Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Pada orang-orang dewasa muda, dengan usia produktif antara 20 – 40


tahun, aktivitas menjadi sangat tinggi. Bisa karena pekerjaan atau karena
aktivitas- aktivitas lain, seperti bepergian atau acara-acara rekreasi akhir pekan
dengan keluarga. Belum lagi di usia ini banyak yang sangat aktif dalam kegiatan
olah raga. Pada usia di atas 40 tahun, walaupun sudah memasuki masa penuaan
(degenerasi), aktivitas orang tua di perkotaan masih sangat tinggi. Dengan gaya
hidup yang demikian, timbul masalah-masalah yang berhubungan dengan sendi
pada lutut diantaranya cidera Ligamen dan Meniskus.

Cedera pada ligamen terjadi akibat gerakan yang melebihi batas


kemampuan ligamen untuk meregang, sehingga dapat terjadi keseleo (strain) atau
robek. Jika terjadi cedera pada ligamen, akan berpengaruh pada kemampuan
untuk melakukan gerakan sehingga dapat mengganggu aktivitas.

Cedera ligamen biasanya terjadi pada ligamen di persendian lutut dan


pergelangan kaki. Hal ini dikarenakan pada daerah tersebut sedikit terdapat
jaringan otot sehingga mudah terjadi cedera. Terapi pada cedera ligamen
dilakukan tergantung dari parah tidaknya cedera yang dialami. Jika hanya terjadi
keseleo, bagian yang cedera dapat di gips untuk beberapa minggu. Namun jika
terjadi robekan yang parah, tindakan operasi harus dilakukan untuk
mempertahankan kestabilan sendi.

Cedera meniskus merupakan cedera yang sering terjadi pada olahraga


yang melibatkan gerakan berputar dan squat seperti pada bolabasket, sepak bola
atau bulu tangkis.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Apa itu Cidera Ligamen dan Meniskus?

1.2.2 Apa Etiologi Cidera Ligamen dan Meniskus?

1.2.3 Bagaimana mekanisme terjadi cidera ligamen dan meniskus?

1.2.4 Bagaimana Manifestasi Klinis cidera ligamen dan Meniskus?

1.2.5 Bagaimana komplikasi cidera ligamen dan meniskus?

1.2.6 Bagaimana penatalaksanaan cidera ligamen dan meniskus?

1.2.7 Bagaimana asuhan keperawatan cidera ligamen da meniskus?

1.3 TUJUAN

1.3.1 Mengetahui apa itu Cidera Ligamen dan Meniskus?

1.3.2 Mengetahui apa Etiologi Cidera Ligamen dan Meniskus?

1.3.3 Mengetahui bagaimana mekanisme terjadi cidera ligamen dan meniskus?

1.3.4 Mengetahui bagaimana Manifestasi Klinis cidera ligamen dan Meniskus?

1.3.5 Mengetahui bagaimana komplikasi cidera ligamen dan meniskus?

1.3.6 Mengetahui bagaimana penatalaksanaan cidera ligamen dan meniskus?

1.3.7 Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan cidera ligamen da meniskus?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 CIDERA LIGAMEN

2.1.1 DEFENISI

Ligamen merupakan jaringan ikat fibrosa yang mengikat ujung luar tulang
yang membentuk persendian. Ligamen tersusun atas jaringan ikat padat yang
mengandung serat kolagen nonextensile sehingga dikenal sebagai jaringan ikat
fibrosa. Berkas serat kolagen sejajar dengan arah kontraksi, sehingga ideal untuk
ligament yang menahan gaya dari satu tulang ke tulang lain pada sebuah sendi.
Sehingga ligament memiliki kekuatan tahanan yang luar biasa. Gambaran
histologi ligament didominasi oleh bundle parallel padat dengan deretan fibroblast
yang tersebar merata.

Pada orang dewasa, perubahan fibroblast menjadi fibrosit relative tidak


aktif, dan karena substansi intrasel tidak membutuhkan nutrisi, maka suplai darah
menjadi sedikit. Ligamen mempunyai ikatan yang sangat kuat ke tulang pada
daerah insersi oleh terusan dari serat kolagennya, yang menembus dalam ke
substansi padat tulang kortikal dan menyebar di dalamnya dan dikenal sebagai
serat Sharpey. Begitu kuatnya ikatan ini bahkan cedera tarikan yang kuat,
ligament tidak tertarik keluar dari tulang; sebaliknya ligament tersebut robek atau
tempat pelekatan ligament dan tendon tersebut mengalami avulsi.

Kurangnya penekanan yang diakibatkan oleh pembatasan gerak yang


terlalu lama pada sendi, dan pada ligament, dapat menyebabkan kelemahan yang
progresif pada ligament dan kelemahan yang lebih parah pada sambungan antara
ligament dan tulang. Bahkan, mungkin diperlukan waktu 6-12 bulan setelah dapat
dilakukan gerakan hingga kekuatannya kembali normal.

Isltilah awam cedera ligamen yang paling umum ialah terkilir, dan terjadi
ketika jaringan ikat ini diduga membentang melewati kapasitas normal. Hal ini
sering bercampur dengan regangan, yang ketika otot telah membentang terlalu

3
jauh. Terkilir sering disebabkan oleh gerakan tiba-tiba dan kekerasan atau dengan
teknik peregangan yang tidak tepat. Ketika ligamen rusak lebih parah, dapat robek
atau pecah, mengalami cedera yang lebih serius. Karena ligamen memainkan
peran penting dalam menstabilkan sendi, sehingga sangat rentan terhadap cedera
jika penggunaannya berlebihan atau pegerakan yang tiba-tiba. Banyak atlet
profesional melukai lutut, siku, dan bahu terutama karena tindakan yang diambil
sambil berlari, melompat, melempar , dan lain sebagainya.

Jadi Cedera ligamen adalah robeknya cruciatum anterior ligamen yang


merupakan salah satu ligamen utama di lutut. Cedera ligamen yang paling sering
terjadi selama olahraga yang melibatkan berhenti mendadak, melompat atau
perubahan arah – seperti basket, sepak bola, tenis, ski, bola voli dan senam.

2.1.2 ETIOLOGI

Cidera ligamen dapat disebabkan karena melakukan aktivitas fisik tertentu,


cidera ligamen juga terjadi karena adanya tekanan pada ligamen sehingga
menyebabkan ligamen merenggang terlalu jauh Hal ini dapat menyebabkan
ligamen patah. Cedera pada ligamen terjadi akibat gerakan yang melebihi batas
kemampuan ligamen untuk meregang, sehingga dapat terjadi keseleo (strain) atau

robek. Jika terjadi cedera pada ligamen, akan berpengaruh pada kemampuan
untuk melakukan gerakan sehingga dapat mengganggu aktivitas. Cedera ligamen
biasanya terjadi pada ligamen di persendian lutut dan pergelangan kaki. Hal ini
dikarenakan pada daerah tersebut sedikit terdapat jaringan otot sehingga mudah
terjadi cedera. Selain itu ada beberapa hal yang menyebabkan cedera pada
ligamen.

1) Memperluas gerakan lutut terlalu jauh

2) Memutar lutut dengan kaki yang ditahan

3) Mengangkat badan secara tiba-tiba dari satu kaki ke kaki yang lain

4) Melompat dan mendarat posisi lutut tertekuk

4
5) Berhenti secara tiba-tiba saat berlari

6) Dislokasi

Dislokasi dapat menyebabkan cidera ligamen karena sebuah sendi yag


pernah mengalami dislokasi,ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor
akibatnya sendi tersebut lebih mudah mengalami dislokasi kembali. Dislokasi bisa
disebabkan oleh cidera ligamen jika cidera pada ligamen tersebut mengenai sendi
atau benturan keras pada ligamen dan sendi.

2.1.3 MEKANISME TERJADINYA CIDERA LIGAMEN

Sebuah benturan langsung pada sendi biasanya menghasilkan memar


tetapi, benturan yang cukup parah, dapat menghasilkan fraktur intra articular.
Cedera tidak langsung menghasilkan ketegangan mendadak pada ligamen yang
mungkin dapat menyebabkan peregangan ligamen yang parah, sehingga terjadi
robekan kecil dan beberapa perdarahan (keseleo pada ligamen) tanpa kehilangan
stabilitas sendi. Sebuah cedera yang lebih parah menghasilkan robekan ligamen
besar baik sebagian atau lengkap dengan mengakibatkan hilangnya stabilitas
sendi. Jika ligamen itu sendiri tidak robek, mungkin terjadi retakan pada tulang di
tiap ujung ligamen. Sebuah regangan ligamen, sebaliknya, mengacu pada
pemanjangan bertahap ligamen yang dihasilkan dari peregangan ringan yang
berulang secara terus-menerus.

1) Cedera Ligamen pada Sendi Lutut

Lutut pada dasarnya adalah sendi engsel yang dapat bergerak secara fleksi,
ekstensi, dan rotasi derajat kecil. Stabilitas pada bagian medial dan lateralnya
dijaga oleh ligamen kolateral medial dan lateral yang kuat, dan stabilitas anterior
dan posteriornya oleh ligamen krusiat anterior dan posterior. Sehingga, ligamen-
ligamen tersebut rentan terhadap cedera parah akibat gaya yang memaksa lutut
bergerak pada posisi yang abnormal atau di luar rentang gerak normalnya. Cedera
seperti ini biasanya terjadi pada olahraga, contohnya sepakbola dan hoki. Ligamen

5
mungkin hanya keseleo (tertarik dengan robekan pada beberapa serat) atau bisa
saja terjadi robekan sebagian atau robekan penuh.

Ligamen-Ligamen pada Lutut yang Sering Mengalami Cedera

a. Ligamen cruciatum anterior

Berjalan di depan eminentia intercondylaretibia ke permukaan medial


condylus lateralis femur yang berfungsi menahan hiperekstensi dan
menahan bergesernya tibia ke depan.

b. Ligamen cruciatum posterior

Berjalan dari facies lateralis condylus medialis femur menuju ke fossa


intercondylaretibia yang berfungsi menahan bergesernya tibia ke
belakang.

c. Ligamen collateral medial (tibiae)

Berjalan dari epicondylus medialis menuju ke permukaan medial tibia


yang berfungsi menahan gerakan valgus atau samping luar.

d. Ligamen collateral lateral (fibulae)

Berjalan dari epicondylus lateralis ke caput fibula, yang berfungsi


menahan gerakan varus atau samping dalam.

6
Mekanisme cidera

Sebagian besar cedera ligamen terjadi di saat lutut menekuk, sehingga


merelaksasikan kapsul dan ligamen, dan memungkinkan terjadinya rotasi. Daya
perusak dapat berupa dorongan lurus (misalnya : cedera dashboard yang
mendesak tiba ke belakang) atau, lebih sering, kombinasi cedera rotasi dan
tumbukan pada lutut penahan beban yang sedang tertekuk seperti pada cedera
pesepak bola. Berbagai jenis cedera kompleks dapat timbul.

Ligamen medial adalah yang paling sering terkena; penyebabnya biasanya


adalah cedera pemuntiran dengan lutut yang berotasi dan terdorong ke dalam
valgus. Jaringan mengalami ruptur dari lapisan ke lapisan; pertama ligamen
kapsul dangkal, kemudian ligamen kolateral medial, dan kemudian – karena tibia
berotasi luar – ligamen krusiatum anterior. Cedera yang sama terjadi (meskipun
jauh lebih jarang) pada sisi lateral bila lutut dipaksa ke dalam varus, dan cedera
ligamen krusiatum posterior bila tiba terdorong ke belakang dalam hubungannya
dengan femur.

Saat memutar lutut dengan kaki yang ditahan umunya dapat menyebabkan
cidera ligamen karena tekanan tersebut menyebabkan robekan pada ligamen
,namun hal itu dapat dicegah dengan melakukan peregangan da latihan kekuatan
sebelum dan sesudah aktifitas fisik, dan lakukan perubahan aktifitas secara
bertahap.

Pada anak yang berjalan pincang juga bisa disebabkan karena cidera
ligamen dan bisa juga disebabkan dislokasi kongenital. Tindakan perawat pada
pasien yang pincang yaitu : Melakukan pemeriksaan fisik untuk mendiagnosa
penyakit,kaji nyeri dan bentuk ekstremitas,anjurkan untuk merendam kaki yang
nyeri dengan air hangat,anjurkan pasien untuk istirahat,melakukan terapi es untuk
mengurangi rasa sakit,melakukan kompresi menggunakan perban dan
meninggikan anggota tubuh yang terkilir.

2) Cedera Ligamen pada Pergelangan Kaki

Robekan ligamen Deltoid

7
Ruptur pada ligamen deltoid biasanya berhubungan dengan fraktur pada
ujung distal fibula atau robekan pada ligamen tibiofibula distal (atau
keduanya).Robekan terjadi karena adanya trauma abduksi. Robekan dapat
bersama-sama dengan lepasnya fragmen kecil dari maleolus medialis (avulsi).
Diagnosis dibuat dengan sinar – X : terdapat pelebaran ruang sendi medial pas
foto mortise; kadang-kadang talus miring, dan diastasis sendi tibiofibular dapat
tampak jelas.

Robekan pada Ligamen Tibiofibula Inferior

Ligamen tibiofibula inferior dapat robek, sehingga dapat menyebabkan


separasi sendi tibiofibular sebagian atau lengkap (diastasis). Diastasis lengkap,
dengan robekan pada kedua serat anterior pada posterior, terjadi akibat strain
abduksi yang hebat. Diastasis sebagian, dengan robekan hanya pada serat
anterior, diakibatkan oleh adanya rotasi luar. Cederaini dapat terjadi secara
tersendiri, tetapi biasanya disertai dengan fraktur pada maleolus.

2.1.4 MANIFESTASI KLINIS CIDERA LIGAMEN

- Nyeri, sering mendadak dan berat terutama pada jaringa yang robek.

- Sebuah suara keras krek” atau jepret selama cedera

- Pembengkakan

- Perasaan kelonggaran pada sendi

- Ketidakmampuan untuk meletakkan berat badan pada titik tanpa rasa


sakit

- Rasa sakit dan pincang saat berjalan

- Kekakuan

8
2.1.5 TINGKAT CEDERA LIGAMEN

Beberapa orang yang mengalami cedera igamen sering melaporkan


adanya bunyi “ceklek” atau “letupan” saat terjadi cedera. Setelah cedera terjadi,
pasien mengalami gangguan gerak dan fungsi tergantung dari derajat kerusakan
yang diakibatkan oleh cedera tersebut. Cedera ligament dapat dikelompokkan
menjadi 3 derajat berdasarkan derajat kerusakannnya, yaitu :

1. Derajat I, ditandai dengan :

1) Cedera ringan, nyeri ringan, sedikit bengkak, dan mungkin muncul kekakuan
sendi.

2) Stretch ligamen atau kerobekan kecil pada ligamen.

3) Biasanya terjadi pada ligament krusiatum anterior.

4) Penurunan fungsi yang minimal.

5) Dapat kembali beraktivitas dalam beberapa hari setelah injury (dengan


menggunakan brace atau taping).

2. Derajat II, ditandai dengan :

1) Nyeri yang sedang sampai nyeri hebat, pembengkakan, dan muncul kekakuan
sendi.

2) Kerobekan parsial pada ligamen sendi .

3) Penurunan fungsi yang cukup berat dengan kesulitan berjalan.

4) Membutuhkan waktu 2 – 3 bulan sebelum memperoleh kembali kekuatan dan


stabilitas sendi.

3. Derajat III, ditandai dengan :

1) Timbul nyeri hebat setelah cidera, yang kemudian diikuti oleh sedikit nyeri
atau tanpa nyeri akibat kerusakan total dari serabut saraf.

9
2) Pembengkakan yang besar dan sendi menjadi kaku selama beberapa jam
setelah cidera.

3) Ruptur secara komplet pada ligament kolateral (laxity yang berat).

4) Biasanya memerlukan beberapa bentuk immobilisasi selama beberapa minggu.

5) Hilangnya fungsi secara komplet (functional disability) dan memerlukan kruk.

6) Biasanya memerlukan terapi konservatif dengan program rehabilitasi


exercise, tetapi dalam jumlah yang kecil memerlukan pembedahan.

7) Masa recovery selama 4 bulan Sementara itu. kronik cedera ligamen dapat
terjadi pada penderita atau olahragawan yang mengalami overstretch (injury)
ringan dan terjadi berulang kali tanpa mendapatkan pengobatan yang adequat.
Cedera ini sering menjadi kronik cedera karena pasien tidak begitu
memperhatikan cedera yang dialaminya sehingga tidak diobati atau
mendapatkan pengobatan yang tidak adequat. Pada kronik cedera ligamen,
nyeri yang dirasakan adalah dull aching (sakit tumpul), bersifat intermitten
atau kadang-kadang konstan, nyeri cenderung meningkat jika melakukan
aktivitas atau olahraga yang melibatkan lutut.

2.1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1) Pemeriksaan Gerakan Sendi Lutut

Pemeriksaan gerakan sendi lutut sangat penting karena setiap kelainan


pada lutut akan memberikan gangguan pergerakan lutut. Pada pemeriksaan perlu
diketahui apakah gerakan disertai nyeri atau krepitasi. Secara normal gerakan
fleksi pada sendi lutut sebesar 120-145 derajat dan gerakan ekstensi 0 derajat dan
mungkin ditemukan hiperekstensi sebesar 10 derajat.

- Pemeriksaan ligamentum kolateral medial dan lateral

- Pemeriksaan ligamentum krusiatum anterior dan posterior

10
2) Pemeriksaan Radiologi

Foto polos dapat memperlihatkan bahwa ligamen telah mengavulsikan


sepotong tulang kecil – ligamen medial biasanya dari femur, ligamen lateral dari
fibula, ligamen krusiatum anterior dari spina tibia dan krusiatum posterior dari
bagian belakang tibia atas. Film tekanan (kalau perlu dibawah anestesi) dapat
menunjukkan apakah engsel sendi terbuka ke satu sisi.

3) Pemeriksaan Artroskopi

Bila terjadi robekan hebat pada ligamen kolateral dan kapsul, artroskopi
tidak boleh dilakukan karena ekstravasasi cairan akan menghambat diagnosis dan
menyulitkan prosedur selanjutnya. Indikasi utama untuk melakukan artroskopi
adalah pada robekan ligamentum krusiatum terisolasi yang dicurigai, dan pada
sprain yang lebih ringan untuk menyingkirkan cedera internal lain misalnya
robekan meniskus, yang (kalau ada) dapat ditangani seketika itu juga.

4) Terapi

a. Robekan Sebagian

Serat yang utuh membebat serat yang robek dan akan terjadi
penyembuhan spontan. Perlekatan akan membahayakan, maka latihan aktif akan
dilakukan sejak awal, dibantu dengan aspirasi efusi yang tegang, aplikasi kompres
es pada lutut dan, kadang-kadang, injeksi anestesi lokal ke daerah yang nyeri.
Pembebanan diperbolehkan tetapi lutut dilindungi dari rotasi atas strain angulasi
dengan pembalutan berbantalan atau bebat posterior. Gips yang lengkap tidak
diperlukan dan merugikan; ini menghambat gerakan dan mencegah penilaian
ulang setiap minggu – suatu peringatan penting kalau kesalahan ingin dihindari.
Dengan program latihan itu, pasien biasanya dapat kembali berlatih olah raga
setelah 6-8 minggu.

b. Robekan Lengkap

Dalam teori, penyembuhan dapat terjadi asalkan ujung yang robek


disposisi dengan teliti dan dipertahankan tanpa gerakan dalam gips. Tetapi

11
hasilnya tak menentu. Lebih bijaksana bila dilakukan operasi dan merupakan
kesempatan terbaik untuk menghindari ketidakstabilan di masa mendatang.
Prinsip pedomannya adalah :

1. Melakukan operasi dini (lebih awal lebih baik dan harus dalam 14 hari)

2. Menggunakan insisi yang cukup lebar (kalau struktur posterior juga


robek dan akses tidak adekuat, insisi posterior yang kedua akan
membantu)

3. Memperbaiki setiap struktur yang robek dengan kuat dan, kalau


mungkin, dengan penempelan ulang pada tulang (staples, atau
penjahitan lewat lubang bor, diperlukan)

4. Mempertimbangkan penguatan perbaikan dengan autograf atau implan

5. Melindungi perbaikan selama 6 minggu dalam gips di atas lutut. Pada


robekan yang luas sendi harus di eksplorasi, dan bagian meniskus yang
robek atau lepas dibuang. Kalau ligamen krusiatum terobek,ligamen itu
juga harus diperbaiki.

Kapsul posteromedial mungkin terpakasa ditempel ulang dengan


menjahitnya lewat lubang bor pada tulang. Ligamen yang berjumbai dapat
diperkuat dengan salah satu dari struktur tendinosa di sekitarnya (misalnya, pas
anserinus atau semimembranosa).

Ligamentum krusiatum anterior dapat terevaluasi pada kedua ujungnya.


Ini dapat ditempel ulang dengan fiksasi sekrup atau dengan penjahitan yang
melewati lubang bor yang ditempatkan dengan sesuai pada tibia atau femur.
Robekan di dalam bahan ligamen sulit dijahit; perbaikan dapat diperkuat dengan
menggunakan salah satu dari tendon yang berdekatan atau implan yang bebas.
Pada ligamentum krusiatum posterior perbaikan atau penguatan dapat lebih
mudah dilakukan melalui pendekatan posterior.

Pasca operasi tungkai diimobilisasi dalam gips panjang dengan posisi lutut
fleksi 40 derajat (kaki harus berotasi ke medial terutama kalau struktur medial

12
terlibat, berotasi ke lateral bila terjadi kerusakan lateral). Gips ini biasanya dapat
diganti dengan gips penyangga berengsel setelah 3-4 minggu. Pembebanan bebas
tidak diperbolehkan hingga 8 minggu setelah perbaikan ligamen. Latihan
penguatan otot secara aktif diperlukan dan harus dilanjutkan sekurang-kurangnya
6 bulan.

5) Terapi Non-Operasi

Kalau pasien bukan atlet atau tidak lagi muda (atau jika diagnosa
meragukan), terapi non-operasi mungkin lebih baik. Tentu saja, robekan
ligamentum kolateral medial (yakni, bila lutut stabil dalam ekstensi penuh) dapat
diterapi secara efektif tanpa operasi. Tungkai demobilisasi dalam gips selama 6-8
minggu; selama waktu itu pasien diperbolehkan menahan beban dengan keruk
penopang. Hasilnya, meskipun hasilnya tidak sebaik hasil setelah operasi dengan
keahlian dan teknik yang modern, namun dapat diterima. Ketidakstabilan yang
tersisa dapat ditangani kemudian, kalau perlu dengan pembedahan rekonstruksi.

Penyembuhan ligamen pada usia remaja tidak mempengaruhi cidera


ligamen. Untuk waktu penyembuhan setiap orang bervariasi,biasanya satu minggu
sudah sembuh namun jika semakin membengkak dan semakin susah digerakkan
maka sebaiknya segera periksakan ke dokter,karena bisa saja ligamen sudah
mengalami robekan. Pada umunya cidera ligamen akan sembuh dalam waktu
beberapa minggu tanpa pengobatan yang khusus.

2.1.7 KOMPLIKASI

Perlekatan terjadi apabila lutut dengan robekan ligamen sebagian tidak


digunakan secara aktif, serat yang putus menempel pada serat yang utuh dan
tulang. Lutut dapat “lepas” dengan disertai rasa nyeri; terdapat nyeri tekan lokal,
dan rasa nyeri pada rotasi medial atau lateral. Kekacauan dengan meniskus yang
robek dapat diatasi dengan uji penggerusan, atau dengan manipulasi dan injeksi di
bawah anestesi, yang biasanya kuratif. Kalau masih terdapat keraguan mengenai
kemungkinan robeknya meniskus, artroskopi diindikasikan. Kadang-kadang

13
cedera abduksi diikuti dengan perkapuran dekat perlekatan bagian atas pada
ligamen medial (penyakit Pallegrini-Stieda).

2.2 CIDERA MENISKUS

2.2.1 DEFENISI

Cedera meniskus merupakan cedera yang sering terjadi pada olahraga


yang melibatkan gerakan berputar dan squat seperti pada bolabasket, sepak bola
atau bulu tangkis. Meniscus adalah bantalan sendi lutut berbentuk seperti cincin
dan berfungsi sebagai penahan benturan. Cedera pada struktur ini sangat sering
terjadi dan sebagian besar karena olah raga. Biasanya berupa cedera saat lutut
terpuntir (twisted knee) mendadak.

Meniskus merupakan bantalan fibrokatilago yang melekat padamedial (sisi


dalam) dan lateral (sisi luar) tibial plateu. Meniskus ini menutupi 50% dari tibial
ptateu. Meniskus lateral menutupi lebih banyak permukaan tibial plateu lebih
banyak dibanding meniskus medial sehingga terjadi kontak langsung yang lebih
banyak antara femur dan tibia pada kompartemen medial. Meniskus ini berfungsi
untuk memperlebar dan memperdalam permukaan kontak antara femur dan tibia,
hal ini menyebabkan berkurangnya stess atau tekanan pada kartilago artikuler.

VASKULARISASI MENISKUS : 1/3 bagian perifer (bagian luar) meniskus


mempunyai vaskularisasi yang baik dari kapiler-kapiler kapsul fibrosus dan
membran synovial. Sedangkan bagian dalam merupakan area avaskuler (tidak ada
pembuluh darah). Oleh karena itu bila terjaditear pada bagian perifer, akan
sembuh dengan baik dantearpada bagian dalam akan sulit mbuh.

FUNGSI MENISKUS :

- Meniskus berfungsi untuk memperlebar dan memperdalam permukaan


kontak antara femur dan tibia, hal ini menyebabkan berkurangnya stess
atau tekanan pada kartilago artikuler.

14
- Meniskus akan mendistribusikan beban yang di terima oleh sendi lutut.

- Meniskus juga berfungsi untuk menjaga stabilitas sendi dan fungsi


lubrikasi menghasilkan cairan sendi.

2.2.2 MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang timbul sering dianggap sebagai 'keseleo' biasa karena pasien
masih bisa jalan. Namun keadaan akan menjadi buruk karena akan timbul gejala
nyeri di sendi yang makin hebat sehingga

- Nyeri di sepanjang garis sendi lutut

- jalan menjadi pincang;

- sendi lutut sulit untuk digerakkan,

- Lutut tidak dapat diluruskan dan tidak dapat dilipat

- merasa ada yang bergerak-gerak di dalam sendi.

- Terdapat pembengkakan terutama pada bagian lutut

- Lutut terasa seperti terkunci

2.2.3 ETIOLOGI DAN MEKANISME TERJADINYA CIDERA MENISKUS

Mekanisme cedera meniskus adalah akibat gerakan berputar dari sendi


lutut dan juga akibat gerakan squat atau fleksi (menekuknya) sendi lutut yang
berlebihan,dan melintirkan kaki secara mendadak. Pada usia muda cedera
meniscus pada sendi lutut biasanya terjadi pada aktivitas olahraga dimana posisi
lutut terpelintir dan sedikit menekuk. Cedera ini bisa terjadi pada sebelah
laertal/medial meniscus atau pada tanduk anterior/posterior dll. Pada lansia cedera
meniscuspun juga bisa terjadi, hal ini dikarenakan adanya prosese
degenerasi/arthritis pada sendi lutut.

15
2.2.4 PENATALAKSANAAN CEDERA MENISKUS :
Terdapat 3 macam pilihan ketika seorang atlet cedera meniskus :
1. Rehabilitasi non-operatif
2. Pembedahan dengan cara membersihkan atau menghilangkan meniskus yang
robek
3. Pembedahan dengan cara menjahit meniskus yang robek.

2.2.5 KOMPLIKASI CEDERA MENISKUS

Cedera meniskus yang tidak tertangani dengan baik akan mengakibatkan


kerusakan kartilago di tulang tibia, tulang femur dan pada patella mengalami
kerusakan akibat gesekan dan beban yang berlebih yang akan mengakibatkan
risiko terjadinya osteoartritis. Jika meniskus sudah tidak berfungsi lagi dengan
baik maka dapat menghambat kinerja normal pada lutut dan menyebabkan rasa
sakit,pembengkakan,kekakuan dan lubrikasi sehingga membuat cairan sendi akan
terhambat.

2.2.6 PROSES PENGOBATAN DAN PEMULIHAN MENISKUS

Pengobatan tergantung pada tingkat keparahan dan lokasi robeknya,


pengobatan konservatif bisa berhasil bagi mereka yang mengalami kerobekan
degeneratif kecil dari meniskus. Istirahat dari berlari dan cross-training harus
dilakukan sampai rasa sakit dan pembengkakan mereda. Pada cedera meniskus
ringan dengan rehabilitasi tanpa operasi memerlukan waktu penyembuhan sekitar
3-4 minggu. Sedangkan bila diperlukan operasi pembersihan meniskus yang
robek, memerlukan waktu penyembuhan sekitar 6-8 minggu. Dan apabila terjadi
cedera berat pada meniskus dan diperlukan operasi maka waktu penyembuahan
sekitar 3-4 bulan.

2.2.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

- MRI

- RONTGEN

16
- CT SCAN

2.3 ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA LIGAMEN DAN MENISKUS

2.3.1 PENGKAJIAN

1. Identitas klien

a) Identitas klien berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku,


Agama, Alamat.

b) Identitas penanggung jawab meliputi: Nama, Umur, Pendidikan,


Pekerjaan, Suku, Agama, Alamat.

c) Tanggal masuk RS, No. Medical Record dan Diagnosa Medis

2. Riwayat Kesehatan

a) Keluhan utama : Badan bengkak, muka sembab dan nafsu makan


menurun.

b) Riwayat penyakit sekarang : Badan bengkak, muka sembab, muntah, nafsu


makan menurun, konstipasi, diare, urine menurun.

c) Riwayat penyakit dahulu : Edema, malaria, riwayat GNA dan GNK,


terpapar bahan kimia.

d) Riwayat kesehatan keluarga : Karena kelainan gen autosom resesif.


Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya
mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran.

3. Pengkajian fungsional kesehatan

Pada klien dengan nefrotik sindrom, hal yang perlu di kaji menurut 11 pola
konseptual Gordon yang dikemukakan oleh Doengoes (2000) dan Carpenito
(2001).

a) Persepsi kesehatan

17
Kaji pandangan klien/keluarga jika ada anggota keluarga yang sakit apa
yang akan dilakukan, pengobatan apa yang akan diberikan.

b) Pola nutrisi metabolic

Tanyakan tentang pola makan klien sebelum dan selama sakit, kaji status
nutrisi klien dengan, kaji input cairan klien selama 24 jam, dan kaji
turgor kulit serta observasi adanya oedema anasarka.

c) Pola eliminasi

Kaji pola bab dan bak klien sebelum sakit dan selama sakit.apakah terjadi
perubahan pola berkemih seperti peningkatan frekuensi, proteinuria.

d) Pola aktivitas

Kaji tanda – tanda vital terutama tekanan darah, kaji adanya tanda - tanda
kelelahan,

e) Kebutuhan istirahat tidur

Kaji pola tidur klien sebelum dan selama sakit

f) Pola persepsi kognitif

Kaji kemampuan pancaindra klien, kaji pengetahuan klien tentang


penyakit yang di deritanya.

g) Pola persepsi diri

Kaji persepsi diri klien meliputi body image, harga diri, peran diri, ideal
diri, konsep diri.

h) Pola hubungan sosial

Kaji pola komunikasi klien terhadap keluarga, klien satu ruang, dan
perawat.

i) Pola seksualitas

18
Kaji kebutuhan seksual klien

j) Pola mekanisme koping

Kaji bagaimana respon diri klien terhadap penyakit yang dideritanya

k) Pola spiritual

Kaji persepsi klien dilihat dari segi agama, apakah klien memahami
bahwa penyakitnya adalah ujian dari Tuhan.

4. Pemeriksaan fisik

Strain dan sprain : Pemeriksan fisik mencakup kelemahan,


ketidakmampuan penggunaan sendi, udema pada sprain, perubahan warna
kulit, perdarahan, dan mati rasa.

2. 3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri Akut Berhubungan Cidera Pada Bantalan Sendi Lutut

2. Kerusakan Integritas Kulit Berhubungan Dengan Trauma/ Cidera Pada Sendi


Lutut

3. Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Penurunan Kekuatan Dan


Ketahanan Sendi

4. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan


aliran darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebih, hipovolemik dan
pembentukan thrombus.

5. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan


dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber
informasi.

19
2. 3. 3 INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

1. Nyeri Akut Berhubungan Cidera Pada Bantalan Sendi Lutut

Tujuan: Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan.

Kriteria Hasil:

a. Klien menyatakan nyeri berkurang.


b. Klien menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas
terapetik sesuai indikasi untuk situasi individual.
c. Edema berkurang/hilang.
d. Tekanan darah normal.
e. Tidak ada peningkatan nadi dan pernapasan.

Intervensi:

a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya, dan intensitas (skala 0 ±


10). Perhatikan petunjuk verbal dan non-verbal.
b. Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips,
pembeban, dan traksi.
c. Tinggikan dan sokong ekstremitas yang terkena.
d. Bantu pasien dalam melakukan gerakan pasif/aktif.
e. Berikan alternatif tindakan kenyamanan (massage, perubahan posisi).
f. Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contohnya relaksasi
progresif, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi dan sentuhan
terapeutik.
g. Lakukan kompres dingin/es selama 24-48 jam pertama dan sesuai
indikasi.
h. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik.

2. Kerusakan Integritas Kulit Berhubungan Dengan Trauma/ Cidera Pada


Sendi Lutut

Tujuan: Kerusakan integritas jaringan dapat diatasi

Kriteria Hasil:

a. Penyembuhan luka sesuai waktu.


b. Tidak ada laserasi, integritas kulit baik.

20
Intervensi:

a. Kaji kulit untuk luka terbuka, kemerahan, perdarahan, perubahan warna.


b. Massage kulit dan tempat yang menonjol, pertahankan tempat tidur yang
kering dan bebas kerutan.
c. Rubah posisi selang seling sesuai indikasi.
d. Gunakan bed matres/air matres.

3. Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Penurunan Kekuatan


Dan Ketahanan Sendi
Tujuan: Kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang.
Kriteria Hasil:
a. Klien akan meningkat/mempertahankan mobilitas pada tingkat
kenyamanan yang lebih tinggi.
b. Klien mempertahankan posisi/fungsional.
c. Klien meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi
bagian tubuh.
d. Klien menunjukkan teknik yang mampu melakukan aktifitas.

Intervensi:

a. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan


perhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi.
b. Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik/rekreasi dan pertahankan
rangsang lingkungan.
c. Instruksikan dan bantu pasien dalam rentang gerak aktif/pasif pada
ekstremitas yang sakit dan yang tak sakit.
d. Tempatkan dalam posisi telentang secara periodik bila mungkin, bila
traksi digunakan untuk menstabilkan fraktur tungkai bawah.
e. Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan (contoh mandi dan mencukur).
f. Berikan/bantu dalm mobilisasi dengan kursi roda, kruk dan tongkat
sesegera mungkin. Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat
mobilisasi.
g. Awasi TD dengan melakukan aktivitas dan perhatikan keluhan pusing.
h. Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/napas dalam.
i. Auskultasi bising usus.
j. Dorong penigkatan masukan cairan sanpai 2000-3000 ml/hari.
K. Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan atau rehabilitasi spesialis.

21
4. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
aliran darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebih, hipovolemik dan
pembentukan trombus.

Tujuan: Disfungsi neurovaskuler perifer tidak terjadi.

Kriteria Hasil:

a. Mempertahankan perfusi jaringan yang ditandai dengan terabanya


pulsasi.
b. Kulit hangat dan kering.
c. Perabaan normal.
d. Tanda vital stabil.
e. Urine output yang adekuat

Intervensi :

a. Kaji kembalinya kapiler, warna kulit dan kehangatan bagian distal dari
fraktur..
b. Kaji status neuromuskuler, catat perubahan motorik/fungsi sensorik.
c. Kaji kemampuan dorso fleksi jari-jari kaki.
d. Monitor posisi/lokasi ring penyangga bidai.
e. Monitor vital sign, pertahanan tanda-tanda pucat/cyanosis umum, kulit
dingin, perubahan mental.
f. Pertahankan elevasi dari ekstremitas yang cedera jika tidak
kontraindikasi dengan adanya compartemen syndrome.

5. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi, tidak
mengenal sumber informasi.

Tujuan: Pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga bertambah.

Kriteria Hasil:

a. Menyatakan pehaman kondisi, prognosis dan pengobatan.


b. Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan
alasan tindakan.

22
Intervensi:

6.1 Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang.
6.2 Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi dengan
terapis fisik bila diindikasikan.
6.3 Buat daftar aktivitas dimana pasien dapat melakukannya secara mandiri
dan yang memerlukan bantuan.
6.4 Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dab di
bawah fraktur.
6.5 Diskusikan pentingnya perjanjian evaluasi klinis.

BAB III
KASUS

Kasus : Tn. A berumur 25 tahun datang ke RS dengan keluhan nyeri pada


persendian lutut. Klien mengatakan dia terjatuh saat bermain bola dan lututnya

23
tertekan ke tanah sehinga menyebabkan daerah disekitar sendi lutut luka dan
bengkak . Klien mengatakan sulit berjalan, dan beraktivitas seperti biasa . Dari
hasil pemeriksaan didapatkan daerah sendi lutut pasien kaku dan tidak bisa
digerakkan. Pasien juga terlihat memegang lututnya dan berjalan pincang saat
dibawa kerumah sakit. Pasien terlihat cemas dengan kondisinya saat ini dan
bertanya apakah kondisinya parah dan apakah dia masih bisa bermain bola lagi.

3.1 PENGKAJIAN
Nama : Tn. A
Umur : 25 tahun
Alamat : -
Tanggal MRS : -
Keluhan Utama : nyeri pada sendi lutut

Analisa Data

DATA MK ETIOLOGI

DS : Klien mengatakan nyeri pada


Cidera Pada
persendian lutut
DO : Pasien juga terlihat memegang Bantalan Sendi
Nyeri Akut
lututnya dan berjalan pincang Lutut

DS : Klien mengatakan sulit


Penurunan
berjalan,dan beraktivitas seperti
Kekuatan Dan
biasa Gangguan mobilitas
DO: - Dari hasil pemeriksaan Ketahanan
fisik
didapatkan daerah sendi lutut pasien Sendi
kaku dan tidak bisa digerakkan.

- Pasien juga terlihat memegang


lututnya dan berjalan pincang saat
dibawa kerumah sakit

DS : Pasien mengatakan tidak tahu


apa yang harus dilakukan dan
Kurangnya
bertanya apakah kondisinya parah da
Informasi

24
apakah dia masih bisa bermain bola Kurang pengetahuan tentang
lagi penyakit
DO : Pasien terlihat cemas dengan
kondisinya saat ini

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri Akut Berhubungan Cidera Pada Bantalan Sendi Lutut

2. Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Penurunan Kekuatan Dan


Ketahanan Sendi

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang


penyakit.

3.3. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI

1. Nyeri Akut Berhubungan Cidera Pada Bantalan Sendi Lutut

Tujuan: Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan.

Kriteria Hasil:

a. Klien menyatakan nyeri berkurang.


b. Klien menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas
terapetik sesuai indikasi untuk situasi individual.
c. Edema berkurang/hilang.
d. Tekanan darah normal.
e. Tidak ada peningkatan nadi dan pernapasan.

Intervensi:

a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya, dan intensitas (skala 0 ±


10). Perhatikan petunjuk verbal dan non-verbal.
b. Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips,
pembeban, dan traksi.
c. Tinggikan dan sokong ekstremitas yang terkena.
d. Bantu pasien dalam melakukan gerakan pasif/aktif.

25
e. Berikan alternatif tindakan kenyamanan (massage, perubahan posisi).
f. Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contohnya relaksasi
progresif, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi dan sentuhan
terapeutik.
g. Lakukan kompres dingin/es selama 24-48 jam pertama dan sesuai
indikasi.
h. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik.

2. Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Penurunan Kekuatan Dan


Ketahanan Sendi

Tujuan: Kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang.

Kriteria Hasil:

a. Klien akan meningkat/mempertahankan mobilitas pada tingkat


kenyamanan yang lebih tinggi.
b. Klien mempertahankan posisi/fungsional.
c. Klien meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi
bagian tubuh.
d. Klien menunjukkan teknik yang mampu melakukan aktifitas.

Intervensi:

a. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan


perhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi.
b. Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik/rekreasi dan pertahankan
rangsang lingkungan.
c. Instruksikan dan bantu pasien dalam rentang gerak aktif/pasif pada
ekstremitas yang sakit dan yang tak sakit.
d. Tempatkan dalam posisi telentang secara periodik bila mungkin, bila
traksi digunakan untuk menstabilkan fraktur tungkai bawah.
e. Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan (contoh mandi dan mencukur).
f. Berikan/bantu dalm mobilisasi dengan kursi roda, kruk dan tongkat
sesegera mungkin. Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat
mobilisasi.
g. Awasi TD dengan melakukan aktivitas dan perhatikan keluhan pusing.
h. Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/napas dalam.
i. Auskultasi bising usus.
j. Dorong penigkatan masukan cairan sanpai 2000-3000 ml/hari.

26
K. Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan atau rehabilitasi spesialis.

3. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi, tidak
mengenal sumber informasi.

Tujuan: Pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga bertambah.

Kriteria Hasil:

a. Menyatakan pehaman kondisi, prognosis dan pengobatan.


b. Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan
alasan tindakan.

Intervensi:

a. Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang.


b. Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi dengan
terapis fisik bila diindikasikan.
c. Buat daftar aktivitas dimana pasien dapat melakukannya secara
mandiri dan yang memerlukan bantuan.
d. Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dab
di bawah fraktur.
e. Diskusikan pentingnya perjanjian evaluasi klinis.

27
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Pada orang-orang dewasa muda, dengan usia produktif antara 20 – 40


tahun, aktivitas menjadi sangat tinggi. Bisa karena pekerjaan atau karena
aktivitas- aktivitas lain,sehingga timbul masalah sendi pada lutut yaitu cidera
ligamen dan meniskus.

Cedera meniskus merupakan cedera yang sering terjadi pada olahraga


yang melibatkan gerakan berputar dan squat seperti pada bolabasket, sepak bola
atau bulu tangkis.

Cedera ligamen biasanya terjadi pada ligamen di persendian lutut dan


pergelangan kaki. Hal ini dikarenakan pada daerah tersebut sedikit terdapat
jaringan otot sehingga mudah terjadi cedera.

4.2 SARAN

- Melakukan pemanasan sendi dan otot dengan lembut melalui gerakan


olahraga atau kegiatan Anda dan peregangan otot-otot.

- Hindari untuk melakukan gerakan yang tiba-tiba.

28
DAFTAR PUSTAKA

Englund M, Guermazi A, Lohmander SL. The role of the meniscus in knee


osteoarthritis: a cause or consequence? Radiol Clin North Am. 2009
Jul;47(4):703-12
Everyday Sports Injury, Diagnosis Tretament and Prevention. Dorling Kindersley
Ltd. 2010
Netter’s Sports Medicine. Saunders Elsevier. 2010

29

Anda mungkin juga menyukai