Anda di halaman 1dari 9

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP TA. 2017/2018

PRODI PENDIDIKAN DASAR SKS 3 KELAS PD Kons IPS


Kode &
PDS8362 IPS SD
Matakuliah
Jenis MK Teori Sifat Ujian: take home Hal 1 dari 1
Dosen Dr. Anwar Senen, MPd.
Hari: Kamis Tgl: 31 Mei 2018 Waktu: 150 Menit (07.30 sd 10.00) Ruang: I.02.4.01.11
Ketentuan:
a. Berdoalah sebelum mengerjakan soal
b. Dikerjakan secara individu dan tidak boleh kerjasama dengan peserta lain
c. Jawablah pertanyaan di bawah ini disertai dengan sumber literature di lembar jawab dan
naskah soal dikumpulkan kembali bersama lembar jawab.

SOAL:
1. Mengapa IPS di SD disebut sebagai pembelajaran terpadu? Jelaskan !
2. Berikan satu contoh kasus fenomena sosial atau fenomena alam yang dapat dijelaskan
menggunakan konsep-konsep ilmu sosial a.l. konsep ekonomi, geografi, sosiologi-
antropologi atau sejarah dalam IPS. Jelaskan secara sederhana (garis besar) desain
materi ajarnya.
3. Materi sejarah pada pembelajaran IPS tidak untuk dihapal. Apa maksudnya? Jelaskan
!
4. Mengapa dalam menyajikan IPS perlu menggunakan pendekatan multicultural atau
pendekatan kearifan local? Dimana letak persamaan dan perbedaan pada kedua
pendekatan tersebut? Jelaskan.
5. Dewasa ini, teknologi digital dan media berbasis online berpengaruh besar pada
dinamisasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Apa yang akan Anda
lakukan sebagai seorang praksis pendidikan IPS? Mengapa demikian? Jelaskan !

Dibuat oleh : Diperiksa oleh :


Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen
tanpa ijin tertulis dari Program Pascasarjana

Universitas Negeri Yogyakarta


Dr. Anwar Senen, M.Pd Dr. Muhammad Nur Wangid, M.Si
Ujian : UAS (Gnp) TA: 2017/2018 Nama Mhs : Muhammad Fauzi
Hari/TGL : Kamis, 31 Mei 2018 No. Mhs : 17712251025
Mata Ujian : IPS SD Prodi/Sem : Dikdas / 2
Kode : PDS8362 Tanda Tangan :
PPS UNY
Nama Dosen : Dr. Anwar Senen, M.Pd. Nilai :

Jawaban:
1. Pembelajaran terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa
SK, KD, maupun indikator dalam sebuah mata pelajaran (intra) dan antar mata pelajaran
(inter) yang disusun menjadi sebuah tema atau topik dalam sebuah pembelajaran untuk
memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik. Seperti yang
dikemukakan oleh Kurniawan (2011: 51) yang menyatakan bahwa pembelajaran terpadu
adalah pembelajaran yang pembahasan materinya meliputi atau saling mengaitkan
berbagai bidang studi atau disiplin ilmu secara terpadu dalam suatu fokus tertentu.
Beberapa materi dalam berbagai mata pelajaran atau disiplin ilmu yang memiliki
keterkaitan akan digabungkan menjadi satu dalam pembelajaran dengan sebuah tema
atau topik sebagai pemersatunya, sehingga memunculkan kebermaknaan dalam belajar
bagi peserta didik. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran terpadu, peserta
didik akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman
langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami.
Kenapa IPS di SD disebut sebagai pembelajaran terpadu?
Sejatinya IPS di SD merupakan perpaduan dari berbagai disiplin ilmu yang
termasuk dalam ilmu sosial. Seperti yang dikemukakan oleh Senen (2013: 1), IPS
merupakan suatu program pendidikan yang mengintegrasikan konsep-konsep terpilih
dari ilmu sosial dan humaniora untuk tujuan pembinaan menjadi warga negara yang baik.
Jadi, dalam hal ini IPS di SD dapat dikatakan sebagai sebuah mata pelajaran yang
diajarkan secara terpadu karena IPS itu sendiri merupakan integrasi atau perpaduan dari
berbagai disiplin ilmu sosial dan humaniora. Berbagai disiplin ilmu sosial seperti
sosiologi, antropologi, geografi, ekonomi, sejarah, dan budaya diintregasikan menjadi
satu mata pelajaran yaitu ilmu pengetahuan sosial (IPS). Akan tetapi untuk IPS pada
jenjang SD lebih difokuskan pada beberapa disiplin ilmu sosial, yaitu: geografi, sejarah,
sosiologi, dan ekonomi (Purbarini, 2010: 3).
Agak berbeda dari pendapat ahli yang telah dikemukakan, Sapriya (2016: 20)
menyatakan bahwa IPS di sekolah dasar merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri
sebagai hasil intregasi dari sejumlah konsep disiplin ilmu sosial, humaniora, sains
bahkan berbagai isu dan masalah sosial kehidupan. IPS tidak dibatasi hanya pada ilmu
sosial dan humaniora, akan tetapi juga memuat berbagai isu yang berkaitan dengan sains
dan juga masalah sosial yang ada di kehidupan manusia.
Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan, dapat disintesiskan bahwa IPS
SD merupakan pembelajaran terpadu karena dalam mata pelajaran IPS memuat berbagai
disiplin ilmu sosial, humaniora, dan sains, bahkan memuat berbagai isu dan masalah
sosial kehidupan manusia yang dipadukan menjadi sebuah mata pelajaran, yaitu IPS SD.
2. Contoh fenomenal alam yang dapat dijelaskan atau dikaji dengan berbagai perspektif
ilmu sosial adalah gunung meletus. Secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Gunung meletus dikaji dalam perspektif ilmu ekonomi
Gunung meletus merupakan sebuah kejadian yang digolongkan menjadi
bencana alam, akan tetapi apabila dikaji lebih dalam, bencana alam berupa gunung
meletus tidak hanya menyebkan dampak negatif akan tetapi juga ada dampak positif,
termasuk dalam ekonomi. Dalam kejadian gunung meletus dapat dikaji dua variabel
yang berhubungan dengan ilmu ekonomi, yaitu: manfaat ekonomis dan kerugian
ekonomis akibat dari gunung meletus. Manfaat ekonomis yang bisa diambil dari
kejadian gunung meletus yaitu melahirkan mata pencaharian bagi penduduk sekitar
(gunung meletus akan mengeluarkan beberapa material vulkanik seperti pasir, batu,
dan abu vulkanik yang dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan dan mata
pencaharian seperti penggalian pasir dan pemanfaatan batu bagi para penggali pasir
yang bisa dijual ataupun dimanfaatkan untuk bahan baku bangunan, dan juga
pemanfaatan abu vulkanik bagi para petani untuk menyuburkan tanaman) dan
potensi ekonomi dalam bidang pariwisata (contohnya akibat erupsi gunung merapi
pada tahun 2014 yang dimanfaatkan warga sampai sekarang untuk menggalakan
pariwisata berupa lava tour merapi dan lain sebagainya). Untuk segi kerugian
ekonomis dapat dikaji dari dampak negatif gunung meletus berupa hancurnya ladang
pertanian warga, kehilangan rumah, dan juga terhambatnya laju kegiatan ekonomi
pada masyarakat sekitar.
b. Gunung meletus dikaji dari perspektif ilmu geografi
Gunung meletus dalam perspektif ilmu geografi dapat dikaji dalam beberapa
materi yang termasuk dalam pembelajaran ilmu geografi. Telaah mengenai
fenomena gunung meletus dapat dikaji dalam beberapa materi, yaitu: dikaji dari
fenomena gunung meletus itu sendiri (proses dan tipe meletusnya gunung berapi),
dampak kelingkungan akibat gunung meletus, dan dampak gunung meletus bagi
mahluk hidup (manusia, flora, dan fauna) serta dapat dijelaskan melalui konsep
lokasi, jarak, pola, dan nilai kegunaan. Fenomena gunung meletus dapat ditinjau dari
proses dan juga juga tipe letusan, dalam geografi dijelaskan bahwa proses
meletusnya gunung berapi adalah akibat dari adanya gerakan magma yang keluar
dari dapur magma dan menyebabkan letusan yaitu berupa keluarnya lava dan lahar
akibat dari magma yang menerobos keluar dari dalam bumi. Keluarnya magma dari
dalam bumi akan menyebabkan tipe letusan yang berbeda di tiap gunung (ada tipe
merapi, hawaian, strombolian, dan lain sebagainya).
c. Gunung meletus dikaji dari perspektif ilmu sosiologi-antropologi
Gunung meletus dikaji dalam ilmu sosiologi-antropologi dapat dijelaskan
dalam ilmu demografi. Ilmu demografi merupakan studi ilmiah tentang penduduk
yang berkaitan dengan jumlah, struktur, serta pertumbuhannya (bertambah dan
berkurangnya penduduk). Gunung meletus yang merupakan bencana alam dapat
mempengaruhi jumlah penduduk yang ada disekitar daerah terdampak. Material
vulkanik yang keluar dari fenomena gunung meletus dapat menjadikan
berkurangnya jumlah penduduk yang ada disekitar daerah terdampak. Kematian
akibat dari bencana tersebut dan juga kegaiatan migrasi untuk menghindari bencana
dapat mengurangi jumlah penduduk di sebuah daerah.
d. Gunung meletus dikaji dari perspektif ilmu sejarah
Gunung meletus dalam perspektif sejarah dapat dikaji dengan konsep waktu
dan ruang. Dalam ilmu sejarah terdapat konsep waktu, yaitu masa lalu, masa
sekarang, dan masa yang akan datang. Melalui konsep waktu kita akan mengetahui
mengenai kapan sebuah gunung meletus. Konsep waktu dalam sejarah dikenal
adanya periodesasi sebuah gunung untuk meletus atau dapat dikatakan sebagai
siklus. Seperti gunung merapi yang mempunyai siklus empat tahunan, dimana setiap
empat tahun gunung merapi akan meletus. Hal ini sudah dikaji sejak jaman dahulu
melalui periodesasi meletusnya gunung merapi. Pada konsep keruangan dalam
sejarah akan membahas mengenai tempat kejadian sebuah peristiwa, yang tercatat
dalam sejarah lokal. Seperti kejadian meletusnya gunung krakatau yang meluluh
lantahkan daerah disekitar selat sunda, dan mempengaruhi iklim dunia, atau juga
fenomena meletusnya gunung tambora yang didalam sejarah dicatat menghancurkan
sebuah kerajaan pada zaman dahulu kala.
Bagan pembelajaran mengenai gunung meletus

Gunung Meletus

Ekonomi Geografi Sosio-antropologi Sejarah

 Manfaat ekonomis  Proses dan tipe  Studi demografi  Konsep waktu


gunung meletus: letusan gunung api mengenai pengaruh letusan gunung api
material vulkanik  Dampak gunung meletus  Konsep keruangan
sebagai bahan baku kelingkungan pada jumlah, letusan gunung api
 Kerugian ekonomis  Dampak bagi struktur, dan
gunung meletus mahluk hidup pertumbuhan
penduduk

3. Sejatinya belajar itu bukan menghafal tapi lebih kepada memahami. Proses tranformasi
materi harus mampu membangun pengetahuan yang bermakna bagi siswa, bukan hanya
menjejalkan materi kepada siswa untuk dihafal, termasuk juga pada pembelajaran
sejarah. Menghafal adalah suatu aktifitas menanamkan suatu materi verbal di dalam
ingatan, sehingga nantinya dapat direproduksi (diingat) kembali secara harfiah, sesuai
dengan materi yang asli. Dengan pembelajaran yang bersifat hafalan, guru hanya secara
paksa menjejalkan materi tanpa ada pengkaitan dengan konsep pengetahuan lain yang
ada dalah struktur kognitif, sehingga menuntut siswa untuk hafal materi sesuai dengan
yang dijelaskan oleh guru yang pada akhirnya tidak menimbulkan kebermaknaan dalam
belajar.
Seperti yang telah kita ketahui, materi dalam sejarah yang berupa tanggal dan
peristiwa menuntut siswa untuk hafal akan sebuah peristiwa (waktu, tokoh, dan
kejadian). Akan tetapi, sejatinya dalam belajar sejarah mempunyai arti yang luas.
Belajar sejarah berarti siswa dituntut untuk mampu berpikir kritis dan mampu mengkaji
setiap perubahan di lingkungannya, serta memiliki kesadaran akan perubahan dan nilai-
nilai yang terkandung dalam setiap peristiwa sejarah (Subakti, 2010). Esensi belajar
sejarah tak lain adalah menggali nilai-nilai dalam setiap peristiwa sejarah dan juga
belajar mengenai karakter-karakter baik yang ada pada tokoh dalam sejarah. Sehingga
pembelajaran harus menggunakan pembelajaran yang bermakna. Pembelajaran sejarah
yang baik adalah pembelajaran yang mampu menumbuhkan kemampuan siswa
melakukan konstruksi kondisi masa sekarang dengan mengkaitkan atau melihat masa
lalu yang menjadi basis topik pembelajaran sejarah. Menumbuhkan kemampuan
konstruksi dalam belajar sejarah harus dilakukan secara kuat dan inovatif, sehingga siswa
tidak akan terjerumus pada pembelajaran yang bersifat konservatif (terpaku hanya pada
apa yang dia dapat dan pahami). Sehingga diharapkan untuk pembelajaran sejarah tidak
hanya terpaku pada proses memahami sejarah tanpa penalaran dan lebih menekankan
hafalan dan drill, tetapi lebih kepada proses dalam diri siswa untuk mencerna materi
secara aktif dan konstruktif sehingga mampu menimbulkan kebermaknaan didalam
belajar. Hal tersebut dikarenakan setiap pengetahuan atau kemampuan hanya bisa
diperoleh atau dikuasai oleh seseorang apabila orang itu secara aktif mengkonstruksi
pengetahuan atau kemampuan itu didalam pikirannya, bukan hanya menghafal.
4. Sebelum kita masuk pada jawaban kenapa IPS harus diajarkan dengan menggunakan
pendekatan multikultural dan kearifan lokal, kita terlebih dahulu membahas pengertian,
persamaan dan perbedaan kedua pendekatan tersebut. Untuk mengkaji mengenai
pendekatan multikultural, maka kita harus terlebih dulu mengerti arti dari multi
kulturalisme. Menurut Naim dan Sauqi (2010:126) multikulturalisme sebagai paham atau
situasi kondisi masyarakat yang tersusun dari banyak kebudayaan. Jadi dapat dikatakan
bahwa pendekatan multikultural adalan pendekatan yang menggunakan keberagaman
kebudayaan dalam memandang sebuah fenomenal atau gejala. Sedangkan untuk kearifan
lokal lebih kepada nilai-nilai luhur yang ada pada sebuah kebudayaan masyarakat
tertentu. Suhartini (2009: 1) mendefinisikan kearifan lokal sebagai sebuah warisan nenek
moyang yang berkaitan dengan tata nilai kehidupan. Tata nilai kehidupan ini menyatu
tidak hanya dalam bentuk religi, tetapi juga dalam budaya, dan adat istiadat. Jadi, dapat
dikatakan bahwa pendekatan kearifan lokal merupakan sebuah pendekatan yang
menggunakan nilai-nilai luhur kebudayaan suatu daerah dalam memandang sebuah
fenomena atau gejala. Jadi persamaan kedua pendekatan tersebut adalah dalam
memandang sebuah fenomena atau gejala yang terjadi dalam kehidupan masyarat
didasarkan pada kebudayaan yang ada. Perbedaanya lebih pada pendekatan multikultural
lebih mengkaji sebuah gejala atau fenomena dari berbagai kebudayaan yang ada (dimana
keberagaman kebudayaan kemudian berubah menjadi toleransi antar kebudayaan dan
melebur menjadi satu), sedangkan pendekatan kearifan lokal menekankan dalam
memandang sebuah fenomena atau gejala dari nilai-nilai luhur kebudayaan setempat atau
dapat dikatakan memandang menggunakan kebudayaan yang ada didaerahnya.
Pendidikan IPS merupakan pendidikan yang mengembangkan pengetahuan, sikap
dan ketrampilan sosial dalam rangka membentuk pribadi warga negara yang baik dan
merupakan program pendidikan sosial pada jalur pendidikan sekolah (Winataputra,
2007). Esensi tujuan pembelajaran IPS adalah perubahan perilaku dan tingkah laku
positif siswa sesuai dengan budaya, nilai, kebiasaan dan tradisi yang berlaku di
masyarakat dalam sebuah negara. Dalam mewujudkan tujuan pembelajaran IPS tersebut
guru harus mampu menggunakan pendekatan yang dapat memasukan nilai-nilai,
kebudayan, tradisi, dan kebiasaan dalam pembelajaran IPS. Melalui pendekatan
multikultural, siswa akan diajak untuk mengembangkan kemampuannya dalam
pembelajaran IPS serta tidak lupa ditanamkan nilai mengenai kehidupan dari berbagai
perspektif kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan lokal dan bersikap positif
terhadap perbedaan budaya, ras, dan etnis. Dengan menggunakan pendekatan kearifan
lokal, siswa akan masuk ke dalam pembelajaran IPS yang didasari pada local wisdom
atau kearifan lokal yang ada disekitar daerahnya, sehingga pembelajaran IPS akan lebih
bermakna karena pembelajaran akan lebih kontekstual dengan menyajikan atau
menggunakan kebudayaan lokal yang bersifat konkret.
5. Proses globalisasi yang terjadi menyebabkan munculnya pengetahuan baru, percepatan
transfer informasi, dan kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi digital dan media sosial
yang mempercepat pengiriman dan penerimaan informasi menjadikan dunia menjadi
tanpa batas. Hal ini dapat berpengaruh pada dinamisasi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Contoh pengaruh lebih kepada interaksi sosial secara langsung
yang semakin menurun, seseorang terkadang hanya hidup dalam dunia maya, informasi
hoax yang mampu meruntuhkan kestabilan berbagai bidang dalam sebuah negara, dan
lain sebagainya. Sebagai praksis dalam pendidikan IPS, kita mau tidak mau harus
mengikuti alur perkembangan yang ada. Dengan kemajuan teknologi digital dan media
sosial yang ada dapat dimanfaatkan oleh kita sebagai media untuk mentransfer ilmu
kepada siswa, tapi kita juga tidak melupakan tugas kita sebagai pendidik. Memanfaatkan
teknologi tanpa mengurangi kegiatan tatap muka untuk mendidik siswa (karakter,
pengetahuan, dan keterampilan) merupakan hal terbaik sebagai seorang praksis dalam
menghadapi kemajuan teknologi dan media sosial. Kenapa hal tersebut harus dilakukan?
Pertama, secara tidak langsung perkembangan teknologi digital dan media sosial akan
mempengaruhi pola pikir dan karakter anak (anak akan lebih maju perkembangan pola
pikirnya pada era disruption, dan anak juga sudah mampu memanfaatkan tekonologi dan
media sosial yang ada), sehingga mau tidak mau kita juga harus mempelajari teknologi
digital dan media sosial yang ada, serta memanfaatkannya dalam proses mengajar.
Kedua, penggunaan teknologi digital dan media sosial sebagai media atau sarana dalam
membelajarkan materi dapat mengurangi waktu kita dalam pertemuan pembelajaran,
tugas kita sebagai pendidik IPS adalah mengajarkan materi yang didalamnya memuat
mengenai pendidikan nilai luhur dalam kehidupan, sehingga kita harus tetap melakukan
kegiatan tatap muka, karena salah satu tugas guru adalah sebagai fasilitator dan
pembimbing, bukan hanya penyedia sumber belajar. Kita sebagai praksis pendidikan IPS
juga harus mengurangi dampak negatif dari penggunaan teknologi digital dan media
sosial pada anak atau siswa. Penggunaan teknologi digital dan media sosial pada anak
dapat menyebabkan beberapa masalah, seperti pada pendidikannya, kesehatan, dan juga
karakter anak. IPS yang mengajarkan mengenai kehidupan sosial harus mampu menekan
dampak negatif dari penggunaan teknologi digital dan media sosial, terlebih lagi pada
perubahan karakter anak yang mudah dipengaruhi oleh informasi yang ada pada dunia
maya.
DAFTAR PUSTAKA

Kurniawan, Deni. 2011. Pembelajaran Terpadu (teori, praktik dan penilaian). Bandung.
Pustaka Cendikia Utama

Naim, Ngainun & Sauqi, Ahmad. (2010). Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi.
Jogjakarta: Ar Ruzz Media.

Purbarini, Sekar. (2010). Bahan Ajar Pendidikan IPS SD. Yogyakarta: UNY.

Sapriya. (2016). Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Senen, Anwar. (2013). Pendidikan IPS SD. Yogyakarta: UNY.

Subakti, Y. R. (2010). Paradigma pembelajaran sejarah berbasis konstrutivisme. SPSS, Vol


24, No. 1, April 2010.

Suhartini. (2009). Kajian kearifan lokal masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam
dan lingkungan. Retrivied from
http://staff.uny.ac.id/sites/deffault/files/penelitian/Ir.%20Suhartini,%20MS./Shtn%20Se
mnas%20MIPA%2009%20Kearifan%20Lokal.pdf.
Winataputra, Udin S. (2007). Materi dan Pembelajaran IPS SD. Jakarta: Universitas
Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai