Anda di halaman 1dari 10

PAPER

DISTRIBUSI SPASIAL KEGIATAN

Disusun oleh:
H1401201003 Supriadi
H1401201009 Alfina Rizkia Nur Aini
H1401201060 Julius Gunawan
H1401201078 Selviani Rahmita
H1401201087 Marsya Novianda

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Tugas untuk semua kelompok.
1. Jelaskan peran yang dimainkan oleh biaya perolehan informasi dalam menentukan
perilaku lokasi industri?
Biaya Perolehan Informasi ini dapat membantu karyawan dan pemimpin perusahaan
untuk memahami kondisi pasar secara lebih menyeluruh, terutama mengenai
pergerakan pasar dan inovasi baru. Oleh karena itu, Biaya Perolehan Informasi ini
dapat meningkatkan daya saing suatu perusahaan di pasar.
2. Apa sumber ekonomi aglomerasi?
Jawab :
3 Sumber aglomerasi Ekonomi
● Information Spillovers
pengetahuan atau pengalaman yang ada di pikiran para pekerja yang menyebabkan
terjadinya informasi yang tak lengkap yang terjadi secara non-formal. Akibatnya akan
menciptakan produk baru, personil baru, teknologi baru, dan tren pasar yang baru.
Contoh : Klaster Finansial seperti Wall street, Marunouchi, atau London.
● Non-Traded Local Inputs
Menggunakan input berupa jasa atau infrastruktur yang dapat menunjang operasional
suatu perusahaan secara bersamaan dengan tujuan lebih efisien dan harga yang murah.
Contoh : Jaringan infrastruktur Fiber Optic internet cepat yang terdapat di distrik
finansial di London dan suatu perusahaan penyedia spare-parts di kota-kota otomotif
seperti Detroit dan Stuttgart.
● Local Skilled Labour pool
Pekerja menjadi salah satu constraint suatu perusahaan dalam melakukan
pengembangan atau ekspansi. Ketika suatu daerah menjadi terkenal akan
karakteristiknya maka daerah tersebut akan menarik pekerja-pekerja profesional pada
bidang yang bersangkutan. Kualitas yang tinggi dari pekerja lokal ini turut
berkontribusi meningkatkan produktivitas dan inovasi dari lokasi aglomerasi.
Contoh : Wall Street, Marunouchi dan London untuk industri finansial.
Pembagian soal kelompok
1. Bagaimana kita bisa mengklasifikasikan berbagai jenis aglomerasi? Dan deskripsi
klaster industri apa lagi yang kami miliki?
- Apa itu Aglomerasi
Aglomerasi erat kaitannya dengan Geografi dan Return to scale. Dimana dalam
konteks ekonomi geografi, konsep aglomerasi dapat diartikan dengan konsentrasi spasial dari
penduduk dan kegiatan-kegiatan ekonomi. Hal ini sejalan bahwasannya aglomerasi
merupakan konsentrasi spasial dari aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan karena
penghematan akibat lokasi yang berdekatan, yang diasosiasikan dengan kluster spasial dari
perusahaan, para pekerja dan konsumen. Keuntungan-keuntungan dari konsentrasi spasial
sebagai akibat dari scale economies disebut dengan ekonomi aglomerasi.

- Klasifikasi Aglomerasi
1. Internal scale economies merupakan keuntungan yang diperoleh perusahaan karena
membesarnya skala produksi perusahaan tersebut pada suatu lokasi. Ketika banyak
terjadi investasi di suatu tempat yang hanya dimiliki oleh satu perusahaan, maka hal
tersebut dapat dikategorikan sebagai internal returns to scale.
Ex : pertambangan Freeport di Tembagapura.
2. Localization economies merupakan keuntungan yang diperoleh bagi semua
perusahaan dalam industri yang sama dalam suatu lokasi. Localization economies
hampir sama sifatnya dengan jenis sebelumnya, hanya saja pada kasus ini, banyak
perusahaan yang terlibat, namun masih berada dalam satu sektor.
Ex : Aglomerasi industri otomotif di Detroit, atau industri teknologi informasi di
Silicon Valley.
3. Urbanization economies merupakan keuntungan bagi semua industri pada suatu lokasi
yang sama sebagai konsekuensi membesarnya skala ekonomi (penduduk, pendapatan,
output atau kemakmuran) dari lokasi tersebut dan perusahaan yang terlibat disini
bersifat lintas sektor.
Ex : Contoh dari aglomerasi ini adalah ibukota negara-negara berkembang seperti
Jakarta, dan Kuala Lumpur
- Klaster Industri
Klaster Industri merupakan konsentrasi geografis dari perusahaan dan industri
yang saling berkompetisi, komplementer, atau saling terkait, yang melakukan bisnis
satu dengan lainnya dan memiliki kebutuhan serupa akan kemampuan, teknologi dan
infrastruktur. Pembentukan klaster bisa membantu industri kecil untuk meningkatkan
daya saing, keuntungan yang dihasilkan dari pembentukan klaster antara lain peluang
penyerapan tenaga kerja yang lebih besar, kemudahan dalam modal, akses kepada
supplier, dan input pelayanan khusus serta terjadinya transfer informasi dan ilmu
pengetahuan.
● Klasifikasi Klaster Industri
1. Peternakan
2. Perikanan
3. Kehutanan
4. Pertanian
5. Pertambangan dan penggalian
6. Perkebunan
7. Industri pengolahan
8. Klaster Perdagangan Besar dan Eceran
9. Konstruksi
- Pengelompokan Industri lainnya
1. The Growth Pole Model
Konsep “growth pole” atau dikenal sebagai konsep “kutub
pertumbuhan” yang dibangun oleh ahli ekonomi Prancis, Francois Perroux,
menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di tiap daerah tidak terjadi di
sembarang tempat, melainkan di lokasi tertentu. Teori ini menjadi dasar dalam
strategi dan kebijaksanaan pembangunan industri daerah yang banyak
dijalankan di berbagai negara berkembang maupun negara maju. Pada
awalnya konsep ini dianggap penting karena memberikan kerangka
rekonsiliasi antara pembangunan ekonomi regional di wilayah pusat (kota) dan
hinterland-nya.
Akan tetapi, faktanya tidak seperti yang diharapkan karena dampak
backwash effect lebih besar daripada spread effect sehingga pengurasan
sumber daya hinterland oleh pusat menjadi sangat menonjol dan mendorong
ketimpangan yang semakin lebar.
Idealnya, pembangunan ekonomi yang dilakukan selain menciptakan
pertumbuhan setinggi-tingginya, harus pula ikut menghapus dan mengurangi
tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran,
sekaligus menciptakan tambahan pendapatan masyarakat bagi rumah tangga.
Backwash effect yang terjadi di Indonesia terlihat melalui terbentuknya
megaurban di berbagai wilayah yang sulit dibatasi, seperti Jabodetabek dan
wilayah Gerbangkertosusila. Lebih lanjut backwash effect yang terjadi di
Indonesia menimbulkan terjadinya ketimpangan wilayah, terutama dalam hal
kesejahteraan antara kota-kota utama dan wilayah di sekitarnya. Karena itu,
ada kecenderungan masyarakat untuk mendekati kawasan potensial/sumber
penghidupan, yaitu menuju kota-kota utama tersebut.
(Sumber :
https://feb.ub.ac.id/id/growth-pole-dalam-pembangunan-ekonomi-indonesia.ht
ml#:~:text=KONSEP%20%E2%80%9Cgrowth%20pole%E2%80%9D%20ata
u%20dikenal,tempat%2C%20melainkan%20di%20lokasi%20tertentu.)
2. The Incubator Model
The Incubator Model dikemukakan oleh Chinitz yang menyatakan
bahwa suatu klaster industri dengan keragaman yang tinggi yang terdiri dari
beragam industri dengan ukuran perusahaan yang berbeda-beda akan
bertindak sebagai ‘inkubator’ bagi perkembangan dan pertumbuhan
perusahaan-perusahaan baru. Klaster tersebut menyediakan beragam jasa
pelayanan bisnis lokal yang dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan kecil
lokal di wilayah tersebut untuk tumbuh.
Lokasi dengan industri yang berbeda-beda (sektor, ukuran, dan tipe)
dan tidak didominasi oleh beberapa perusahaan saja akan menjadi inkubator
munculnya industri lain yang berbeda dalam skala yang lebih kecil, karena
tersedia lebih banyak konsumen untuk setiap industri.
Kegiatan rintisan penerapan model inkubator pada tahun 2012
ditujukan pada sosialisasi dan menginformasikan rintisan model yang telah
dilakukan inkubator 4 perguruan tinggi dalam rangka pengembangan:
1. Inkubator Model Green Energy/Energi ramah lingkungan (IPB)
2. Inkubator Model Manufacturing (ITB)
3. Inkubator Model Industri Kreatif/ICT(ITS)
4. Inkubator Model Agrobisnis (UB) yang telah dicobakan pada tahun
sebelumnya.
Contohnya, BNV Labs mulai beroperasi sejak Maret 2017. Program ini
merupakan kolaborasi Bank Bukopin dan Kibar. BNV Labs memiliki
keutamaan yaitu akses mudah bagi penggiat fintech dengan Bank Bukopin.
Beberapa startup lokal yang bekerja sama dengan BNV Labs adalah
Jojonomic, eFishery, 8Villages, Reblood, Olride, Riliv, Pasienia, dan Iwak.

3. The Product-cycle Model


Konsep ‘Product-cycle’ menjelaskan bahwa produk-produk baru yang
masih memerlukan inovasi dan teknologi dalam mengembangkan, mendesain,
dan menguji produk tersebut umumnya akan berlokasi di tengah kota yang
kaya akan tenaga kerja berketerampilan tinggi dan kelimpahan informasi.
Sedangkan, bagi produk-produk yang teknologinya sudah baku akan
cenderung berlokasi di pinggiran kota. Jika produk sudah baku, perusahaan
akan menerbitkan cetak biru yang akan diberikan kepada perusahaan cabang.
Industri akan memilih lokasinya berdasarkan produk yang ingin
dihasilkan, R&D akan diletakkan di dekat kota (memanfaatkan knowledge
spillover, skilled labour pool) karena produknya tidak standar, Manufaktur
akan diletakkan di pinggiran (tidak terlalu membutuhkan knowledge spillover,
skilled labour) karena produknya standar.
● R & D : Industri farmasi kimia farma. Hingga kini Perseroan telah
me-launching produk-produk baru kategori produk farmasi dan
kosmetik yaitu Marcks’ Moisturizer, Marcks’ Teen Compact (all
variant), DiaresQ, MyDekla, Tenolam E, Lesikaf, Saliscyl Fresh, dan
Venus Soft Matte Lip Cream.
● Perusahaan Manufaktur Pinggiran : Indo Rama Synthetic Tbk
4. Porter Model
Porter’s 5 Forces model adalah suatu model yang diciptakan oleh
Michael Porter, seorang ahli dan professor di Harvard Univeristy pada tahun
1979 yang bertujuan untuk menilai intensitas persaingan dalam suatu industri
dan menggambarkan kerangka sebagai analisis pengembangan suatu bisnis
kecil / besar/ sedang berjalan / baru akan dimulai.
Dengan memahami bagaimana lima kekuatan mempengaruhi industri tertentu,
perusahaan dapat memposisikan dirinya dalam pasar dan dapat menyesuaikan
strategi bisnis untuk melawan kelemahan industri dan memanfaatkan
kekuatan.
Setiap sisi akan diukur dengan satuan Low, Medium, dan High.
● Customer Bargaining Power (Daya Tawar Pembeli)
→ Pilihan pembeli terhadap produk yang ada. Ada dua kondisi: Yang
pertama yaitu Low Buyers’ Power kondisi dimana pembeli hanya bisa
membeli produk pada perusahaan tertentu. Customer loyalty termasuk
dalam dalam kondisi ini. Pembeli yang sudah loyal tentu akan
sepenuhnya melakukan jual-beli produk hanya pada perusahaan tertentu.
Kedua yaitu High Buyers’ Power dimana pembeli punya banyak pilihan
untuk membeli produk yang sama di perusahaan lain.
● Supplier Bargaining Power (Daya Tawar Produsen) Seberapa besar
perusahaan ini membutuhkan atau ketergantungan pada suppliernya. Ada dua
kondisi: Pertama yaitu Low Suppliers’ Power dimana ada bahan baku yang
dapat dibeli di supplier mana aja. Kedua High Supplier’ Power ketika bahan
baku hanya bisa dibeli di supplier tertentu dengan harga yang berbeda dari
pasaran karena produksi skala besar, jika ada masalah dengan supplier tersebut
akan membuat proses produksi terhambat.
● Threat of New Entrants
→ menganalisis apakah suatu bisnis mudah untuk diikuti atau tidak. New
Entrants adalah individu atau kelompok yang membuat bisnis. Ada dua
kondisi: Pertama High Thread of New Entrants ketika sebuah bisnis baru
yang sedang booming dan mudah diikuti. Kedua, Low Thread of New
Entrants dimana sebuah bisnis hanya bisa dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan tertentu karena resiko yang terlalu tinggi,
perlunya tingkat keahlian tinggi, dan faktor-faktor lainnya.
● Threat of Substitute Product or Services
→ menganalisis tentang pengganti dari produk yang dihasilkan oleh
perusahaan. Pengganti adalah barang atau jasa yang berbeda tetapi dapat
mengisi ketidakhadiran barang atau jasa utama yang dibutuhkan.
● Internal Competition / Rivalry Among Existing Competitor
→ menganalisis tingkat persaingan pesaing dalam industri atau pasar
yang sama. Semakin banyak perusahaan dalam industri yang sama, maka
persaingan akan semakin tinggi.

Penerapan Model Porter pada Restoran Drupadi

5. New Industrial Area Model


Model new industrial area meliputi aglomerasi industri seperti silicon valley,
Cambridge cluster, dan Emilia Romagna manufacturing cluster. Area ini
berdasar pada model jaringan sosial karena terdiri dari perusahaan yang
ukurannya berbeda namun dalam satu sektor. Umumnya perusahaan di area ini
bersifat kooperatif dan tidak berkompetisi satu dengan yang lainnya.
- Persebaran Industri
1. Spatial Pricing, Price Discrimination, and Firm Dispersial
Sistem penetapan harga spasial ini biasanya menggunakan kondisi
penjualan dengan sistem di mana penjual menetapkan harga pabrik dan
pembeli mengurus pengiriman. Sistem ini akan mempertimbangkan
kesetimbangan perusahaan yang memaksimalkan keuntungannya sendiri,
kemudian baru akan mempertimbangkan keseimbangan sekelompok
perusahaan yang bersaing.
Ex : UMKM Mutiara Instan → Coklat Isi Dodol Mangga Indramayu dan
Syrup Mangga Gedong Gincu

2. Linkage Analysis and Product Value/Weight Ratio

● High value product terbagi menjadi dua yakni High Intrinsic Value Product
(HIV) dan High Value Branded Products (HVB). Produk berjenis High
Intrinsic value adalah produk yang nilai intrinsiknya sendiri memang sudah
mewah dan mahal seperti berlian, emas, dan sebagainya. High Value Branded
adalah produk-produk yang menjadi terkesan mewah karena Brand yang
menempel padanya.
Ex: PT Antam
● Low value product adalah produk yang nilainya rendah. Produk ini cenderung
menyebar di beberapa wilayah dan diproduksi oleh banyak perusahaan area
pasar lebih terbatas
Ex : Janji Jiwa dan Kopi Kenangan

3. Reilly’s Law Of Market Access


Reilly’s Law of Market Access adalah akses pasar atau suatu daerah pemasok
untuk menarik konsumen berbanding secara langsung dengan ukuran
berdasarkan pasar (market) atau titik penawaran (supply point) dan berbanding
secara tidak langsung dengan kuadrat berdasarkan jarak pengiriman (the
distance of shipment).

Anda mungkin juga menyukai