Anda di halaman 1dari 20

BAB I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kecacingan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di berbagai


belahan dunia termasuk di Indonesia. Secara global diperkirakan sebanyak 230
juta anak umur 0 – 4 tahun terinfeksi dengan cacing.
Di Indonesia hasil survai tahun 2009 – 2010 di Propinsi Sulawesi Selatan
didapatkan angka rata-rata sebesar 27,28 %, sedang di Jawa Timur didapat angka
rata-rata kecacingan sebesar 7,95 % pada tahun 2008-2010. Untuk tahun 2011
data yang terkumpul dari survei di beberapa kabupaten menunjukkan angka yang
bervariasi, di Lebak dan Pandeglang menjukkan angka prevalensi yang cukup tinggi
yaitu 62 % dan 43,78%, kemudian di Sleman DIY prevalensinya 21,78%, di
Kabupaten Karangasem, Bali 51,27%. Di Kabupaten Lombok Barat dan Kota
Mataram menunjukkan prevalensi berturut-turut 29,47% dan 24,53%. Kabupaten
Sumba Barat menunjukkan prevalensi 29,56%.
Kecacingan menggambarkan masalah kesehatan masyarakat khususnya di
daerah tropis dimana kondisi sanitasi masih belum memadai. Ada tiga jenis cacing
yang umum menginfeksi anak-anak khususnya usia prasekolah dan memberikan
dampak yang serius yaitu: Ascaris lumbricoides (Cacing gelang), Ancylostoma
duodenale (cacing tambang) dan Trichiuris trichiura (cacing cambuk).
Cacingan secara umum mengakibatkan kerugian langsung yang diakibatkan
adanya gangguan pada intake makanan, pencernaan, penyerapan serta
metabolismenya. Secara kumulatif, infeksi cacing atau Cacingan dapat
menimbulkan kerugian gizi berupa kalori dan protein serta kehilangan darah.
Sehingga berakibat pada hambatan perkembangan fisik, kecerdasan dan
produktifitas kerja, dapat menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena
penyakit lainnya.
Kecacingan terbukti memberikan dampak yang sangat nyata bagi kesehatan
anak. Infeksi cacing berhubungan erat dengan kehilangan micronutrien, malabsorbsi
vitamin A pada anak prasekolah yang mengakibatkan malnutrisi, anemi dan retardasi
pertumbuhan. Kecacingan juga berpengaruh pada kebugaran anak dan nafsu
makan sehingga akan mengakibatkan prestasi sekolah yang menurun. Disamping

1
itu investasi cacing yang berkepanjangan akan berakibat menurunnya daya tahan
terhadap berbagai infeksi yang lain. Dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian
kecacingan, Subdit Filariasis dan Kecacingan Direktorat Pemberantasan Penyakit
Bersumber Binatang menitikberatkan sasarannya pada anak sekolah dasar (SD/MI)
karena infeksi cacingan pada anak sekolah adalah yang tertinggi dibandingkan
golongan umur lainnya. Prevalensi cacingan dapat menurun bila infeksi kecacingan
pada anak sekolah dasar dapat dikendalikan. Namun demikian, cacingan dapat
mengenai siapa saja mulai dari bayi, balita, anak, remaja bahkan orang dewasa
sehingga Subdit Filariasis dan Kecacingan perlu untuk berkoordinasi dan
berintegrasi dengan unit kerja atau instansi lain yang melakukan pengendalian
kecacingan sehingga pelayanan pengendalian kecacingan dapat dirasakan oleh
seluruh lapisan masyarakat. Untuk itu, Subdit Filariasis dan Kecacingan
berkoordinasi dengan Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan
Ibu, Direktorat Bina Gizi, Direktorat Kesehatan Lingkungan dan berintegrasi dengan
Program UKS di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam upaya
pengendalian kecacingan.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka Program Pengendalian
Kecacingan di Indonesia menetapkan sasaran selain anak sekolah dasar/MI juga
anak-anak usia 1-4 tahun mengingat dampak yang ditimbulkan akibat cacingan pada
anak usia dini akan menimbulkan kekurangan gizi yang menetap (persistent
malnourish) yang dikemudian hari akan menimbulkan dampak pendek menurut umur
(stunting). Untuk itu program pengendalian kecacingan perlu diintergrasikan dengan
berbagai program yang memiliki sasaran yang sama, antara lain Program
Pengendalian Filariasis, Program UKS untuk anak2 SD/MI, sedang untuk lebih
menjangkau anak usia 1 – 4 tahun maka integrasi dengan Program Pemberian
vitamin A di Posyandu.
Buku ini diharapkan menjadi panduan bagi pelaksana pemberian obat cacing
pada anak usia sekolah di Sekolah Dasar (SD) /Madrasah Ibtidaiyah (MI)
terintegrasi dengan kegiatan UKS serta anak balita di Posyandu dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya terintegrasi dengan pemberian Vitamin A.

2
B. TUJUAN

Menjelaskan tata cara pengelolaan dan pemberian obat kecacingan terintegrasi


pada anak usia sekolah di SD/MI dengan kegiatan UKS dan anak balita dengan
pemberian Vitamin A di Posyandu.

C. SASARAN PROGRAM

Sasaran kegiatan pemberian obat cacing terintegrasi dengan UKS dan Vitamin A
adalah:
1. Anak Usia Sekolah (5 – 12 tahun) pada PAUD dan SD/MI
2. Anak Balita ( 12 – 59 bulan)

3
BAB II. PENGENDALIAN CACINGAN

A. GEJALA UMUM PENDERITA CACINGAN

Anak yang menderita cacingan pada umumnya menunjukkan gejala, seperti:


- Badan kurus, perut membuncit dan pertumbuhan terganggu,
- lemah, sering mengantuk sehingga malas belajar
- Mual
- Nafsu makan berkurang
- Kurang konsentrasi, prestasi belajar menurun
- Anak menderita kurang darah (anemia)
- Daya tahan tubuh rendah sehingga sering sakit

B. PENCEGAHAN CACINGAN

Pencegahan kecacingan dapat dilakukan melalui pengendalian faktor risiko yang


meliputi kebersihan lingkungan, kebersihan pribadi (membiasakan mencuci tangan
pakai sabun setelah aktivitas dan sebelum memegang makanan), penyediaan air
bersih yang cukup, semenisasi lantai rumah, pembuatan dan penggunaan jamban
yang memadai, menjaga kebersihan makanan, pendidikan kesehatan di sekolah
baik untuk guru maupun untuk peserta didik.

C. OBAT CACING

Obat cacing yang diberikan pada anak usia


sekolah di SD/MI dan anak balita di Posyandu
adalah tablet Albendazole 400 mg. Tablet
tersebut dapat ditelan, dikunyah ataupun digerus
dan dicampur dengan air secukupnya bagi anak
yang kesulitan makan obat. Dosis albendazole
untuk anak usia 1 - <2 tahun adalah ½ tablet
(200 mg) dan anak ≥ 2 tahun adalah 1 tablet
(400 mg).

4
BAB III. MANAJEMEN PEMBERIAN OBAT CACING

A. PEMBERIAN OBAT CACING PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR (SD/MI)


TERINTEGRASI DENGAN KEGIATAN UKS

1. Frekuensi dan Dosis Pemberian Obat Kecacingan


Pemberian Albendazole kepada peserta didik SD/MI dilaksanakan setahun
sekali pada saat pelaksanaan kegiatan penjaringan kesehatan. Obat cacing
diberikan kepada seluruh peserta didik dari kelas 1 sampai kelas 6. Dosis yang
diberikan adalah 1 tablet albendazole 400 mg.

2. Petugas yang Memberikan Obat Cacing


Sebelum pelaksanaan pemberian obat cacing, Puskesmas setempat melakukan
koordinasi dengan pihak sekolah. Obat Albendazole 400 mg diberikan oleh
petugas puskesmas atau guru yang telah mendapat petunjuk dari petugas
puskesmas.

3. Cara Memberikan Obat Cacing


Sebelum pemberian obat Albendazole 400 mg di sekolah, peserta didik
diharuskan makan pagi di rumah masing-masing. Peserta didik minum obat
bersama-sama di depan guru. Obat tidak boleh dibawa pulang ke rumah. Bagi
peserta didik yang tidak hadir, obat akan diberikan pada hari berikutnya, paling
lambat 7 hari setelah pelaksanaan pemberian obat cacing.

4. Penundaan Pemberian Obat Cacing


Obat cacing Albendazole ditunda pemberiannya kepada peserta didik apabila:
o Demam atau sakit;
o Sudah minum obat cacing kurang dari 6 bulan terakhir;
Untuk peserta didik dengan kondisi berikut, perlu dikonsultasikan lebih lanjut
dengan dokter.
 Penderita epilepsi yang sedang mengalami serangan;
 Kondisi gizi buruk yang disertai dengan gejala klinis;
 Penderita gangguan fungsi ginjal dan fungsi hati.

5
5. Tempat Pemberian Obat Cacing

Obat cacing untuk peserta didik SD/MI diberikan di kelas masing-masing


dibawah pengawasan guru atau petugas Puskesmas.

B. PEMBERIAN OBAT CACING PADA ANAK BALITA TERINTEGRASI DENGAN


PEMBERIAN VITAMIN A.

1. Frekuensi dan Dosis Pemberian Obat Cacing


Obat cacing diberikan kepada seluruh balita berumur 12 – 59 bulan sekali
setahun, pada bulan Agustus bersamaan dengan pemberian vitamin A.
Dosis yang diberikan untuk anak usia 12 – 23 bulan adalah 1/2 tablet
albendazole 400 mg, sedangkan untuk anak usia 24 – 59 bulan diberikan 1 tablet
albendazole 400 mg.

2. Petugas yang Memberikan Obat Kecacingan


Sebelum pelaksanaan pemberian obat cacing, Puskesmas setempat melakukan
sosialisasi kepada tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat, tenaga gizi dll) dan
kader. Obat Albendazole sesuai dosis diberikan oleh petugas puskesmas atau
kader yang telah mendapat petunjuk dari petugas puskesmas.

3. Cara Memberikan Obat Cacing


Sebelum pemberian obat cacing, anak balita diharuskan makan pagi. Obat
cacing diberikan setelah pemberian vitamin A dan harus diminum di depan
petugas. Untuk anak balita yang belum mendapat vitamin A dan obat cacing
pada saat itu, maka dapat diberikan pada kunjungan berikutnya.

4. Penundaan Pemberian Obat Cacing


Obat cacing Albendazole ditunda pemberiannya kepada anak balita apabila:
o Demam atau sakit;
o Sudah minum obat cacing kurang dari 6 bulan terakhir;

6
Untuk anak balita dengan kondisi berikut, perlu dikonsultasikan lebih lanjut
dengan dokter.
 Penderita epilepsi yang sedang mengalami serangan;
 Kondisi gizi buruk yang disertai dengan gejala klinis;
 Penderita gangguan fungsi ginjal dan fungsi hati.

5. Tempat Pemberian Obat Cacing

Obat cacing untuk anak Balita diberikan di:


 Posyandu,
 Fasilitas pelayanan kesehatan lainnya (Rumah Sakit, Puskesmas, Pustu,
Polindes/Polkesdes, Balai Pengobatan, Praktek Dokter/Bidan swasta),
 Taman Kanak-kanak, Pos PAUD termasuk kelompok bermain, tempat
penitipan anak, dll.

C. SOSIALISASI PEMBERIAN OBAT CACING


Sosialisasi merupakan bagian yang sangat penting dalam menghasilkan
partisipasi sosial yang efektif. Sosialisasi memberikan kontribusi yang penting untuk
terciptanya mobilisasi dan partisipasi yang efektif dalam efektif dalam masyarakat.
Penyebarluasan informasi khususnya tentang manfaat pemberian obat cacing
perlu dilakukan sebelum pemberian obat cacing, dengan tujuan untuk meningkatkan
cakupan pemberian obat cacing yang melibatkan unsur masyarakat termasuk ibu
balita dan guru.
Hal-hal yang perlu diinformasikan antara lain:
 Cacingan dan akibatnya
 Pencegahan cacingan
 Manfaat minum obat cacing
 Tempat mendapatkan obat cacing

Penyebarluasan informasi ini dapat melalui promosi individu, promosi Kelompok, dan
promosi massa seperti :
 Media Cetak : Poster, Leaflet, stiker, koran, dan lain-lain.
 Media Elektronik : Radio, TV, Film, Video, dan lain-lain
 Media Tradisional : Kesenian Daerah

7
D. KEJADIAN IKUTAN PASCA PEMBERIAN OBAT CACING DAN
PENANGGULANGANNYA

Pemberian albendazole jangka pendek hampir bebas dari efek samping. Efek
samping biasanya ringan dan berlangsung sekilas yaitu rasa tidak nyaman di
lambung, mual, muntah, diare, nyeri kepala, pusing, sulit tidur dan lesu.
Bila ditemukan gejala-gejala tersebut maka cukup diistirahatkan dan diberikan
air minum hangat. Jika terjadi diare diberikan oralit. Bila gejala berlanjut, dirujuk ke
Puskesmas.
Bila keluar cacing, berikan penjelasan bahwa kejadian tersebut tidak
berbahaya, bahkan menguntungkan karena cacing sudah keluar dari tubuh.

8
BAB. IV MANAJEMEN LOGISTIK OBAT CACING DAN PENANGANAN KEJADIAN
IKUTAN PASCA PEMBERIAN OBAT CACING

Manajemen logistik obat cacing merupakan komponen penting dalam kegiatan


pemberian obat cacing pada anak SD/MI terintegrasi dengan kegiatan UKS dan pada
anak balita terintegrasi dengan pemberian Vitamin A. Kegiatan ini meliputi
perencanaan kebutuhan obat albendazole, penyimpanan, pendistribusian serta
pencatatan dan pelaporan.

A. PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT ALBENDAZOLE

Kebutuhan obat albendazole perlu dihitung secara seksama karena akan


mempengaruhi proses pengadaan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
proses perencanaan sebagai berikut:
1. Dihitung jumlah anak umur 1 – 12 tahun, biasanya 22,7% dari total penduduk.
2. Kalikan jumlah anak 1 – 12 tahun tadi dengan perkiraan cakupan yang akan
dicapai.
3. Tambahkan 5 % untuk cadangan.
4. Didapat jumlah tablet untuk setiap putaran.

Contoh:
 Total penduduk di kabupaten adalah 1.000.000
 Populasi sasaran untuk pengobatan cacing adalah 22,7% dari total penduduk
= 22,7% x 1.000.000 = 227.000 anak
 Perkiraan cakupan 75%, sehingga: 227.000 x 0.75 = 170.025 tablet
 Perkiraan 5% untuk cadangan = 5% x 227.000 = 11.350 tablet
 Jumlah tablet obat cacing yang diperlukan untuk setiap putaran adalah
170.025 + 11.350 = 181.375 tablet.

B. PENYEDIAAN OBAT CACING

Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum kegiatan pemberian obat cacing
dilaksanakan yaitu:

9
1. Puskesmas
 Obat cacing harus sudah tersedia di Puskesmas minimal 1 bulan sebelum
pelaksanaan pemberian obat cacing.
 Permintaan obat cacing menggunakan formulir Laporan Pemakaian dan
Lembar Permintaan Obat (LPLPO)

2. Kabupaten/Kota
 Pengadaan obat cacing di Kabupaten/kota diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan 100% sasaran.
 Obat cacing harus tersedia di kabupaten/kota 2 bulan sebelum pelaksanaan
pemberian obat.
 Pengelola program kecacingan membuat rencana distribusi obat untuk
puskesmas dan disampaikan ke pengelola Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota

3. Provinsi
 Obat cacing harus tersedia di Provinsi 3 bulan sebelum pelaksanaan
pemberian obat.
 Pengelola program kecacingan membuat rencana distribusi obat untuk
kabupaten/kota dan disampaikan ke pengelola instalasi farmasi provinsi

C. PENYIMPANAN DAN DISTRIBUSI OBAT CACING

1. Penyimpanan Obat Cacing


Obat cacing disimpan di instalasi farmasi dengan prosedur yang telah
ditetapkan, yaitu :
 Suhu dibawah 30ºC
 Dalam keadaan kering dan tidak ditempat yang lembab.
 Terlindung dari sinar matahari.
 Jangan digunakan setelah lewat tanggal kadaluarsa.

2. Distribusi Obat Cacing di Puskesmas


Distribusi obat cacing di Puskesmas adalah suatu kegiatan pendistribusian
obat cacing dari puskesmas sampai kepada sasaran, dalam jumlah dan dosis
10
yang tepat. Pendistribusian obat cacing dikoordinasikan oleh petugas
Puskesmas yang bertanggungjawab terhadap program kecacingan.
Untuk pemberian pada anak usia sekolah di SD/MI, obat cacing dibawa oleh
petugas Puskesmas pada saat pelaksanaan kegiatan penjaringan. Sedangkan
untuk pemberian pada anak balita melalui petugas gizi di Puskesmas.

D. PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pencatan dan pelaporan merupakan bagian penting dari kegiatan pemantaun dan
evaluasi. Pencatatan dan pelaporan cakupan pemberian obat cacing pada usia
sekolah dan balita dilakukan secara berjenjang mulai dari sekolah dan posyandu
sampai dengan provinsi.
Data-data yang harus dicantumkan adalah:
 Jumlah sasaran
 Data kebutuhan obat
 Data obat yang terpakai
 Data stok obat
 Data cakupan minum obat

11
BAB V. PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Kegiatan pemantauan dan evaluasi dilakukan di posyandu dan sekolah sampai


Dinas Kesehatan kabupaten/Kota. Hasilnya dilaporkan secara berjenjang. Kegiatan ini
dibutuhkan agar kegiatan pemberian obat cacing berjalan sesuai dengan rencana,
sehingga bila ada masalah dapat ditemukan dan ditangani secara dini.

Indikator yang digunakan dalam evaluasi adalah:


A. Input
 Logistik (jumlah dan ketersediaan obat cacing di setiap tempat pelayanan dan
formulir pencatatan-pelaporan)
 SDM (Petugas kesehatan, kader dan guru)
 Dana operasional
 Sarana dan prasarana

B. Proses
 Jumlah sasaran yang datang dan menerima obat
 Kecepatan sasaran menerima dosis yang sesuai
 Ketepatan pencatatan
 Ketepatan pelaporan
 Ketepatan jadwal sosialiasi
 Koordinasi dalam pencatatan dan pelaporan.

C. Output
Cakupan pemberian obat cacing sesuai sasaran.

12
Lampiran 1

REKAPITULASI HASIL PENJARINGAN KESEHATAN PESERTA DIDIK


NAMA SEKOLAH :

Jns Tinggi Berat Tekanan Denyut Keadaan umum Duga Tjm Rdg Daun Seru Tjm Gigi & Mulut Sta- Perlu Krg Hsl Pmrks Penunjang Kese- Mendapat
No Nama Klm Bdn Bdn darah nadi Higiene Rambut Bibir Sdt mulut Tkn drh DN Kln Li- Mata Teli- men OM De- Rongga mlt Gigi tus Prks Vit Hb Ane- Telur Grm garan obat
LK GR cacing
(L/P) (cm) (kg) (mmHg) (/mnt) Perorg Ksm MC Krg Pch Drh Lk Pch Jtg hat nga ngar LB BB Ktr L T H Gizi KMME A mia Ccg Yod jasmani
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41

dst

TOTAL L: B: T: T: T: T: T: T: T: N: N: T: N: T: N: T: T: N: T: T: T: T: T: T: T: T: N: T: T: T: T: T: BS: Y:

P: TB : Y: Y: Y: Y: Y: Y: Y: Hpo: Lbt: Y: RJ: Y: At: Cr: Y: R: Y: Y: Y: Y: Y: Y: Y: Y: G: Y: Y: Y: Y: Y: B: T:

Hpe: Cpt RD St: Ln: S: K: S:

Lt: B: KS: K:

Pd T: KS:

Kepala Puskesmas

(………………………..)

13
Lampiran 2

REKAPITULASI HASIL PENJARINGAN KESEHATAN PESERTA DIDIK


PUSKESMAS ……………………………

Jumlah SD/MI di wilayah kerja Puskesmas :


Jumlah SD/MI di wilayah kerja Puskesmas yang melakukan penjaringan :

Mendapat
Obat
Jml peserta didik Status Gizi Tajam Tjm dengar
OM Gigi & Mulut Gang Hsl Prks Penunjang Kesegaran
cacing
No Nama Sekolah di Yg dijaring Penglihatan TN Rgg mlt Gigi guan Ane- Keca Risiko Jasmani
N G K KS N
sek L P Jml N RJ RD R S B LB BB karies ME mia cingan GAKY Segar Tdk sgr Ya Tidak
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29

dst

TOTAL

Kepala Puskesmas

(………………………..)

14
Lampiran 3

REKAPITULASI HASIL PENJARINGAN KESEHATAN PESERTA DIDIK


KABUPATEN / KOTA ……………………………

Jml Puskesmas :
Jml Puskesmas yg melakukan penjaringan kesehatan :

SD / MI Peserta Status Gizi Tajam Tajam dengar Gigi & Mulut Gang Hsl Prks Penunjang Kesegaran Mendapat Obat
No Nama Puskesmas Jml Yg lakukan didik yg dijaring Penglihatan OM TN Rgg mlt Gigi guan Ane- keca risiko Jasmani cacing
N G K KS N
penjaringan L P Jml N RJ RD R S B LB BB Karies ME mia cingan GAKY Segar Tdk sgr Ya Tidak
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

dst

TOTAL

Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota

(………………………..)

15
Lampiran 4
Berikut adalah contoh bagaimana mengevaluasi kegiatan pemberian kapsul Vitamin A

Formulir
Pemantauan Kegiatan Pemberian Kapsul Vitamin A dan Obat Cacing Tingkat Puskesmas

Tanggal : Pelaksana pemantauan :


Puskesmas : Petugas gizi kabupaten/kota
Kecamatan :
Kabupaten :
Propinsi :

No Aktivitas Capaian*) Catatan


Menghitung/mendata jumlah sasaran
1 yang akan memperoleh kapsul vitamin Ya/tidak
A (bayi, balita) dan obat cacing
Memperoleh data stok kapsul vitamin
2 A sesuai dengan jenisnya (kaspsul biru Ya/tidak
dan kapsul merah) dan obat cacing
Menghitung kebutuhan kapsul vitamin
3 A dan obat cacing (sesuai perhitungan Ya/tidak
stok dan kebutuhan)
Mengirim permintaan kapsul vitamin A
4 dan obat cacing sesuai kebutuhan ke Ya/tidak
kab/kota

Memastikan kapsul vitamin A dan obat


5 cacing sudah ada di puskesmas Ya/tidak
sebelum pelaksanaan distribusi
Memastikan tempat-tempat
pendistribusian kapsul vitamin A dan
6 Ya/tidak
obat cacing serta jumlah kebutuhan
untuk setiap tempat pendistribusian
Menyiapkan/memastikan ketersediaan
7 Ya/tidak
formulir pelaporan
Merencanakan jadwal kegiatan
pemberian kapsul vitamin A dan obat
8 Ya/tidak
cacing (termasuk tenaga, logistik,
waktu)
Melakukan sweeping untuk sasaran
9 yang belum menerima kapsul vitamin Ya/tidak
A dan obat cacing
Mengirim laporan pemberian kapsul
vitamin A dan obat cacing ke
10 Ya/tidak
kabupaten/kota tepat waktu dengan
jumlah sasaran sesuai
*) coret salah satu

16
Lampiran 5

CAKUPAN PEMBERIAN KAPSUL VITAMIN A BAYI, ANAK BALITA DAN IBU NIFAS DAN OBAT CACING
KABUPATEN/KOTA …………………... PERIODE AGUSTUS
TAHUN 2013

Σ Sasaran Σ Sasaran
Σ BALITA DI BERI VITAMIN A DAN Σ IBU NIFAS DIBERI
NO POSYANDU BAYI BALITA Σ BAYI DI BERI VIT. A SISA SUPLEMENTASI
Σ Sasaran OBAT CACING VIT A
(6-11 BLN) (1-5 THN)
IBU
FEB AGUS FEB AGUSTUS
NIFAS BIRU MERAH OBAT
Vitamin A Vitamin A Obat Cacing JML %
JML % JML % CACING
FEB AGUS FEB AGUS JML % JML % JML % BTL BTL
1

8 DLL :
TK …………
TK ………..
KLINIK ……….
KLINIK ……..
TOTAL

17
Lampiran 6

CAKUPAN PEMBERIAN KAPSUL VITAMIN A BAYI, ANAK BALITA DAN IBU NIFAS DAN OBAT CACING
KABUPATEN/KOTA …………………... PERIODE AGUSTUS
TAHUN 2013

Σ Sasaran Σ Sasaran
Σ BALITA DI BERI VITAMIN A DAN Σ IBU NIFAS DIBERI
NO PUSKESMAS BAYI BALITA Σ BAYI DI BERI VIT. A SISA SUPLEMENTASI
Σ Sasaran OBAT CACING VIT A
(6-11 BLN) (1-5 THN)
IBU
FEB AGUS FEB AGUSTUS
NIFAS BIRU MERAH OBAT
Vitamin A Vitamin A Obat Cacing JML %
JML % JML % CACING
FEB AGUS FEB AGUS JML % JML % JML % BTL BTL
1

8 DLL :
RS …….
RS ……

TOTAL

18
Lampiran 7

LAPORAN PEMAKAIAN DAN LEMBAR PERMINTAAN OBAT (LPLPO)


PUSKESMAS : …………………………

Puskesmas : …………………….. Pelaporan bulan/periode : ……………. Dokumen Nomor Tanggal


Kecamatan : …………………….. Permintaan bulanperiode : ………………. Dinkes Kab/Kota
Kab/Kota : ………………… GFK Kab/Kota
Propinsi : ……………….. Puskesmas

Nama Stok Penerim Pemak Stok Permintaan Pemberian


No Satuan Persedi Stok Akhir Jumlah Ket
Obat Awal aan aian Optimum
aan Askes APBD I APBD II PKPS-BBM Program Lain-lain
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17=11+12+13+14+15+16 18

UMUM
Jumlah
Tidak Askes Jumlah
Kunjungan Bayar
Bayar
Resep

Mengetahui/Menyetujui Yang menyerahkan: Yang Menerima : Yang Menerima :


Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota : Kepala GFK Kepala Puskesmas Petugas Puskesmas
………………………………………………..

………………………………………….. ………………………………….. …………………………………….. …………………………………


NIP NIP NIP NIP
Keterangan
Lampiran 1 Dinkes Kab/Kota Lampiran 3 GFK Kab/Kota
Lampiran 2 Dinkes Kab/Kota Lampiran 4 Askes

19
Daftar Pustaka

1. Kementerian Kesehatan. Panduan Manajemen Supelemtasi Vitamin A,


2010
2. Kementerian Kesehatan. Pedoman Pengendalian Filariasis, 2011
3. Kementerian Kesehatan. Petunjuk Teknis Pemberian Obat Kecacingan
pada Kegiatan Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT–AS),
2011
4. Kementerian Kesehatan. Pedoman Pelaksanaan Penjaringan Kesehatan
Anak di Sekolah, 2011
5. Kementerian Kesehatan. Pedoman Penanganan Kejadian Ikutan Pasca
POMP Filariasis, 2012
6. Kementerian Kesehatan. Pedoman Pengendalian Kecacingan, 2012
7. World Health Organization dan Unicef. How to Add Deworming to Vitamin
A Distribution, 2004
8. World Health Organization. Helminth Control in School-age Children, 2011

20

Anda mungkin juga menyukai