i
Judul:
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II):
TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT,
ASURANSI, DAN INCOTERM
Penulis:
Dr. H. Djafar Al Bram, S.H.,S.E.,M.H.,M.M.,Bc.KN.,CPM.,M.AP.
Editor:
Endra Wijaya
Deni Bram
ii
KATA PENGANTAR
iii
2. Yang amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, M.S., Direktur
Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU),
Medan.
3. Yang amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Amiruddin A. Wahab,
S.H. dkk. selaku pembimbing.
4. Yang amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution,
S.H.,M.H. dkk. selalu pembimbing.
5. Juga kepada Adinda Deni Bram yang berkenaan untuk
merampungkan naskah yang ada, serta kepada Pusat Kajian Ilmu
Hukum Fakultas Hukum Universitas Pancasila (PKIH FHUP)
sebagai lembaga penerbit dan wadah diskusi selama ini.
Djafar Al Bram.
iv
DAFTAR ISI
v
B. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan
.Asas Praduga 57
C. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak 58
D. Prinsip Limitation of Liability 58
DAFTAR PUSTAKA 73
vi
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
BAB I
TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM
PENGANGKUTAN BARANG MELALUI LAUT
-1-
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
-2-
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
-3-
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
-4-
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
-5-
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
-6-
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
-7-
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
-8-
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
Apabila telah diberitahukan sifat dan harga barang yang menjadi objek
pengangkutan, maka barulah si pengangkut diwajibkan untuk memberi
ganti kerugian jika terjadi kerusakan atau kehilangan atas barang tadi.
Dengan adanya pemberitahuan kepada pengangkut, dia dapat
menentukan suatu tempat yang aman di dalam kapal untuk barang-
barang berharga tersebut. Demikian pula, dia dapat menentukan biaya
angkutannya (uang tambang). Dari sudut tuntutan ganti kerugian,
pengirim barang juga mempunyai kepentingan untuk memberitahukan
adanya barang berharga tersebut. Apabila tidak diberitahukan harganya,
jika barang berharga itu hilang, maka pengangkut hanya mengganti
kerugian berdasarkan harga barang-barang biasa saja. Sebaliknya, jika
diberitahukan harganya, maka penggantian kerugian didasarkan kepada
harga yang sebenarnya dari barang-barang berharga tersebut.
Dalam praktik, saat penyerahan barang-barang yang akan
diangkut dari pengirim kepada pengangkut, barang-barang itu telah
dikemas dalam koli-koli 2 dan diberi tanda merek atau tanda pengenal
lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kerugian
karena kerusakan atau kehilangan barang dalam pengangkutan.
Merek atau tanda pengenal tersebut sangat penting bagi
pengangkut sebagai pedoman dalam menyelenggarakan pengangkutan
barang. Mengenai kebenaran dari merek atau tanda pengenal
sebagaimana telah diberitahukan kepada pengangkut ialah menjadi
tanggung jawab pengirim barang.
Demikian juga tentang isi dan berat koli barang menjadi
tanggung jawab pengirim barang. Pengangkut hanya berpegang pada
keterangan dari pengirim barang, karena barang sudah dikemas dalam
koli. Oleh karena itu, pada konosemen dicantumkan perkataan “said to
weight” untuk berat koli dan “said to contain” untuk isi koli. Hal ini
berarti bahwa pengangkut tidak bertanggung jawab atas isi dan berat
koli jika ternyata isi dan berat koli berkurang atau mengalami
kerusakan, asalkan koli barang diserahkan kepada penerima barang
dalam keadaan seperti ketika diterimanya dari pengirim barang.
Sebaliknya, jika pengangkut menerima barang dari pengirim
barang dalam keadaan utuh tetapi ketika menyerahkannya kepada
2
Dalam bahasa Belanda, “colli” berarti barang kiriman atau peti kiriman.
-9-
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
3
Radiks Purba, Angkutan Muatan Laut, Jilid III (Jakarta: Bharata Karya
Ahsna, 1982), hal. 143.
- 10 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 11 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 12 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 13 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 14 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 15 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 16 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 17 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
barang serta jenis dan keadaan yang sama di tempat penyerahan, pada
saat barang tersebut seharusnya diserahkan. Jumlah itu kemudian
dipotong dengan apa yang telah ditentukan dalam soal bea, biaya, dan
upah pengangkutan.
Sedangkan apabila terjadi kerusakan atas barang, ditetapkan oleh
Pasal 473 KUHD, bahwa jumlah yang harus diganti yaitu berdasarkan
harga barang sejenis, seharga dan seperti keadaan pada saat barang itu
seharusnya diserahkan, dikurangi dengan harga barang yang rusak itu,
serta selanjutnya dikurangi lagi dengan biaya lain, yaitu bea, uang
angkutan dan lain-lain, yang seharusnya dikeluarkan oleh penerima,
seandainya barang-barang itu telah diterima dengan utuh.
Contoh:
Upah angkut, bea dan cukai untuk seluruh barang: Rp. 1.000.000,-
5
Sapto Sardjono, Hukum Dagang Laut bagi Indonesia (Jakarta: CV.
Simplex, 1985), hal. 86.
- 18 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 19 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 20 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 21 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 22 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 23 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 24 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 25 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 26 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 27 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 28 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 29 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 30 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
6
E.R. Hardy Ivamy, Case Book on Carriage by Sea (London: Lloyds of
London Press Ltd., 1985), hal. 101.
- 31 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 32 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 33 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 34 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 35 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 36 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
17. Setiap sebab lain yang timbul tanpa kesalahan nyata dan
pribadi dari pengangkut dan tanpa kesalahan atau kelalaian
dari agen atau buruhnya pengangkut.
Jadi, The Hague Rules sudah memberikan suatu pedoman yang
jelas dalam hal mana pengangkut tidak dapat dibebani tanggung jawab
atas kehilangan atau kerusakan yang timbul.
Suatu hal penting yang mempunyai kaitan dengan tanggung
jawab pengangkut menurut The Hague Rules ialah tentang konosemen
(bill of lading). Perlu kembali diingat, bahwa The Hague Rules hanya
berlaku bagi pengangkutan melalui laut yang dilindungi konosemen.
Artikel III (7) menjelaskan bahwa “After the goods are loaded,
the bill of lading to be issued by the carrier, master or agent of the
carrier to the shipper shall, if the shipper so demands, be a “shipped”
bill of lading…”. Maksudnya ialah bahwa setelah menerima barang-
barang dalam kekuasaannya pengangkut berkewajiban mengeluarkan
konosemen (bill of lading) atas permintaan pengirim barang, yang
memuat antara lain:
1. Merk-merk utama yang diperlukan sebagai tanda pengenal atas
barang-barang seperti yang telah disiapkan oleh pengirim
secara tertulis sebelum pemuatan barang-barang itu dimulai.
Merk tersebut dapat dicap atau dengan cara lain, yang dapat
nampak jelas pada barang-barang jika tidak tertutup atau jika
ditaruh dalam peti atau dalam bungkusan, sedemikian rupa
sehingga dalam keadaan biasa merk-merk itu tetap dapat
dibaca sampai akhir perjalanan.
2. Jumlah koli atau potong barang, begitu juga banyaknya atau
beratnya, bagaimanapun keadaannya, sama seperti yang telah
diberitahukan pengirim secara tertulis.
3. Keadaan barang-barang tersebut seperti yang kelihatan dari
luar.
Demikianlah, jadi dapat dipahami bahwa konosemen tersebut
merupakan bukti penting penerimaan barang oleh pengangkut. Begitu
juga dalam kaitannya dengan tanggung jawab pengangkut,
dikeluarkannya sebuah konosemen merupakan suatu hal yang penting
pula. Hal ini disebabkan oleh karena dengan adanya klausula-klausula
- 37 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 38 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 39 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
nor the ship shall in any event be or become liable for any loss or
damage to or in connexion with the goods in amount exceeding the
equivalent of franc 10.000,- per package or unit or franc 30 per kilo of
gross weight of the goods lost or damage, whichever is the higher”.
Selanjutnya, dijelaskan pula dalam Artikel III (5a), bahwa “A
Franc means a unit consisting of 65,5 milligrams of gold of millesimal
fineness 900’. The date of conversion of the sum awarded in national
currencies shall be governed by the law of the court seized of the case”.
Maksudnya ialah bahwa 1 (satu) franc berarti 1 (satu) satuan uang yang
bernilai 65,6 miligram emas dari campuran 900’ per seribu. Tanggal
penukaran jumlah uang tersebut dengan uang nasional diatur oleh
hukum pengadilan mengenai perkara itu.
Selain menegaskan jumlah tersebut di atas, ditentukan pula baik
pengangkut maupun kapal tidak akan berhak untuk memanfaatkan
pembatasan tanggung jawab yang diberikan, apabila dapat dibuktikan
bahwa kerusakan itu akibat dari suatu tindakan atau kelalaian yang
dilakukan oleh pengangkut dengan maksud untuk menimbulkan
kerusakan atau secara tidak hati-hati dan dengan kesadaran bahwa
perbuatan itu dapat menimbulkan kerusakan.
Dengan perkataan lain, kepada pengangkut tetap diberikan
kewajiban untuk menyelenggarakan pelayaran yang layak dan aman
untuk mengangkut barang sampai ke tujuan.
Kemudian, walaupun telah ditentukan jumlah maksimum tadi,
The Hague Rules tetap memberikan kemungkinan kepada pengangkut,
nakhoda, atau agen pengangkut untuk mengadakan persetujuan dengan
pengirim untuk lebih menetapkan jumlah maksimum yang lain, asalkan
lebih dari jumlah maksimum yang telah ditetapkan.
Selanjutnya, pengangkut tidak akan bertanggung jawab terhadap
setiap peristiwa kerugian atau kerusakan pada atau yang berkaitan
dengan barang-barang, jika sifat atau nilai dengan sengaja telah ditulis
secara tidak benar oleh pengirim dalam konosemen.
Selain menentukan liability dari pengangkut, The Hague Rules
mengatur pula mengenai tenggang waktu untuk mengajukan tuntutan
ganti kerugian. Dinyatakan, bahwa untuk mengajukan tuntutan ganti
kerugian harus secara tertulis. Apabila kerusakan itu segera dapat
- 40 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 41 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
7
Samir Mankabady, “The Hamburg Rules on the Carriage of Goods by Sea”,
dalam Samir Mankabady ed., Comments on the Hamburg Rules (Boston: Sythoff-
Leiden, 1978), hal. 34.
- 42 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 43 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 44 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 45 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 46 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
peristiwa dan akibatnya. Asas ini disebut juga dengan presumed fault
or neglect. Jadi, tanggung jawab pengangkut meliputi:
1. Kerugian sebagai akibat kerugian/kehilangan atau kerusakan
barang.
2. Kerugian karena keterlambatan penyerahan barang.
Mengenai hal keterlambatan, dijelaskan dalam Artikel 5 (2),
yaitu: “Delay in delivery occurs when the goods have not been
delivered at the port of discharge provided for in the contract of
carriage by sea within the time expressly agreed upon or, in the absence
of such agreement, within the time which it would be reasonable to
require of a deligent carrier, having regard to the circumstance of the
case”. Maksudnya ialah bahwa keterlambatan penyerahan dianggap
terjadi apabila barang-barang belum diserahkan di pelabuhan
pembongkaran yang telah ditentukan dalam perjanjian pengangkutan
laut dalam jangka waktu yang telah disepakati bersama. Jika tidak
dibuat perjanjian yang tegas tentang jangka waktu tersebut, maka
menurut konvensi, diambil suatu jangka waktu yang layak dibutuhkan
oleh seorang pengangkut yang hati-hati dan berpengalaman terhadap
peristiwa-peristiwa dalam kasus itu.
Apabila pengangkut tidak menyerahkan barang-barang dalam
jangka waktu 60 (enam puluh) hari berturut-turut sesudah jangka waktu
yang dijanjikan atau waktu yang layak dibutuhkan tersebut lewat, maka
orang yang berhak membuat tuntutan bagi kerugian barang, dapat
memperlakukan barang-barang sebagai hilang. Artinya, dia dapat
menuntut pertanggungjawaban si pengangkut akibat hilangnya barang.
Di samping hal-hal tersebut di atas, pengangkut bertanggung
jawab pula:
1. Terhadap kerugian atau kerusakan barang yang disebabkan
karena api, jika penuntut dapat membuktikan bahwa api itu
timbul karena kesalahan atau kelalaian pihak pengangkut,
buruh, atau agen-agennya.
2. Untuk kerugian, kerusakan atau keterlambatan penyerahan
yang dibutuhkan oleh penuntut sebagai akibat dari kesalahan
atau kelalaian pengangkut, buruh-buruh, atau agen-agennya
dalam mengambil tindakan-tindakan yang pantas dilakukan
- 47 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 48 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 49 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 50 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 51 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 52 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 53 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 54 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
***
- 55 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
BAB II
PRINSIP TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT
8
E. Saefullah Wiradipradja, Tentang Tanggung Jawab Pengangkut dalam
Hukum Pengangkutan Udara Internasional dan Nasional (Yogyakarta: Liberty, 1989),
hal. 19.
- 56 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 57 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 58 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
***
- 59 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
BAB III
ASURANSI LAUT DALAM KAITANNYA DENGAN
TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT
- 60 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 61 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 62 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
17
J. Tinggi Sianipar, Asuransi Pengangkutan Laut (Marine Insurance),
Prinsip-Prinsip Pokok dalam Pengurusan dan Penyelesaian Klaim (Jakarta), hal. 85.
- 63 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
***
- 64 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
BAB IV
INCOTERM DALAM PENGANGKUTAN BARANG
A. Tujuan Incoterm
Tujuan incoterm ialah untuk menyediakan seperangkat aturan
internasional bagi penafsiran ketentuan perdagangan yang secara umum
banyak digunakan dalam perdagangan luar negeri. Dengan demikian,
ketidakpastian akibat perbedaan penafsiran ketentuan di negara-negara
yang berbeda dapat dihindari atau setidaknya dikurangi hingga suatu
tingkatan yang dapat dipertimbangkan. Cakupan incoterm hanyalah
terbatas pada hal-hal yang berhubungan dengan hak serta kewajiban
pihak-pihak yang terdapat dalam kontrak penjualan berkaitan dengan
pengiriman barang yang terjual. 9
Penting sekali bagi eksportir dan importir untuk
mempertimbangkan hubungan yang amat praktis antara berbagai
kontrak yang diperlukan untuk menampilkan suatu transaksi penjualan
internasional, di mana bukan hanya kontrak penjualan saja yang
dibutuhkan namun juga kontrak mengenai pengangkutan, asuransi, dan
pendanaan incoterm.
Incoterm diterapkan dengan suatu jumlah kewajiban yang
dikenali yang ditetapkan pada pihak-pihaknya, seperti misalnya
kewajiban penjual untuk menempatkan barang pada tempat yang
ditentukan pembeli, atau menyerahkan suatu barang itu untuk segera
diadakan pengangkutan, atau mengantar barang tadi pada suatu tujuan
serta dengan distribusi risiko di antara para pihak yang terikat dalam
perjanjian pengangkutan.
Incoterm diterapkan dengan kewajiban untuk mengurus barang
untuk ekspor dan impor, pengepakan barang, kewajiban pembeli untuk
pengambilan pengiriman, sebagaimana juga kewajiban untuk
9
R.P. Suyono, Shipping Pengangkutan Intermodal Ekspor Impor Melalui
Laut (Jakarta: PPM, 2003), hal. 351.
- 65 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
10
Amir M.S., Seluk-Beluk dan Tehnik Perdagangan Luar Negeri (Jakarta:
Victory Jaya Abadi, 2003), hal. 133.
- 66 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 67 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
E. Kewajiban Penjual
1. Ketentuan barang sesuai dengan kontrak. Penjual
menyediakan barang dan faktur dagang, atau pesan yang
dikirimkan melalui alat elektronik, yang sesuai dengan kontrak
penjualan dan bukti lain yang ditetapkan dalam kontrak.
2. Perizinan, kuasa dan formalitas. Penjual menyediakan atas
risiko dan biaya sendiri izin ekspor dan surat lainnya dari
pemerintah yang berwenang di mana dapat diterapkan semua
formalitas kepabeanan yang diperlukan untuk keperluan
eksportir barang.
3. Kontrak pengangkutan dan asuransi:
a. Kontrak pengangkutan. Penjual harus membuat
perjanjian sesuai dengan syarat-syarat yang lazim atas
biaya sendiri untuk pengangkutan barang-barang ke
pelabuhan tujuan yang ditetapkan melalui rute yang
lazim untuk pelayaran yang biasa di laut dengan yang
secara normal digunakan untuk pengangkutan barang
sesuai dengan rincian kontrak.
b. Kontrak asuransi. Penjual menutup atas biaya sendiri
asuransi muatan sebagaimana disepakati dalam kontrak,
bahwa pembeli, atau siapapun yang berkepentingan
terhadap pengasuransian barang yang bersangkutan, akan
berhak untuk mengajukan tuntutan secara langsung ke
perusahaan asuransi yang bersangkutan sepanjang
pembeli telah diberi polis asuransi atau bukti penutupan
asuransi lainnya. Asuransi ini diperjanjikan dengan
penanggung atau suatu perusahaan asuransi yang
mempunyai reputasi baik dan harus sesuai dengan
penutupan minimum dari Institute Cargo Clause atau
beberapa susunan clause yang hampir sama.
4. Penyerahan barang. Penjual mengirim barang di atas kapal di
pelabuhan pengapalan pada tanggal atau periode yang telah
disepakati.
5. Pengalihan risiko. Penjual, berdasar ketentuan, menanggung
semua risiko kehilangan atau kerusakan atas barang sampai
- 68 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 69 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
F. Kewajiban Pembeli
1. Pembayaran harga. Pembeli harus membayar harga
sebagaimana yang terdapat pada kontrak penjualan.
2. Perizinan, kuasa dan formalitas. Pembeli harus memperoleh
atas risiko dan biaya sendiri setiap izin impor maupun kuasa
resmi lainnya yang dapat diterapkan dan menyelesaikan semua
formalitas kepabeanan dalam rangka pengimporan barang-
barang dan bagi pengalihannya melalui negara lain.
- 70 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
- 71 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
***
11
International Chamber of Commerce, Incoterms 2000 (Paris: ICC, 1999),
hal. 57.
- 72 -
PENGANTAR HUKUM PENGANGKUTAN LAUT (BUKU II)
DAFTAR PUSTAKA
Purba, Radiks. Angkutan Muatan Laut, Jilid III. Jakarta: Bharata Karya
Ahsna, 1982.
***
- 73 -