Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara wilayah laut dan wilayah


darat, dimana daerah ini merupakan daerah interaksi antara ekosistem darat dan
ekosistem laut yang sangat dinamis dan saling mempengaruhi, wilayah ini
sangat intensif dimanfaatkan untuk kegiatan manusia seperti: pusat
pemerintahan, permukiman, industri, pelabuhan, pertambakan, pertanian dan
pariwisata, (Sumbago 2007, dalam Fatah 2014). Keberlanjutan sumber daya di
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sangat dipengaruhi oleh dua faktor.
Faktor pertama adalah interaksi manusia dalam memanfaatkan sumber daya dan
jasa-jasa lingkungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti
pembangunan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, perikanan destruktif,
reklamasi pantai, pemanfaatan mangrove, pariwisata bahari. Faktor kedua yaitu
proses-proses alamiah seperti abrasi, sedimentasi, ombak, gelombang laut, arus,
angin, salinitas, pasang surut, gempa tektonik, dan tsunami (UU no 27 Tahun
2007 dalam Hidayat dkk, 2013).

Pantai selalu menyesuaikan bentuk profilnya sedemikian sehingga


mampu menghancurkan energi gelombang yang datang. Penyesuaian bentuk
tersebut merupakan tanggapan dinamis alami terhadap laut. Proses dinamis
pantai sangat dipengaruhi oleh littoral transport, yang didefinisikan sebagai
gerak sedimen di daerah dekat pantai (nearshore zone) oleh gelombang dan arus.
Littoral transport dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu transpor sepanjang
pantai (longshore transport) dan transpor tegak lurus pantai (onshore-offshore
transport). Material pasir yang ditranspor disebut dengan littoral drift. Transpor
tegak lurus pantai terutama ditentukan oleh kemiringan gelombang, ukuran
sedimen dan kemiringan pantai. Pada umumnya gelombang dengan kemiringan
besar menggerakkan material kearah laut (abrasi), dan gelombang kecil dengan
periode panjang menggerakkan material kearah darat (akresi), (Nawisworo,
2006).

Abrasi merupakan salah satu masalah yang mengancam kondisi pesisir


dan garis pantai sehingga mundur kebelakang, merusak tambak maupun lokasi
persawahan yang di pinggir pantai, serta mengancam bangunan yang berbatasan
langsung dengan air laut. Abrasi pantai didefinisikan sebagai mundurnya garis
pantai dari posisi asalnya, (B. Triatmojo 1999 dalam Fatah 2014).

Salah satu wilayah dengan hipotesis bahwa terjadinya abrasi dapat dilihat
pada Pantai Tanjung Bayang. Secara administratif, batas Pantai Tanjung Bayang
terletak pada daratan RW 5 Kelurahan Tanjung Merdeka, Kecamatan Tamalate,
Kota Makassar. Menurut area wisata, batas Pantai Tanjung Bayang adalah area
pemanfaatan wisata meliputi laut, pantai, akomodasi, dan fasilitas penunjang
wisata lainnya yang dimiliki/dikelola penduduk RW 5 Kelurahan Tanjung
Merdeka , (Sebastian, 2009).

Anda mungkin juga menyukai