Anda di halaman 1dari 6

RESPONSI

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

EKTIMA

DEFINISI

Pioderma adalah infeksi pada lapisan epidermis, daerah stratum


korneum, atau pada folikel rambut, yang disebabkan oleh stapylococcus,
streptococcus, atau oleh keduanya.(1,2)

Ektima adalah pioderma ulseratif kulit yang umumnya disebabkan oleh


Streptococcus atau Staphylococcus atau kombinasi dari keduanya. Menyerang
epidermis dan dermis membentuk ulkus dangkal yang ditutupi oleh krusta berlapis,
biasanya terdapat pada tungkai bawah.(3) Ektima termasuk pioderma kutaneus
dengan karakteristik krusta tebal dan adanya ulkus maupun erosi. Faktor
predisposisi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit ini adalah hygiene
yang kurang, malnutrisi dan trauma.(1)

Gambaran ektima mirip dengan impetigo, namun kerusakan dan daya


invasifnya pada kulit lebih dalam daripada impetigo. Lesi pada ektima
awalnya mirip dengan impetigo, berupa vesikel atau pustul. Kemudian
langsung ditutupi dengan krusta yang lebih keras dan tebal daripada krusta
pada impetigo, dan ketika dikerok nampak lesi berupa ulkus yang dalam dan
biasanya berisi pus.(2,3)

EPIDEMIOLOGI

Ektima biasanya terjadi karena impetigo yang tidak diobati. Secara


epidemiologi ektima sering ditemukan pada orang-orang dengan higiene
kurang seperti pengemis, para prajurit perang, dan pada daerah dengan

1
kelembapan tinggi.(3) Ektima terdapat baik pada anak maupun dewasa,
tempat predileksi di tungkai bawah, dan dasarnya ialah ulkus. (2)

ETIOLOGI

Streptococcus dan atau Staphylococcus.(3)

PATOGENESIS

Seperti halnya Staphylococcus aureus, Streptococcus sp. Juga


terkenal sebagai bakteri patogen untuk kulit. Streptococcus Grup A, B, C, D,
dan G merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada
manusia. Kandungan M-protein pada bakteri ini menyebabkan bakteri ini
resisten terhadap fagositosis. Staphylococcus aureus dan Staphylococcus
pyogenes menghasilkan beberapa toksin yang dapat menyebabkan
kerusakan lokal atau gejala sistemik.(1)

Impetigo yang disebabkan oleh streptococcus dan staphylococcus


yang tidak diterapi bisa menyerang ke lapisan kulit lebih dalam. Melalui
penetrasi ke lapisan epidermis, sehingga menyebabkan ulkus yang dangkal
dengan krusta diatasnya. Lesi ektima bisa mengikuti lesi awal pioderma, bisa
juga tanpa didahului lesi dermatosis.(3)

Faktor host seperti immunosuppresi, terapi glukokortikoid, dan atopic


memainkan peranan penting dalam pathogenesis dari infeksi
Staphylococcus. Adanya trauma ataupun inflamasi dari jaringan (luka bedah,
luka bakar, trauma, dermatitis, benda asing) juga menjadi faktor yang
berpengaruh pada pathogenesis dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri
ini.(1)

GEJALA KLINIS

Tampak sebagai krusta tebal berwarna kuning, biasanya berlokasi di


tungkai bawah, yaitu tempat yang relatif banyak mendapat trauma. Jika krusta
diangkat ternyata lekat dan tampak ulkus yang dangkal. (2)

2
Tempat predileksi ektima pada ekstremitas bawah, sering menyerang
anak-anak, orang-orang tua yang kurang memperhatikan kebersihan, serta
bisa juga pada pasien-pasien diabetes. Lesi ektima yang tidak diterapi akan
meluas dalam minggu maupun bulan. Diameternya sekitar dua sampai tiga
sentimeter.(3)

Penyakit ini dimulai dengan suatu vesikel atau pustul di atas kulit yang
eritematosa, membesar dan pecah (diameter 0,5 – 3 cm) dan beberapa hari
kemudian terbentuk krusta tebal dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya.
Biasanya terdapat kurang lebih 10 lesi yang muncul. Bila krusta terlepas,
tertinggal ulkus superficial dengan gambaran “punched out appearance” atau
berbentuk cawan dengan dasar merah dan tepi meninggi. Lesi cenderung
menjadi sembuh setelah beberapa minggu dan meninggalkan sikatriks.
Biasanya lesi dapat ditemukan pada daerah ekstremitas bawah. (1)

Gambar A: Lesi
tipikal ektima
pada ektremitas
bawah

3
DIAGNOSIS BANDING

1. Folikulitis, didiagnosis banding dengan ektima sebab predileksi biasanya di


tungkai bawah dengan kelainan berupa papul atau pustul yang eritematosa.
Perbedaannya, pada folikulitis, di tengah papul atau pustul terdapat rambut
dan biasanya multipel.(2)

2. Impetigo krustosa, didiagnosa banding dengan ektima karena


memberikan gambaran Effloresensi yang hampir sama berupa lesi yang
ditutupi krusta. Bedanya, pada impetigo krustosa lesi biasanya lebih
dangkal, krustanya lebih mudah diangkat, dan tempat predileksinya
biasanya pada wajah dan punggung serta terdapat pada anak-anak
sedangkan pada ektima lesi biasanya lebih dalam berupa ulkus,
krustanya lebih sulit diangkat dan tempat predileksinya biasanya pada
tungkai bawah serta bisa terdapat pada usia dewasa muda. (2)

Gambar : Impetigo.
Eritema dan
krusta pada
seluruh daerah
centrofacial

PENATALAKSANAAN

1. Nonfarmakologi
Pengobatan ektima tanpa obat dapat berupa mandi menggunakan
sabun antibakteri dan sering mengganti seprei, handuk, dan pakaian.
Menghindari tempat-tempat yang memungkinkan di gigit serangga.

4
2. Farmakologi
Sistemik
1. Pengobatan lini pertama
a. Dewasa: Dikloksasilin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7 hari.
Anak: 5 - 15 mg/kgBB/dosis, 3 - 4 kali/hari.
b. Amoksisilin + Asam klavulanat 3 x 25 mg/kgBB
c. Penicillin V 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7 hari

2. Pengobatan lini kedua


a. Azitromisin 1 x 500 mg, kemudian 1 x 250 mg selama 4 hari
b. Klindamisin 15 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari
c. Dewasa: Eritomisin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7 hari.
Anak: 12,5 - 50 mg/kgBB/dosis, 4 kali/hari.

Topikal

Pengobatan topikal digunakan jika infeksi terlokalisir, tetapi jika


luas maka digunakan pengobatan sistemik. Asam fusidat 2%,
Mupirosin, dan Basitrasin merupakan antibiotik yang dapat digunakan
secara topikal. (3)

Edukasi

Memberi pengertian kepada pasien tentang pentingnya menjaga


kebersihan badan dan lingkungan untuk mencegah timbulnya dan
penularan penyakit kulit.

PROGNOSIS

Ektima sembuh secara perlahan, tetapi biasanya meninggalkan jaringan


parut (skar).(3)

DAFTAR PUSTAKA

5
1. Craft Noah, et al. Superficial Cutaneous Infections and Pyoderma. In:
Wolff Klause, Goldsmith Lowell, Katz Stephen, eds. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine 7 th ed. New York: McGraw-Hill
Companies; 2008.
2. Djuanda Adhi, Pioderma, Dalam: Djuanda Adhi,eds. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin Edisi 5. Jakarta: FK UI; 2008.
3. James William, Berger Timothy, Elston Dirk, eds. Andrews’ Disease of
The Skin Clinical Dermatology 11th ed. USA: Saunders Elsevier; 2006.

Anda mungkin juga menyukai