Anda di halaman 1dari 15

Diagnosis dan Tatalaksana “TOMCAT” / Dermatitis Paederus

Tomcat merupakan sebuah istilah yang tidak asing terdengar oleh telinga orang-orang Indonesia dewasa
ini. Media massa, seperti surat kabar dan internet dipenuhi dengan istilah TOMCAT sejak bulan Maret
2012.1-5 Bahkan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia sampai turun lapangan demi menginvestigasi
kasus ini lebih lanjut.6 Tomcat
atau yang nama ilmiahnya disebut sebagai Paederus sp. merupakan spesies serangga penyebab kelainan
kulit yang sebenarnya tidak asing bagi masyarakat Indonesia, seperti yang diungkapkan oleh Guru Besar
Ilmu Serangga dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Aunu Rauf.7 Manifestasi kelainan kulit tersebut disebut
dermatitis paederus atau disebut juga dermatitis venenata.

Analisa statistik yang definit mengenai jumlah morbiditas dermatitis paederus belum dilakukan, namun
hingga 21 Maret 2012, 17 puskesmas dari total 62 puskesmas yang tersebar di setiap kecamatan
Surabaya mencatat jumlah pasien penderita dermatitis paederus mencapai 155 orang.8 Gambaran klinis
dermatitis paederus seringkali menyerupai penyakit lain sehingga seringkali salah didiagnosis dan
ditangani sebagai penderita herpes simplex, herpes zoster, atau impetigo bulosa.9 Penyakit lainnya yang
juga menyerupai dermatitis paederus, antara lain, luka bakar karena bahan kimia, dermatitis kontak
alergi, millipede dermatitis, dan phytophotodermatitis.10 Tingkat morbiditas yang cukup
mengkhawatirkan dan ditambah lagi kecenderungan terjadinya kesalahan diagnosis yang akan berlanjut
pada kesalahan medikasi, mendorong penulis untuk mengumpulkan dan menyusun sebuah makalah
mengenai dermatitis paederus secara umum, dari definisi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, dan
secara spesifik update mengenai diagnosis dan penatalaksanaanya. Hal ini bertujuan agar tenaga medis
dapat memahami, mendiagnosis, menangani, dan memberikan edukasi yang benar serta relevan kepada
khalayak luas mengenai dermatitis paederus.

DEFINISI

Dermatitis paederus, yang juga dikenal sebagai dermatitis linearis11 atau blister beetle
dermatitis10 adalah dermatitis kontak iritan (DKI) khas yang memiliki ciri lesi vesikel dan pustul dengan
awitan mendadak pada daerah kulit yang meradang karena terekspos cairan mengandung paederin,
suatu vesicant poten,12 yang berasal dari serangga genus Paederus.13 Sedangkan, dermatitis kontak iritan
adalah peradangan kulit yang disebabkan terpaparnya kulit dengan bahan dari luar yang bersifat iritan
yang menimbulkan kelainan klinis efloresensi polimorfik berupa eritema, edema, papul, vesikel, dan
keluhan gatal, perih serta panas.14

ETIOLOGI

Genus Paederus merupakan bagian dari famili Staphyllinidae, ordo Coleoptae, kelas Insecta, dan
berjumlah lebih dari 622 spesies yang tersebar di seluruh dunia.10,15 Dalam ordo Coleoptae, hanya
famili Meloidae, Oedemeridae, dan Staphyllinidae yang dapat mengeluarkan zat vesicant yang
menyebabkan dermatitis dan konjungtivitis (kedua pertama mengeluarkan cantharidin dan yang
terakhir paederin)16 Kumbang Paederus tercatat memiliki asosiasi terhadap epidemi dermatitis di
beberapa negara, antara lain Australia,17 Malaysia,18 Sri Lanka,19 Nigeria,20 Kenya, Iran,10 Afrika Tengah,
Uganda, Okinawa, Sierra Leone,21 Argentina, Brazil, Perancis, Venezuela, Ekuador, dan
India.22,23,24 Spesies yang seringkali menyebabkan dermatitis paederus berbeda pada pada setiap negara,
antara lain Paederus melampus di India, Paederus brasiliensis yang dikenal sebagai podo di Amerika
Selatan, Paederus colombius di Venezuela, Paederus fusipes di Taiwan, dan Paederus peregrinus di
Indonesia.25
Gambar 1. Paederus sp.

Kumbang Paederus dewasa memiliki ukuran dengan panjang 7-10 mm dan lebar 0,5 mm, yaitu sekitar
satu setengah kali ukuran nyamuk (lihat gambar 1).13 Paederus memiliki kepala berwarna hitam,
abdomen bawah dan elytra, thorax berwarna merah dan abdomen atas.20,21 Kumbang ini bertempat
tinggal di habitat yang lembab25 dan seringkali bersifat mutual bagi agrikultur karena sifatnya sebagai
pemakan hama.26Paederus mampu untuk terbang, namun kumbang ini cenderung memilih untuk berlari
dan sangat gesit.13 Paederus bersifat nokturnal dan terpikat dengan benda yang berpendar dan biasanya
mencapai kontak langsung dengan manusia melalui jendela atau pintu yang terbuka.21,26 Salah satu ciri
khas lain dari Paederus adalah tidak menggigit maupun menyengat, namun ketidaksengajaan menekan
atau menggencetnya akan menyebabkan pengeluaran dari cairan hemolimfe yang mengandung
paederin.26

Paederin yang merupakan vesicant aktif yang sangat ampuh menyebabkan reaksi pada kulit dalam 24
jam setelah kontak, sebenarnya merupakan zat kimiawi yang digunakan oleh semua
anggota Paederus sebagai alat pertahanan diri terhadap predator seperti laba-laba. Biosintesis dari
paederin ini hanya terjadi pada Paederus betina, sedangkan larva dan Paederus jantan hanya
mendapatkan paederin dari induknya. Akhir-akhir ini telah dibuktikan bahwa produksi paederin
bergantung pada aktivitas bakteri gram negatif (Pseudomonas sp.) yang ada di dalam Paederus.27

Berbeda dengan kantaridin yang mekanisme pembentukan lepuh secara molekular sudah jelas, yaitu
melalui aktivasi atau pelepasan dari neutral serine proteases yang menyebabkan degenerasi dari plak
desmosom, kemudian terjadi pelepasan tonofilamen dari desmosom dan menyebabkan akantolisis,
lepuh intraepidermal, dan lisis non-spesifik dari kulit,28 toksin paederin hanya diketahui sebatas
substansi iritan kimiawi pada kulit. Pelepasan protease epidermal karena paederin sebagai penyebab
akantolisis pada penderita dermatitis paederus sudah diusulkan29 dan efek menghambat mitosis pada
konsentrasi minimal 1 ng/mL dengan menghambat sintesis protein dan DNA sudah diketahui.30,31
Fitur histopatologi pada dermatitis paederus sama dengan gambaran yang terlihat pada dermatitis
kontak iritan pada umumnya yaitu spongiosis, eksositosis, vesikel dan nekrosis epidermis.32 Gambaran
histopatologi bervariasi tergantung dari durasi dan fase evolusi lesi tersebut ketika dibiopsi.32,33 Biopsi
lesi dini memperlihatkan spongiosis dan eksositosis neutrofil, sedangkan vesikel intraepidermal dan
nekrosis epidermal yang disertai edema dermis dan infiltrat peradangan perivaskular dan interstisial
adalah fitur lesi yang lebih lanjut; lesi lebih lama lagi akan menunjukan adanya akantosis dan
parakeratosis.32

DIAGNOSIS

Pada sebuah studi observasional terhadap 87 pasien dengan diagnosis dermatitis paederus di Irak,
ditemukan bahwa keluhan utama paling umum (sebanyak 85%) adalah lesi kulit yang muncul tiba-tiba
dengan gambaran menakutkan pasien atau saudaranya.34Gejala berupa sensasi tersengat atau terbakar
merupakan gejala subjektif yang paling sering ditemukan.10, 34-37 Pruritus jarang terjadi, namun dapat
ditemukan.9 Adanya riwayat kontak dengan serangga merupakan temuan klinis yang akan sangat
menolong diagnosis, sayangnya karena sifat nokturnal dari Paederus, kontak dengan pasien mayoritas
terjadi pada malam hari yaitu ketika pasien tidur sehingga biasanya pasien menyangkal adanya riwayat
tersebut.

Berbeda dengan toksin kantaridin yang lesi kulitnya muncul dalam 2-3 jam setelah paparan,33 reaksi kulit
terhadap paederin biasanya ditemukan dalam 24-48 jam setelah kontak dan membutuhkan seminggu
atau lebih untuk penyembuhan.13 Reaksi kulit terhadap pederin beragam tergantung dari
konsentrasinya, durasi pajanan, dan karakteristik individual.26 Lesi tipikal biasanya muncul secara
mendadak berupa plak eritema yang tersusun secara linear, kemudian pada umumnya muncul vesikel-
vesikel yang seringkali berubah menjadi pustul di daerah sentral dari plak tersebut (lihat gambar
2).13 “Kissing lesions” merupakan reaksi khas yang dapat terjadi apabila toksin paederin menyebar dari
permukaan kulit yang biasanya terjadi kontak, seperti daerah-derah fleksura (lihat gambar 3).38 Pada
kasus dermatitis paederus yang ringan dapat hanya ditemukan patch eritema yang berlangsung selama
beberapa hari dan sebaliknya pada kasus berat dapat ditemukan lepuh dalam area yang lebih luas
diserta gejala-gejala tambahan, seperti demam, arthralgia, neuralgia, dan muntah-
muntah.29,37 Berdasarkan studi 268 kasus dermatitis paederus oleh Huang et al di China, erupsi kulit
terjadi secara umum pada daerah yang terbuka, seperti leher (180 kasus, 67,16%), wajah (87 kasus,
32,46%), dan pundak dan ekstremitas atas (72 kasus, 26,87%); daerah lainnya meliputi ekstremitas
bawah (38 kasus, 14,18%), dada dan punggung (14 kasus, 5,22%), daerah aksila (2 kasus, 0,75%), dan
pudendum (1 kasus, 0,37%).9
Gambar 2 dan 3. Lesi tipikal berbentuk linear pada tungkai bawah kanan (atas) dan kissing
lesions pada fleksura ekstremitas atas (bawah).
Gambar dikutip dari: Huang et al. An outbreak of 268 cases of Paederus dermatitis in a toy-building
factory in central China. Int J Dermatol 2009;48:128–131 dan Assaf M, Nofal E, Nofal A, Assar O, Azmy A.
Paederus dermatitis in Egypt: a clinicopathological and ultrastructural study. JEADV 2010; 24 :1197-
1201)

Lesi pada mata umum terjadi dan biasanya dikarenakan mengusap mata dengan tangan yang
terkontaminasi dengan toksin paederin.38 Edema, konjungtivitis, dan lakrimasi berlebih sering ditemukan
dan biasanya disebut “Nairobi Eyes” (lihat gambar 4).39 Efek dari toksin biasanya hanya sebatas pada
konjungtiva dan corneal scarring dan iritis jarang terjadi.9,39
Gambar 4. Edema periorbital, lakrimasi berlebih, dan konjungtivitis
(Gambar dikutip dari: Zargari O, Asadi AK, Fathalikhani F, Panahi M. Paederus dermatitis in northern
Iran: A report of 156 cases. Int J Dermatol 2003;42:608-12.)

Komplikasi yang dapat terjadi, antara lain hiperpigmentasi pasca inflamasi, infeksi sekunder, dermatitis
dengan lepuh luas dan ulkus yang membutuhkan rawat inap.10,17,21

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Diagnosis banding utama dari
penyakit ini adalah herpes zoster, herpes simpleks, dan phylophotodermatitis.9,10 Pada penderita herpes
zoster, karakteristik khas yang sangat membedakan adalah keluhan utama berupa nyeri menjalar,
distribusi erupsi sejajar dermatom dan unilateral (lihat gambar 5),40 berbeda dengan nyeri terbakar atau
tersengat yang merupakan gejala subjektif dominan dari dermatitis paederus. Penyakit herpes simpleks
yang menyerupai dermatitis paederus bukanlah pada infeksi primernya, melainkan fase rekurensinya.
Pada fase rekurensi dapat ditemukan vesikel berkelompok di daerah perioral yaitu daerah vermilion
border, terutama daerah 1/3 lateral dari labia inferior (lihat gambar 6).41 Perbedaan predileksi, susunan
lesi yang tidak linear, juga ada tidaknya riwayat infeksi primer dari herpes simpleks berupa
gingivostomatitis dapat mengeksklusi diagnosis herpes simpleks rekuren dari diagnosis
banding. Phytophotodermatitis sangat mirip dengan dermatitis paederus karena mempunyai gejala yang
sama berupa lesi yang tersusun secara linear, area eritema yang tidak simetrik, lepuh-lepuh, dan
kelainan pigmentasi. Ada tidaknya riwayat kontak dengan zat dari tanaman-tanaman yang memiliki sifat
sensitisasi cahaya, seperti limau, seledri, peterseli, dan daun ara, merupakan satu-satunya hal yang
menolong dalam membedakan kedua diagnosis ini.26
Gambar 5 dan 6. Distribusi dermatomal herpes zoster (atas), herpes simpleks labialis rekuren pada
labia inferior (bawah).
(Gambar dikutip dari: Marques AR, Straus SE. Herpes Simplex. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York:
McGraw-Hill; 2008. p. 1873-1884 dan Viral Diseases. In: James WD, Elston DM, Berger TG, editors.
Andrew’s Diseases of the skin. 10th ed. WB Saunder’s: Philadelphia; 2011. p. 372-377.
Susunan lesi khas berbentuk linear, predileksi pada daerah yang terbuka, ditemukannya kissing lesions,
gejala dominan berupa sensasi terbakar atau tersengat, dan fitur epidemiologi (kejadian serupa pada
daerah tertentu, identifikasi serangga, dan kejadian musiman) seharusnya memampukan klinisi untuk
sampai pada diagnosis yang benar.34

TATALAKSANA

Dermatitis paederus merupakan penyakit swasirna atau self-limiting44 sehingga tidak diperlukan adanya
pemberian medikasi-medikasi tertentu untuk dapat mencapai kesembuhan. Penatalaksanaan dermatitis
paederus sifatnya hanya untuk meredakan gejala dan menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi
sekunder. Kasus ini harus ditangani seperti dermatitis kontak iritan lainnya – menghilangkan iritan
dengan mencuci kulit yang bersentuhan dengan serangga dengan air mengalir dan sabun, mengompres
kulit dengan cairan antiseptik, seperti pengunaan larutan permanganas kalikus (PK) 0,01 % atau
povidone iodin 0,5-1% untuk menurunkan resiko infeksi sekunder, diikuti dengan pemberian steroid
topikal untuk meredakan peradangan dan juga antibiotik bila terjadi infeksi sekunder.21 Pemilihan
topikal steroid sesuai dengan daerah lesi. Lesi di wajah dapat menggunakan steroid potensi rendah,
seperti hidrokortison 1% atau 2,5% krim, di leher dapat menggunakan steroid potensi menengah,
seperti betametason valerate 0,1% krim, sedangkan di ekstremitas proksimal dapat menggunakan
steroid potensi menengah-tinggi, seperti betametason diproprionate 0,05% krim atau desoximetason
0,25% krim. Contoh pilihan antibiotik topikal yang dapat digunakan antara lain, mupirosin 2% dioleskan
3x/hari, asam fusidat 2% dioleskan 3-4x / hari, gentamisin 0,1% dioleskan 3-4x/hari, kloramfenikol 2%
dioleskan 3-4x/hari, atau neomisin dioleskan tipis 2-5x/hari. Pemberian siprofloksasin dengan dosis dua
kali 500 mg sehari dapat dipertimbangkan karena hasil dari sebuah studi yang dilakukan di Sierra Leone,
dimana ditemukan perbedaan waktu penyembuhan yang bermakna antara pasien penderita dermatitis
paederus yang diberikan antibiotik siprofloksasin dan yang tidak diberikan antibiotik.37

Beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh masyarakat menurut Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP dan PL) Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia yang isinya selaras dengan pencegahan dermatitis paederus dalam literatur-literatur terkini,
antara lain menghindari penggencetan kumbang agar racun tidak mengenai kulit, menyingkirkan
kumbang dengan cara meniup atau menggunakan kertas, mencuci bagian kulit yang mengalami kontak
dengan kumbang dengan air mengalir dan sabun, menutup pintu dan menggunakan kasa nyamuk untuk
mencegah kumbang ini masuk ke dalam rumah, tidur dengan menggunakan kelambu, memasang jaring
pelindung di lampu untuk mencegah kumbang jatuh ke manusia, menyemprot insektisida, dan
membersihkan rumah dari tanaman yang tidak terawat.10,13,19,45

Daftar Pustaka

1. Taufiqurrahman, Asdhiana M. Puskesmas di Sampang Menjadi Sarang Tomcat. Kompas


[Internet]. 2012 Mar 4 [cited 2012 Apr 1]. Available from:
http://regional.kompas.com/read/2012/04/03/22075733/Puskesmas.di.Sampang.Menjadi.Sara
ng.Tomcat
2. Kemenkes: Obat Nyamuk Semprot Dapat Basmi “Tomcat”. Antara [Internet]. 2012 Mar 22 [cited
2012 Apr 1]. Available from:

http://id.berita.yahoo.com/kemenkes-obat-nyamuk-semprot-dapat-basmi-tomcat-134815390.html

3. Junaedi, Joewono BN. Tomcat Serang Bocah di Polewali Kompas [Internet] 2012 Apr 2 [cited
2012 Apr 1]. Available from:

http://regional.kompas.com/read/2012/04/02/07181758/Tomcat.Serang.Bocah.di.Polewali.Mandar

4. Tomcat Mulai Serang Permukiman Warga di Pinrang. Seputar Indonesia [Internet]. 2012 Mar 31
[cited 2012 Apr 1]. Available from:

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/482204/

5. Lestari E, Sarasa AB. Populasi Tomcat Harus Diawasi. Seputar Indonesia [Internet]. 2012 Mar 23
[cited 2012 Apr 1]. Available from:

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/480052/

6. Korban Serangga Paederus Tidak Ada Yang Mengkhawatirkan. Depkes Indonesia [Internet]. 2012
Mar 21 [cited 2012 Apr 1]. Available from:

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1870-korban-serangga-paederus-tidak-ada-
yang-mengkhawatirkan.html

7. Utomo YW. Kenapa Diberi Nama Tomcat? Kompas [Internet]. 2012 Mar 20 [cited 2012 Apr 1].
Available from:

http://sains.kompas.com/read/2012/03/20/19115880/Kenapa.Diberi.Nama.Tomcat

8. Faizal A, Wadrianto GK. 17 Puskesmas Obati 155 Korban Tomcat. Kompas [Internet]. 2012 Mar
21 [cited 2012 Apr 1]. Available from:

http://sains.kompas.com/read/2012/03/21/15382739/17.Puskesmas.Obati.155.Korban.Tomcat

9. Huang et al. An outbreak of 268 cases of Paederus dermatitis in a toy-building factory in central
China. Int J Dermatol 2009;48:128–131

10. Zargari O, Asadi AK, Fathalikhani F, Panahi M. Paederus dermatitis in northern Iran: A report of
156 cases. Int J Dermatol 2003;42:608-12.

11. Morsy TA, Arafa MA, Younis TA, Mahmoud IA. Studies on Paederus alfierii Koch (Coleoptera:
Staphylinidae) with special reference to the medical importance. J Egypt Soc
Parasitol 1996;26:337-51.

12. Gelmietti C, Grimalt R. Paederus dermatitis: An easy diagnosable but misdiagnosed eruption. Eur
J Pediatr 1993;153:6-8.
13. Singh G, Ali S. Paederus Indian J Dermatol Venereol Leprol 2007;73(1):13-15

14. Djuanda S , Sularsito SA. Dermatitis. Dalam buku: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi ke-6. Jakarta: FKUI, 2010;148-150.

15. Vegas FK, Yahr MG, Venezuela C. Paederus dermatitis. Arch Dermatol1996;94:175-83.

16. Gnanaraj P, Venugopal V, Mozhi MK, et al. An outbreak of Paederus dermatitis in a suburban
hospital in south India: a report of 123 cases and review of the literature. J Am Acad
Dermatol 2007;57:297-300.

17. Todd RE, Guthridge SL, Montgomery BL. Evacuation of an Aboriginal community in response to
an outbreak of blistering dermatitis induced by a beetle (Paederus australis). Med J
Aust 1996;164:238-40.

18. Mokhtar N, Singh R, Ghazali W. Paederus dermatitis among medical students in USM,
Kelatan. Med J Malaysia 1993;48:403-6.

19. Kamaladasa SD, Pereea WDH, Weeratunge L. An outbreak of Paederus dermatitis in a suburban
hospital in Srilanka. Int J Dermatol 1997;36:34-6.

20. George AO, Hart PD. Outbreak of Paederus dermatitis in southern Nigeria: Epidemiology and
dermatology. Int J Dermatol 1990;29:500-1.

21. Frank JH, Kanamitsu K. Paederus, sensu lato (Coleptera: Staphylinidae): Natural history and
medical importance. J Med Entomol 1987;24:155-91

22. Handa F, Pradeep S, Sudarshan G. Beetle dermatitis in Punjab. Indian J Dermatol Venerol
Leprol 1985;51:208-12.

23. Kalla G, Ashish B. Blister beetle dermatitis. Indian J Dermatol Venerol Leprol1997;62:267-8.

24. Sujit SR, Koushik L. Blister beetle dermatitis in West Bengal. Indian J Dermatol Venereol
Leprol 1997;63:69-70.

25. Parasitic infestations stings and bites. In: Arnold HL, Odam RB, James WD, editors. Andrew’s
Diseases of the skin. 8th WB Saunder’s: Philadelphia; 1990. p. 486-533.

26. Mammino JJ. Paederus dermatitis. J Clin Aesthet Dermatol 2011; 4(11): 44-46.

27. Piel J, Hofer I, Hui D. Evidence for a symbiosis island involved in horizontal acquisition of pederin
biosynthetic capabilities by the bacterial symbiont of Paederus fuscipes beetles. J
Bacteriol 2004; 186:1280–1286.

28. Moed L, Shwayder TA, Chang MW. Cantharidin Revisited: A Blistering Defense of an Ancient
Medicine. Arch Dermatol. 2001;137:1357-1360
29. Borroni G, Brazzelli V, Rosso R, Pavan M. Paederus fuscipes dermatitis. A histopathological
study. Am J Dermatopathol 1991; 13 : 467–474

30. Richter A, Kocienski P, Raubo P, Davies DE. The in vitro biological activities of synthetic 18-O-
methyl mycalamide B, 10-epi-18-O-methylmycalamide B and pederin. Anticancer Drug Des1997;
12 : 217–227.

31. Brega A, Falaschi A, De Carli L, Pavan M. Studies on the mechanism of action of pederine. J Cell
Biol 1968; 36 :485–496.

32. Assaf M, Nofal E, Nofal A, Assar O, Azmy A. Paederus dermatitis in Egypt: a clinicopathological
and ultrastructural study. JEADV 2010; 24 :1197-1201

33. Banney LA, Wood DJ, Francis GD. Whiplash rove beetle dermatitis in central
Queensland. Australasian Journal of Dermatology 2000;41:162-167

34. Al-Dhalimi MA. Paederus dermatitis in Najaf province of Iraq. Saudi Med J2008; 29: 1490–1493.

35. Kamaladasa SD, Perera WD, Weeratunge L. An outbreak paederus dermatitis in a suburban
hospital in Sri Lanka. Int J Dermatol 1997; 36: 34-36.

36. Uslular C, Kavukcu H, Alptekin D, Acar MA, Denli YG, Memisioglu HR, et al. An epidemicity of
Paederus species in the Cukurova region. Cutis 2002; 69: 277-279.

37. Qadir SN, Raza N, Rahman SB. Paederus dermatitis in Sierra Leone. Dermatol online J 2006; 12:
9.

38. Mbonile L. Acute haemorrhagic conjunctivitis epidemics and outbreaks of Paederus


spp. keratoconjunctivitis (‘Nairobi red eyes’) and dermatitis. S Afr Med J 2011; 101: 541-543

39. Fox R. Paederus (Nairobi Fly) vesicular dermatitis in Tanzania. Trop Doct1993;23(1):17-19

40. Straus SE, Oxman MN, Schmander KE. Varicella and Herpes Zoster. In: Wolff K, Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine.
7 th ed. New York: McGraw-Hill; 2008. p. 1885-1898.

41. Marques AR, Straus SE. Herpes Simplex. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York:
McGraw-Hill; 2008. p. 1873-1884.

42. Viral Diseases. In: James WD, Elston DM, Berger TG, editors. Andrew’s Diseases of the skin. 10th
ed. WB Saunder’s: Philadelphia; 2011. p. 372-377.

43. Kim et al. A Case of Paederus Dermatitis. Annals of Dermatology. 2007; 19:2

44. Nikookar et al. Comparison of Topical Triamcinolone and Oral Atorvastatin in Treatment of
Paederus Dermatitis Northern Iran. Pakistan J Biol Sci 2012; 15(2): 103-107
45. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP dan PL)
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Pencegahan dan Pengendalian
Kumbang Paederus sp. 2012

Belakangan ini serangga “Tomcat” tidak saja naik daun dalam arti yang sebenarnya, tapi juga “naik TV”,
“naik koran”, sampai “naik internet”… Serangga kecil yang sebenarnya sudah lama ada dan mungkin
pernah kita lihat kalau jalan-jalan ke sawah, tiba-tiba diberitakan masuk ke rumah dan jika tersentuh
olehnya, kulit bisa melepuh, gatal, panas, yang merupakan reaksi yang disebabkan oleh racunnya. Aku
jadi tertarik menulisnya, karena kebetulan aku juga mendapat pertanyaan dari salah seorang teman FB-
ku tentang obat untuk mengatasi gigitan/sentuhan sang Tomcat. Siapa tau aku jadi ikut-ikutan ngetop
haha….. lebay…..numpang ngetop kok sama serangga….

Siapakah si Tomcat itu ?

Serangga yang lagi ngetop ini nama latinnya adalah Paederis littoralis, atau dalam bahasa Inggris disebut
Paederis beetle atau rove beetle, yang kalau di pedesaan orang menyebutnya semut kanai atau semut
kayap. Dia dapat julukan keren “tomcat” karena katanya bentuknya sepintas mirip pesawat tempur
Amerika, Tomcat F-14. (ngomong-ngomong…. ini serangganya yang mirip pesawat Tomcat atau
pesawatnya yang mirip serangga yaa)...Serangga ini sebenarnya tidak menggigit atau menyengat, tetapi
darah mereka yang disebut hemolimfa berisi senyawa kimia beracun yang disebut pederin, yang dapat
menyebabkan iritasi kulit atau mata.

Seperti apa sih si Tomcat ini?

Serangga tomcat adalah serangga kecil, bertubuh lunak, dengan panjang kira-kira 1 cm. Warnanya
oranye gelap, sedangkan bagian kepala, sayap depan (elytra) dan ujung perut mereka berwarna hitam.
Sayap depannya berwarna biru / hijau kemilauan. Serangga dewasa dapat hidup selama beberapa bulan
dan menghasilkan dua atau lebih generasi per tahun.

Serangga ini sebelum dewasa berkembang di daerah lembab seperti rawa-rawa, lahan pertanian
beririgasi dan lahan basah air tawar sekitarnya. Larvanya biasanya memakan ganggang, serangga kecil,
tumbuhan yang membusuk, dan bangkai hewan yang ditemukan di habitat ini. Setelah dewasa, serangga
ini menjadi predator serangga lainnya dan sering ditemukan selama siang hari untuk mencari mangsa
atau beristirahat. Si tomcat ini sebenarnya juga sahabat pak Tani, karena ia juga memangsa wereng.
Pada malam hari, lampu dan sumber cahaya terang dapat menarik kumbang dewasa untuk mendekat.
karena itulah tomcat bisa masuk ke rumah-rumah jika ada cahaya yang menarik mereka. Jadi untuk
mencegah mereka masuk rumah, tutuplah dahulu jendela atau pintu sebelum menyalakan lampu di
malam hari. Selain itu, tomcat juga bisa disemprot dengan obat nyamuk biasa yang ada di pasaran.

Kenapa sih pada kuatir pada si Tomcat?

Walaupun tidak berbahaya, tomcat memang perlu diwaspadai karena mereka dapat melepaskan racun
yang disebut pederin ketika tubuh mereka hancur. Pederin dapat menyebabkan iritasi kulit semacam
dermatitis, dengan luka melepuh dan kemerahan. Jika tidak dicuci, tangan yang terkontaminasi toksin
dapat menyebar ke bagian lain dari tubuh. Rasa sakit dan kebutaan sementara juga dapat terjadi jika
racun pederin kena mata.

Karena itu, jika kawan-kawan ketemu sama si tomcat ini, jangan sentuh apalagi mencoba memencetnya
karena dengan itu maka racunnya akan terlepas keluar. Jika kena baju misalnya, ngga usah panik,
usahakan kibaskan dengan hati-hati atau singkirkan dengan sikat atau benda lain, supaya tidak langsung
kontak dengan kulit. Jika tidak sengaja serangganya terluka atau terpencet sehingga keluar racunnya
dan terkena kulit, segera saja basuh dengan air mengalir dan disabun. Reaksi kulit akibat pederin
umumnya tidak langsung terjadi segera, dan memerlukan waktu antara 12 sampai 36 jam setelah terjadi
paparan. Kontak dengan pederin dapat menyebabkan dermatitis diikuti oleh peradangan dari daerah
tersebut menjadi ruam kemerahan dan akhirnya melepuh seperti luka pada kulit. Daerah yang paling
sering terkena adalah bagian tubuh seperti wajah, leher, bahu, lengan dan daerah yang terbuka.

Bagaimana jika sudah terkena racun tomcat?

Ga usah panik, kawan……. Kalian bisa menggunakan kompres dingin lalu diikuti dengan lotion Calamin,
krim yang mengandung difenhidramin (anti histamine), dan salep hidrokortison, yang bisa dibeli di
apotek. Pada banyak kasus, penyembuhan tercapai dalam waktu 1-2 minggu tanpa ada efek jangka
panjang. Jika ada infeksi sekunder, mungkin diperlukan antibiotik.

Obat hidrokortison adalah obat golongan steroid yang beraksi sebagai anti-radang yang biasa digunakan
untuk alergi atau berbagai penyakit radang lainnya. Dalam bentuk krim, obat ini bisa dibeli bebas di
apotek. Sedangkan lotion Calamin itu adalah lotion yg biasa untuk gatal/biang keringat, yang berisi Zinc
oxide dan Ferri sulfat dalam pelarut fenol, yang juga bersifat anti gatal dan antiseptic. Difenhidramin
adalah anti histamin yang terdapat pada beberapa merk lotion anti alergi.
Oya, reaksi kulit akibat racun tomcat ini sepintas memang mirip seperti herpes, yang disebabkan oleh
virus Herpes Zoster. Karena itu, banyak yang mencoba mengobatinya dengan obat herpes seperti
acyclovir, suatu anti virus. Tentunya ini kurang tepat, karena racun pederin dari tomcat ini bukan virus.

Begitu aja, kawan……

Jadi….kena sentuhan tomcat? Ngga usah cemas dan kaget…..

Semoga bermanfaat yaa….

Anda mungkin juga menyukai