Anda di halaman 1dari 8

REVIEW JURNAL INTEPRETASI CTG

I. Latar belakang
Cardiotocography (CTG) atau electronic fetal monitoring (EFM) adalah teknik yang
paling banyak digunakan di negara maju untuk menilai kesejahteraan janin dalam
persalinan di negara maju. Cardiotocography (CTG) memiliki tingkat sensitivitas yang
tinggi namun tingkat spesifisitas rendah yang berarti sangat baik membantu klinisi untuk
mengetahui mana janin yang baik dan lemah.
Pemeriksaan CTG diperoleh informasi berupa signal irama denyut jantung janin (DJJ),
gerakan janin dan kontraksi uterus. Pada saat bersalin kondisi janin dikatakan normal
apabila denyut jantung janin dalam keadaan reaktif, gerakan janin aktif dan dibarengi
dengan kontraksi rahim yang adekuat. Apabila kemungkinan terdapat masalah pada janin
maka dokter akan melakukan pemeriksaan NST (non stress test) dengan memberikan infus
oksitosin untuk menimbulkan kontraksi rahim (his) dan denyut jantung janin diperiksa
dengan CTG. Apabila tampak kelainan pada hasil pemeriksaan CTG maka dokter
kandungan akan melakukan tindakan persalinan dengan segera.
II. Definisi
Alat Cardiotocography (CTG) atau juga disebut Fetal Monitor adalah alat yang digunakan
untuk memeriksa kondisi kesehatan janin. Pemeriksaan umumnya dapat dilakukan pada
usia kehamilan 7-9 bulan dan pada saat persalinan. Hasil pemeriksaan CTG diperoleh
informasi berupa signal irama denyut jantung janin (DJJ), gerakan janin dan kontraksi
rahim. Bila terdapat perlambatan maka itu menandakan adanya gawat janin akibat fungsi
plasenta yang sudah tidak baik. Pada saat bersalin kondisi janin dikatakan normal apabila
denyut jantung janin dalam keadaan reaktif, gerakan janin aktif dan dibarengi dengan
kontraksi rahim yang adekuat.

III. Syarat pemeriksaan CTG


1. Usia kehamilan≥ 28 minggu.
2. Ada persetujuan tindakan medik dari pasien (secara lisan).
3. Punktum maksimum denyut jantung janin (DJJ) diketahui.
4. Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada komputer (pada KTG
terkomputerisasi) sesuai buku petunjuk dari pabrik
IV. Denyut Jantung Janin
Mekanisme pengaturan DJJ
Denyut jantung janin diatur oleh banyak faktor, yaitu :
1. Sistem Saraf Simpatis
2. Sistem saraf Parasimpatis
3. Baroreseptor
4. Kemoreseptor
5. Susunan Saraf Pusat
6. Sistem Pengaturan Hormonal
7. Sistem kompleks proprioseptor, serabut saraf nyeri, baroreseptor,stretch receptors dan
pusat pengaturan

Gambar 2. Faktor yang mempengaruhi DJJ (Lauren Ferrara, Frank Manning, 2005)

Gambar 3. Hubungan gerak janin dengan akselerasi DJJ (Lauren Ferrara, Frank
Manning, 2005)
Karakteristik gambaran DJJ
Gambaran DJJ dalam pemeriksaan KTG dapat digolongkan ke dalam 2 bagian besar, yaitu:
1. Denyut jantung janin dasar (baseline fetal heart rate). Yang termasuk disini adalah
frekuensi dasar dan variabilitas DJJ.
2. Perubahan periodik / episodik DJJ.
Yang dimaksud dengan perubahan periodik djj adalah perubahan djj yang terjadi akibat
kontraksi uterus; sedangkan perubahan episodik djj adalah perubahan DJJ yang bukan
disebabkan oleh kontraksi uterus (misalnya gerakan janin dan refleks tali pusat).
Frekuensi dasar DJJ
Frekuensi dasar DJJ adalah frekuensi rata-rata DJJ yang terlihat selama periode 10
menit, tanpa disertai periode variabilitas DJJ yang berlebihan (lebih dari 25 dpm), tidak
terdapat perubahan periodik atau episodik DJJ, dan tidak terdapat perubahan frekuensi dasar
yang lebih dari 25 denyut per menit (dpm).
Normal : 120-160 dpm
Takikardi : > 160 dpm terjadi pada hipoksia janin, khorioamnionitis, anemia janin
Bradikardia : < 120 dpm awal hipoksia akut, kehamilan postterm, hipotermia, posisi
janin oksipot posterior atau oksiput melintang
Versi lain batasan normal 115-160 dpm atau 110-160 dpm
Variabilitas DJJ
Variabilitas DJJ adalah gambaran osilasi ireguler yang terlihat pada rekaman DJJ.
Fisiologi terjadinya variabilitas DJJ diduga akibat adanya keseimbangan interaksi sistem saraf
simpatis(kardioakselerator) dan parasimpatis (kardiodeselerator). Tetapi ada buktilain bahwa
variabilitas DJJ terjadi akibat stimulus di daerah korteks serebri yang merangsang pusat
pengatur denyut jantung di batang otak dengan perantaraan nervus vagus. Penilaian variabilitas
DJJ yang paling mudah adalah dengan mengukur besarnya amplitudo dari variabilitas (long
term variability). Berdasarkan besarnya amplitudo tersebut, variabilitas DJJ dapat
dikategorikan sbb:
1.Variabilitas normal: amplitudo berkisar antara 5 – 25 dpm.
2.Variabilitas berkurang: amplitudo 2 – 5 dpm.
3.Variabilitas menghilang: amplitudo kurang dari 2 dpm.
4.Variabilitas berlebih (saltatory): amplitudo lebih dari 25 dpm.
Gambar 4. Variabilitas normal dan Variabilitas menghilang
Dapat disimpulkan bahwa variabilitas DJJ yang normal menunjukkan sistem persarafan janin
mulai dari korteks serebri – batang otak – nervus vagus – dan sistem konduksi jantung dalam
keadaan baik. Variabilitas DJJ akan menghilang pada janin yang mengalami asidosis
metabolik. Beberapa keadaan bukan hipoksia yang dapat menyebabkan variabilitas DJJ
berkurang:
1. Janin tidur (suatu keadaan fisiologis dimana aktivitas otak berkurang).
2. Janin anensefalus (korteks serebri tidak terbentuk).
3. Janin preterm (sistem persarafan belum sempurna).
4. Obat (narkotik, diazepam, MgSO4, betametason).
5. Defek jantung bawaan.

Beberapa perubahan periodik/episodik DJJ yang dapat dikenali pada pemeriksaan KTG
adalah:
1. Akselerasi.
2. Deselerasi dini.
3. Deselerasi lambat.
4. Deselerasi variabel.
a. Akselerasi (accelerations)
Akselerasi adalah peningkatan djj sebesar 15 dpm atau lebih, berlangsung selama 15
detik atau lebih, yang terjadi akibat gerakan atau stimulasi janin. Akselerasi yang berlangsung
selama 2 – 10 menit disebut akselerasi memanjang (prolonged acceleration).
Penilaian akselerasi sering digunakan untuk menentukan kesejahteraan janin, dan
merupakan dasar dari pemeriksaan non-stress test(NST). Janin yang tidak menunjukkan tanda
akselerasi DJJ bukan berarti dalam keadaan bahaya, namun merupakan indikasi untuk
pemeriksaan lebih lanjut, seperti contraction stress test (CST) atau penilaian profil biofisik
janin.

Gambaran akselerasi yang terlihat pada kontraksi uterus dan deselerasi variabel
menunjukkan adanya kompresi parsial pada tali pusat. Gambaran akselerasi yang menghilang
dapat menjadi pertanda adanya hipoksia janin, apalagi bila disertai dengan tanda-tanda lainnya,
seperti variabilitas djj yang berkurang, takikardia, atau bradikardia.
b. Deselerasi dini (early decelerations)
Deselerasi dini adalah penurunan djj sesaat yang terjadi bersamaan dengan timbulnya
kontraksi. Penurunan djj pada deselerasi dini biasanya tidak mencapai 100 dpm. Deselerasi
dini tidak mempunyai arti patologis jika tidak disertai kelainan pada gambaran djj lainnya.
c. Deselerasi lambat (late decelerations)
Deselerasi lambat merupakan penurunan djj yang terjadi beberapa saat setelah
kontraksi dimulai. Nadir deselerasi terjadi lebih lambat dari puncak kontraksi; dan deselerasi
menghilang lebih lambat dari saat menghilangnya kontraksi.

Gambar 8. Deselerasi lambat (Bambang Karsono)

Deselerasi lambat yang terjadi berulang seringkali dijumpai pada keadaan insufisiensi
plasenta dan hipoksia janin. Bila deselerasi lambat disertai variabilitas yang berkurang atau
kelainan djj lainnya, keadaan tersebut menunjukkan suatu tanda gawat janin(fetal distress),
sehingga perlusegera dilakukan evaluasi dan tindakan lebih lanjut.
d. Deselerasi variabel (variable decelerations)
Deselerasi variabel paling sering terjadi akibat kontraksi uterus, terutama pada partus kala II;
dan penyebabnyayang paling sering adalah kompresi tali pusat.
Berbeda dengan deselerasi dini dan deselerasi lambat, gambaran deselerasi variabel
berbentuk runcing oleh karena timbul dan menghilangnya deselerasi berlangsung cepat.
Deselerasi variabel digolongkan ke dalam 3 kategori:
1. Deselerasi variabel ringan, apabila penurunan djj tidak mencapai 80 dpm dan
lamanya kurang dari 30 detik.
2. Deselerasi variabel sedang (moderat), apabila penurunan djj mencapai 70-80 dpm
dan lamanya antara 30-60 detik.
3. Deselerasi variabel berat, apabila djj menurun sampai di bawah 70 dpm dan
lamanya lebih dari 60 detik.
Istilah deselerasi variable memanjang (prolonged variable decelerations) digunakan untuk
menyatakan penurunan djj lebih dari 30 dpm dan lamanya lebih dari 2,5 menit
Deselerasi variabel merupakan jenis deselerasi yang paling sering dijumpai, yaitu pada
sekitar 50% - 80% partus kala II; dan kebanyakan tidak berbahaya bagi janin. Tanda-tanda
deselerasi variabel yang tidak berbahaya bagi janin adalah:
1.Timbul dan menghilangnya deselerasi berlangsung cepat.
2.Variabilitas djj masih normal.
3.Terdapat akselerasi djj pada saat kontraksi.

Gambar 10. Deselerasi variabel berat


Tanda-tanda deselerasi variabel yang berbahaya bagi janin adalah:
1.Terjadinya lebih lambat dari saat timbulnya kontraksi.
2.Pemulihan (menghilangnya) deselerasi berlangsung lambat.
3.Variabilitas djj berkurang, atau meningkat secara berlebihan.
4.Menghilangnya akselerasi pra- dan pasca-deselerasi.
5.Semakin beratnya derajat deselerasi variabel.

IV. Cara mengintepretasi hasil CTG


Non-stress test (NST)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai hubungan gambaran DJJ dan aktivitas
janin. Cara pemeriksaan ini dikenal juga dengan nama aktokardiografi, atau fetal activity
acceleration determination (FAD; FAAD). Penilaian dilakukan terhadap frekuensi dasar
DJJ, variabilitas, dan timbulnya akselerasi yang menyertai gerakan janin.
Interpretasi NST
Reaktif:
a. Terdapat gerakan janin sedikitnya 2 kali dalam 20 menit, disertai dengan akselerasi
sedikitnya 15 dpm.
b. Frekuensi dasar djj di luar gerakan janin antara 120 – 160 dpm.
c. Variabilitas djj antara 5 – 25 dpm.
Non-reaktif:
a. Tidak terdapat gerakan janin dalam 20 menit, atau tidak terdapat akselerasi pada
gerakan janin.
b. Frekuensi dasar djj abnormal (kurang dari 120 dpm, atau lebih dari 160 dpm).
c. Variabilitas djj kurang dari 2 dpm.
Meragukan:
a. Gerakan janin kurang dari 2 kali dalam 20 menit, atau terdapat akselerasi yang kurang
dari 15 dpm.
b. Frekuensi dasar djj abnormal.
c. Variabilitas djj antara 2 – 5 dpm.
Hasil NST yang reaktif biasanya diikuti dengan keadaan janin yang baik sampai 1
minggu kemudian (spesifisitas 95% - 99%). Hasil NST yan gnon-reaktif disertai dengan
keadaan janin yang jelek (kematian perinatal, nilai Apgar rendah, adanya deselerasi lambat
intrapartum), dengan sensitivitas sebesar 20%. Hasil NST yang meragukan harus diulang
dalam waktu 24 jam. Oleh karena rendahnya nilai sensitivitas NST, maka setiap hasil NST
yang non-reaktif sebaiknya dievaluasi lebih lanjut dengan contraction stress test (CST),
selama tidak ada kontraindikasi.

Anda mungkin juga menyukai