Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
Suku bangsa Gayo mendiami daerah daratan tinggi tanah Gayo yang dalam bahasa
Aceh dinamakan Tanoh Gayo. Belakangan ini orang Gayo mendiami wilayah Aceh Tengah,
sebagian wilayah Kabupaten Aceh Tenggara dan sebagian kecil wilayah Aceh Timur.
Wilayah Tanah Gayo terletak di daratan tinggi Pengunungan Bukit Barisan dengan
ketinggian 400-2.600 meter di atas permukaan laut ditutupi dengan hutan tropis. Di tengah-
tengah wilayah itu terdapat Danau Laut Tawar dengan kedalaman 200 meter dan luasnya 17,5
x 4,5 kilometer2 .
Kabupaten Aceh Tengah didiami oleh mayoritas suku bangsa Gayo. Suku bangsa
Gayo terdiri dari 3 kelompok etnis yaitu Gayo Laut mendiami 9 kecamatan (Kecamatan Kota
Takengon, Bebesan, Bukit, Timang Gajah, Bandar, Silih Nara, Pengasing, Bintang, dan
Kecamatan Linge). Gayo Luwes mendiami 4 kecamatan di wilayah Aceh Tenggara yaitu
Kecamatan Blang Kejeren, Kuta Panjang, Terangon dan Kecamatan Rikit. Kelompok ini
biasa juga disebut Gayo Belang. Ketiga adalah Gayo Serbajadi, mereka mendiami satu daerah
Kabupaten Aceh Timur yaitu Kecamatan Serbajadi. Kelompok ini biasa juga disebut dengan
Gayo Seumamah. Di Kecamatan Serbajadi juga masih ada kelompok kecil lainnya, yaitu
Gayo Kalul.
Orang gayo mempunyai bahasa sendiri yaitu bahasa Gayo dan setiap kelompok
memakai bahasa Gayo dengan dialek berbeda menurut kelompok masing- masing. 1
Gayo adalah salah satu suku adat yang ada di Aceh, serta merupakan salah satu
kekayaan budaya Indonesia yang tak akan dilupakan oleh dunia yaitu tari saman (tari seribu
tangan). Suku gayo (baca; Urang Gayo), mendiami hampir 1/2 pedalaman Aceh terdiri dari 5
kabupaten kota bagian pemerintah Aceh. suku gayo dibagi menjadi beberapa bagian yaitu
suku gayo takengon di kabupaten bener meriah dan kab. Aceh Tengah, suku gayo Blang
Kejeren, Suku Gayo Alas Kute Cane, Suku Gayo Lokop Aceh Timur, Suku Gayo Tamiang
Aceh Tamiang.

1
Muhammad Umar (EMTAS), Darah dan Jiwa Aceh, (Banda Aceh : CV. Beobon Jaya, 2008), hlm. 9

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. SISTEM PERKAWINAN MASYARAKAT GAYO
Secara garis besar, kebudayaan Gayo, terdiri dari beberapa unsur yaitu kebudayaan
Gayo Lues, yang berpusat disekitar Aceh Tenggara, kebudayaan Gayo Serbejadi di kawasan
Aceh Timur, kebudayaan Gayo Linge dan kebudayaan Lut di Aceh Tengah. Setiap unsur
kebudayaan dari tiap suku bangsa tersebut tentu saja memiliki keunikan dan kekayaan tradisi
masing- masing dimana di dalamnya juga terkandung nilai- nilai luhur untuk kemuliaan hidup.
Tak terkecuali kebudayaan masyarakat Gayo yang berada di sekitar kawasan Takengon Aceh
Tengah ( Gayo Lut ) saat mempersiapkan sebuah hajat besar seperti upacara perkawinan yang
harus melewati beberapa tahapan adat, yang tiap tahapannya tersimpan makna yang sakral
untuk kebahagiaan hidup rumah tangga pasangan pengantin.
Berikut adalah beberapa tahapan prosesi upacara perkawinan masyarakat Gayo :
 RISIK KONO (Pe rkenalan Keluarga)
Acara ini merupakan ajang perkenalan keluarga calon pengantin. Orang tua pengantin
pria, biasanya di wakilkan oleh ibunya, akan menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan
mereka untuk berbesan dengan orang tua pengantin wanita. Biasanya acara akan di mulai
dengan ramah tamah serta senda gurau sebagai awal perkenalan dan barulah selanjutnya
mengarah pada pembicaraan serius mengenai kemungkinan kedua keluarga ini bisa saling
berbesan.
 MUNGINTE (Meminang/Melamar)
Tahapan peminangan ini tidak dilakukan oleh orang tua pengantin pria secara
langsung tetapi diwakilkan oleh utusan yang disebut telangkai atau telangke. Biasanya
mereka terdiri dari tiga atau lima pasang suami- istri yang masih berkerabat dekat dengan
orang tua pengantin pria.
Dalam acara ini yang banyak berperan adalah kaum ibu. Mereka datang samb il
membawa bawaan yang antara lain berisi beras, tempat sirih lengkap dengan isinya, sejumlah
uang, jarum dan benang. Barang bawaan ini disebut Penampong ni kuyu yang bermakna
sebagai tanda pengikat agar keluarga pengantin wanita tidak menerima lamaran dar i pihak
lain.
Selanjutnya barang bawaan ini diserahkan dan ditinggal di rumah pengantin wanita
sampai ada kepastian bahwa lamaran tersebut diterima atau tidak. Keluarga pengantin wanita
diberi waktu sekitar 2-3 hari untuk memutuskan hal tersebut. Dalam waktu tersebut biasanya

2
keluarga pengantin wanita akan mencari sebanyak mungkin tentang informasi calon
pengantin pria mulai dari bagaimana pribadinya, pendidikannya, agama, tingkah laku sampai
ke soal bibit, bobot dan bebetnya. Jika lamaran diterima maka barang bawaan tersebut tidak
dikembalikan lagi tetapi sebaliknya jika tidak, maka Penampong kayu akan dikembalikan
pada pengantin pria lagi.
Setelah mendapat kepastian lamaran diterima selanjutnya akan dilakukan pembicaraan
antara dua pihak keluarga mengenai kewajiban apa saja yang harus dipenuhi oleh keluarga
masing- masing, termasuk membicarakan mengenai barang dan jumlah uang yang diminta
oleh keluarga penganti wanita yang disebut sebagai acara Muno sah nemah (Menetapkan
bawaan). Dalam pembicaraan ini keluarga pengantin pria akan diwakili oleh talangke yang
harus pandai melakukan tawar menawar atau negosiasi dengan keluarga pengantin wanita.
Sementara untuk mahar yang menentuakan adalah calon mempelai wanita sendiri dan mahar
yang diminta tidak boleh ditawar lagi.
 TURUN CARAM (Mengantar Uang)
Acara mengantar uang ini biasa dilakukan pada saat matahari mulai naik antara pukul
09.00 – 12.00 dengan harapan agar nantinya kehidupan rumah tangga pasangan pengantin ini,
termasuk rezekinya akan selamanya bersinar.
 SEGENAP dan BEGENAP (Musyawarah dan Keluarga)
Dalam acara ini akan dilakukan pembagian tugas saat acara pernikahan berlangsung.
Yang mendapat tugas melakukan berbagai persiapan pesta perkawinan adalah para kerabat
serta tetangga dekat. Acara akan berlangsung pada malam hari. Pada malam begenap acara
akan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok orang tua yang akan membicarakan
mengenai tata cara serah terima calon pengantin kepada Imam (Pemuka Agama) sementara
kelompok kedua yaitu para muda- mudi yang berkelompok membuat kue onde-onde untuk
disantap bersama-sama. Setelah itu datanglah utusan dari kelompok orang tua ke kelompok
anak muda tersebut sambil membawa batil (cerana) lalu mereka makan sirih bersama sebagai
tanda permintaan orang tua pengantin wanita agar muda mudi itu rela melepas salah satu
teman mereka untuk menikah.
 BEGURU (Pemberian Nasihat)
Acara ini didiadakan sesudah acara malam begenap yaitu pada pagi hari sesudah salat
subuh. Beguru artinya belajar, dimana calon pengantin akan diberi berbagai nasehat dan
petunjuk tentang bagaimana nantinya mereka bersikap dan berprilaku dalam membina rumah
tangga. Acara beguru di rumah calon mempelai wanita ini biasanya akan diiringi juga dengan

3
acara bersebuku (meretap) yaitu pengantin wanita melakukan sungkema n kapada kedua
orang tuanya untuk memohaon restu dan doa.
 JEGE UCE (Berjaga-jaga)
Acara ini dilaksanakan menjelang hari pernikahan. Disini para kerabat dan tetangga
dekat akan berjaga-jaga sepanjang malam dengan melakukan berbagai kegiatan adat seperti
acara guru didong (berbalas pantun) serta tari tarian. Pada malam itu calon pengantin wanita
akan diberi inai oleh pihak ralik (keluarga pengantin wanita).
 BELULUT dan BEKUNE (Mandi dan Kerikan)
Dahi, pipi dan tengkuk calon pengantin wanita akan dikerik oleh juru rias atau wakil
keluarga ibunya yang paling dekat setelah sebelumnya dilakukan acara mandi bersama di
kediaman masing- masing yang disebuat acara belulut. Bekas bulu-bulu halus kerikan tadi
selanjutnya akan ditaruh dalam sebuah wadah berisi air bersih dan dicampurkan dengan irisan
jeruk purut untuk ditanam. Dipercayai nantinya rambut pengantin akan tumbuh subur dan
lebat.
 MUNALO (Menjemput Pengantin Pria)
Pada hari dan tempat yang telah disepakati rombongan pengantin wanita yang
dipimpin oleh telangkai, selanjutnya disebut sebagai pihak beru, sambil menabuh canang
yang dilakukan oleh para gadis bersiap menunggu kedatangan rombongan penantin pria yang
disebut pihak bei. Sementara itu pengantin wanita di rumahnya telah didandani dan menanti
dalam kamar pengantin. Canang akan semakin keras ditabuh dan terdengar bersahutan ketika
pihak bei sudah mulai kelihatan dari kejauhan. Saat pihak bei telah tiba, tabuhan canang
dihentikan dan pihak beru akan membuka percakapan sebagai ucapan selamat datang dan
permohonan maaf jika terdapat kekurangan dalam acara penyambutan tersebut. Setelah itu
dilakukan tarian guel dan sining serta saling berpantun. Disini pengantin pria akan diajak ikut
menari bersama. Setelah itu calon pengantin pria diarak beramai ramai menuju kedia man
pengantin wanita.
 MAH BEI (Mengarak Pengantin Pria)
Sebelum rombongan pengantin pria sampai ke rumah pengantin wanita, mereka akan
terlebih dahulu berhenti di rumah persinggahan yang disebut Umah selangan selama 30-60
menit. Ditempat ini rombongan akan menanti datangnya kiriman makanan yang dibawa oleh
utusan pihak beru. Bila kiriman itu dianggap berkenan maka rombongan akan melanjutkan
perjalanan menuju rumah pengantin wanita, setelah mendengar kabar bahwa kelurga
pengantin wanita telah siap menerima kedatangan. Sebaliknya bla tidak berkenan maka acara

4
bisa tertunda bahkan batal. Dalam perjalanan ini, pengantin pria diapit telangkai yang
biasanya terdiri dari dua orang laki- laki yang sudah menikah.
Pada acara ini orang tua mempelai pria boleh tidak mendampingi karena tugas
tersebut telah diwakilkan. Setibanya rombongan bei di rumah pengantin wanita, tiga orang
ibu akan langsung datang menyambut dan saling bertukar batil tempat sirih lalu diadakan
acara basuh kidding (cuci kaki) di depan pintu masuk. Uniknya yang melakukan acara basuh
kidding ini adalah adik perempuan pengantin wanita. Jika pengantin wanita tidak memiliki
adik perempuan maka tugas ini bisa digantikan oleh anak pakciknya. Setelah itu sebagai
tanda terima kasih, pengantin pria akan memberikan sejumlah uang kepada adik pengantin
wanita tersebut.
Selanjutnya pengantin pria akan melakukan acara tepung tawar yang dilakukan oleh
keluarga pengantin wanita. Sambil dibimbing masuk rumah, pengantin pria akan diserahkan
oleh keluarganya dan didudukkan berhadapan dengan ayah pengantin wanita untuk acara
akad nikah yang disebut acara Rempele (Penyerahan). Sebelum akad nikah dimulai telah
disiapkan satu gelas air putih, satu wadah kosong dan sepiring ketan kuning untuk melakukan
tata acara adat. Selesai akad pengantin pria memberikan Sap Batil Mangas kepada mertua
laki- lakinya. Selama akad berlangsung pengantin wanita yang telah didandani tetap tinggal
di dalam kamar sambil menunggu dipertemukan dengan suaminya. Acara inilah yang disebut
kamar dalem.
 MUNENES (Ngunduh Mantu)
Acara ini sebagai simbol perpisahan antara pengantin wanita dengan orang tuanya
karena telah bersuami dan akan berpisah tempat tnggal, termasuk juga sebagai acara
perpisahan di masa lajang ke kehidupan berkeluarga. Pengantin wanita aka n diantar ke rumah
pengantin pria sambil membawa barang-barangnya dari peralatan rumah tangga sampai bekal
memulai hidup baru. Setelah itu diadakan acara makan bersama. Biasanya setelah tujuh hari
pengantin wanita berada di rumah pengantin pria, orang tua pengantin pria akan datang ke
rumah besannya sambil membawa nasi beserta lauk pauk. Acara yang disebut Mah Kero
Opat Ingi ini bertujuan untuk lebih saling mengenal antar dua keluarga yang sudah bebesan. 2
Hukum adat yang positif konstruktif masih sangat relevan untuk ditumbuh-
kembangkan di dalam masyarakat Gayo misalnya jeret naru (hukuman bagi orang yang
menikah dengan satu belah). Hukum adat itu dirasakan cukup relevan dalam mengantisipasi
pergaulan bebas di tengah-tengah masyarakat. Karena memandang bahwa semua anggota

2
http://gebyarpernikahanindonesia.com/424/upacara-perkawinan-masyarakat-aceh-gayo/

5
klan/belah adalah saudara sehingga apabila masing- masing desa/kelompok belah menerapkan
hukum adat itu maka akan muncul satu kontrol sosial yang sangat ketat dari masyarakat
terhadap prilaku menyimpang anggota-anggota klan/belahnya. Prinsip hukum adat jeret naru
sebenarnya beranjak dari konsep pemikiran masyarakat adat yang bersifat komunal, berbeda
dengan konsep di barat yang bersifat individual.
Hukum adat sebagai salah satu identitas budaya harus dilestarikan oleh rakyat Gayo
dimanapun, kapanpun dan dalam situasi apapun. Jangan pernah merasa rendah diri, malu atau
takut untuk menunjukkan identitas budaya kepada orang lain baik melalui kegiatan seni,
upacara perkawinan, jelisen, turun mani, dan lain- lain. Kelompok etnis lain juga akan
semakin segan terhadap Gayo apabila rakyat Gayo mempertahankan identitas budayanya
ditengah-tengah multikulturalisme global yang menginfiltrasi sendi-sendi budaya dan norma-
norma sosial masyarakat setempat melalui teknologi, inovasi, fashion, dan lain- lain. 3
 Mungerje (baca; pernikahan)
Adat pernikahan di suku gayo juga unik, ada dua model pernikahan dalam suku gayo
yaitu: i angkab, dan i juelen. I angkap, maksudnya adalah dimana seorang lelaki dijadikan
penghidup keluarga wanita, dimana sang lelaki berkewajiba n mempertanggung jawab
keluarga dari mempelai wanita. Biasa sang mempelai lelaki adalah berasal dari keluarga yang
mungkin sudah tinggal sendiri (tak ada orang tua lagi), sedangkan i juelen yaitu seperti
pernikahan biasa yang dilakukan masyarakat luas mungkin hampir sama diseluruh indonesia.
Dimana mempelai wanita ikut suami. 4

B. MACAM-MACAM ADAT GAYO


1. Ter mani (baca; turun mandi)
Salah satu kegiatan adat yang paling dikenal disuku gayo yaitu ter mani (turun
mandi) pada acara adat anak yang baru dilahirkan dimandikan oleh tetua kampung dan
didoakan (diwasiat) semoga kelak menjadi anak yang berguna bagi keluarga dan masyarakat
umum, langkah pertama yang dilakukan biasa membawa anak yang akan dimandikan ke
sungai yang ada di dekat pemukiman warga, tetapi resepsi ini sudah mulai pudar dalam
masyarakat gayo. satu hal yang paling unik dalam acara ini yaitu pada saat membelah kelapa
di dekat kepala sang bayi, kalau misal belahan batoknya bagus menurut kepercayaan tetua

3
https://www.facebook.co m/notes/i-love-gayo/penegakan-hukum-adat-di-tanoh-gayo/285724372010
4
http://senjadisumatra.blogspot.com/2012/ 11/adat-suku-gayo.html

6
kampung dan masyarakat etikat anak ini akan baik, dan kemudian kelapa yang sedah dibelah
di bagikan kepada orang ikut pada acara turun mandi tersebut.
2. Tradisi lepat Gayo
Tradisi lepat Gayo itu sudah mulai punah. Namun tetap masih ada, dan tidak sulit
untuk menemui berbagai tradisi di Gayo. Lepat Gayo adalah sebuah makanan khas di Gayo.
Lepat tersebut biasanya dibuat saat menyambut hari- hari besar Islam. Seperti menjelang
Ramadhan, Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha. Lepat Gayo kini tidaklah seperti
dulu. Dahulu, lepat gayo sering dijadikan bahan makanan tambahan, sehingga setiap rumah
masyarakat akan selalu ada lepat gayo, walau lebaran telah berlalu hingga empat bulan. Lepat
gayo di gantung diatas perapian atau para-para dapur. Lepat gayo itu tidak membusuk, dan
tetap terbungkus rapi oleh daun pisang. Perubahan utama hanya pada warna daun dan lepat
yang sudah mengeras. Lepat Gayo itu, sering menjadi hidangan utama masyarakat gayo di
kala pagi, malam atau sore hari, ditemani segelas kopi khas gayo yang mahsyur.
Lepat gayo yang telah lama disimpan itu, tidak langsung dimakan, melainkan di bakar
di atas perapian atau tungku api di dapur. Hal ini tidak sulit, karena, sebagian besar
masyarakat gayo memiliki perapian di dapur sebagai tempat penghangat tubuh. Selain
dibakar, lepat gayo juga dapat di goreng. Lepat yang sudah mengeras itu pun menjadi lunak,
dan begitu nikmat untuk dimakan, apalagi saat secangkir kopi panas menjadi pasangannya.
Lengkap sudah rasa lepat gayo dan kopi. Bahan yang yang digunakan untuk membuat lepat
ini antara lain adalah : Beras, Ketan putih, Kelapa yang tua, Gula merah, dan daun pisang
muda. 5
3. Mujik
Karakteristik suatu masyarakat bisa ditelusuri lewat nilai- nilai budaya: adat- istiadat
dan resam yang diamalkannya. Misalnya kata: “Wassalualééé” dalam bahasa Gayo, yang
asalnya dari kata: “Wassalamu’alaik” yang berarti: “keselamatan atau kesejahteraan”. Kata
ini diucapkan dalam acara “Mujik” (“kaum lelaki mengupas tangkai padi memakai kaki
secara massal”) atau saat mengangkat tiang Masjid beramai-ramai, dan lain lain.
4. Sumang
Ada ungkapan: “Edet pegerni agama” (“Adat pagarnya agama”). Jika diamati,
ternyata nilai- nilai islam diresepsi ke dalam adat dan resam Gayo, hanya saja penyebutannya
di Gayo kan, sementara missinya tidak berubah. Misalnya, anjuran Surat An-Nur, ayat 30 dan
31 tentang: adab dalam pergaulan sehari- hari antara seseorang dengan orang lain yang bukan

5
http://acehtourismagency.blogspot.com/2012/ 11/tradisi-lepat-gayo.html

7
muhrim, telah di-adat-kan menjadi “Sumang”. Dalam perkembangan selanjutnya, “Sumang”
menjadi delik adat, yang bisa dicegah dengan cara: menegor, menasehati atau akan siap
“dihakimi” oleh masyarakat. Pengamalan nilai- nilai Islam ini diupayakan melalui pendekatan
adat-istiadat. Ini salah satu metode pensosialisasian nilai- nilai islam, agar lebih mudah
dicerna, dipahami dan kemudian dijadikan sebagai patokan moral. “Sumang”, kini mulai
terkikis akibat pergeseran nilai- nilai sosial yang terjadi dalam masyarakat majemuk.
5. Mahtabak
Dalam adat Gayo ada sebutan “Mahtabak”. Hanya terjadi, ketika seorang lelaki yang
ingin menikah dengan seorang gadis idamannya lewat “jalan pintas”. Caranya, lelaki tadi
membawa perlengkapan sejata: parang, pisau, kain kafan, pacul dan tali gantung ke rumah
calon mertua dan menyerahkan diri untuk dikawinkan dengan anak gadisnya. Jika missinya
gagal, urusannya mati! Ini tindakan spekulatif yang penuh resiko. Tetapi umumnya, jika
lelaki tadi sudah “menduduki” (“occupied”) rumah dan menyatakan hasratnya, maka calon
mertua biasanya tidak bisa berbuat banyak, selain pasrah dan memanggil penghulu adat untuk
melangsungkan transaksi perkawinan. Ini termasuk delik Adat yang melanggar HAM, sebab
menghalangi kebebasan orang lain memilih pasangan suami/isteri dan memaksa diri
“meminta dibunuh” jika missinya gagal.
6. Jeret naru
Ada istilah “Jeret naru” (“hukuman buang”), yakni: hukuman adat yang dijatuhkan,
bila terjadi delik “ancest” (hubungan sex yang dilakukan dalam lingkungan keluarga) atau
terjadi dalam masyarakat sekampung. Menurut adat Gayo, “Jeret naru” [menghukum buang
pasangan pezina dari kampung halaman untuk seumur hidup] bisa dijatuhkan. Perkara ini
relevan dengan yurisprudensi Khalifah Umar bin Khattab, yang pernah menghukum buang
pasangan pezina selama seumur hidup meninggalkan kampung halamannnya. Dalam
perkembangan selanjutnya, “Jeret naru” harus bertarung melawan perubahan nilai- nilai sosial
yang semakin rapuh mempertahankan kekuatan iman dan adat. “Jeret naru” sangat sukar
dipertahankan di masa depan.
7. Kona tube
Ada juga sebutan: “Kona tube” (yakni: korban yang diced erakan dengan membubuhi
racun/tuba secara mistik oleh orang tertentu. Pelakunya dinamakan “jema mutube”. Me nurut
adat Gayo, pelaku delik (jema mutube) ini mesti dieksekusi dengan cara mencekik leher
pelaku menggunakan kayu bercabang dua ke dalam air sampai mati. Hukuman Adat ini pada
gilirannya sekarang berbenturan dengan hukum positif (KUHP), karena kasus kejahatan ini
sukar dibuktikan, bahkan bisa menjadi bumerang kepada korban.

8
8. Nik (Kawin lari)
Jika anak gadis kawin lari, maka untuk rujuk kepada orang tua, disyaratkan
memotong kambing atau sekurang-kurangnya memotong ayam jantan merah. Ayam ini
dipanggang, isi perutnya dikosongkan, diletakkan di atas piring besar dan diserahkan
langsung kepada orang tua diiringi dengan “Semah sungkem” (“minta ma’af”) dan
bersamaan dengannya bergemalah “sebuku” (“meratap”) dengan gubahan lirik- lirik
spontanitas yang mampu menguras air mata kedua belah pihak. Bahkan bisa berakhir dengan
pingsan.
9. Perkawinan indogami
Dimana perkawinan sepasang suami/isteri yang berasal dari satu kuru atau belah
(Belah adalah: unit terkecil dalam struktur pemerintahan masyarakat adat). Perkawinan
indogami dianggap sebagai pelanggaran adat. Pelanggaran terhadap adat ini merupakan suatu
kesalahan yang bisa dijatuhi hukuman, yakni: keluarga mempela i lelaki/isteri diharuskan
“Mugeleh Koro”, (“menyembelih kerbau”) sebagai bentuk diat untuk memulihkan nama baik
yang dinilai tercemar. Yang dipersalahkan harus minta maaf di hadapan khalayak dan
menjamu (makan bersama). Dengan cara ini, semua kesalahan tadi dengan sendirinya hapus.
Jika hukuman diat ini tidak ditunaikan, urusannya bisa runyam, berbuntut retak dan bahkan
hancurnya sistem kekerabatan/kerukunan masyarakat adat. Hubungan silaturrahmi bisa putus,
tidak bertegur sapa, hanya lantaran pembayaran d iat (“mugeleh koro”) belum dilunasi.
Tragisnya, masyarakat adat lebih menghargai dan menghormati adat ketimbang nilai-
nilai Islam. Padahal, dalam masyarakat Gayo dikenal adegium adat: “Edet enti pipet, atur enti
bele” [“Adat tidak boleh kaku (rigit), hukum mesti adil”]. Artinya, keberlakuan hukum adat
mestinya toleran, tidak kaku (elastic), bijaksana dan penuh dengan pertimbangan, sebab
“Edet pegerni agama” (“Adat pagarnya agama”). Jangan sampai adat lebih tinggi kedudukan
dan nilainya ketimbang nilai-nilai agama Islam. Adat mesti berfungsi sebagai pagar, bukan
sebaliknya: merusak sendi-sendi kehidupan beragama. Hal ini terjadi, oleh karena masyarakat
adat hanya mewarisi nilai-nilai adat secara turun-temurun, tidak realistik dan tidak mengkaji
ulang relevansinya.
Hukum adat perlu dirumuskan secara rinci, mulai dari: sejarah, petitum, dictum,
bentuk hukuman, eksekusi, kadaluarsa, unsur maaf dan pengecualian-pengecualian terhadap
delik. “Jika engkau berjanji, tuliskan”. “Penuhi jajimu.” Demikian diamanahkan dalam Al-
Qur’an. Ini penting bagi kepastian dan keadilan sekaligus menjadi yurisprudensi hukum
Adat. Jika tidak, maka di saat muncul suatu delik: petuha dan pengikut adat yang fanatik,
tunduk secara taklid buta tanpa memiliki pengetahuan tentang adat dan rele vansinya. Semua

9
ini penting dirumuskan, agar tidak lagi terjadi kesalahan interpretasi dan perangkat hukum
adat sudah siap menjerat. 6
C. PRINSIP ADAT GAYO
Di dalam sistem nilai budaya Gayo telah merumuskan prinsip-prinsip adat yang
disebut kemalun ni edet. Prinsip ini menyangkut “harga diri” (malu) yang harus dijaga,
diamalkan, dan dipertahankan oleh kelompok kerabat tertentu, kelompok satu rumah (sara
umah), klen (belah), dan kelompok yang lebih besar lagi.
Prinsip adat meliputi empat hal berikut ini. Pertama, Denie – terpancang adalah harga
diri yang menyangkut hak-hak atas wilayah. Kedua, Nahma teraku adalah harga diri yang
menyangkut kedudukan yang sah. Ketiga, Bela mutan ialah harga diri yang terusik karena
ada anggota kelompoknya yang disakiti atau dibunuh. Keempat adalah Malu tertawan yang
merupakan harga diri yang terusik karena kaum wanita dari anggota kelompoknya diganggu
atau difitnah pihak lain.
Didalam sistem adat Gayo ada tahapan adat yaitu, mukemel (harga diri ), tertip
(tertib), setie (setia), semayang Gemasih (kasih sayang), mutentu (kerja keras), amanah
(amanah), genap mupakat (musyawarah), alang tulung (tolong menolong), bersikemelen
(kompetitif)
Sistem nilai budaya Gayo terbagi menjadi nilai “utama” yang disebut “harga diri”
(mukemel). untuk mencapai harga diri itu, seorang harus mengamalkan atau mengacu pada
sejumlah nilai lain, yang disebut nilai “penunjang”. Nilai- nilai penunjang itu adalah: “tertib”,
“setia”, “kasih sayang”, “kerja keras”, “amanah”, “musyawarah”, “tolong- menolong”. 7

6
https://kenigayo.wordpress.com/category/adat-budaya/page/4/
7
http://www.lintasgayo.com/34818/adat-gayo-bernuasa-islami.ht ml

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Beberapa tahapan prosesi upacara perkawinan masyarakat Gayo :
 Risik kono (perkenalan keluarga)
 Munginte (meminang/melamar)
 Turun caram (mengantar uang)
 Segenap dan begenap (musyawarah dan keluarga)
 Beguru (pemberian nasihat)
 Jege uce (berjaga-jaga)
 Belulut dan bekune (mandi dan kerikan)
 Munalo (menjemput pengantin pria)
 Mah bei (mengarak pengantin pria)
 Munenes (ngunduh mantu)

B. Saran
Penulisan makalah ini masih jauh dari penyempurnaan, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.

11
DAFTAR PUSTAKA
Umar Muhammad (EMTAS). 2008. Darah dan Jiwa Aceh. Banda Aceh : CV. Beobon Jaya
http://gebyarpernikahanindonesia.com/424/upacara-perkawinan- masyarakat-aceh- gayo/
https://www.facebook.com/notes/i- love- gayo/penegakan-hukum-adat-di-tanoh-
gayo/285724372010
http://senjadisumatra.blogspot.com/2012/11/adat-suku-gayo.html
http://acehtourismagency.blogspot.com/2012/11/tradisi- lepat- gayo.html
https://kenigayo.wordpress.com/category/adat-budaya/page/4/
http://www.lintasgayo.com/34818/adat-gayo-bernuasa-islami.html

12

Anda mungkin juga menyukai