupun yang disediakan oleh Unit Pelayanan Teknis di sentra-
sentra potensial, sehingga para perajin dapat bekerja secara produktif dan
menghasilkan produk yang memiliki kualitas baik.

3. Menciptakan 5 perusahaan kerajinan gerabah dan keramik hias yang telah


mampu menerapkan CE- Mark dan 10 perusahaan telah menerapkan
ISO 9000, sehingga mampu meningkatkan produktivitas kerja serta dapat
mengekspor produknya untuk tujuan Eropa.

4. Terbentuknya Gugus Kendali Mutu Model di 30 perusahaan gerabah dan


keramik hias yang dilakukan secara selektif pada perusahaan berorientasi
ekspor

B. Jangka Panjang (2010-2025)

1. Terbentuknya system klaster-klaster industri kerajinan gerabah dan


keramik hias dengan jaringan usaha yang solid dan didukung oleh sub-
sub system pendukung yang kuat dan akan memberikan dampak pada
perkembangan jumlah unit usaha sebesar 8,34% atau rata-rata 3.045
UU/tahun dan penyerapan tenaga kerja sebesar 5,2% atau 10.212
orang/tahun dengan nilai produksi rata-rata pengembangan mencapai
18,40%.

II - 28

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

2. Penyediaan bahan baku standard melalui UPT, Bali atau perusahaan swasta
di 41 sentra IKM Kerajinan Gerabah dan Keramik Hias yang memiliki
potensi.

3. Terwujudnya industri kerajinan gerabah dan keramik hias nasional mampu


bersaing baik di dalam maupun luar negeri dan terjadi peningkatan ekspor
produk gerabah dan keramik hias rata-rata 23,49% per tahun atau senilai
US$ 11.013.403 per tahun.

4. Kerjasama dengan RW TUV dan Pusat Standardisasi untuk penerapan CE-


Mark pada 30 perusahaan dan ISO 9000 55 perusahaan serta membentuk
Gugus Kendali Mutu Model sebanyak 225 perusahaan IKM kerjasama
dengan PT. Pilar.

STRATEGI DAN KEBIJAKAN

A. Visi dan Arah Pengembangan Industri Gerabah dan Keramik Hias

1. Visi Industri Gerabah dan Keramik Hias

Visi industri kerajinan gerabah dan keramik hias ialah membangun industri
gerabah dan keramik hias nasional yang mempunyai daya saing nasional
dan internasional dan mempunyai nilai tambah yang tinggi pada tahun
2025.

2. Arah Pengembangan

II - 29

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

Arah pengembangan industri kerajinan gerabah dan keramik hias untuk


peningkatan nilai tambah. Adanya klaster industri gerabah dan keramik hias
diharapkan memperkuat keterkaitan pada semua tingkat rantai nilai (value
chain) dari industri hulunya, mampu meningkatkan nilai tambah sepanjang
rantai nilai dengan membangun visi dan misi yang selaras, sehinggamampu
meningkatkan produktifitas, efisiensi dan jenis sumber daya yang digunakan
dalam industri, dan memfokuskan keterkaitan yang kuat antara sektor hulu
sampai dengan hilir.

3. Indikator Pencapaian

Indikator pencapaian industri kerajinan gerabah dan keramik hias adalah


terintegrasinya industri pengolahan gerabah dan keramik hias dengan
peningkatan utilisasi dan kapasitas industri gerabah dan keramik hias, yang
ditandai dengan:

a. Kebutuhan bahan baku dapat dipenuhi dari dalam negeri

b. Meningkatnya investasi baru dan perluasan usaha industri gerabah


dan keramik hias

c. Terpenuhinya kebutuhan dalam negeri akan produk-produk gerabah


dan keramik hias

d. Meningkatnya kapasitas industri gerabah dan keramik hias.

4. Tahapan Implementasi

a. Pengembangan klaster kerajinan gerabah dan keramik hias

Pembinaan dan pengembangan ini dilakukan melalui beberapa tahapan


antara lain: 1) Diagnosis; 2) Sosialisasi; 3) Kolaborasi; 4) Implementasi
dan 5) Monitoring. System ini dilakukan melalui penetapan
Champion dan pemasok serta pembinaannya dengan melibatkan seluruh
stakeholder sesuai dengan fungsi dan perannya.

b. Prioritas pengembangan Kelompok Usaha Bersama (KUB).

II - 30

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

Dilakukan untuk mempermudah dalam melakukan pembinaan untuk


pencapaian hasil yang efektif dan efisien serta kemudahan dalam
administrasi.

c. Kerjasama antar stake holder dan dunia usaha

Dilakukan untuk menciptakan kerjasama sinerji dengan keterpaduan


program pembinaan dan pengembangan.

d. Peningkatan kapabilitas SDM IKM Kerajinan Gerabah dan


Keramik Hias.

Pengetahuan dan keterampilan dalam aspek teknis (produksi desain)


maupun manajemen produksi dari pelaku industri kecil kerajinan
gerabah dan keramik hias yang pada umumnya belum memadai
terutama para produsen gerabah dan keramik hias. Untuk mengatasi hal
ini akan dilakukan peningkatan keterampilan melalui pelatihan-
pelatihan yang relevan dengan permasalahan di lapangan.

e. Modernisasi mesin dan peralatan.

Sebagian besar produsen/para perajin merupakan industri kecil yang


sebagian besar masih mempergunakan alat yang sederhana dan umur
mesin yang sudah tua. Demikian pula dengan Unit Pelayanan Teknis
yang secara operasional merupakan ujung tombak dalam pengembangan
teknologi dan sebagai unit percontohan. Dampak dari kondisi ini adalah
kualitas dan kuantitas produk serta kinerja yang kurang produktif.
Untuk mengatasi hal ini strategi operasional yang dilakukan adalah
melalui fasilitasi bantuan mesin dan peralatan untuk
modernisasi/revitalisasi UPT dan pengusaha yang tergabung dalam
Kelompok Usaha Bersama.

f. Pengembangan dan penguatan kelembagaan.

Hampir semua perajin gerabah dan keramik hias mempunyai posisi


tawar yang lebih terhadap berbagai pihak. Terbentuknya kelembagaan

II - 31

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

seperti Kelompok Usaha Bersama (KUB), Asosiasi ataupun bentuk lain


yang dapat memperbaiki akses kepada modal usaha dan pasar.

g. Pengembangan jejaring.

Kerjasama antar pemangku kepentingan melalui pembentukan


sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan dan program lintas sektoral
yang mendukung IKM kerajinan perhiasan dan batu mulia yang akan
menghasilkan sinerji yang kuat dalam pengembangan industri kerajinan
perhiasan.

PROGRAM / RENCANA AKSI

A. Rencana Aksi Jangka Menengah (2010 – 2014)

1. Promosi dan Pemasaran

a. Fasilitasi promosi dan pemasaran melalui pameran DN & LN.

b. Pengembangan pasar spesifik yang berkaitan dengan daerah tujuan


wisata.

c. Membangun portal system informasi untuk pasar luar negeri/ekspor.

d. Studi banding pengusaha/perajin ke luar negeri.

e. Promosi melalui media cetak/elektronik, leaflet dan Katalog.

f. Mengikuti perlombaan desain di luar negeri.

g. Temu usaha/bisnis.

h. Penyusunan Direktori kerajinan gerabah dan keramik hias.

2. Teknologi Produksi

a. Peningkatan kemampuan system manajemen mutu

b. Peningkatan kesadaran serta dorongan untuk mengaplikasikan HaKI.

c. Sosialisasi dan penerapan CE-Mark dan ISO 9000.

II - 32

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

d. Penerapan Gugus Kendali Mutu Model

e. Penguatan peran perguruan tinggi dalam teknik perencanaan/pembuatan


perhiasan CAD/CAM serta menjamin kualitas batu muli

3. Penguatan struktur usaha

a. Peningkatan kemitraan dengan perusahaan besar untuk merintis pasar


ekspor dan transfer pengetahuan dan desain

b. Kemitraan dengan pemasok/penghasil bahan baku/bahan setengah jadi


dan pemasaran

c. Fasilitasi kemitraan dengan instansi terkait dalam rangka


pemanfaatan asuransi dan pembiayaan ekspor

d. Mengadakan kerjasama dengan Negara-negara yang memiliki


keunggulan dalam desain dan model

e. Pemetaan potensi jenis bahan baku dan pemanfaatan/peruntukkannya


(kandungan/unsur-unsur bahan baku)

4. Sumber Daya Manusia

a. Peningkatan kemampuan dalam bidang desain

b. Peningkatan kemampuan dalam bidang ekspor- impor dan teknik


negosiasi

c. Peningkatan kemampuan dalam bidang mutu produk

d. Peningkatan kemampuan dan pengetahuan website dan e-Commerce

5. Pengembangan Sarana dan Prasarana

a. Modernisasi mesin dan peralatan untuk Unit Pelayanan Teknis


(UPT)

b. Bantuan mesin dan peralatan pada Kelompok Usaha Bersama yang


potensial untuk dikembangkan

c. Bantuan sarana jaringan informasi

II - 33

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

d. Penataan organisasi UPT dan reorientasi peran UPT

6. Pengembangan Institusi Pendukung dan Kelembagaan

a. Pendirian Unit Pelayanan Langsung (UPL)

b. Revitalisasi dan pendirian Unit Pelayanan Teknis yang akan dilakukan


melalui studi kelayakan di sentra-sentra potensial

B. Rencana Aksi Jangka Panjang (2010 – 2025)

1. Pemasaran

a. Pengembangan pasar spesifik untuk produk gerabah dan keramik


hias

b. Peningkatan kemampuan market intelegen untuk penetrasi dan


perluasan pasar global

c. Pengembangan showroom/counter di pusat-pusat pariwisata di dalam


dan di luar negeri

d. Pengembangan pasar kerjasama dengan perhotelan, transportasi dan


tempat pariwisata khususnya produk-produk gift item sebagai barang
souvenir (welcome souvenir)

2. Teknologi

a. Pengembangan mesin dan peralatan produksi untuk pengolahan


kerajinan gerabah dan keramik hias

b. Pendirian lembaga sertifikasi mutu gerabah dan keramik hias pada


setiap sentra potensial (CE-Mark)

c. Pengembangan desain produk melalui sistem komputerisasi

3. Sentra Produksi

a. Penguatan kelembagaan kelompok produsen gerabah dan keramik


hias (assosiasi, koperasi atau Kelompok Usaha Bersama)

II - 34

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

b. Pengembangan jaringan komunikasi dan bisnis melalui internet dan e-


Commerce

c. Pengembangan sentra sebagai tempat wisata belanja dan wisata


belajar

4. Stakeholder

a. Pengembangan jejaring (network) IKM dengan Universitas dan


lembaga penelitian untuk pengembangan teknologi dan desain produk.

b. Pengembangan teknologi dan standardisasi bahan baku dan produk


gerabah dan keramik hias kerjasama dengan Balai Besar Keramik
dan Unit Pelayanan Teknis Daerah

2.2.6 Klaster IKM Industri Kreatif (K


(Kerajinan dan Barang Seni)

Menurut Permen Nomor : 132/M-IND/PER/I0/2009 Tentang Peta Panduan


(Road Map) Pengembangan Klaster Industri Kerajinan dan Barang Seni, yang
termasuk Industri Kerajinan dan Barang Seni adalah industri yang terdiri dari :

a. Industri Bordir/Sulaman (KBLl17293);

b. Industri Anyam-anyaman dari Rotan dan Bambu (KBLI 20291);

c. Industri Anyam-anyaman dari Tanaman selain Rotan dan Bambu (KBLI 20292);

d. Industri Kerajinan Ukir-ukiran dari Kayu kecuali Mebeller (KBLI 20293).

Indikator pencapaian visi yang telah ditetapkan dapat diketahui dari


pencapaian sasaran/target ekspor yang telah ditetapkan yaitu meningkat setiap
tahunnya sebesar 5,69%. Disamping itu semakin meluasnya negara tujuan ekspor
dapat dipakai sebagai indikator capaian.

Tolok ukur sasaran pengembangan klaster IKM industri kerajinan dan barang
seni adalah sebagai berikut :

Tolok Ukur 2009 2014

II - 35

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

Unit Usaha (unit) 815.705 1.108.543


Tenaga Kerja (orang) 1.901.705 2.671.195
Nilai Produksi (Rp juta) 13.200.835 18.542.310
Nilai Ekspor (US$) 134.088.300 172.236.427

a. Berkembangnya jumlah unit usaha industri kerajinan dan barang seni mencapai
sebesar 7,18% rata-rata per tahun, tenaga kerja 8,10% per tahun.

b. Peningkatan ekspor produk kerajinan dan barang seni rata-rata per tahun 5,69%
atau senilai US$ 17.629.624 dengan mutu produk diakui dalam pasar
internasional.

Program pengembangan dengan pendekatan klaster menjadi sasaran dan


rencana aksi dalam pengembangan industri kerajinan dan barang seni untuk
memantapkan kebijakan pernbangunan jangka panjang (RPJP) yang secara terus
menerus dikembangkan pada tiga pola program kerjasama, yaitu : 1) Kerjasama
antara perusahaan; 2) Kerjasama antara perusahaan dengan lembaga pendukung; 3)
Kerjasama antara perusahaan dan pemerintah.

Wilayah pengernbangan klaster kerajinan dan barang seni, diarahkan pada


wilayah dan sentra potensial dengan ketersediaan bahan baku secara baik, dan
perusahaan inti selaku produsen, dan adanya eksportir yang berorientasi di wilayah
tersebut. Wilayah yang menjadi lokus dan fokus pengernbangan klaster dilakukan
adalah : di daerah kabupaten/kota yang potensial, lintas kabupaten/kota dalam
provinsi, dan tidak menutup kemungkinan lintas kabupaten/kota dan lintas provinsi.
Sedang pemangku kepentingan pada industri kerajinan dan barang seni, terdiri dari :
Pelaku inti, meliputi perajin kerajinan dan barang seni. Pelaku pendukung,
merupakan anggota klaster lainnya yang bersifat mendukung kegiatan inti, seperti :
a) Industri mesin dan peralatan; b) Industri penghasil bahan pewarnaan; c) Pusat
pelatihan desain dan pewarnaan; d) Sentra/UPT kerajinan dan barang seni; e) Balai
Besar kerajinan dan Batik Yogyakarta; f) Lembaga/perusahaan yang mempunyai
kompetensi dalam melakukan standardisasi dan sertifikasi produk, serta intansi
terkait lainnya di tingkat Pusat dan Kabupaten/Kota/Pemerintah Daerah, bank dan
Lembaga Keuangan Non-Bank, serta Lembaga Penelitian dan Perguruan Tinggi.

II - 36

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

A. Visi dan Arah Pengembangan Industri Kerajinan dan Barang Seni


Visi pengembangan industri kerajinan dan barang seni adalah
"Menjadikan produk kerajinan dan barang seni sebagai basis produk kerajinan
dunia". Untuk mencapai visi tersebut, maka kebijakan pengembangan industri
kerajinan dan barang seni diarahkan untuk menjawab, tantangan era globalisasi
perdagangan, mampu mengantisipasi perkembangan perubahan selera pasar dan
pesan yang cepat. Persaingan internasional merupakan perspektif baru semua
negara, maka strategi pengembangan IKM ke depan harus mengembangkan
kemampuan daya saing produk kerajinan dan barang seni yang tangguh di pasar
internasional.

Dengan memperhatikan rencana dan arah Pembangunan Jangka


Menengah (RPJM) dan Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dibidang industri,
maka pengembangan industri kerajinan dan barang seni harus ada dukungan
dari sektor-sektor terkait, secara garis besar meliputi kebijakan;

a) Pengembangan inovasi dan kreasi desain produk kerajinan dan barang seni
berbasis budaya daerah.

b) Memperkuat keterkaitan pada semua tingkat dan rantai nilai dalam klaster.

c) Peningkatan kemampuan SDM, pengembangan kompetensi inti industri


unggulan daerah, OVOP dan klaster industri.

d) Penetapan prioritas persebaran industri kerajinan dan barang seni mengacu


pada kompetensi inti dan unggulan daerah.

e) Peningkatan mutu, kreasi dan inovasi desain kerajinan dan barang seni.

f) Penerapan HaKI, standardisasi kerajinan dan barang seni.

g) Memperkuat jejaring pemasaran kerajinan dan barang seni.

Kebijakan yang sifatnya fasilitasi dan mengatasi masalah aktual akan


diprioritaskan untuk dilakukan bersama pemerintah daerah, dan dunia usaha

II - 37

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

serta dikembangkan pada pihak-pihak yang terkait, atau melalui keterkaitan


dengan usaha besar dalam pengambangan industri kerajinan dan barang seni.

Indikator pencapaian visi yang telah ditetapkan dapat diketahui dari


pencapaian sasaran/target ekspor yang telah ditetapkan yaitu meningkat setiap
tahunnya sebesar 5,69%. Disamping itu semakin meluasnya negara tujuan
ekspor dapat dipakai sebagai indikator capaian.

B. Sasaran Pengembangan Industri Kerajinan dan Barang Seni


Sasaran Jangka Menengah (2010 – 2014) pengembangan klaster industri
kerajinan dan barang seni ini, meliputi :

1. Terwujudnya sistem pembinaan dan pengembangan industri kerajinan dan


barang seni melalui pendekatan klaster IKM yang lebih bersinergi kepada
setiap pemangku kepentingan, dan pendekatan OVOP (One Village One
Product) yang berbasis kompetensi inti industri daerah Kabupaten/Kota.

2. Terciptanya iklim usaha yang kondusif melalui sitem perpajakan dan


pelarangan ekspor bahan mentah non-olahan guna melindungi kebutuhan
bahan baku industri kerajinan dan barang seni.

3. Terbentuknya basis usaha industri kerajinan dan barang seni yang tangguh
didukung SDA yang baik dan SDM kreatif, terampil yang mampu
menghasilkan produk berdaya saing tinggi.

4. Peningkatan produktivitas, effisiensi, mutu dan desain yang inovatif dengan


kreasi menarik bagi produk industri kerajinan dan barang seni pada sentra-
sentra potensial.

5. Terwujudnya industri kerajinan dan barang seni nasional yang mampu


bersaing dipasar dalam dan luar negeri.

C. Strategi/Kebijakan Pengembangan Industri Kerajinan dan Barang


Seni
1. Strategi Pokok

II - 38

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

a. Pengembangan klaster kerajinan dan barang seni; melalui


pengembangan beberapa tahapan, yaitu; (1) diagnosis; (2)
sosialisasi dan mobilisasi; (3) kolaborasi; (4) imp/ementasi, (5)
monitoring dan eva/uasi. Pada tahapan kolaborasi klaster industri
kerajinan dan barang seni ditetapkan Champion, pemasok dan
pembinaan dengan melibatkan seluruh stakeholder sesuai fungsi dan
peran masing-masing secara bersinerji.

b. Pengembangan sentra dan revitalisasi UPT IKM kerajinan dan


barang seni; pada sentra/UPT dapat difungsikan dan dllakukan
kegiatan pelayanan penyediaan bahan baku, pelayanan teknologi
proses/produksi dan desain, dukungan sarana produksi dan
penguasaan teknologi proses, serta peningkatan keterampilan SOM
industri kerajinan dan barang seni.

c. Pengembangan industri kerajinan dan barang seni melalui OVOP;


pengembangkan kompetensi inti yang berbasiskan unggulan daerah
apada sentra-sentra potensial dan dukungan ketersediaan bahan
baku, teknologi dan keterampilan perajin, serta nilai seni budaya,
etnis dan nialai tradisional setempat.

d. Prioritas pengembangan Kelompok Usaha Bersama (KUB);


dilakukan untuk mempermudah pembinaan dan pengembangan
industri kerajinan barang seni agar selalu berusaha secara effisien
dan profesional.

e. Kerjasama antar stakeholder dan dunia usaha; dilakukan untuk


menciptakan kerjasama sinergi dan keterpaduan program pembinaan
dan pengembangan.

f. Mendorong tumbuhnya iklim usaha yang lebih kondusif untuk


mendorong meningkatkan gairah usaha industri kerajinan dan barang
seni dengan program yang sesuai arah kebijakan pengembangan
IKM kerajinan.

II - 39

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

2. Strategi Operasional

a. Peningkatan Kapabilitas SDM;

Pengetahuan keterampilan teknis desain, manajemen produksi,


terutama kemampuan menghasilkan produk berkualitas dan desain
yang menarik melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan
teknis produksi dan desain melalui kegiatan pelatihan-pelatihan.

b. Modernisasi Mesin dan Peralatan;

Sebagian besar perajin industri kerajinan barang seni masih


menggunakan peralatan yang sederhana. Demikian pula UPT secara
operasional menjadi ujung tombak pengembangan teknologi perlu
direvitalisasi dan sehingga perlu· dilakukan revitalisasi lebih lanjut
melalui bantuan mesin/peralatan lebih modern untuk modernisasil
revitalisasi UPT serta fungsionalisasi peran KUB.

c. Pengembangan dan Penguatan Kelembagaan;

Perajin industri kerajinan dan barang seni umumnya mempunyai


posisi tawar yang rendah pada berbagai pihak. Terbentuk dan
berfungsinya kelembagaan KUB, Assosiasi atau bentuk lain yang
dapat memperkuat akses permodalan dan pemasaran produk industri
kerajinan dan barang seni.

d. Pengembangan dan Perluasan Jejaring Pemasaran;

Kerjasama antar pemangku kepentingan melalui pembentukan sistim


yang sinkron dan harmon is pada kebijakan dan program lintas
sektoral pendukung industri kerajinan dan barang seni yang akan
menghasilkan kinerja dengan sinerji kuat.

D. Program Pengembangan Industri Kerajinan dan Barang Seni


Berdasarkan arah dan rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM) dan Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dibidang industri maka

II - 40

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

arah dan rencana pengembangan industri kerajinan dan barang seni yang
perlu dilakukan atas dukungan sektor-sektor terkait, rencana aksi
pengembangan yang akan dilaksanakan untuk jangka pendek dan jangka
menengah, sebagai berikut :

1. Jangka Menengah (2010 -2014):


Tahap pengembangan dalam jangka menengah yang akan dilakukan
dengan kegiatan program, sebagai berikut :

1) Menciptakan iklim usaha yang konsusif.

2) Mengoptimalkan kegiatan promosi dan pemasaran dalam dan luar


negeri.

3) Meningkatkan teknologi dan standardisasi.

4) Memperkuat struktur usaha.

5) Meningkatkan kompetensi sumber daya manusia.

6) Memfasilitasi pengembangan sarana dan prasarana.

2. Jangka Panjang (2015 -2025):

Tahap pengernbangan dalam jangka panjang yang akan dilakukan


dengan kegiatan program, sebagai berikut :

1) Perkuatan iklim usaha yang kondusif

2) Perkuatan program promosi dan pemasaran melalui berbagai


metode, media dan sasaran yang lebih terarah kepada segmen pasar
potensial, baik pasar dalam maupun luar negeri.

3) Pengembangan teknologi proses, mutu dan desain produk serta


penerapan standardisasi.

4) Peningkatan kemampuan SDM perajin di bidang pengetahuan


membaca gambar desain dan mendesain produk melalui sistem
komputerisasi atau desain grafis bag; para pelaku usaha kerajinan
dan barang seni di sentra-sentra produksi yang berorientasi ekspor.

II - 41

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

5) Penggalakkan penerapan sistem standar ISO 9001, ISO 14000 dan


yang sangat urgen standardisasi CE-Mark berupa tanda CE yang
akan diberlakukan secara penuh oleh Uni Eropa pada tahun 2012.

2.2.7 Klaster IKM Fesyen

Industri Fashion adalah industri yang terdiri dari :

a. Industri Bordir/Sulaman (KBLI 17293);


b. Industri Pakaian Jadi Rajutan (KBLI 17302);
c. Industri Pakaian Jadi dari Tekstil dan Perlengkapannya (KBLl18101);
d. Industri Pakaian Jadi (Konveksi) dan Perlengkapannya dari Kulit (KBLl18102);
e. Industri Bulu Tiruan (KBLI 18201);
f. Industri Pakaian Jadi/Barang Jadi dari Kulit Berbulu dan atau Aksesoris (KBLI
18202);
g. Industri Pencelupan Bulu (18203);
h. Industri Barang dari Kulit dan Kulit Buatan untuk Keperluan Pribadi
(KBLl19121);
i. Industri Barang dari Kulit dan Kulit Buatan untuk Keperluan Teknik/lndustri
(KBLl19122);
j. Industri Alas Kaki untuk Keperluan Sehari-hari (KBLI 19201)

Fashion sendiri didefinisikan sebagai kegiatan kreatif yang terkait dengan


kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesories mode lainnya,
produksi pakaian mode dan aksesorisnya, konsultasi lini produk fashion serta
distribusi produk fashion (Dep.Perdagangan/lndonesia Design Power). Pelaku inti
dari industri fashion meliputi pemasok bahan baku, produsen eksportir maupun
importir yang didukung oleh: (a) Unit Pelayanan Teknis, (b) Balai Besar Tekstil
maupun Balai Besar Batik, (c) Akademisi/Perguruan Tinggi di bidang desain dan
Teknologi Tekstil, (d) Dewan Kerajinan Nasional (DEKRANAS) Pusat maupun
Daerah, (d) Para desainer dan Perancang busana/perancang tekstil, (e) Asosiasi, (f)
Lembaga Keuangan dan Perbankan serta instansi terkait lainnya.

II - 42

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

Bila diklasifikasikan berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia


(KBLI). seluruhnya ada 19 KBLI dimana 10 KBLI termasuk dalam sektor industri.
Dari sepuluh yang masuk di sektor industri. untuk industri fashion lebih terfokus
pada 3 (tiga) jenis industri yaitu: industri pakaian, industri alas kaki, dan industri
aksesoris (tas, dompet, dll). Mata rantai industri fashion memiliki cakupan yang
sangat luas, khususnya produk fashion berbasis tekstil yang didukung oleh
pemasok bahan baku maupun bahan penolong yang banyak terdapat di Indonesia.
Bahan baku yang digunakan untuk produksi fashion dapat berupa kain tenun
lembaran baik yang warna polos maupun bermotif, yang bersumber dari industri
pertenunan dan perajutan. Di Indonesia terdaftar 1.044 perusahaan
pertenunan/perajutan yang mempekerjakan hampir 345.000 orang dan kebanyakan
berlokasi di Jawa Barat dan Jawa Tengah.

A. Sasaran Pengembangan Industri Fashion

Untuk pengembangan jangka menengah (2010-2014), sasaran yang ingin


dicapai adalah sebagai berikut:

a. Melanjutkan pemahaman mengenai trend dan desain produk fashion.

b. Meningkatnya produk fashion yang menerapkan standardisasi dan


pelindungan HKI.

c. Memperkuat brand dan komersialisasi produk fashion Indonesia.

d. Meningkatkan kemampuan dasainer fashion lokal mendunia ke pusatpusat


desain kelas internasional (mengikuti fashion week)

e. Menguatnya peran akademisi dalam memperkuat struktur pendidikan


berbasis fashion melalui studio.

f. Menyebar luasnya pelatihan desain busana fashion di sentra-sentra potensial


basis produksi fashion.

g. Meningkatnya nilai tambah rata-rata sebesar 12 %.

II - 43

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

B. Strategi/Kebijakan Pengembangan Industri Fashion

Strategi pembinaan dan pengembangan industri fashion dilakukan melalui


beberapa tahapan antara lain:

1. Penguatan kelembagaan

Perbaikan kinerja pada setiap rantai nilai industri fashion yaitu pemasok ,
bahan baku, produsen, dan konsumen. Tiap rantai nilai memiliki saling
ketergantungan yang tinggi dengan rantai nilai lainnya sehingga
pengembangan pemasaran produk juga sangat tergantung pada kelancaran
hubungan atau kinerja masing-masing rantai nilai tersebut.

2. Penetapan rencana induk pengembangan ekspor produk fashion

Mewujudkan kesamaan fokus pengernbangan ekspor pada komoditi atau


jenis produk yang disepakati secara nasional. Rencana induk pengembangan
ekspor produk fashion bagi produk ekspor dengan menerapkan strategi
pemasaran yang tepat yang terdiri dari segmenting (segmen pasar yang
dipilih), targetting (pasar sasaran untuk setiap produk), dan positioning
(memposisikan produk apakah sebagai market leader atau market follower),
dengan mempertimbangkan keunggulan komparatif yang dimiliki dan
keuntungan kompetitif yang akan diperoleh.

3. Memfasilitasi program kerjasama pengembangan antarlembaga


pemerintah atau non-pemerintah melalui pembentukan asosiasi

Fasilitas tersebut terutama di bidang pengembangan produk, perbaikan


mutu produk, pengusahaan banding hak paten sesuai dengan tuntutan
konsumen, pemasaran, perijinan, dan lain-lain dimana asosiasi diharapkan
dapat menjadi media untuk mempertemukan seluruh stakeholder untuk
bersinergi.

II - 44

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

4. Menciptakan atau merevitalisasi berbagai macam regulasi pemerintah


yang mendukung ekspor

Di antaranya adalah kebijakan yang terkait dengan bidang pemasaran antara


lain tata cara atau prosedur perizinan ekspor/impor, kebijakan fiskal, pajak
dan pungutan serta kebijakan pendukung pemasaran lainnya.

5. Pengumpulan informasi dan perkiraan (forecasting) trend

Pemerintah akan mengumpulkan berbagai macam informasi mengenai tren


lokal dan tren internasional. Pemerintah akan mendapatkan informasi
tentang tren internasional ini dari agensi tren luar negeri. Perkawinan antara
tren lokal dan tren internasional ini akan melahirkan produk Iokal yang
memiliki jiwa modern. Bila hal ini dilakukan secara berkelanjutan,
antisipasi tren setiap musim akan dapat dilakukan. Dengan demikian hal ini
akan melahirkan statement of trend.

6. Interpretasi tren

Tren internasional ini akan memerlukan interpretasi, interpretasi tren ini


akan dilakukan oleh beberapa ahli tren yang memiliki kemampuan untuk
menerjemahkan tren. Dalam interpretasi tren, tren internasional akan
dipadukan dengan tren lokal. Kemudian interpretasi tren tersebut akan
dituangkan dalam sebuah buku. Buku tersebut akan dijadikan
pedoman/acuan dalam setiap pelatihan di daerah-daerah basis potensi
industri fashion.

7. Pelatihan pengembangan SDM kreatif

Pelatihan pengembangan SDM kreatif dapat dilakukan melalu; pusat


maupun daerah dengan berbagai metode diantaranya in house training,
setelah diadakan perpaduan antara tren produk lokal dan tren modern,
pemerintah berkewajiban untuk menyebarluaskan informasi tren tersebut ke
daerah-daerah. Pelatihan tren ini dibuat berdasarkan tren yang berubah
setiap musim.

II - 45

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

8. Peragaan busana (Fashion show)

Setelah diadakan pelatihan ke daerah-daerah, pemerintah mengadakan


pameran/peragaan busana agar hasil produk fashion dapat di expose
diketahui oleh khalayak luas. Hal ini akan meningkatkan pengetahuan
masyarakat akan tren internasional yang menandakan adanya kemajuan di
bidang industri fashion.

Dalam kebijakan pengembangan industri fashion mengacu kepada


kebijakan industri nasional yang berinduk kepada arahan pembangunan
ekonomi nasional. Pembangunan industri fashion diarahkan agar mampu
tumbuh secara efisien, produktif, berdaya saing kuat, mandiri dan modern untuk
mengantisipasi peluang dan tantangan di masa depan. Sehubungan hal tersebut
diatas, pengembangan industri fashion ditujukan untuk:

1) Mengembangkan ekonomi kerakyatan yang berbasis kepada potensi sumber


daya nasional, bertumpu kepada mekanisme pasar yang berkeadilan dan
persaingan yang sehat.

2) Meningkatkan kontribusi industri fashion pada sektor industri dan ekonomi


nasional, memperluas kesempatan berusaha dan kesempatan kerja serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara lebih merata.

3) Mewujudkan struktur industri fashion yang kuat dan tangguh dengan


persebaran yang lebih merata.

4) Meningkatkan ragam, volume, dan nilai ekspor produk-produk industri


fashion sehingga kontribusinya terhadap nilai ekspor nasional makin besar.

5) Mewujudkan struktur ekonomi nasional yang lebih merata, meningkatkan


kontribusi, dan peran industri fashion dalam sektor Industri dan ekonomi
nasional serta dapat menjadi tulang punggung perekonomian nasional.

6) Mewujudkan pelestarian dan pengembangan produk-produk seni budaya


yang berbasis kekhasan budaya etnik lokal dan nasional.

II - 46

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

C. Program/Rencana Aksi Pengembangan Industri Fashion

Rencana aksi yang akan dilakukan untuk mencapai sasaran jangka


menengah di atas adalah sebagai berikut :

1. Menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam penyampaian informasi


material, desain dan tren.

2. Membantu pendaftaran dan perlindungan HKI

3. Pemberian insentif bagi penyelenggara event-event

4. Mengadakan survey kualitas bahan baku dan kualitas produk

5. Mendorong pemilihan produk desain dan perusahaan desain terbaik

6. Memfasilitasi lomba-Iomba/kompetisi secara periodik untuk memilih


produk terbaik

7. Melanjutkan informasi tentang trend global.

8. Mengumpulkan desainer untuk interpretasi trend global dengan desain


etnik.

9. Mengadakan pelatihan/training tentang trend.

10. Mensosialisasikan cara dan peraturan pemasaran internasional produk


busana fashion.

11. Trend dan Teknis Produksi Fashion

12. Mendorong industri dan desainer untuk turut dalam pameran-pameran


produk fashion domestik dan internasional

13. Mengiklankan iklan layanan masyarakat "cintailah produk fashion dalam


negeri"

2.3 Rantai Nilai


Menurut Porter (1996 p.62), "Aktivitas merupakan unit dasar dari keunggulan
kompetitif keunggulan keseluruhan atau hasil merugikan dari semua kegiatan

II - 47

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

perusahaan, bukan hanya sedikit." Porter (1985) menunjukkan bahwa perusahaan


dapat dipandang sebagai aliran dari kegiatan yang dilakukan untuk menyediakan
produk atau jasa kepada pelanggan. Kegiatan ini dapat diorganisir menjadi suatu nilai
yang menggambarkan bagaimana perusahaan menciptakan nilai. Perusahaan ini
menghasilkan nilai dengan membuat serangkaian kegiatan yang Porter disebut
sebagai rantai nilai. Kecuali perusahaan sendiri menciptakan nilai-kegiatan,
perusahaan juga membutuhkan dalam sistem nilai kegiatan vertikal, termasuk
pemasok hulu dan anggota saluran hilir. Jika suatu perusahaan ingin mendapatkan
keuntungan kompetitif, harus mengambil satu atau lebih kegiatan penciptaan nilai
dengan cara yang menciptakan nilai lebih dibandingkan pesaingnya. nilai yang
efektif dilakukan melalui biaya yang lebih rendah atau manfaat superior ke
konsumen.

2.3.1 Definisi Rantai Nilai

Apakah rantai nilai? Jika kita berniat untuk mengetahui kegiatan yang
perusahaan yang membuat dan mengembangkan keunggulan kompetitif dan nilai
perusahaan, kita harus membagi sistem menjadi serangkaian kegiatan penciptaan
nilai. Porter telah menawarkan definisi rantai nilai pada tahun 1985 dalam bukunya
"Keunggulan Kompetitif". Dia menyatakan, "Alat dasar untuk mendiagnosis
keunggulan kompetitif dan mencari cara untuk meningkatkan itu adalah rantai nilai,
yang membagi perusahaan ke dalam aktivitas diskrit itu melakukan dalam
mendesain, memproduksi, pemasaran, dan mendistribusikan produk-produknya"
(Porter, 1985, p .26). "Para disaggregates rantai nilai perusahaan ke dalam aktivitas
strategis yang relevan untuk memahami perilaku biaya dan sumber yang ada dan
potensi diferensiasi." (Porter, 1985, hal. 33) Brown (1997) menganggap, sebagai
alat nilai membagi rantai usaha ke dalam kegiatan strategis yang relevan.

Melalui itu perusahaan mampu mengidentifikasi sumber-sumber keuntungan


persaingan dan melakukan kegiatan ini lebih murah atau lebih baik dibandingkan
pesaingnya. rantai nilai adalah bagian dari aliran yang lebih besar dari kegiatan
yang dilakukan oleh anggota lain dari saluran-pemasok, distributor dan pelanggan.

II - 48

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

Walters dan Lancaster (2000, p.162) mendefinisikan suatu rantai nilai sebagai
memberi "... suatu sistem bisnis yang menciptakan kepuasan pengguna akhir (yaitu
nilai) dan menyadari tujuan dari para pemangku kepentingan anggota lainnya."
Michael Porter kami alat yang sangat berguna untuk menentukan kerangka
mengkonfirmasikan keunggulan kompetitif dari suatu perusahaan. Ketika kita
menggunakan analisa rantai nilai, kita dapat menganggap suatu perusahaan secara
keseluruhan kegiatan yang membutuhkan produk dan jasa kepada pelanggan.
Kegiatan komersial yang unik dan besar dalam angka untuk setiap industri, tetapi
hanya mereka dianggap kegiatan yang mempunyai pengaruh langsung terhadap
keuntungan persaingan.

2.3.2 Komponen Rantai Nilai

Nilai rantai adalah kunci ekonomi. Melalui mereka arus barang dan jasa dari
masyarakat kita material industri. Dalam industri apapun, perusahaan dihubungkan
dengan rantai nilai dimana membeli barang dan jasa dari pemasok, menambah
nilai, dan menjual kepada pelanggan. Fundamental ini digunakan pada semua jenis
usaha seperti manufaktur, distribusi, atau layanan. Rantai nilai ini memberikan
semacam bingkai yang analisis yang berguna dapat diadopsi. Ide dasarnya adalah
bahwa untuk memahami keunggulan kompetitif di perusahaan apapun, perlu untuk
mengidentifikasi kegiatan spesifik mana perusahaan melakukan untuk melakukan
bisnis. Setiap perusahaan adalah kumpulan hal-hal yang tidak itu semua
menambahkan hingga produk yang diserahkan pelanggan. Kegiatan ini banyak dan
unik untuk setiap industri, tetapi hanya dalam kegiatan ini dimana biaya
keuntungan atau diferensiasi dapat diperoleh.

Kegiatan ini dapat diklasifikasikan secara umum sebagai kegiatan utama atau
mendukung bahwa semua bisnis harus mengambil tindakan dalam beberapa bentuk.
Ide dasarnya adalah bahwa kegiatan perusahaan dapat dibagi menjadi sembilan
jenis generik yang dihubungkan satu sama lain dan dengan kegiatan, yang saluran
pemasok dan pembeli. Lima adalah kegiatan utama, yang secara langsung berkaitan
dengan kegiatan yang menciptakan produk, pasar mereka menyelamatkan mereka

II - 49

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

dan pelayanan, masing-masing kegiatan utama memiliki keterkaitan dengan


kegiatan pendukung yang dapat berguna untuk meningkatkan efektivitas atau
efisiensi. Empat adalah kegiatan yang mendukung bahwa silang antara kegiatan
utama, yang ditunjukkan pada Gambar 2.5.

sumber: Michael E. Porter (1985, h.37)

Gambar 2.5 The Generic Value Chain

Porter (1985) petunjuk yang "Margin" berarti bahwa perusahaan mewujudkan


margin keuntungan yang tergantung pada kemampuan mereka untuk mengelola
hubungan antara semua aktivitas dalam rantai nilai. Dengan kata lain, organisasi
mampu memberikan produk / jasa yang pelanggan bersedia untuk membayar lebih
daripada jumlah biaya seluruh kegiatan dalam rantai nilai.

2.3.2.1 Kegiatan Utama

Menurut Porter (1985 h. 39), kegiatan utama adalah:


1. Inbound Logistics - hubungan dengan pemasok dan mencakup semua
kegiatan diperlukan untuk menerima, menyimpan, dan menyebarkan input.

II - 50

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

2. Operasi - semua kegiatan pembuatan produk dan jasa - cara di mana sumber
daya input (bahan misalnya) yang dikonversi menjadi output (produk
misalnya)
3. Outbound Logistics - mencakup semua kegiatan yang dibutuhkan untuk
mengumpulkan, menyimpan, dan mendistribusikan output.
4. Pemasaran dan Penjualan - Pada dasarnya kegiatan-kegiatan informasi
memberitahu pembeli tentang produk dan layanan mendorong pembeli untuk
membeli mereka, dan memfasilitasi pembelian mereka.
5. Layanan - mencakup semua kegiatan yang diperlukan untuk menjaga produk
atau jasa bekerja efektif untuk pembeli setelah dijual dan disampaikan
Salah satu atau semua kegiatan utama mungkin penting dalam
mengembangkan keunggulan kompetitif.
Sebagai contoh, kegiatan logistik sangat penting untuk menyediakan
layanan distribusi, dan jasa kegiatan mungkin merupakan fokus utama untuk
korban perusahaan di kontrak-pemeliharaan situs untuk peralatan kantor. Kelima
kategori yang generik dan dijelaskan di sini secara umum. Setiap kegiatan
generik mencakup kegiatan khusus yang berbeda di berbagai industri.

2.3.2.2 Kegiatan Dukungan

Aktivitas dukungan terlibat dalam berkompetisi di industri apa pun dapat


dibagi menjadi empat kategori generik, juga ditunjukkan dalam Gambar 2.5.
Seperti dengan kegiatan utama, masing-masing kategori kegiatan dukungan
dibagi menjadi beberapa kegiatan nilai yang berbeda yang spesifik untuk suatu
industri tertentu. (Porter, 1985, p.40)
1. Pengadaan - adalah perolehan input, atau sumber daya, bagi perusahaan.
2. Manajemen Sumber Daya Manusia - terdiri dari semua kegiatan yang terlibat
dalam merekrut, mempekerjakan, pelatihan, pengembangan, kompensasi dan
(jika perlu) memberhentikan atau merumahkan karyawan.

II - 51

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

3. Pengembangan Teknologi - berkenaan dengan, hardware peralatan, perangkat


lunak, prosedur dan pengetahuan teknis dibawa untuk menanggung dalam
transformasi perusahaan dari input menjadi output.
4. Infrastruktur - melayani kebutuhan perusahaan dan hubungan berbagai
bagiannya bersama-sama, terdiri dari fungsi atau departemen seperti
akuntansi, legal, keuangan, perencanaan, urusan publik, hubungan dengan
pemerintah, jaminan kualitas dan manajemen umum.
Kegiatan dukungan akan ditampilkan di bagian atas Gambar 2.5 karena
mereka adalah bagian dari seluruh operasi perusahaan. Mereka tidak diarahkan
kepada pelanggan, tetapi mereka membantu perusahaan untuk melakukan
kegiatan utama. Dukungan kegiatan sering kali dipandang sebagai "overhead",
tapi beberapa perusahaan sukses telah menggunakan mereka untuk
mengembangkan keunggulan kompetitif, misalnya, untuk mengembangkan
keunggulan biaya melalui manajemen yang inovatif sistem informasi.

2.3.3 Peran Rantai Nilai

Penerapan value chain bisa membagi kegiatan perusahaan ke item yang


berbeda, dan ini memungkinkan bahwa perusahaan melihat dengan jelas perbedaan
penting dari biaya mempengaruhi dan membandingkan perbedaan biaya unit
bersaing perusahaan dalam rantai tersebut. Konsep dari "Value Chain" secara
signifikan telah berkembang sejak teori Michael E. Porter di Selanjutnya analisis
Porter memandang mengoptimalkan aliran vertikal kegiatan dalam batas-batas
perusahaan "Analisa Rantai Nilai.", Awalnya berevolusi untuk juga mencakup
kegiatan perusahaan hulu (pemasok) dan hilir (saluran), yang bila dioptimalkan
dalam konteks yang lebih luas, berkontribusi terhadap peningkatan penciptaan
nilai. Peran rantai nilai namun tidak memberi kita wawasan dan menetapkan
kerangka kerja yang berguna memungkinkan kita untuk mempertimbangkan
kegiatan yang terlibat dalam produksi jasa dan produk dalam kaitannya dengan
pentingnya pelanggan.

II - 52

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

Hari dan Wensley (1988) menemukan bahwa rantai nilai dapat digunakan
untuk memandu kegiatan menyajikan perusahaan serta membuat perbaikan untuk
masa depan. Ini menyediakan pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi nilai
perusahaan kegiatan menciptakan dan menekankan sejauh mana pandangan tertentu
atribut memenuhi kebutuhan pelanggan. Selain analisis berfokus pada pelanggan,
hal ini berguna kemudian untuk membandingkan rantai nilai perusahaan dengan
para pesaing utamanya. "Analisis rantai nilai secara logis mengarah ke tahap
berikutnya, yaitu merancang dan mengembangkan rantai nilai masa depan yang
akan menghasilkan keunggulan kompetitif relatif terhadap pesaing potensial rantai
nilai" (Partridge & Perren, 1994, hal.28-29).

Dari pandangan di atas kita dapat melihat bahwa sangat penting bagi sebuah
perusahaan terlebih dahulu untuk membuat keputusan yang tepat dari analisa rantai
nilai dalam sebuah organisasi, dan kemudian untuk mengkonfirmasi keunggulan
kompetitif dan akhirnya untuk mencapai tujuan strategis perusahaan.

2.3.4 Analisis Rantai Nilai

2.3.4.1 Tujuan Analisis Rantai Nilai

Analisis rantai nilai memberi kita kerangka kegiatan mereka di dalam dan di
luar perusahaan, dan membuat kekuatan kompetitif perusahaan menggabungkan
bersama-sama. Jadi, menilai nilai setiap kegiatan yang meningkatkan produk dan
jasa untuk perusahaan. perusahaan A tampaknya menjadi seluruh mesin, peralatan,
orang dan uang, setelah semua hal ini dibuat sistematis dalam kegiatan perusahaan
dapat mampu menghasilkan produk dan layanan yang konsumen bersedia
membayar. Porter (1985) berpendapat bahwa kemampuan untuk melakukan
kegiatan tertentu dan untuk mengelola hubungan antara kegiatan ini merupakan
sumber keunggulan kompetitif. analisis rantai nilai adalah cara untuk menilai
keunggulan kompetitif dengan menentukan keuntungan strategis dan kerugian dari
berbagai kegiatan yang bentuk penawaran akhir kepada pengguna akhir. analisis
rantai nilai membuat perusahaan lebih memahami yang segmen, saluran distribusi,

II - 53

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

harga poin, diferensiasi produk, proposisi penjualan dan konfigurasi rantai yang
nilai (yaitu, hubungan antara kegiatan / proses di dalam dan di luar perusahaan)
akan menghasilkan dengan keuntungan kompetitif terbesar.
2.4 Evaluasi
Pengertian mengenai konsep evaluasi yang terkadang tak bisa dipisahkan
dengan monitoring sering dijumpai. Pengertian pakar mengenai arti evaluasi adalah
penilaian berkala terhadap relevansi, penampilan, efisiensi dan dampak proyek
tentang waktu, daerah atau populasi (Casely & Kumar, 1987). Sedangkan
interprestasinya secara umum bagi banyak organisasi adalah istilah umum yang
digunakan bersama-sama dengan kaji ulang. Organisasi lain menggunakannya dalam
pengertian yang lebih ketat sebagai penilaian yang komprehensif terhadap keluaran
dan dampak proyek serta sumbangannya terhadap pencapaian tujuan sasaran.
Evaluasi bisanya dilakukan baik oleh orang dalam maupun orang luar untuk
membantu Pihak Terkait dan pembuat keputusan belajar dan menerapkan pelajaran
yang sudah dipetik. Evaluasi berfokus khusus pada dampak dan sustainibilitas.

Kegunaan Evaluasi adalah :


1. Memberikan umpan balik terhadap kebijakan, program dan kegiatan
2. Menjadikan kebijakan, program dan kegiatan dapat
dipertanggungjawabkan
3. Membantu stakeholders belajar lebih banyak mengenai kebijakan,
program dan kegiatan

Evaluasi memberikan informasi mengenai : (1) Apakah strategi yang dilakukan


sudah benar ?; (2) Apakah cara yang ditempuh sudah benar ?; dan (3) Apakah ada
cara yang lebih baik ?. Kriteria atau aspek Evaluasi, meliputi :

 Relevansi : Sejauh mana kegiatan sejalan dengan prioritas dan


kebijakan

 Efektifitas : Suatu ukuran sejauh mana sebuah kegiatan mencapai


tujuan

II - 54

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

 Efisiensi : Mengukur keluaran, kualitatif dan kuantitatif, dalam


hubungan dengan masukan.

 Dampak : Perubahan positif dan negatif yang dihasilkan oleh sebuah


intervensi pembangunan, secara langsung maupun tidak, disengaja maupun tidak

 Keberlanjutan : Mengukur apakah manfaat suatu kegiatan dapat


terus dinikmati setelah anggaran tidak diberikan lagi.

Evaluasi dapat dibedakan dalam tiga jenis, yaitu : Perencanaan (Ex-ante


Evaluation), Program/Kegiatan sedang berjalan (On-going Evaluation) dan
Program/Kegiatan sudah berfungsi (ex-post evaluation). Perbedaan ketiganya
digambarkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Jenis-jenis Evaluasi


Tahap Perencanaan Tahap Pelaksanaan Tahap pasca-Pelaksanaan
(ex-ante) (on-going) (ex-post)
 Dilakukan sebelum  Dilakukan pada saat  Dilaksanakan setelah
ditetapkannya rencana pelaksanaan rencana pelaksanaan rencana
 Untuk memilih dan pembangunan berakhir
menemukan skala prioritas  Untuk menentukan tingkat  Untuk melihat apakah
dari berbagai alternatif dan kemajuan pelaksanaan pencapaian
kemungkinan cara mencapai rencana dibandingkan (keluaran/hasil/dampak)
tujuan yang telah dengan rencana yang telah program mampu mengatasi
dirumuskan sebelumnya ditentukan sebelumnya masalah pembangunan yang
ingin dipecahkan
 Untuk menilai efisiensi
(keluaran dan hasil
dibandingkan masukan),
efektifitas (hasil dan
dampak terhadap sasaran),
ataupun manfaat (dampak
terhadap kebutuhan) dari
suatu program

Sumber : Dadang Solihin, Pedoman Pengendalian dan Evaluasi Kinerja Pembangunan

2.4.1 Korelasi Monitoring dan Evaluasi

Evaluasi berbeda dengan monitoring, tapi relatif sangat dekat. Keduanya,


monitoring dan evaluasi adalah alat manajemen. Pada kasus di dalam monitoring,
informasi untuk mengetahui kemajuan menurut yang disetujui sebelumnya di dalam
rencana dan jadwal rutin yang dikumpulkan. Ketidakcocokan antara aktual dengan

II - 55

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

pelaksanaan yang direncanakan haruslah dilakukan identifikasi dan koreksi. Ketika


ditemukan saat monitoring hasil pembangunan (effect, impact) kadang kala terjadi
pada evaluasi yang sedang berjalan (on-going evaluation). Fokus evaluasi relatif
spesifik kepada pertanyaan mengenai efektifitas dan dampak yang ditentukan untuk
mempengaruhi pelayanan atau program mendatang.

Pemantauan/Monitoring lebih merupakan kegiatan mengamati perkembangan


pelaksanaan rencana program/kegiatan, mengidentifikasi serta mengantisipasi
permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini
mungkin. Sedangkan Evaluasi dapat disimpulkan merupakan rangkaian kegiatan
membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome)
terhadap rencana dan standar yang telah ditetapkan. Jika monitoring merupakan
kegiatan pemantauan selama program/kegiatan berlangsung untuk mengendalikan
pelaksanaan program sehingga berada pada jalur yang telah disepakati. Sementara
evaluasi merupakan kegiatan membandingkan antara target yang direncanakan dan
input yang telah dilakukan dengan output dan outcome yang dihasilkan dari
program/kegiatan tersebut.

2.4.2 Komponen-komponen Evaluasi

Evaluasi yang baik dari suatu program menuntut beberapa persyaratan.


Komponen-komponen yang perlu ada agar evaluasi dapat berjalan dengan baik dan
mencapai hasil yang diinginkan adalah:

• Evaluasi menjadi bagian integral dari desain program. Artinya kegiatan


evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan program secara
keseluruhan, sehingga kegiatan evaluasi bukan merupakan kegiatan “baru” di
luar program yang keberadaannya dipaksakan oleh pihak luar.

• Evaluasi direncanakan dengan baik sejak awal. Karena kegiatan evaluasi sudah
ada dalam desain program, maka waktu dan bentuk kegiatan pelaksanaan
evaluasi sudah dapat diperkirakan sejak awal. Dengan demikian kegiatan ini

II - 56

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

dapat direncanakan dengan baik dan matang, sehingga pelaksanaannya pun


tidak bersifat dadakan dan terburu-buru.

• Pelaksanaan evaluasi mendapat dukungan dari seluruh pemangku


kepentingan. Ini penting agar pelaksanaan kegiatan evaluasi dapat berjalan
lancar dan memperoleh hasil sesuai dengan tujuannya. Tanpa adanya dukungan
dari seluruh pemangku kepentingan, akan sulit bagi pelaksana kegiatan evaluasi
untuk mengumpulkan seluruh data dan informasi yang diperlukan.

• Evaluasi menjadi bagian dari tanggung jawab pemimpin program. Ini berarti
bahwa keberhasilan pelaksanaan evaluasi menjadi tanggung jawab pemimpin
program, sehingga dia akan memastikan kerjasama pelaksana seluruh pelaksana
program untuk membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan evaluasi. Hal ini
juga akan membantu penerapan hasil evaluasi bagi perbaikan desain dan
pelaksanaan program.

• Evaluasi memperoleh alokasi sumber daya yang memadai. Pelaksanaan


kegiatan evaluasi yang baik sangat memerlukan sumber daya manusia yang
handal dan sumber daya pendukung yang mencukupi. Ini seringkali berarti
bahwa biaya pelaksanaan kegiatan evaluasi tidak murah. Tanpa alokasi sumber
daya yang memadai, besar kemungkinan kegiatan evaluasi yang dilaksanakan
tidak memberikan hasil yang baik.

2.4.3 Proses dan Kriteria Penilaian dalam Evaluasi

Dalam pelaksanaan evaluasi, terdapat beberapa tahap pekerjaan yang perlu


dilakukan. Untuk memperoleh hasil evaluasi yang efektif, penting untuk memastikan
bahwa setiap tahap pekerjaan ini dilaksanakan dengan benar.

• Menentukan tujuan evaluasi. Sebuah evaluasi perlu memiliki tujuan yang jelas.
Misalnya untuk memperbaiki desain program atau untuk mengukur dampak.
Tujuan evaluasi yang jelas akan membantu dalam penyusunan desain evaluasi
yang sesuai. Dalam menentukan tujuan evaluasi, perlu mempertimbangkan
berbagai konteks yang relevan, baik berkaitan dengan tujuan program itu sendiri
maupun tujuan kebijakan yang lebih luas.

II - 57

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

• Menyusun desain evaluasi yang kredibel. Tahap ini terdiri dari beberapa langkah:
(i) menentukan indikator dan tolok ukur yang akan digunakan dalam evaluasi
untuk mengukur keberhasilan program; (ii) menentukan metode analisis yang
akan digunakan dalam evaluasi dan kebutuhan data, termasuk cara
pengumpulannya; (iii) menentukan jadwal pelaksanaan kegiatan evaluasi; dan
(iv) menghitung perkiaraan biaya yang diperlukan untuk melaksanakan seluruh
kegiatan evaluasi.

• Mendiskusikan rencana evaluasi. Pihak-pihak yang pertama kali perlu diajak


berdiskusi mengenai rencana evaluasi adalah penyandang dana program dan
pelaksana program. Mereka perlu dilibatkan sejak awal agar dapat membantu
pelaksanaan evaluasi dan tidak justru sebaliknya menghambat kegiatan ini. Di
samping itu perlu juga mendiskusikan rencana evaluasi, terutama rencana desain
evaluasi, dengan ahli evaluasi yang berkompeten untuk memperoleh masukan
mengenai hal-hal yang perlu diperbaiki dari rencana desain evaluasi yang telah
disusun.

• Menentukan pelaku evaluasi. Setelah rencana evaluasi mendapat persetujuan dari


berbagai pihak yang berkepentingan, langkah selanjutnya adalah memilih orang
atau lembaga yang akan ditugaskan untuk melakukan evaluasi. Pelaku evaluasi
dari bersifat internal, yaitu berasal dari pelaksana program sendiri, ataupun
eksternal, yaitu pihak luar atau independen. Keuntungan apabila evaluasi
dilakukan secara internal adalah pelaku evaluasi sudah mengenal dengan baik
mengenai seluk-beluk program yang akan dievaluasi, tetapi kelemahannya adalah
kemungkinan adanya pertentangan kepentingan (conflict of interest) antara
keinginan untuk melakukan evaluasi secara objektif dengan keinginan agar
program dinilai berhasil. Apabila pelaku evaluasi dipilih dari eksternal, maka
penting untuk mengetahui keahlian, objektivitas, pengalaman dari orang atau
lembaga yang akan dikontrak untuk melakukan evaluasi.

• Melaksanakan evaluasi. Kegiatan inti dalam evaluasi adalah pengumpulan dan


analisis data serta penulisan laporan evaluasi. Oleh karena itu, pengawasan

II - 58

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

kualitas data dan analisis sangat krusial untuk memperoleh kualitas evaluasi yang
baik. Dalam penulisan laporan, penting untuk memperhatikan kaidah-kaidah
penulisan ilmiah agar dihasilkan suatu laporan evaluasi yang baik, baik dilihat
dari segi substansi maupun tata bahasa.

• Mendiseminasikan hasil evaluasi. Laporan evaluasi umumnya bersifat teknis,


sehingga mungkin sulit dimengerti oleh orang awam. Agar hasil evaluasi dapat
digunakan seoptimal mungkin, perlu dibuat versi ringkas dari laporan yang
berfokus pada temuan utama dan menggunakan bahasa yang sederhana dan
mudah dimengerti oleh umum. Dalam penulisan laporan evaluasi, penulis perlu
bersifat adaptif terhadap umpan balik (feedback) yang diberikan oleh berbagai
pihak.

• Menggunakan hasil evaluasi. Tergantung dari temuannya, hasil evaluasi dapat


memberikan rekomendasi berupa tuntutan perubahan, baik dalam pelaksanaan
atau bahkan dalam desain program. Merupakan hal yang alamiah apabila
pelaksana program berkeberatan dengan tuntutan perubahan tersebut. Tetapi perlu
diingat bahwa perubahan tidak sama dengan ancaman. Perubahan yang
disarankan adalah untuk membuat program menjadi lebih efektif dalam upaya
mencapai tujuan-tujuannya. Lebih dari itu, hasil evaluasi juga memberikan
pembelajaran bagi organisasi pelaksana program secara keseluruhan agar
pelaksanaan program-program di masa depan dapat menjadi lebih baik.
Pembelajaran dari hasil evaluasi juga akan sangat berguna bagi penyusunan
program atau kebijakan baru.

Penilaian terhadap pelaksanaan dan hasil suatu program yang dilakukan dalam
evaluasi perlu didasarkan pada kriteria-kriteria yang jelas dan objektif. Ini penting
untuk menghindarkan ketidaksepakatan atau penolakan terhadap hasil evaluasi yang
telah dilaksanakan. Terdapat beberapa kriterai penilaian yang umum digunakan
dalam evaluasi:
• Relevansi (relevance): Apakah tujuan program mendukung tujuan kebijakan?
• Keefektifan (effectiveness): Apakah tujuan program dapat tercapai?

II - 59

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

• Efisiensi (efficiency): Apakah tujuan program tercapai dengan biaya paling


rendah?
• Hasil (outcomes): Apakah indikator-indikator tujuan program membaik?
• Dampak (impact): Apakah indikator-indikator tujuan kebijakan membaik?
• Keberlanjutan (sustainability): Apakah perbaikan indikator-indikator terus
berlanjut setelah program selesai?

2.4.4 Pembelajaran tentang Evaluasi

Pengalaman dari pelaksanaan berbagai evaluasi telah memberikan


pembelajaran (lessons learned) mengenai praktik-praktik terbaik (best practices)
tentang bagaimana melaksanakan evaluasi secara efektif untuk memperoleh hasil
yang baik. Pelaksanaan evaluasi menuntut dukungan sumber daya yang mencukupi.
Oleh karena itu perlu diupayakan agar kegiatan evaluasi yang dilaksanakan bersifat
efektif dilihat dari biaya dibandingkan dengan hasilnya (cost effective).

2.4.4.1 Karakteristik Evaluasi yang Baik

Sebuah evaluasi yang baik memiliki beberapa karakteristik yang


membedakannya dari evaluasi yang dilaksanakan hanya sekedar formalitas untuk
memenuhi ketentuan saja. Pengetahuan mengenai karakteristik evaluasi yang baik
bermanfaat bagi mereka yang ingin melaksanakan suatu evaluasi secara serius.
Sebuah evaluasi yang baik memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Strategis, yaitu memberikan prioritas terhadap program-program
yang penting, besar, atau bermasalah.
b. Terfokus, yaitu memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan
yang penting bagi pengambil kebijakan.
c. Kredibel, yaitu hasilnya dapat dipercaya
d. Tepat waktu, yaitu temuannya dapat digunakan untuk meredesain
dan memperbaiki pelaksanaan program
e. Bermanfaat, yaitu hasilnya dapat digunakan untuk:
1. menilai kelayakan dan efektifitas program;

II - 60

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

2. membantu memaksimalkan kegunaan sumberdaya yang terbatas;


3. memberikan input untuk desain program yang akan datang.

2.4.4.2 Beberapa Saran Praktis dan Pertimbangan

Dalam menyusun sebuah evaluasi, beberapa saran praktis berikut ini akan
berguna untuk memperoleh hasil yang diinginkan dengan biaya yang efi sien.
Penting untuk diingat bahwa setiap program memiliki keunikan tersendiri,
sehingga tidak disarankan untuk mencangkokan begitu saja desain evaluasi dari
program lain.
a. Setiap program memerlukan evaluasi yang berbeda, tentukan
prioritas.
b. Susun desain evaluasi dengan memperhitungkan keterbatasan
sumber daya.
c. Bila perlu, lakukan percontohan sebelum melakukan evaluasi
skala besar.
d. Apabila diperlukan, bekerjasamalah dengan pihak lain.

Terdapat pula beberapa hal yang perlu dipertimbangkan secara matang


dalam melaksanakan evaluasi. Kesalahan dalam menentukan atau memilih salah
satu aspek ini dapat mengakibatkan evaluasi yang dijalankan tidak dapat
mencapai hasil yang diinginkan atau terjadinya pemborosan biaya yang tidak
perlu.

a. Waktu pelaksanaan evaluasi: Memilih waktu yang tepat untuk


melaksanakan evaluasi kadang-kadang sulit untuk dilakukan. Apabila tujuan
evaluasi adalah untuk memperbaiki desain dan pelaksanaan program, evaluasi
harus dilaksanakan pada saat program masih berjalan. Apabila tujuan evaluasi
adalah untuk mengukur dampak program, maka kadang-kadang diperlukan
waktu yang cukup lama dari akhir program sampai kemunculan dampak.
Tetapi apabila evaluasi dilaksanakan lama setelah program berakhir, akan
sulit bagi responden untuk mengingat detail pelaksanaan program.

II - 61

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

b. Biaya pelaksanaan evaluasi: Kegiatan evaluasi dapat memakan biaya


yang cukup besar. Oleh karena itu pelaksanaan evaluasi sebaiknya hanya
dilaksakan jika manfaat yang dapat diperoleh dari hasil evaluasi akan lebih
besar dari biayanya.
c. Pertimbangan etika: Kadang-kadang untuk memperoleh hasil evaluasi
yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya perlu menggali informasi
yang bersifat sensitif atau rahasia. Dalam hal ini integritas pelaku evaluasi
untuk memegang teguh prinsip-prinsip kejujuran, objektifitas, dan
kerahasiaan sangat diperlukan.
d. Kelayakan politis: Keputusan untuk melanjutkan ataupun menghentikan
suatu program dapat memiliki dampak politis. Hal ini harus dipertimbangkan
sejak awal dalam perencanaan evaluasi, khususnya berkaitan dengan
keberlanjutan program setelah diperoleh hasil evaluasi.

2.4.4.3 Menilai Hasil Evaluasi

Ketika pemilik atau pelaksana suatu program mengontrak pihak ketiga


untuk melakukan sebuah evaluasi, apa yang perlu dilihat dari laporan evaluasi
yang diterima dari pihak ketiga tersebut? Terdapat beberapa kriteria untuk menilai
apakah sebuah laporan evaluasi memiliki nilai yang baik atau tidak.

a. Memenuhi kebutuhan dan persyaratan yang telah ditentukan dalam


kerangka acuan (terms of reference atau TOR).
b. Cakupan yang relevan dan realistik untuk memperoleh gambaran yang
mewakili mengenai keseluruhan pelaksanaan program dan penerima
manfaat program.
c. Metode yang layak (feasible) dan memenuhi persyaratan dari segi ilmiah.
d. Data yang dapat dipercaya dan akurat.
e. Analisis yang layak dan tepat.
f. Penarikan kesimpulan yang sahih (valid) dan berdasarkan logika.
g. Penyampaian yang jelas dengan menggunakan bahasa yang benar dan
baik serta pemilihan kata-kata yang tepat dan lugas.

II - 62

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS
LAPORAN Evaluasi Pengembangan
PENDAHULUA Klaster IKM Wilayah II
N

II - 63

PT. MUNDIA DAYA


CONSULTANTS

Anda mungkin juga menyukai